Anda di halaman 1dari 18

PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DI BIDANG

KEDOKTERAN GIGI ANAK

MAKALAH
Diajukan guna melengkapi tugas pada bagian Pedodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Oleh :
Sixtine Agustiana F.
NIM. 111611101060

Instruktur :
Drg. Dyah Setyorini, M.Kes

BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak adalah kasus-kasus
gawatdaruratan yang terjadi pada anak saat dilakukan perawatan gigi.
Kejadian kegawatdaruratan merupakan kasus yang jarang terjadi di tempat
praktek namun kejadian ini sangat tidak diharapkan terjadi. Beberapa kasus
kegawatdaruratan terjadi pada dewasa namun ternyata dapat pula terjadi pada
anak-anak. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Committee for the
Prevention of Systematic Complications During Dental Treatment of The
Japanesse Dental Society antara tahun 1980-1984 di Jepang menunjukkan
sekitar 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun.
Sekitar 90% merupakan kasus ringan namun sekitar 8% merupakan kasus
yang cukup berat (Haas, 2008)
Di dalam merawat pasien dokter gigi akan berhadapan dengan pasien
dengan populasi dan variasi status kesehatan pasien yang berbeda-beda, oleh
karena itu persiapan dalam menghadapi pasien-pasien dengan status kesehatan
medically compromised patient merupakan hal utama yang harus dilakukan.
Beberapa tindakan perawatan gigi menimbulkan keadaan-keadaan yang
membutuhkan tindakan dengan segera. Dokter gigi kadang kurang menyadari
bahwa tindakan perawatan yang dilakukan merupakan pencetus terjadinya
syok pada anak. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran
mengenai tindakan dokter gigi yang dapat menimbulkan syok pada anak,
jenis-jenis kegawatdaruratan, pencegahan terjadinya kegawatdaruratan, dan
tindakan - tindakan yang harus dilakukan saat terjadi kegawatdaruratan.
Apabila dokter gigi kurang menyadari akibat lanjut yang akan timbul bila
kegawatdaruratan tidak ditanggulangi dengan cepat, maka akan terjadi
keadaan - keadaan yang tidak diinginkan. Peningkatan pengetahuan dengan
mengikuti kursus - kursus mengenai pertolongan segera saat terjadi
kegawatdaruratan bagi dokter gigi dan perawat gigi hendaknya selalu
dilakukan, selain itu dokter gigi juga perlu menghindari tindakan dan alat-alat
serta bahan-bahan yang dapat menimbulkan rasa sakit dan takut berlebihan
pada anak saat melakukan perawatan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi
anak?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan di bidang kedokteran
gigi anak
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada dokter gigi tentang penatalaksanaan
kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak.
2. Sebagai dasar untuk penelitian-penelitian tentang penatalaksanaan
kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegawatdaruratan di Bidang Kedokteran Gigi Anak

Kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak adalah kasus-kasus


kegawatdaruratan yang terjadi pada anak saat dilakukan perawatan gigi. Kejadian
kegawatdaruratan merupakan kasus yang jarang terjadi di tempat praktek namun
kejadian ini sangat tidak diharapkan terjadi. Beberapa kasus kegawatdaruratan
terjadi pada dewasa namun ternyata dapat pula terjadi pada anak-anak (Riyanti,
2008).
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Committee for the Prevention of
Systematic Complications During Dental Treatment of The Japanesse Dental
Society antara tahun 1980-1984 di Jepang menunjukkan sekitar 19-44% dokter
gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90% merupakan
kasus ringan namun sekitar 8% merupakan kasus yang cukup berat (Haas, 2006).
Kasus kegawatdaruratan paling sering didapatkan adalah saat dan setelah
dilakukan anestesi lokal, dimana lebih dari 60% adalah kasus sinkop dan 7%
disertai hiperventilasi (Melamed, 2003).
Kegawatdaruratan pasien anak merupakan hal yang jarang dalam
perawatan kedokteran gigi tetapi jika hal ini terjadi maka dapat mengancam
nyawa. Kegawatdaruratan dapat terjadi sehubungan dengan berbagai penyebab
(Melamed, 2003). Dokter gigi secara umum harus siap untuk menangani secara
menyeluruh dan efektif jika kegawatdaruratan ini terjadi.
2.2 Macam-Macam Kegawatdaruratan di Bidang Kedokteran Gigi Anak
Di dalam merawat pasien dokter gigi akan berhadapan dengan pasien dengan
populasi dan variasi status kesehatan pasien yang berbeda-beda, oleh karena itu
persiapan dalam menghadapi pasien-pasien dengan status kesehatan medically
compromised patient merupakan hal utama yang harus dilakukan (Field, 2004).
Jenis-jenis kegawatdaruratan yang sering terjadi pada bidang kedokteran gigi
anak berdasarkan survey yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric
Dentistry
Pediatric Emergencies in the Dental Office (PEDO) terhadap 60 dokter gigi tahun
2004

Tabel 1. Hasil Survey Kejadian Kegawatdaruratan Khusus selama 10 Tahun


Terakhir

Di dalam merawat pasien, dokter gigi akan berhadapan dengan pasien


dengan populasi dan variasi status kesehatan pasien yang berbeda-beda. Oleh
karena

itu,

persiapan

dalam

menghadapi

pasien-pasien

dengan

status

kesehatan medically compromised patient merupakan hal utama yang harus


dilakukan. Anamnesa lengkap sebelum tindakan harus dilakukan oleh setiap
dokter gigi. Anamnesa tidak hanya mengenai gigi yang menjadi keluhan utama,
namun kesehatan umum dan riwayat perawatan gigi terdahulu juga merupakan hal
yang perlu mendapat perhatian khusus. Orang tua kadang tidak menyadari
kelainan sistemik yang dialami oleh anaknya, oleh karena itu dokter gigi harus
dapat mengarahkan pertanyaan yang diberikan agar segala kelainan sistemik yang
dialami anak dapat terungkap saat perawatan gigi akan dilakukan (Riyanti, 2008).
Beberapa pertanyaan awal di bawah ini sangat membantu saat akan
merawat pasien yaitu, apakah ada efek samping dan jika ada bagaimana
perawatan umumnya, apakah efek perawatan gigi akan menyebabkan penyakit
secara umum, dan bagaimana reaksi obat yang akan timbul serta interaksinya dan
bagaimana mengantisipasinya. Tindakan yang dilakukan seorang dokter gigi harus
mengacu pula pada clinical risk management yaitu proses sistematik untuk

mengidentifikasi, menganalisis, dan mengontrol kejadian ataupun reaksi yang


akan muncul setelah tindakan medis (Field & Longman, 2004).
Oleh karena itu dokter harus selalu memperhatikan hal-hal berikut: selalu
melengkapi riwayat kesehatan umum pasien, berhati-hatilah terhadap reaksi yang
akan muncul (jangan ragu - ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis
anak), mengetahui prinsip-prinsip di dalam pencegahan dan penanggulangan
kegawatdaruratan

medis,

selalu

mengikuti

kursus-kurus

mengenai

kegawatdaruratan (Basic Life Support atau cardiopulmonary resuscitation,


Pediatric

Emergencies

in the Dental Office

atau PEDO), mengikuti

perkembangan keilmuan mengenai kegawatdaruratan, dan selalu memeriksa


peralatan kegawatdaruratan serta mencatat tanggal kadaluwarsa obat-obatan
kegawatdaruratan.
Sebagai seorang dokter gigi, kita harus memiliki ilmu dan keterampilan
dalam menghadapi keadaan gawat darurat tersebut. Pada pasien anak, keadaan
kegawatdruratan yang paling umum terjadi adalah biasanya sehubungan dengan
pemberian obat-obatan, yang paling sering adalah anestesi lokal dan/atau
penggunaan depresan sistem saraf pusat sebagai sedasi, selain itu juga disebabkan
oleh adanya riwayat penyakit sistemik dari anak tersebut. Sebelum melakukan
perawatan, maka seorang dokter gigi harus bias mendapatkan informasi riwayat
kesehatan pasien tersebut, sehingga dokter gigi dapat memberikan perawatan yang
sesuai dan bertindak hati-hati terhadap adanya kemungkinan dari kondisi sistemik
pasien tersebut.
Tindakan yang cepat dan benar merupakan kunci utama penatalaksanaan
kegawatdaruratan. Kecekatan operator di dalam mengambil tindakan harus dilatih
dengan benar, agar kesalahan pengambilan keputusan dapat dihindari. Perlu pula
ditentukan apakah pasien dalam keadaan sadar atau tidak, bila pasien tidak sadar
maka tidak ada respons terhadap stimulasi. Penatalaksanaan dasar dalam
kegawatdaruratan yaitu position, airway, breathing, circulation, dan definitive
care (pada basic life support biasa disebut dengan defibrillation) (Melamed, 2003;
Frush et al., 2008).

BAB 3. PEMBAHASAN

Pada saat terjadi kegawadaruratan medis pasien anak di dalam ruang


praktek, maka tindakan penanganannya adalah mengacu pada penatalaksanaan
dasar

dalam

kegawatdaruratan

yaitu position, airway, breathing, circulation,

dan definitive care.


Position
Penyebab utama hilangnya kesadaran adalah hipotensi. Segera letakkan pasien
tidak sadar pada tempat yang rata dengan posisi supine dimana kaki lebih tinggi
daripada badan. Posisi ini akan menghasilkan peningkatan aliran darah di daerah
kepala dengan sedikit hambatan dalam sistem respirasi. Pada pasien dengan
penyebab acute respiratory distress seperti acute asthmatic bronchospasm maka
posisi yang paling nyaman adalah tegak lurus agar ventilasi dapat meningkat
(Melamed, 2003; Melamed 2007; Frush et al., 2008).
Airway and Breathing
Tindakan airway dan breathing pada pasien sadar dilakukan dengan heimlich
maneuver dan pasien tidak sadar dilakukan dengan menerapkan posisi tilt-chin lift
maneuver kemudian diikuti dengan pemeriksaan ventilasi melalui look, listen,
feel. Perhatikan dan pastikan apakah penderita dapat bernafas spontan ataukah
penderita mencoba

untuk

dapat

bernafas.

Cara

ini

dilakukan

dengan

mendengarkan dan merasakan pertukaran udara yang keluar melalui mulut


ataupun hidung. Apabila tidak ada usaha respirasi spontan yang ditandai dengan
tidak ada pergerakan pundak maka kontrol ventilasi harus menggunakan bantuan
nafas (Melamed, 2003; Melamed 2007). Penggunaan full face mask dan positive
pressure oxygen bagi pasien di atas usia delapan tahun yaitu denganmemberikan
ventilasi kira-kira satu hembusan nafas untuk setiap lima detik, dan satu kali nafas
tiap tiga detik untuk bayi dan anak (Frush et al., 2008). Apabila ventilasi spontan
sudah terjadi yaitu ditandai dengan adanya gerakan spontan pada dada maka
tindakan ventilasi harus dihentikan oleh karena dapat mengakibatkan gastric
distension danregurgitation (Melamed, 2003; Melamed 2007).

Gambar 1 dan 2. Teknik chin lift-head tilt (kiri). Mouth-to-mask


ventilation (kanan). Sumber: Melamed, 2003

Definitive Care
Tindakan definitive care dilakukan sesuai dengan diagnosis yang telah
ditegakkan.

Tentukan

dengan

benar

diagnosis

penyebab

terjadinya

kegawatdaruratan agar tindakan definitive care bisa berhasil (Melamed, 2003;


Melamed 2007).
Tabel 3.1 Contoh kasus beserta penatalaksanaan definitive care
Kasus
Acute

Gejala

Pasien sadar namun 1.Berikan bronkodilator. Jika pasien

Bronchospa terdapat
sm

Penatalaksanaan

kesulitan

bernafas (sesak)

terlalu muda dan orang tua atau


walinya

(Asthmatic

diikutsertakan

Attack)

perawatan

ada,
ke

sebaiknya
dalam

untuk

ruang

membantu

pemberian bronkodilator
2.Berikan oksigen melalui masker
wajah dengan aliran 3 atau 5 liter
per menit
Kejang
Kejang

- Kekakuan

otot 1. Lindungi pasien dari hal yang dapat

(berlangsung 20 detik)

membuat cedera dan jaga agar tetap

diikuti oleh kontraksi

di dental chair. Pegang lengan dan

dan

kaki untuk mencegah gerakan yang

yang

relaksasi

otot

berlangsung

selama 1-2 menit.

tidak terkendali.
2. Jika

orang

tua/wali

ikutsertakan

dalam

ada,

pemberian

perawatan.
Kejang klonik yang Dengan bantuan dari orang tua, ajak
berhenti dalam waktu untuk berkomunikasi dengan pasien
1-2 menit
Pemberian
obat

Kurangnya

respon 1. Monitoring pasien dengan oximeter

yang dari stimulasi sensorik

berlebih

2. Rangsang pasien secara berkala


(lisan/meremas tangan) dan amati
responnya
3. Terapi pencegahan dapat diberikan
obat

penenang

benzodiazepine

yang

diberikan

parenteral

dan

intravena.
Pemberian

Pasien

tidak

sadar, Perhatikan

jalan

nafas,

biasanya

anastesi local kejang kejang dan kejang yang terjadi dapat berhenti
yang berlebih

umumnya

muncul kurang dari satu menit dengan tetap

setelah 5-40 menit.

menjaga jalan nafas agar tidak terjadi


asidosis.

Gigi
avulsi
trauma

yang Gigi

terlepas

akibat soketnya

dari 1. Avulsi pada gigi susu tidak perlu


ditanam kembali. Semakin muda
usia anak, maka penanaman
kembali semakin cepat yaitu 15
menit dan lebih baik yaitu 98%
dapat kembali normal dengan
perawatan berkala
2. Posisikan
mungkin

kembali
gigi

pada

sesegera
soketnya

(replantasi). Tidak boleh lebih dari


15-20 menit.
3. Periksa soket/tulang alveolar. Gigi

yang telah direplantasi di Lakukan


splinting dengan soft arch wire dan
dengan etsa asam. Pasien diberi
informasi

untuk

mengkonsumsi

makanan lunak dahulu


Fraktur

gigi Sebagian kecil atau Fraktur pada enamel tidak

akibat trauma

besar

mahkota

gigi memerlukan perawatan darurat. Tetapi

hilang atau patah

tetap memerlukan
pengawasan. Kebanyakan cedera berat
pada dentin harus dirawat dengan
segera karena dapat menimbulkan
infeksi pulpa. Perawatan darurat
seperti menambal dengan material
khusus pada dentin yang patah dan
perawatan secara cepat oleh dokter
gigi harus dilakukan pada waktu yang
bersaman atau paling lambat pada
keesokan harinya

Perdarahan

Soket

post ekstraksi

mengeluarkan

gigi

1. Menyuruh pasien untuk menggigit

darah

yang lama kelamaan


akan membentuk clot

kapas selama 15-30 menit


2. Perdarahan menetap mungkin
memerlukan penutupan soket
dengan bahan haemostatic atau
penjahitan.

Syok

3.

Anfilaktik

Syok anafilaktik
Reaksi cepat atau respon alergi akibat pemberian obat dan dapat tertunda
dua jam setelah pemberian secara oral
Gejala
Gatal gatal yang berkembang menjadi ruam, kecemasan, kegelisahan,
ketakutan akut bahwa sesuatu salah, sakit kepala, mual, kesulitan pernafasan,
mengi, sianosis, denyut nadi cepat dan lemah, penurunan mendadak tekanan
darah, aritmia jantung, dan serangan jantung
Penatalaksanaan
Tetap tenang untuk menghindari panik pada pasien. Sementara asisten
memanggil dokter dan ambulans, beri epinefrin 1: 1000 dalam dosis 0,125-0,25
cc untuk anak-anak (0,01 mg / kg sampai dosis maksimum 0,025 mg / kg) dan
0,5 cc untuk orang dewasa i.v. atau menyuntikkan ke daerah vena bawah yang
lidah. Ulangi setelah lima menit jika dosis pertama tidak efektif, sampai
maksimal tiga dosis. Setelah pemberian epinefrin, pasien harus ditempatkan
dalam posisi terlentang, dan Benadryl harus diberikan i.m. dalam dosis 25-50
mg untuk anak-anak (5 mg / kg / 24 jam sampai maksimal 300 mg untuk anakanak) dan 50-100 mg untuk orang dewasa. Ini akan kompetitif menghambat
efek dari pelepasan histamin lanjut. (Itu akan tidak melawan efek histamin
sudah dirilis.) Oksigen harus diberikan apabila terdapat edema parah pada
laring yang menyebabkan obstruksi pernafasan. Krikotiroid sebuah tusuk
membran

mungkin

diperlukan

untuk

memperoleh

airway

untuk

menyelamatkan hidup pasien. Pasien harus ditangani oleh tenaga medis


sesegera mungkin.

Tindakan pencegahan
Sebuah riwayat kesehatan menyeluruh sangat penting, dan pasien
dengan reaksi sebelumnya terhadap obat atau gigitan serangga harus dicurigai.
Tidak ada obat yang tidak perlu harus diberikan. Setiap dokter atau dokter gigi
yang memberikan sejumlah besar suntikan harus memiliki peralatan darurat
yang diperlukan, obat-obatan, dan pengetahuan darurat tentang prosedur untuk
mengobati anafilaksis
Reaksi Alergi
Reaksi yang timbul karena perubahan tertentu dalam reaktivitas
jaringan untuk zat antigenik. Secara khusus itu adalah reaksi yang dihasilkan
ketika dosis kedua antigen bereaksi dengan antibody
Gejala
Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, ruam kulit, dan pembengkakan
wajah, tangan, dan kelopak mata. Selain itu pasien mungkin memiliki hidung
tersumbat dan bersin dan pada kasus yang berat, mungkin mengalami kesulitan
pernafasan dan edema pada laring.
Penatalaksanaan
Dalam kasus reaksi ringan, pasien harus dirujuk ke dokter segera. Jika
reaksi dalam skala sedang, pasien harus diberikan Benadryl secara lisan atau
i.m. dalam dosis 25-50 mg untuk anak-anak (5 mg / kg /24 jam sampai
maksimal 300 kain) dan 50 mg untuk dewasa. Seorang dokter harus
dikonsultasikan, dan pasien harus dilihat segera untuk observasi. Jika Gejala
berkembang cepat dan kesulitan pernafasan terjadi kemudian, beri tindakan
sebagai diuraikan untuk anafilaksis.
Asma bronkial

Asma bronkial adalah jenis inkompetensi paru dimanifestasikan oleh


serangan tiba-tiba berulang dyspnea dari jenis karakteristik sesak dan
disebabkan oleh penyempitan bronkus yang lebih kecil dan bronkiolus.
Gejala
Sebuah riwayat asma merupakan faktor penting dalam mendiagnosis
serangan. Pasien akan menunjukkan gejala cepat, sesak ditandai dengan
expirations berkepanjangan, tekanan darah normal atau meningkat, dan
mungkin sianosis.
Penatalaksanaan
Banyak pasien asma memiliki inhaler untuk kesehatan mereka sendiri
yang mereka gunakan saat serangan muncul. Jika pasien tidak memiliki
inhaler, berikan epinefrin 1: 1000 harus diberikan subkutan dengan dosis
0,125-0,25 cc untuk anak-anak (0,01 mg / kg untuk dosis maksimum 0,025
mg / kg) dan 0,25-0,5 cc untuk orang dewasa. Ulangi setelah 20 hujan jika
tidak ada bantuan. Oksigen harus diberikan. Pasien harus disimpan semierect
untuk menghindari mengorbankan jalan napas. Pasien harus dirujuk ke tenaga
medis segera untuk evaluasi dan terapi lebih lanjut.
Pencegahan
Penting untuk mengetahui sebuah riwayat asma dan serangan
sebelumnya dirangsang oleh kecemasan. Konsultasi dengan pasien dan dokter
sangat dianjurkan dan premedikasi sebelum perawatan mungkin diperlukan.
Jika pasien memiliki serangan, perawatan gigi harus dihentikan dan tidak boleh
dilanjutkan sampai konsultasi dengan dokter anak telah dicapai. Jika pasien
mulai sesak dan telah ada riwayat asma, Reaksi anafilaksis harus dicurigai.
Syncope
Penurunan mendadak tekanan darah dan bradikardia (40-60 per menit)
melalui mekanisme neurogenik. Ada pengumpulan darah kapiler dan pelebaran
pembuluh darah yang tidak bekerja menyebabkan penurunan perfusi serebral.

Gejala
Pasien mungkin menunjukkan detak jantung yang lambat dan lemah,
tekanan darah normal atau menurun, peningkatan kecepatan pernafasan, pucat,
kulit dingin dan lembap, pupil melebar, mata digulung ke atas, dan kehilangan
kesadaran.
Penalatalaksanaan
Tempatkan

pasien

dalam

posisi

Trendelenburg,

beri

oksigen,

melonggarkan pakaian ketat di sekitar leher, menempatkan handuk dingin di


dahi, dan beri inhalansia di bawah hidung untuk stimulasi. Jika pasien tidak
merespon, segera dapatkan bantuan medis dan beri terapi suportif yang
diperlukan sampai bantuan tiba.
Pencegahan
Perhatikan posisi pasien, yaitu seperti yang digunakan dalam
fourhanded kedokteran gigi, dapat mengurangi kemungkinan pingsan karena
lebih mudah terjadi dengan pasien dalam posisi tegak atau posisi semiupright.
Insiden pingsan adalah lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan
terbesar pada laki-laki di bawah 25 tahun. Faktor predisposisi umum karena
kekurangan makanan.
Respiratories Obstruction
Keadaan darurat ini muncul ketika pernapasan terhalang oleh salah satu
dari beberapa cara. Obstruksi dapat disebabkan oleh lidah, muntahan, darah,
atau benda asing yang berada di glottis
Gejala
Jika suatu benda atau bahan asing menjadi bersarang di orofaring, upaya
pasien untuk mengusir objek akan diwujudkan oleh tersedak, batuk, dan sesak.
Pasien akan berupaya keras untuk bernapas, mungkin menjadi sianotik, dan
akan kehilangan kesadaran jika obstruksi parah.

Penatalaksanaan
Upaya harus dilakukan adalah menghilangkan hambatan yang ada.
Pertama, hisap rongga mulut. Kemudian, jika obstruksi berlanjut, coba
hilangkan dengan memberikan pukulan ke bagian belakang antara tulang
belikat sementara dukung dada pasien dengan tangan yang lain. Upaya
tambahan di mencabut objek mungkindilakukan melalui manuver Heimlich.
Jika upaya ini gagal, posisikan kepala untuk membuka maksimum saluran
udara dan berusaha untuk memberi jalan nafas pasien dengan memanfaatkan
oksigen.Jika benda asing berhasil diambil, pasien harus dirujuk segera untuk
pemeriksaan radiografi untuk menentukan lokasi objek dan untuk perawatan
segera jika objek ditemukan berada di paru-paru.

BAB IV
KESIMPULAN
Terdapat beberapa panduan untuk merawat pasien anak berkebutuhan
khusus yaitu mengetahui jenis penyakit pasien, memeriksa dan merawat pasien
sebagai individu sesuai dengan kemampuan mereka dengan kasih sayang, lemah
lembut, mengajarkan orang tua mengenai prosedur pemeliharaan kesehatan gigi di
rumah. Teknik modifikasi perilaku dalam pendekatan anak berkebutuhan khusus
seperti desensitisasi, behaviour shaping, reinforcement, retraining, kontrol suara,
dan hipnotis dapat diterapkan pada anak berkebutuhan khusus yang masih bisa
untuk diajak kerja sama. Sedangkan teknik pendekatan seperti restraint
(pengekangan), Hand Over Mouth Exercise (HOME) bahkan tenik pendekatan
secara farmakologi seperti premedikasi dan sedasi hanya digunakan untuk pasien
anak berkebutuhan khusus yang sangat tidak kooperatif dan histeris.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric Dentistry. 2008. Guideline on Management of


Dental Patients With Special Health Care Needs. Pediatr Dent. Vol 30(7).
Adam, S. 2012. Dampak narkotika pada psikologi dan kesehatan masyarakat.
Jurnal Health and Sport. Vol 5(20): 1-8.
Agusta, Maria dkk. 2015. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi dengan
Kondisi Oral Hygiene Anak Tunarungu usia sekolah. Medali Jurnal Vol
2(1).
Alwisol. 2009. Psikologi kepribadian.Malang:UMM Press
Andlaw RJ, Rock WP. 1992. Perawatan gigi anak (A manual of paedodontics).
Alih Bahasa : drg. Agus Djaya. Edisi 2. Jakarta : Widya Medika.
Bandi, Delphie. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika
Aditama
http://etheses.uin-malang.ac.id/1484/6/11410112_Bab_2.pdf
Chadwik BL, Hosey MT. 2003. Child taming: how to manage child in dental
practice. London: Quintessence publishing: 16-20.
Cameron AC, Widmer RP. 2003. Handbook of pediatric dentistry. 2nd ed. Sydney:
CV.Mosby.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
2009.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2008.pdf

Anda mungkin juga menyukai