PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman, tetapi fungsi
mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi
kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Orang tua dan anak-anak akan sadar
pentingnya kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika terkena
penyakit. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam
menunjang kesehatan seseorang. Jika rongga mulut kotor, maka sistem pencernaan
juga akan terganggu.
Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan
tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begitu juga
dengan faktor psikis dan hormonal. Ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan
mulut yang disebut stomatitis. Stomatitis atau sariawan dapat menyerang segala
usia termasuk pada anak. Kesadaran anak dalam menjaga kesehatan rongga
mulutnya tentu masih sangat rendah, dimana faktor peran orangtua merupakan hal
yang dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan dalam membimbing,
memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak
agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu, orangtua
mempunyai peran yang cukup besar dalam mencegah terjadinya berbagai penyakit
gigi dan mulut pada anak. Maka perlu diketahui gejala klinik secara dini dari
stomatitis, maupun komplikasi neurologisnya dengan harapan angka kejadian
stomatitis pada anak-anak dapat ditekan dan mengurangi angka kejadian penyakit
tersebut.
Radang mukosa mulut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain defisiensi
vitamin seperti zat besi, asam folat, vitamin B12 atau B kompleks, psikologis,
trauma, endokrin, herediter, alergi, imunologi, dan lain–lain (Lewis & Jordan,
2012). Sumber lain menyebutkan penyebab radang mukosa mulut sesungguhnya
sangat beragam, mulai dari tergigit, luka ketika menyikat gigi, alergi terhadap
makanan ataupun adanya infeksi oleh bakteri. Biasanya, ulser yang perih ini timbul
kembali dalam interval waktu 3 hingga 4 minggu atau terkadang tidak kunjung
sembuh. Kekambuhan selama satu bulan dapat terjadi, namun hal tersebut sulit
diprediksi. Radang tipe minor secara individual berlangsung selama 7–14 hari
kemudian pulih tanpa meninggalkan bekas. Radang mukosa mulut secara tipikal
dapat mengenai daerah mukosa yang tak berkeratin, seperti mukosa bukal, mukosa
labial, sulkus atau batas lateral lidah (Cawson & Odell, 2008).
Radang mukosa ini dapat menyerang pada semua usia, dan sering kali pada
masa kanak–kanak, namun puncaknya pada masa remaja atau dewasa. Waktu
timbulnya dapat bervariasi, kadang–kadang memiliki interval waktu yang relatif
teratur. Untuk mengobati radang tersebut, kebanyakan masyarakat melakukan
pengobatan sendiri (swamedikasi) dengan datang ke apotek atau toko obat lainnya
untuk berkonsultasi dengan apoteker mengenai obat yang akan digunakan. Menurut
Nathan (2010), Sebanyak 75% dari masyarakat yang mengalami radang mukosa
mulut minor melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) dan biasanya perawatan
dilakukan tanpa perlu ke dokter. Sehingga dalam kegiatan swamedikasi ini apoteker
sangat berperan penting dalam menunjang pengobatan yang baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Stomatitis
Stomatitis berasal dari bahasa yunani , Stoma yang berarti mulut dan itis
yang berarti radang/inflamasi. Peradangan atau pembengkakan, kemerahan yang
umum terjadi pada bagian mulut. Penyakit ini meliputi bagian membran lendir
halus yang melapisi mulut (mucosa), bibir, lidah, dan indera perasa, jika
diakibatkan oleh herpes maka disebut dengan Stomatitis herpes. Stomatitis adalah
kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau,
defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat
kemoterapi (Potter & Perry, 2005).
Menurut Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang
dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan
dasar mulut. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang
terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut
yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar
mulut, dan palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda
adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling
menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan
karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-
orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat
terganggu. Apalagi jika SAR dialami oleh bayi dan atau anak-anak dengan
frekuensi yang tinggi akan akan membuat bayi dan atau anak tersebut akan
mengalami komplikasi yang berbahaya. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR
bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran
beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama.
B. Klasifikasi Stomatitis:
a. Bentuk minor
Sebagian besar pasien (85%) menderita ulser bentuk minor, yang ditandai
dengan ulser bentuk bulat atau oval, disertai rasa nyeri dengan diameter antara 2−4
mm, kurang dari 1 cm dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulser ini
cenderung mengenai daerah non keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan
dasar mulut. Ulsernya bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri dari
empat sampai lima dan menyembuh dalam waktu 7−14 hari tanpa disertai
pembentukan jaringan parut.
b. Bentuk mayor
Radang mukosa mulut tipe mayor dijumpai pada kira-kira 10% penderita,
ulser bentuk mayor ini lebih besar dari bentuk minor. Ulsernya berdiameter 1−3
cm, sangat sakit dan disertai dengan demam ringan, terlihat adanya limfadenopati
submandibula. Ulser ini dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut
termasuk daerah berkeratin. Berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan sembuh
disertai pembentukan jaringan parut.
c. Bentuk Herpetiformis
Bentuk Herpetiformis mirip dengan ulser yang terlihat pada infeksi herpes
primer, sehingga dinamakan herpetiformis. Gambaran yang paling menonjol adalah
adanya ulser kecil berjumlah banyak dari puluhan hingga ratusan dengan ukuran
mulai sebesar kepala jarum (1−2 mm) sampai gabungan ulser kecil menjadi ulser
besar yang tidak terbatas jelas sehingga bentuknya tidak teratur.
Sindrom behcet merupakan sindrom yang mempunyai tiga gejala yaitu aphthae
dalam mulut, ulser pada genital dan radang mata. aphthae dalam mulut dari sindrom
behcet mirip dengan radang mukosa mulut dan biasanya merupakan gejala awal
dari sindrom behcet.
C. Epidemiologi
D. Etiologi
Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat
disebabkan oleh:
c) luka pada mulut karena tergigit atau makanan dan minuman yang terlalu
panas;
e) luka akibat menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah
mengembang;
h) pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari
sariawan. pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap
mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam
melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman
yang merupakan bagian daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan
apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika
daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu
menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai
penyakit/infeksi.
Bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga
dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
e. Infeksi virus
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sangat berpengaruh terhadap
kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang
tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.
a. Rokok
c. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan ini
berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d. Alergi
Alergi bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara
beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah
penderita mengkonsumsi makanan tersebut
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh
sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan
mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih
akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh
dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan
merusak sel-sel yang sehat).
Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada
beberapa penderita wanita.
g. Kekurangan vitamin C
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya
stomatitis apthosa.
4) Limfadenitis submaksilari
b. Stomatitis aftosis
Sebagian besar klien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai dengan
ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang kurang dari 5
mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun
merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam
waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan
untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada kelenjar saliva minor.
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu beberapa
bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai
gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih sering pada laki-laki daripada wanita
dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan
ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan lesi individual dapat terjadi
dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini
sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini didahului dengan rasa terbakar,
gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan makula eritematus. Ulserasi
berdiameter 3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7-14 hari.
Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari penderita SAR
dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara sederhana, ulser ini berdiameter kira-kira
1-3 cm dan berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat terjadi pada
bagian mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin.
Dasar ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas
pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.
2. Oral thrush
3. Stomatitis Herpetik
F. Patofisiologi
Pemakaian deterjen (sodium laurit sulfat) yang berlebihan dalam pasta gigi
juga dapat sebagai peneyebab dari rusaknya ludah. Bila dalam pemakaian yang
berlebihan atau melebihi toleransi dapat dengan mudah merusak ludah dan
menghancurkan sistem pertahanan alami. Tidak hanya itu, pemakaian antiseptik
pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik
ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di
dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan lingkungan mukosa mulut menjadi
rusak.
Dalam keadaan yang tidak wajar, (Trauma, Stres dll ) terjadi ketidak
seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi
immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen
vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun yang
telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak
seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. Misalnya
pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel
limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin.
a. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
2. Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan
ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila
masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan
mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan
oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan
pengobatan.
H. Pengobatan
Stomatitis akan sembuh sendiri dalam rentang waktu 10-14 hari. Stomatitis
umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan
pederita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan
demam. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik
dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat
tetes, maupun obat kumur. Saat ini sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat
mengurangi terjadinya stomatitis. Jika stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat
menggunakan antibiotic dan obat penurun panas (bila disertai demam). Stomatitis
umumnya akan sembuh dalam waktu 4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung
sembuh, segera periksaan ke dokter karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya
kanker mulut.
3. Pemberian antibiotik
1. Sasaran Terapi
2. Strategi Terapi
a. Injeksi vitamin B12 IM. Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk
bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan untuk pasien dengan level
serum vitamin B12 di bawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropati peripheral
atau anemia makrocytik, dan pasien yang berasal dari golongan sosial
ekonomi kurang mampu.
3. Hindari makan makanan yang panas dan diikuti dengan minum minuman
dingin.
A. Bufacomb cream
Indikasi : Bufacomb cream dapat digunakan untuk mengatasi perlukaan pada area
mulut dan bibir yang biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut: Sariawan,
Priadenitis mukosa rekuren atau penyakit sutton. Dimana timbul lesi yang cukup
dalam dan lebar pada mukosa mulut. Biasanya terjadi akibat gangguan pada
sistem imun, Ulkus aftosa herpertiformis atau munculnya banyak lesi kecil pada
mukosa mulut, Perlukaan mulut karena tekanan mekanis seperti terkena kawat
gigi atau gigi palus yang tidak pas, Perlukaan mulut akibat penggunaan obat.
Dosis : Dosis dewasa: gunakan secolek kecil pada ujung jari dan oleskan pada
area sariawan atau perlukaan di mulut. Gunakan 2 kali sehari setelah makan dan
sebelum tidur.
B. Kandistatin suspension
Dosis : Dewasa dan anak usia di atas 2 tahun: 1-6 ml diberikan 4 kali sehari.
Bayi prematur atau yang terlahir dengan berat rendah: 1 ml diberikan sebanyak 4
kali sehari.
C. Efisol liquid
Komposisi :
Indikasi : Infeksi pada selaput lendir mulut (sariawan) dan rongga mulut dan nafas
mulut bau akibat infeksi tersebut
Dosis : Larutan 10-20 tetes dicampur air segelas 2-4 kali sehari. Sariawan:
Oleskan tanpa diencerkan
I. Pencegahan
Pencegahan pada stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor pencetus
yang dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
2. pelihara kesehatan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup
terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi;
5. hati-hati saat menggosok gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada mulut;
6. hindari memberikan makanan yang terlalu panas pada anak, berikan makanan
yang lembut dan mudah ditelan;
7. hindari memberikan anak dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet yang
keras;
KASUS SWAMEDIKASI
Kasus 1 :
seorang laki laki usia 23 tahun datang ke apotek dengan keluhan terdapat luka pada
mukosa mulutnya tepatnya dibibir bagian dalam, luka tersebut sudah diderita
sekitar 2 hari, ia merasa perih sensasi seperti terbakar sampai demam, ia pun
mengaku kesulitan untuk makan. berdasarkan pengakuannya luka tersebut didapat
saat makan tidak sengaja tergigit bibir bagian bawahnya.
Pembahasan :
Dasar pemilihan obat tersebut adalah betadine gargl merupakan antispetik lokal
pada muliut digunakan dengan cara dikumur, gunannya untuk membersihkan mulut
dan menghindarkan lesi dari pertumbuhan bakteri.
Pemilihan bufacomb cream karena obat tersebut merupakan cream oral base
sehingga tidak menjadi masalah apabila ditelan dan cream tersebut merupakan anti
inflamasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri pada lesi tersebut.
Kasus 2 :
Seorang ibu datang ke apotek ingin membeli obat untuk anaknya yang berusia 12 tahun,
ibu tersebut menyampaikan keluhan anaknya yaitu sudah dua hari pada bagian dalam pipi
sebelah kanan anak tersebut terdapat luka, terasa perih dan tidak nyaman saat digunakan
untuk makan, ibu tersebut mengatakan bahwa anaknya juga malas untuk menyikat gigi.
Pembahasan
Berdasarkan keluhan tersebut pasien menderita sariawan atau stomatitis
apthous reccurent minor, pada kasus ini apoteker memberikan efisol liquid untuk
mengatasi keluhan pasien dan vitacimin untuk menambah vitatamin untuk pasien.
Dasar pemilihan obat efisol karena efisol liquid bisa digunakan dengan cara di
totolkan pada anak sehingga lebih praktis penggunaannya dan bila perlu bisa digunakan
untuk berkumur dengan melarutkan efisol 10 tetes dalam segelas air putih. Pemilihan
vitacimin karena vitacimin mengandung vitamin c yang bagus untuk pemulihan sariawan.
Apoteker juga menyarankan kepada ibu pasien agar anaknya diajarkan rajin
menggosok gigi agar kebersihan gigi senantiasa terjaga, banyak mengonsumsi air putih,
istirahat yang cukup bagi anak karena pada usia 12 tahun anak sedang aktif dan banyak
berkegiatan sehingga rentan terjadi panas dalam.
BAB IV
PENUTUP
Salah satu factor penyebab stomatitis yaitu perhatian yang kurang terhadap
rongga mulut. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis
obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa
sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Penyakit stomatitis dapat dihindari dengan
cara menjaga kebersihan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup
terutama makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi.
Pada kasus 1 swamedikasi luka pada mukosa mulut akibat tergigit diberikan
antiseptik lokal kumur untuk mencegah tumbuhnya bakteri pada lesi yaitu dengan
pemilihan betadine gargle, kemudian sebagai antiinflamasi diberikan bufacomb
cream, dan paracetamol sebagai antipiretik untuk keluhan demam pasien.
Pada kasus 2 swamedikasi luka pada mukosa mulut akibat panas dalam
diberikan efisol liquid dengan cara di totolkan pada sariawan dan vitamin c untuk
membantu memulihkan sariawan yang diderita pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI