Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit mulut adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama, dan dapat

mewakili sampai 10% dari belanja kesehatan masyarakat di negara-negara industri.

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang lebih dikenal sebagai sariawan merupakan salah

satu penyakit mulut yang paling umum, dimana SAR adalah radang kronik pada mukosa

mulut, berupa ulkus yang terasa nyeri dan selalu kambuh, terutama pada jaringan lunak

rongga mulut. SAR dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, lidah, serta

palatum dalam rongga mulut.

Meskipun penyakit ini tidak berbahaya tetapi keberadaannya di rongga mulut

sangat mengganggu sehingga mengakibatkan kesulitan dalam berbicara, makan, dan

menimbulkan bau mulut yang tidak enak. Secara klinis SAR memiliki ciri-ciri seperti

ulkus dangkal berbentuk bulat atau oval, berwarna putih kekuningan, dan biasanya terjadi

pada anak-anak dan remaja yang angka kejadian tertinggi terdapat pada wanita.

Gambaran klinis stomatitis aftosa rekuren dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu SAR tipe

minor, SAR tipe mayor, dan SAR tipe herpetiform. Tipe minor paling umum ditemukan,

prevalensinya berkisar (80-95%), SAR tipe mayor (10-15%), dan SAR tipe herpetiform

(5-10%). Beberapa penelitian melaporkan prevalensi SAR di negara-negara dengan

angka kejadian tertinggi di Amerika Serikat mencapai 60%, Thailand 46,7%, Swedia 2%,

Spanyol 1,9%, Malaysia 0,5%. SAR dapat bertahan untuk beberapa hari atau minggu,

biasanya sembuh tanpa bekas dalam 10-14 hari. Bersifat ulang kambuh dalam periode

yang bervariasi dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

1
Penyebab dari stomatitis aftosa rekuren masih belum jelas. Namun ada dugaan

bahwa penyebabnya adalah karena menyikat gigi, menggigit pipi atau bibir, penggunaan

jarum injeksi dalam prosedur dental, kurangnya nutrisi, pengaruh keturunan, perawatan

gigi seperti penggunaan gigi tiruan, tambalan yang tajam serta penggunaan alat

ortodontik. Pencegahan terjadinya SAR dapat dilakukan dengan menghindari faktor lain

seperti menjaga pola makan untuk memenuhi kecukupan gizi agar memperkuat imunitas

dan menghindari terjadinya trauma didalam rongga mulut, menjaga kebersihan mulut

dengan menyikat gigi dengan teratur dan mengkonsumsi air putih secara rutin (8 gelas

perhari)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Penyakit Sariawan

2. Patofiologis penyakit Sariawan

3. Bagaimana faktor resiko penyakit Sariawan

4. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit sariawan

C. Tujuan

1) Tujuan Umum

 Untuk mengetahui masalah penyakit sariawan

2) Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui penyakit sariawan

 Untuk mengetahui patofisiologis penyakit sariawan

 Untuk mengetahui faktor resiko penyakit sariawan

 Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit sariawan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stomatitis aftosa rekumen

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dikenal dengan istilah apthae atau cancer
sores, merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut
tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya. Gejala awal SAR bisa dirasakan
penderita sebagai rasa sakit dan ditandai dengan adanya ulser tunggal atau multiple yang
terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut, berbentuk bulat atau oval, batas jelas,
dengan pusat nekrotik berwarna kuning-keabuan dan tepi berwarna kemerahan.

SAR diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu: (1) SAR minor; (2) SAR mayor; (3)
SAR herpetiformis.

SAR minor merupakan penyakit yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 75 – 85%
dari kasus SAR lainnya. SAR Minor terlihat dengan bentuk ulser yang dangkal, oval,
diameter < 1 cm, berwarna kuning kelabu dengan tepi eritematosus yang mencolok
mengelilingi pseudomembran fibrinosa. SAR minor lebih sering mengenai mukosa
rongga mulut yang tidak berkeratin seperti mukosa labial dan bukal, dasar mulut, dan
pada lateral dan ventral lidah. Ulser biasanya sembuh spontan tanpa pembentukan
jaringan parut dalam waktu 10-14 hari.

SAR mayor merupakan salah satu tipe SAR yang terjadi berkisar 10-15%, ditandai
dengan adanya ulser berbentuk bulat atau oval dengan batas yang tidak jelas, diameternya
≥ 1cm dan disertai rasa sakit hebat. SAR mayor bisa muncul pada setiap bagian mukosa
mulutm tetapi cenderung muncul pada mukosa. berkeratin seperti palatum keras dan
tenggorokan. SAR mayor kambuh lebih sering dan berlangsung lebih lama dibandingkan
tipe minor, yaitu dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Ulser biasanya
sembuh dengan membentuk jaringan parut dan distorsi jaringan. Hal ini disebabkan
karena ulser sudah mengerosi jaringan ikat.

3
SAR herpetiformis adalah tipe ulserasi fokal kambuhan pada mukosa mulut yang
jarang terjadi, hanya memiliki prevalensi berkisar 5- 10% dari seluruh kasus SAR.
Gambaran mencolok dari SAR tipe ini adalah adanya ulser bersifat multiple, yaitu 20
hingga 200 ulser, diameter 1-3mm, bentuk bulat, mukosa di sekitar ulkus eritematosus
dan diperkirakan akan ada rasa sakit. Setiap bagian mukosa mulut dapat terkena SAR
herpetiformis, tetapi khususnya terjadi pada ujung anterior lidah, tepitepi lidah dan
mukosa bibir. Ulser berlangsung selama 7-30 hari dengan penyembuhan meninggalkan
jaringan parut.

B. Patofisiologis
Lesi jenis SAR lebih banyak ditemukan pada rongga mulut dibandigkan ullkus
traumatikus (UT). Lokasi lesi yang paling banyak timbul yaitu didaerah bibir dan mukosa
pipi. Lesi tersebut menunjukkan karakteristik tempat yang kerap terserang SAR dan UT.
Hal ini karena SAR yang buka jenis Rekuren paling sering terjadi karena tergigit saat
bicara atau makan dan bibir dan serta mukosa mulut merupakan lokasi paling luar yang
berhadapan dengan gigi geligi. Demikian halnya dengan gingiva yang sering terkena
iritasi atau trauma saat menyikat gigi. Hal ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan
oleh Jurge dkk bahwa trauma pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh injeksi anestesi
lokal, bentuk gigi yang tajam, perawatan gigi, dan luka akibat sikat gigi dapat menjadi
faktor pendukung pada perkembangan SAR. Lesi dengan pinggran lesi yang teratur dan
dikelilingi daerah kemerahan serta dasar lesi ditututpi oleh vibrin berwarna putih
kekuningan biasanya terjadi akibat adanya trauma atau dengan faktor yang lain. Dan
melibtakan mediator kimia sehingga terjadinya reaksi sitotoksik (Imunulogis) yang
berujung pada rusaknya epitel mukosa.

C. Faktor resiko penyakit sariawan

1. Hubungan antara genetik dengan Stomatitis Aftosa Rekuren

Hasil penelitian Jurge yang menunjukkan bahwa sebuah kecenderungan


genetik ditemukan, 20% dari pasien yang mengalami SAR memiliki riwayat keluarga
positif SAR. Selain itu, hasil penelitian dari Akkoca, dkk yang menunjukkan bahwa
ada hubungan antara riwayat genetik dengan pasien SAR (p value = 0,0001) dan
32,8% pasien memiliki riwayat keluarga positif SAR. Faktor genetik
dianggapmempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR.
Faktor ini diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah Human Leucocyte Antigen
(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.

2. Hubungan antara Trauma Sikat Gigi dengan Riwayat Stomatitis Aftosa Rekuren
(SAR)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Darmanta yang memperoleh hasil
bahwa 91,1% responden pernah mengalami lesi yang diduga sebagai SAR dan lesi
yang muncul setelah responden mengalami trauma di dalam rongga mulutnya.
Trauma yang sering dialami yaitu trauma karena terbentur sikat gigi saat menyikat
gigi dan tidak sengaja tergigit bagian tertentu dari mukosa mulut.

4
3. Hubungan antara Frekuensi Menyikat Gigi dengan Riwayat Stomatitis Aftosa
Rekuren (SAR)

Hasil penelitian dari Anitasari menunjukkan bahwa frekuensi menyikat gigi yang
kurang dari2 kali sehari sebanyak 55,56% responden memiliki tingkat kebersihan
yang buruk.

4. Hubungan antara Konsumsi Air Putih dengan Riwayat Stomatitis Aftosa


Rekuren (SAR)
Pengetahuan akan pentingnya air putih bagi kesehatan sangat minim. Sebagian
besar remaja dewasa hanya minum air sebagai kebutuhan sehari-hari tanpa
mengetahui minuman apa yang baik untuk tubuh dan juga betapa pentingnya peran air
bagi kesehatan.
5. Hubungan antara Stres dengan Riwayat Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tangkilisan yang menunjukkan
bahwa gambaran stres mahasiswa Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi yang
mengalami SAR sebesar 59,7% dengan tingkat stress yang tinggi. Penelitian
Darmanta juga menunjukkan hasil bahwa responden yang mengalami SAR saat stres
sebesar 33%.

D. Pencegahan dan penanggulangan penyakit sariawan


1. menjaga pola makan untuk memenuhi kecukupan gizi agar memperkuat imunitas dan
menghindari terjadinya trauma
2. menjaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi dengan teratur sebagai upaya
mencegah timbulnya penyakit gigi dan mulut salah satunya SAR.
3. mengkonsumsi air putih secara rutin (8 gelas perhari)

5
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dikenal dengan istilah apthae atau cancer
sores, merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut
tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya.

 SAR diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:


1. SAR minor
2. SAR mayor
3. SAR herpetiformis.

B. Saran
Pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut, menyikat gigi yang baik dan benar
serta rutin mengganti sikat gigi minimal 1 bulan sekali. Membiasakan diri mengkonsumsi
air putih minimal 8 gelas perhari. Dan kurangi mengkonsumsi makanan atau minuman
panas.

6
DAFTAR PUSTAKA

Sulistiani, Annisa, Sri Hernawati, dan Ayu Mashartini P. 2017. Prevalensi dan Distribusi
Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Klinik Penyakit Mulut RSGM FKG. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan. 5(1):169-176
Widyastutik, Otik, dan Angga Permadi. 2017. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) PADA MAHASISWA DI PONTIANAK. JKMK JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA. 4(3):219-255
Amtha, Rahmi, M. Marcia, dan Anggia Irma Aninda. 2017. Plester sariawan efektif dalam
mempercepat penyembuhan stomatitis aftosa rekuren dan ulkus traumatikus. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia. 3(2):69-75

Anda mungkin juga menyukai