MAKALAH
Diajukan guna melengkapi tugas pada bagian Pedodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Oleh :
Sixtine Agustiana F.
NIM. 111611101060
Instruktur :
Drg. Dyah Setyorini, M.Kes
BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak adalah kasus-kasus
gawatdaruratan yang terjadi pada anak saat dilakukan perawatan gigi.
Kejadian kegawatdaruratan merupakan kasus yang jarang terjadi di tempat
praktek namun kejadian ini sangat tidak diharapkan terjadi. Beberapa kasus
kegawatdaruratan terjadi pada dewasa namun ternyata dapat pula terjadi pada
anak-anak. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Committee for the
Prevention of Systematic Complications During Dental Treatment of The
Japanesse Dental Society antara tahun 1980-1984 di Jepang menunjukkan
sekitar 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun.
Sekitar 90% merupakan kasus ringan namun sekitar 8% merupakan kasus
yang cukup berat (Haas, 2008)
Di dalam merawat pasien dokter gigi akan berhadapan dengan pasien
dengan populasi dan variasi status kesehatan pasien yang berbeda-beda, oleh
karena itu persiapan dalam menghadapi pasien-pasien dengan status kesehatan
medically compromised patient merupakan hal utama yang harus dilakukan.
Beberapa tindakan perawatan gigi menimbulkan keadaan-keadaan yang
membutuhkan tindakan dengan segera. Dokter gigi kadang kurang menyadari
bahwa tindakan perawatan yang dilakukan merupakan pencetus terjadinya
syok pada anak. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran
mengenai tindakan dokter gigi yang dapat menimbulkan syok pada anak,
jenis-jenis kegawatdaruratan, pencegahan terjadinya kegawatdaruratan, dan
tindakan - tindakan yang harus dilakukan saat terjadi kegawatdaruratan.
Apabila dokter gigi kurang menyadari akibat lanjut yang akan timbul bila
kegawatdaruratan tidak ditanggulangi dengan cepat, maka akan terjadi
keadaan - keadaan yang tidak diinginkan. Peningkatan pengetahuan dengan
mengikuti kursus - kursus mengenai pertolongan segera saat terjadi
kegawatdaruratan bagi dokter gigi dan perawat gigi hendaknya selalu
dilakukan, selain itu dokter gigi juga perlu menghindari tindakan dan alat-alat
serta bahan-bahan yang dapat menimbulkan rasa sakit dan takut berlebihan
pada anak saat melakukan perawatan.
itu,
persiapan
dalam
menghadapi
pasien-pasien
dengan
status
medis,
selalu
mengikuti
kursus-kurus
mengenai
Emergencies
BAB 3. PEMBAHASAN
dalam
kegawatdaruratan
untuk
dapat
bernafas.
Cara
ini
dilakukan
dengan
Definitive Care
Tindakan definitive care dilakukan sesuai dengan diagnosis yang telah
ditegakkan.
Tentukan
dengan
benar
diagnosis
penyebab
terjadinya
Gejala
Bronchospa terdapat
sm
Penatalaksanaan
kesulitan
bernafas (sesak)
(Asthmatic
diikutsertakan
Attack)
perawatan
ada,
ke
sebaiknya
dalam
untuk
ruang
membantu
pemberian bronkodilator
2.Berikan oksigen melalui masker
wajah dengan aliran 3 atau 5 liter
per menit
Kejang
Kejang
- Kekakuan
(berlangsung 20 detik)
dan
yang
relaksasi
otot
berlangsung
tidak terkendali.
2. Jika
orang
tua/wali
ikutsertakan
dalam
ada,
pemberian
perawatan.
Kejang klonik yang Dengan bantuan dari orang tua, ajak
berhenti dalam waktu untuk berkomunikasi dengan pasien
1-2 menit
Pemberian
obat
Kurangnya
berlebih
penenang
benzodiazepine
yang
diberikan
parenteral
dan
intravena.
Pemberian
Pasien
tidak
sadar, Perhatikan
jalan
nafas,
biasanya
anastesi local kejang kejang dan kejang yang terjadi dapat berhenti
yang berlebih
umumnya
Gigi
avulsi
trauma
yang Gigi
terlepas
akibat soketnya
kembali
gigi
pada
sesegera
soketnya
untuk
mengkonsumsi
akibat trauma
besar
mahkota
tetap memerlukan
pengawasan. Kebanyakan cedera berat
pada dentin harus dirawat dengan
segera karena dapat menimbulkan
infeksi pulpa. Perawatan darurat
seperti menambal dengan material
khusus pada dentin yang patah dan
perawatan secara cepat oleh dokter
gigi harus dilakukan pada waktu yang
bersaman atau paling lambat pada
keesokan harinya
Perdarahan
Soket
post ekstraksi
mengeluarkan
gigi
darah
Syok
3.
Anfilaktik
Syok anafilaktik
Reaksi cepat atau respon alergi akibat pemberian obat dan dapat tertunda
dua jam setelah pemberian secara oral
Gejala
Gatal gatal yang berkembang menjadi ruam, kecemasan, kegelisahan,
ketakutan akut bahwa sesuatu salah, sakit kepala, mual, kesulitan pernafasan,
mengi, sianosis, denyut nadi cepat dan lemah, penurunan mendadak tekanan
darah, aritmia jantung, dan serangan jantung
Penatalaksanaan
Tetap tenang untuk menghindari panik pada pasien. Sementara asisten
memanggil dokter dan ambulans, beri epinefrin 1: 1000 dalam dosis 0,125-0,25
cc untuk anak-anak (0,01 mg / kg sampai dosis maksimum 0,025 mg / kg) dan
0,5 cc untuk orang dewasa i.v. atau menyuntikkan ke daerah vena bawah yang
lidah. Ulangi setelah lima menit jika dosis pertama tidak efektif, sampai
maksimal tiga dosis. Setelah pemberian epinefrin, pasien harus ditempatkan
dalam posisi terlentang, dan Benadryl harus diberikan i.m. dalam dosis 25-50
mg untuk anak-anak (5 mg / kg / 24 jam sampai maksimal 300 mg untuk anakanak) dan 50-100 mg untuk orang dewasa. Ini akan kompetitif menghambat
efek dari pelepasan histamin lanjut. (Itu akan tidak melawan efek histamin
sudah dirilis.) Oksigen harus diberikan apabila terdapat edema parah pada
laring yang menyebabkan obstruksi pernafasan. Krikotiroid sebuah tusuk
membran
mungkin
diperlukan
untuk
memperoleh
airway
untuk
Tindakan pencegahan
Sebuah riwayat kesehatan menyeluruh sangat penting, dan pasien
dengan reaksi sebelumnya terhadap obat atau gigitan serangga harus dicurigai.
Tidak ada obat yang tidak perlu harus diberikan. Setiap dokter atau dokter gigi
yang memberikan sejumlah besar suntikan harus memiliki peralatan darurat
yang diperlukan, obat-obatan, dan pengetahuan darurat tentang prosedur untuk
mengobati anafilaksis
Reaksi Alergi
Reaksi yang timbul karena perubahan tertentu dalam reaktivitas
jaringan untuk zat antigenik. Secara khusus itu adalah reaksi yang dihasilkan
ketika dosis kedua antigen bereaksi dengan antibody
Gejala
Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, ruam kulit, dan pembengkakan
wajah, tangan, dan kelopak mata. Selain itu pasien mungkin memiliki hidung
tersumbat dan bersin dan pada kasus yang berat, mungkin mengalami kesulitan
pernafasan dan edema pada laring.
Penatalaksanaan
Dalam kasus reaksi ringan, pasien harus dirujuk ke dokter segera. Jika
reaksi dalam skala sedang, pasien harus diberikan Benadryl secara lisan atau
i.m. dalam dosis 25-50 mg untuk anak-anak (5 mg / kg /24 jam sampai
maksimal 300 kain) dan 50 mg untuk dewasa. Seorang dokter harus
dikonsultasikan, dan pasien harus dilihat segera untuk observasi. Jika Gejala
berkembang cepat dan kesulitan pernafasan terjadi kemudian, beri tindakan
sebagai diuraikan untuk anafilaksis.
Asma bronkial
Gejala
Pasien mungkin menunjukkan detak jantung yang lambat dan lemah,
tekanan darah normal atau menurun, peningkatan kecepatan pernafasan, pucat,
kulit dingin dan lembap, pupil melebar, mata digulung ke atas, dan kehilangan
kesadaran.
Penalatalaksanaan
Tempatkan
pasien
dalam
posisi
Trendelenburg,
beri
oksigen,
Penatalaksanaan
Upaya harus dilakukan adalah menghilangkan hambatan yang ada.
Pertama, hisap rongga mulut. Kemudian, jika obstruksi berlanjut, coba
hilangkan dengan memberikan pukulan ke bagian belakang antara tulang
belikat sementara dukung dada pasien dengan tangan yang lain. Upaya
tambahan di mencabut objek mungkindilakukan melalui manuver Heimlich.
Jika upaya ini gagal, posisikan kepala untuk membuka maksimum saluran
udara dan berusaha untuk memberi jalan nafas pasien dengan memanfaatkan
oksigen.Jika benda asing berhasil diambil, pasien harus dirujuk segera untuk
pemeriksaan radiografi untuk menentukan lokasi objek dan untuk perawatan
segera jika objek ditemukan berada di paru-paru.
BAB IV
KESIMPULAN
Terdapat beberapa panduan untuk merawat pasien anak berkebutuhan
khusus yaitu mengetahui jenis penyakit pasien, memeriksa dan merawat pasien
sebagai individu sesuai dengan kemampuan mereka dengan kasih sayang, lemah
lembut, mengajarkan orang tua mengenai prosedur pemeliharaan kesehatan gigi di
rumah. Teknik modifikasi perilaku dalam pendekatan anak berkebutuhan khusus
seperti desensitisasi, behaviour shaping, reinforcement, retraining, kontrol suara,
dan hipnotis dapat diterapkan pada anak berkebutuhan khusus yang masih bisa
untuk diajak kerja sama. Sedangkan teknik pendekatan seperti restraint
(pengekangan), Hand Over Mouth Exercise (HOME) bahkan tenik pendekatan
secara farmakologi seperti premedikasi dan sedasi hanya digunakan untuk pasien
anak berkebutuhan khusus yang sangat tidak kooperatif dan histeris.
DAFTAR PUSTAKA