Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-


rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan yang
bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan kondisi herediter. Pada keadaan
normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang merupakan
bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut
apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang
apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan
berbagai penyakit/infeksi. Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan
mekanik (trauma, cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin,
kekurangan darah (anemi).

Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi fungsi
mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi
kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Orang tua dan anak-anak akan sadar
pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika terkena
penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam
menunjang kesehatan seseorang. Jika rongga mulut kotor, maka sistem pencernaan
juga akan terganggu.

Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan
tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu juga
dengan faktor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan
mulut yang disebut stomatitis. Stomatitis atau sariawan dapat menyerang segala
usia termasuk pada anak. Kesadaran anak dalam menjaga kesehatan rongga
mulutnya tentu masih sangat rendah, dimana faktor peran orangtua merupakan hal
yang dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan dalam membimbing,
memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak
agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu, orangtua
mempunyai peran yang cukup besar dalam mencegah terjadinya berbagai penyakit
gigi dan mulut pada anak. Maka perlu diketahui gejala klinik secara dini dari
stomatitis, maupun komplikasi neurologisnya dengan harapan angka kejadian
stomatitis pada anak-anak dapat ditekan dan mengurangi angka kejadian penyakit
tersebut.

Radang mukosa mulut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain defisiensi
vitamin seperti zat besi, asam folat, vitamin B12 atau B kompleks, psikologis,
trauma, endokrin, herediter, alergi, imunologi, dan lain–lain (Lewis & Jordan,
2012). Sumber lain menyebutkan penyebab radang mukosa mulut sesungguhnya
sangat beragam, mulai dari tergigit, luka ketika menyikat gigi, alergi terhadap
makanan ataupun adanya infeksi oleh bakteri. Biasanya, ulser yang perih ini timbul
kembali dalam interval waktu 3 hingga 4 minggu atau terkadang tidak kunjung
sembuh. Kekambuhan selama satu bulan dapat terjadi, namun hal tersebut sulit
diprediksi. Radang tipe minor secara individual berlangsung selama 7–14 hari
kemudian pulih tanpa meninggalkan bekas. Radang mukosa mulut secara tipikal
dapat mengenai daerah mukosa yang tak berkeratin, seperti mukosa bukal, mukosa
labial, sulkus atau batas lateral lidah (Cawson & Odell, 2008).

Radang mukosa ini dapat menyerang pada semua usia, dan sering kali pada
masa kanak–kanak, namun puncaknya pada masa remaja atau dewasa. Waktu
timbulnya dapat bervariasi, kadang–kadang memiliki interval waktu yang relatif
teratur. Untuk mengobati radang tersebut, kebanyakan masyarakat melakukan
pengobatan sendiri (swamedikasi) dengan datang ke apotek atau toko obat lainnya
untuk berkonsultasi dengan apoteker mengenai obat yang akan digunakan. Menurut
Nathan (2010), Sebanyak 75% dari masyarakat yang mengalami radang mukosa
mulut minor melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) dan biasanya perawatan
dilakukan tanpa perlu ke dokter. Sehingga dalam kegiatan swamedikasi ini apoteker
sangat berperan penting dalam menunjang pengobatan yang baik dan benar.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari stomatitis ?

2. Apa saja macam-macam penyakit stomatitis ?

3. Apa saja etiologi penyakit stomatitis ?

4. Apa saja tanda & gejala stomatitis ?

5. Bagaimana patofisiologi stomatitis ?

6. Apa saja komplikasi stomatitis ?

7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan penyakit stomatitis ?

8. Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien dengan penyakit


stomatitis?

9. Bagaimana pencegahan pada penyakit stomatitis ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari stomatitis ?

2. Untuk mengetahui apa saja Macam-macam dari penyakit stomatitis ?

3. Untuk mengetahui apa saja etiologi penyakit stomatitis ?

4. Untuk mengeahui apa saja tanda&gejala stomatitis ?

5. Untuk mengetahui patofisiologi stomatitis ?

6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari stomatitis ?

7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien stomatitis ?

8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien


stomatitis
9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan pada penyakit stomatitis ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Stomatitis

Stomatitis berasal dari bahasa yunani , Stoma yang berarti mulut dan itis
yang berarti radang/inflamasi. Peradangan atau pembengkakan, kemerahan yang
umum terjadi pada bagian mulut. Penyakit ini meliputi bagian membran lendir
halus yang melapisi mulut (mucosa), bibir, lidah, dan indera perasa, jika
diakibatkan oleh herpes maka disebut dengan Stomatitis herpes. Stomatitis adalah
kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau,
defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat
kemoterapi (Potter & Perry, 2005).

Menurut Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang
dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan
dasar mulut. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang
terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut
yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar
mulut, dan palatum lunak dan mukosa orofaring.

SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda
adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling
menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan
karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-
orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat
terganggu. Apalagi jika SAR dialami oleh bayi dan atau anak-anak dengan
frekuensi yang tinggi akan akan membuat bayi dan atau anak tersebut akan
mengalami komplikasi yang berbahaya. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR
bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran
beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama.

B. Klasifikasi Stomatitis:

1. Stomatitis apthous Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan


dengan sikat gigi, stomatitis ini terdiri atas:

a. Rekuren apthous stomatitis minor

b. Rekuren Apthous Stomatitis Major

c. Herpetiformis apthous stomatitis

2. Oral thrush disebabkan jamur candida albicans, banyak dijumpai di lidah;

3. Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes simpleks dan berlokasi di


bagian belakang tenggorokan.

Berdasarkan gejala klinis radang mukosa mulut dapat diklasifikasikan menjadi 4


bentuk klinis (Wray dkk., 2003).

a. Bentuk minor

Sebagian besar pasien (85%) menderita ulser bentuk minor, yang ditandai
dengan ulser bentuk bulat atau oval, disertai rasa nyeri dengan diameter antara 2−4
mm, kurang dari 1 cm dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulser ini
cenderung mengenai daerah non keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan
dasar mulut. Ulsernya bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri dari
empat sampai lima dan menyembuh dalam waktu 7−14 hari tanpa disertai
pembentukan jaringan parut.

b. Bentuk mayor
Radang mukosa mulut tipe mayor dijumpai pada kira-kira 10% penderita,
ulser bentuk mayor ini lebih besar dari bentuk minor. Ulsernya berdiameter 1−3
cm, sangat sakit dan disertai dengan demam ringan, terlihat adanya limfadenopati
submandibula. Ulser ini dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut
termasuk daerah berkeratin. Berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan sembuh
disertai pembentukan jaringan parut.

c. Bentuk Herpetiformis

Bentuk Herpetiformis mirip dengan ulser yang terlihat pada infeksi herpes
primer, sehingga dinamakan herpetiformis. Gambaran yang paling menonjol adalah
adanya ulser kecil berjumlah banyak dari puluhan hingga ratusan dengan ukuran
mulai sebesar kepala jarum (1−2 mm) sampai gabungan ulser kecil menjadi ulser
besar yang tidak terbatas jelas sehingga bentuknya tidak teratur.

d. Bentuk Sindrom Behcet

Sindrom behcet merupakan sindrom yang mempunyai tiga gejala yaitu aphthae
dalam mulut, ulser pada genital dan radang mata. aphthae dalam mulut dari sindrom
behcet mirip dengan radang mukosa mulut dan biasanya merupakan gejala awal
dari sindrom behcet.

C. Epidemiologi

Penyakit infeksi pencernaan pada anak yaitu stomatitis dialami 15-20 %


pada masyarakat dan 80% pada usia > 30 tahun, bila di atas usia tersebut
kemungkinan besar penyebabnya merupakan suatu yang lebih kompleks. Di
Amerika terdapat 29,6 % dari perokok mengalami stomatitis. Sedangkan SAR
(Stomatitis Aftosa Rekuren ) lebih banyak terjadi pada wanita.

Prevalensi stomatitis bervariasi tergantung pada daerah populasi yang


diteliti. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya,
prevalensi stomatitis berkisar 15-25% dari populasi. Di Amerika, prevalensi
tertinggi ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi
56% dan mahasiswa profesi 55%. Resiko terkena stomatitis cenderung meningkat
pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan dengan
meningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-jabatan yang
memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan individu yang
stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.

D. Etiologi

Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat
disebabkan oleh:

a) daya tahan tubuh anak yang rendah;

b) kondisi mulut anak seperti kebersihan mulut yang buruk;

c) luka pada mulut karena tergigit atau makanan dan minuman yang terlalu
panas;

d) kondisi tubuh seperti adanya alergi atau infeksi;

e) luka akibat menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah
mengembang;

f) kekurangan vitamin c dan vitamin b;

g) faktor psikologis (stress);

h) pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari
sariawan. pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;

i) disebabkan karena jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan


penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). berasal dari kadar
imunoglobin abnormal; gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah
menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus
haid pada beberapa penderita wanita.
1. Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

a. Kebersihan mulut yang kurang

Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila


higiene gigi pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang
berulang.

b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas

Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap
mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam
melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman
yang merupakan bagian daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan
apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika
daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu
menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai
penyakit/infeksi.

c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

Bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga
dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa.

d. Infeksi jamur

Namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan


tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.

e. Infeksi virus

Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama


atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. Dua tipe
HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV
tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. Awal terjadinya virus merupakan hasil
utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. Keseragaman ukuran
gelembung frekuensinya. Lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal
dan labial. Gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang
mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. Lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka
aphathous. Area yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung mukosa
umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi herpes.
Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk
di pernafasannya. Infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul
dari infeksi termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.

f. Letak susunan gigi atau kawat gigi

Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sangat berpengaruh terhadap
kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang
tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.

2. Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti:

a. Rokok

Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat


menyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit
ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh
melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh
terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok menyebabkan
kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun
terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.

b. Pada penggunaan obat kumur

Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol,


lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan
kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas dalam
menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.

c. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan ini
berbeda untuk tiap-tiap penderita.

d. Alergi

Alergi bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara
beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah
penderita mengkonsumsi makanan tersebut

e. Faktor psikologis (stress)

Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh
sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan
mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih
akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh
dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan
merusak sel-sel yang sehat).

f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi)

Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada
beberapa penderita wanita.

g. Kekurangan vitamin C

Mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara


gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.

h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..

i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan

Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya
stomatitis apthosa.

E. Tanda dan Gejala

Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis


berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut

1) Nyeri sperti terbakar di mulut

2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih

3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi


lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk
sisik.

4) Limfadenitis submaksilari

5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan

b. Stomatitis aftosis

1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak

2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna


keputihan dan berbatas merah

3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3


minggu.

1. Stomatitis apthous Reccurent

Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis dapat


diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser major, dan
ulser herpetiform

a. Rekuren apthous stomatitis minor

Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai dengan
ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang kurang dari 5
mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun
merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam
waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan
untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada kelenjar saliva minor.
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu beberapa
bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai
gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih sering pada laki-laki daripada wanita
dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan
ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan lesi individual dapat terjadi
dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini
sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini didahului dengan rasa terbakar,
gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan makula eritematus. Ulserasi
berdiameter 3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7-14 hari.

b. Rekuren Apthous Stomatitis Major

Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari penderita SAR
dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara sederhana, ulser ini berdiameter kira-kira
1-3 cm dan berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat terjadi pada
bagian mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin.
Dasar ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas
pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.

Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa nekrosis yang rekuren


atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum diketahui secara pasti,
namun banyak bukti yang berhubungan dengan defek imun. Tanda adanya ulser
seringkali dilihat pada penderita bentuk mayor. Jaringan parut terbentuk karena
keparahan dan lamanya lesi terjadi. Awal dari ulser mayor terjadi setelah masa
puberti dan akan terus menerus tumbuh hingga 20 tahun atau lebih.

c. Herpetiformis apthous stomatitis

Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi


herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip dengan
gingivostomatitis herpetik primer tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai
peranan dalam etiologi ulserasi herpertiformis atau dalam setiap bentuk ulserasi
aptosa.
Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan
frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan
berdiameter rata-rata 1-3 mm. Gambaran dari ulser ini adalah erosi-erosi kelabu
putih yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar,
bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus tersebut
berdiameter 1-2 mm dan timbul berkelompok terdiri atas 10-100. Mukosa disekitar
ulkus tampak eritematous dan diperkirakan ada gejala sakit.

2. Oral thrush

Sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya banyak


dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di dalam mulut.
Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat antibioka
yang berlangsung lama atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida
Albican akan tumbuh lebih banyak lagi.

3. Stomatitis Herpetik

Sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di bagian


belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya langsung terjadi jika ada
virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah
sehingga sistem imun tidak dapat menetralisir atau mengatasi virus yang masuk
sehingga terjadilah ulser.

F. Patofisiologi

Stomatitis yang disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya bakteri,


jamur dan faktor traumatic seperti tergigit atau tergores sikat gigi. Penyebab oleh
Candida Albicans (monilia: thrush) banyak dijumpai pada bayi. Stomatitis terlihat
sebagai titik-titik putih kecil di bagian dalam pipi,lidah, dan atap mulut. Agak mirip
dadih susu namun memiliki ukuran yang lebih besar dan dapat dengan mudah
dilepaskan menggunakan spatula. Candida albicans dapat di kultur dalam jumlah
besar dari apusan namun sering dapat di kultur dari mulut atau tenggorokan anak
sehat.
Stomatitis berupa reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terjadi
pada permukaan mukosa mulut atau orofaring. Gingigo-stomatitis herpetica (HGS)
disebabkan oleh herpes virus simpleks dapat menyebabkan infeksi primer atau
kekambuhan yang tidak terlalu berat. Infeksi primer di mulai dengan faring menjadi
edema dan eritema, vesikula muncul pada mukosa menyebabkan nyeri berat dan
bau napas khas. Penyakit ini dapat berlangsung 5 sampai 14 hari dengan berbagai
keparahan.

Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan bakteri.


Pertahanan ini disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-system). Sistem ini
terdapat pada saliva atau ludah. LP system dapat berfungsi sebagai bakteriostatis
terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri patogen jika tersedia ketiga
komponennya. Yaitu enzim laktoperoksidase, dosianat, dan hydrogen peroksida
(H2O2). Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tak terkendali karena
sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya
rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung
zat-zat kimia, seperti perasa, pewarna, pengawet, bahkan yang memakai zat
pembasmi hama.

Pemakaian deterjen (sodium laurit sulfat) yang berlebihan dalam pasta gigi
juga dapat sebagai peneyebab dari rusaknya ludah. Bila dalam pemakaian yang
berlebihan atau melebihi toleransi dapat dengan mudah merusak ludah dan
menghancurkan sistem pertahanan alami. Tidak hanya itu, pemakaian antiseptik
pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik
ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di
dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan lingkungan mukosa mulut menjadi
rusak.

Seperti telah diterangkan bahwa mulut merupakan pintu gerbang masuknya


kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak
mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun
berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak.
Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan ditanggapi
oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat berlangsung wajar,
artinya tanggapan-tanggapan tersebut secara normal dapat dieleminasi melalui aksi
fagositosis. Sebenarnya reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu
bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-
kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga
reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi
jaringan justeru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri.

Dalam keadaan yang tidak wajar, (Trauma, Stres dll ) terjadi ketidak
seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi
immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen
vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun yang
telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak
seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. Misalnya
pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel
limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin.

G. Komplikasi dan Prognosis

Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia:

a. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur

b. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit

c. Pola Hygine : kurang menjaga kebersihan mulut

d. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih


Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:

1. Komplikasi akibat kemoterapi

Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang


mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya
berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas
oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal,
dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum
keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel
epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik
yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau
berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.

2. Komplikasi Akibat Radiasi

Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan


perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi
sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada
jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada
tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai
darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi,
dan nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik
merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral.
Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume
jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang
hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran
radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini
sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.

3. Komplikasi Akibat Pembedahan

Pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang


wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan
menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi
hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi
kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan
pada debridemen pembedahan.

2. Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan
ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila
masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan
mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan
oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan
pengobatan.

H. Pengobatan

Stomatitis akan sembuh sendiri dalam rentang waktu 10-14 hari. Stomatitis
umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan
pederita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan
demam. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik
dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat
tetes, maupun obat kumur. Saat ini sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat
mengurangi terjadinya stomatitis. Jika stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat
menggunakan antibiotic dan obat penurun panas (bila disertai demam). Stomatitis
umumnya akan sembuh dalam waktu 4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung
sembuh, segera periksaan ke dokter karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya
kanker mulut.

Penatalaksanaan medis pasien dengan stomatitis adalah sebagai berikut.

1. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya

2. Diet lunak atau halus

3. Pemberian antibiotik

Antibiotik diberikan harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya.


Selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan
2–3 ulcersi minor, pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid,
seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah
makan dan menjelang tidur. Tetrasiklin dapat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada respon atau perbaikan keadaan terhadap
pemberian kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson atau talidomid.

4. Sasaran dan strategi terapi

1. Sasaran Terapi

a. Mengontrol rasa tidak nyaman dan rasa sakit


b. Membantu menyembuhkan iritasi melalui tindakan farmakologi dan
nonfarmakologi yang tepat
c. Mencegah infeksi bakteri sekunder

2. Strategi Terapi

a. Menggunakan analgesik oral untuk meredakan rasa tidak nyaman atau


nyeri.
b. Menyembuhkan area yang terluka atau iritasi

Pengobatan stomatitis yang disebabkan oleh herpes bersifat konservatif.


Pada beberapa kasus diperlukan antivirus untuk menghilangkan faktor penyebab.
Gejala lokal yang terjadi dapat diatasi dengan berkumur air hangat dicampur
dengan air garam dan penghilang rasa sakit topikal. Penderita harus menghindari
penggunaan antiseptik karena dapat mengiritasi. Pada intinya, pengobatan
stomatitis ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit topikal. Namun, apabila ingin
mendapatkan hasil pengobatan jengka panjang yang efektif maka penderita harus
menghindari faktor pencetus stomatitis. Terapi yang dapat digunakan antara lain
adalah sebagai berikut.

a. Injeksi vitamin B12 IM. Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk
bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan untuk pasien dengan level
serum vitamin B12 di bawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropati peripheral
atau anemia makrocytik, dan pasien yang berasal dari golongan sosial
ekonomi kurang mampu.

b. Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari.


Terapi non farmakologi :

1. Mengonsumsi buah yang mengandung vitamin C dan vitamin B12.

2. Mengkonsumsi banyak air putih dan istrahat yang cukup.

3. Hindari makan makanan yang panas dan diikuti dengan minum minuman
dingin.

4. Olahraga yang rutin dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh,


sehingga menurunkan resiko terjadinya sariawan yang disebabkan penurunan
sistem imun.
PENATALAKSANAAN RADANG RONGGA MULUT ATAU IRITASI MINOR
TERAPI FARMAKOLOGIS

1. Antiseptik tenggorokan oral


2. Antiseptik mulut Kumur
3. Topikal

A. Bufacomb cream

Komposisi : triamcinolone acetonide

Indikasi : Bufacomb cream dapat digunakan untuk mengatasi perlukaan pada area
mulut dan bibir yang biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut: Sariawan,
Priadenitis mukosa rekuren atau penyakit sutton. Dimana timbul lesi yang cukup
dalam dan lebar pada mukosa mulut. Biasanya terjadi akibat gangguan pada
sistem imun, Ulkus aftosa herpertiformis atau munculnya banyak lesi kecil pada
mukosa mulut, Perlukaan mulut karena tekanan mekanis seperti terkena kawat
gigi atau gigi palus yang tidak pas, Perlukaan mulut akibat penggunaan obat.
Dosis : Dosis dewasa: gunakan secolek kecil pada ujung jari dan oleskan pada
area sariawan atau perlukaan di mulut. Gunakan 2 kali sehari setelah makan dan
sebelum tidur.

B. Kandistatin suspension

Komposisi : Tiap 1 mL suspensi mengandung:


Nystatin 100.000 IU

Indikasi : Suspensi oral Kandistatin® (Nystatin), ditujukan untuk pengobatan


kandidiasis pada rongga mulut.

Dosis : Dewasa dan anak usia di atas 2 tahun: 1-6 ml diberikan 4 kali sehari.

Bayi: 1-2 ml diberikan sebanyak 4 kali sehari.

Bayi prematur atau yang terlahir dengan berat rendah: 1 ml diberikan sebanyak 4
kali sehari.

C. Efisol liquid

Komposisi :

Per mL : Dequalinium klorida 5 mg, thymol 2.5 mg, Polidokanol 500 ml

Indikasi : Infeksi pada selaput lendir mulut (sariawan) dan rongga mulut dan nafas
mulut bau akibat infeksi tersebut

Dosis : Larutan 10-20 tetes dicampur air segelas 2-4 kali sehari. Sariawan:
Oleskan tanpa diencerkan

I. Pencegahan
Pencegahan pada stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor pencetus
yang dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:

1. hindari faktor etiologi;

2. pelihara kesehatan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup
terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi;

3. hindari stress yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala;

4. usahakan untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;

5. hati-hati saat menggosok gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada mulut;

6. hindari memberikan makanan yang terlalu panas pada anak, berikan makanan
yang lembut dan mudah ditelan;

7. hindari memberikan anak dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet yang
keras;

8. perbanyak makan yang mengandung B3 seperti serelia, hati, ayam, daging,


kacang-kacangan, apukat dan lain sebagainya;

9. anjurkan anak makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan kususnya


bervitamin c;

aturlah makanan agar tetap seimbang sehingga tidak kekurangan gizi.


BAB III

KASUS SWAMEDIKASI

Kasus 1 :

seorang laki laki usia 23 tahun datang ke apotek dengan keluhan terdapat luka pada
mukosa mulutnya tepatnya dibibir bagian dalam, luka tersebut sudah diderita
sekitar 2 hari, ia merasa perih sensasi seperti terbakar sampai demam, ia pun
mengaku kesulitan untuk makan. berdasarkan pengakuannya luka tersebut didapat
saat makan tidak sengaja tergigit bibir bagian bawahnya.
Pembahasan :

Berdasarkan keluhan tersebut, pasien mengalami stomatitis apthous Reccurent


mayor karena lesi cukup besar dan membuat penderita hingga demam.Pada kasus
ini apoteker memberikan obat kumur yaitu betadine gargle sebagai antiseptik lokal
kumur dan bufacomb cream oral base.

Dasar pemilihan obat tersebut adalah betadine gargl merupakan antispetik lokal
pada muliut digunakan dengan cara dikumur, gunannya untuk membersihkan mulut
dan menghindarkan lesi dari pertumbuhan bakteri.

Pemilihan bufacomb cream karena obat tersebut merupakan cream oral base
sehingga tidak menjadi masalah apabila ditelan dan cream tersebut merupakan anti
inflamasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri pada lesi tersebut.

Pemberian paracetamol karena pasien mengeluhkan demam sehingga paracetamol


digunakan untuk menurunkan demam pasien tersebut.

Apoteker juga memberikan terapi non farmakologi seperti menyarankan menjaga


kebersihan mulut, berhati hati saat makan (jangan terlalu terburu-buru),
mengonsumsi vitamin C, banyak minum air putih dan hindari makanan yang terlalu
pedas juga terlalu panas.

Kasus 2 :

Seorang ibu datang ke apotek ingin membeli obat untuk anaknya yang berusia 12 tahun,
ibu tersebut menyampaikan keluhan anaknya yaitu sudah dua hari pada bagian dalam pipi
sebelah kanan anak tersebut terdapat luka, terasa perih dan tidak nyaman saat digunakan
untuk makan, ibu tersebut mengatakan bahwa anaknya juga malas untuk menyikat gigi.

Pembahasan
Berdasarkan keluhan tersebut pasien menderita sariawan atau stomatitis
apthous reccurent minor, pada kasus ini apoteker memberikan efisol liquid untuk
mengatasi keluhan pasien dan vitacimin untuk menambah vitatamin untuk pasien.

Dasar pemilihan obat efisol karena efisol liquid bisa digunakan dengan cara di
totolkan pada anak sehingga lebih praktis penggunaannya dan bila perlu bisa digunakan
untuk berkumur dengan melarutkan efisol 10 tetes dalam segelas air putih. Pemilihan
vitacimin karena vitacimin mengandung vitamin c yang bagus untuk pemulihan sariawan.

Apoteker juga menyarankan kepada ibu pasien agar anaknya diajarkan rajin
menggosok gigi agar kebersihan gigi senantiasa terjaga, banyak mengonsumsi air putih,
istirahat yang cukup bagi anak karena pada usia 12 tahun anak sedang aktif dan banyak
berkegiatan sehingga rentan terjadi panas dalam.
BAB IV

PENUTUP

Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan


pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau
jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Stomatitis adalah
imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir),
lidah, gusi, angit-langit dan dasar mulut. Ada 4 klasifikasi stomatitis, yaitu Mycotic
stomatitis, Gingivostomatitis, Denture stomatitis, dan Aphthous stomatitis.
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien stomatitis adalah nyeri atau pedih
pada bagian yang terkena stomatitis. Penatalaksanaannya dengan cara medis dan
proses keperawatan, yang paling penting cara penanganannya adalah dengan cara
menjaga kebersihan oral klien.

Salah satu factor penyebab stomatitis yaitu perhatian yang kurang terhadap
rongga mulut. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis
obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa
sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Penyakit stomatitis dapat dihindari dengan
cara menjaga kebersihan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup
terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi.

Pada kasus 1 swamedikasi luka pada mukosa mulut akibat tergigit diberikan
antiseptik lokal kumur untuk mencegah tumbuhnya bakteri pada lesi yaitu dengan
pemilihan betadine gargle, kemudian sebagai antiinflamasi diberikan bufacomb
cream, dan paracetamol sebagai antipiretik untuk keluhan demam pasien.

Pada kasus 2 swamedikasi luka pada mukosa mulut akibat panas dalam
diberikan efisol liquid dengan cara di totolkan pada sariawan dan vitamin c untuk
membantu memulihkan sariawan yang diderita pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC

Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC

Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Cawson. R. A & Odell. E. W. Cawson’s Essentials of Oral Pathology


and Oral Medicine. 8th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2008: 42,
46-7.

Anda mungkin juga menyukai