Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

MAKALAH RUMAH SAKIT

Disusun Oleh:

1. Rizky Amelia 1920374203

2. Teresia Prita Maharani 1920374204

3. Venesya Airrhiza Lubis 1920374205

4. Widanditya bagusagita P. 1920374206

5. Yanuar Puspita Mentari 1920374207


PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Tugas pemerintah yang paling dominan
adalah menyediakan barang barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan
(public service) misalnya dalam bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan,
perkembangan perlindungan tenagakerja, pertanian, keamanan dan sebagainya. Tidak
mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat. Rumah sakit sebagai
salah satu fasilitas pelayanan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pemerintah telah berupaya
untuk meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif (Siregar, 2004). Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang
berhubungan langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien s esuai dengan standar pelayanan rumah sakit (Undang-Undang tentang
Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien sebagai pengguna
pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah
Sakit Pasal 32n UU No.44/2009). Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan
mempunyai kewajiban untuk melayani pasien dengan fasilitas yang lengkap serta
pelayanan yang cepat dan tepat. Untuk mencapai hal tersebut manajemen rumah sakit
harus dilaksanakan dengan benar. Seiring dengan perkembangan zaman, manajemen
rumah sakit yang pada mulanya murni bersifat sosial berkembang menjadi bersifat
sosio-ekonomis. Tujuan utama dalam pelayanan kesehatan adalah menghasilkan
outcome yang menguntungkan bagi pasien, provider, dan masyarakat. Informasi
mengenai pelayanan kesehatan, baik dari seluruh pengguna jasa pelayanan medis
maupun seluruh individu dalam populasi diperlukan sebagai sumber data untuk dapat
menjawab pertanyaan mengenai persamaan (equity), efisiensi (efficiency), dan mutu
pelayanan kesehatan (quality) (EEQ), sehingga manajemen informasi dan
teknologinya dalam banyak hal sangat diperlukan dalam manajemen klinis untuk
mendapatkan informasi yang benar dan akurat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah definisi dari rumah sakit ?

2. Bagaimana tugas dan fungsi rumah sakit ?

3. Bagaimana persyaratan pendirian rumah sakit ?

4. Bagaimanakan klasifikasi rumah sakit yang ada di Indonesia ?

5. Bagaimanakah struktur oranisasi rumah sakit di Indonesia ?

6. Bagaimanakah perizinan mengenai pendirian rumah sakit ?

7. Bagaimanakah hak dan kewajiban rumah sakit?

8. Bagaimana standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit ?

9. Bagaimanakah penggolongan instalasi farmasi rumah sakit ?

10. Bagaimanakah pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui definisi dari rumah sakit


2. Mengetahui tugas dan fungsi rumah sakit

3. Mengetahui persyaratan pendirian rumah sakit

4. Mengetahui klasifikasi rumah sakit yang ada di Indonesia

5. Mengetahui struktur oranisasi rumah sakit di Indonesia

6. Mengetahui perizinan mengenai pendirian rumah sakit

7. Mengetahui hak dan kewajiban rumah sakit

8. Mengetahui standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit

9. Mengetahui penggolongan instalasi farmasi rumah sakit

10. mengetahui cara pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN RUMAH SAKIT


Menurut undang-undang tentang rumah sakit dijelaskan bahwa rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan
kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial. (Depkes, 2009).

Menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit adalah bagian


integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan
penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan
bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Pengaturan penyelenggaraan
Rumah Sakit bertujuan:

 Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; 


 Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; 
 Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; 
 Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

2. TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT

Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk


pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Rumah sakit
mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan,
administrasi umum dan keuangan (Siregar, 2004).
Berdasarkan Undang undang no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi
rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai


dengan standart pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan


kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka


peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan tekhnologi


bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. PERSYARATAN RUMAH SAKIT

Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber


daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Rumah Sakit dapat didirikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta. Rumah Sakit yang didirikan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari
Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis
Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sedangkan Rumah
Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan
usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Persyaratan lokasi pendirian rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai


kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit. Ketentuan mengenai
kesehatan dan keselamatan lingkungan menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan,
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tata ruang
rumah sakit harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan
Rumah Sakit harus didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip
pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta demografi.

Persyaratan bangunan pendirian rumah sakit harus memenuhi:

a. persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada


umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan


dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.

Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan


pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dimana paling sedikit
terdiri atas ruang:

a. rawat jalan;

b. ruang rawat inap;

c. ruang gawat darurat;

d. ruang operasi;

e. ruang tenaga kesehatan;

f. ruang radiologi;

g. ruang laboratorium;

h. ruang sterilisasi;

i. ruang farmasi;

j. ruang pendidikan dan latihan;

k. ruang kantor dan administrasi;

l. ruang ibadah, ruang tunggu;

m. ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;

n. ruang menyusui;
o. ruang mekanik;

p. ruang dapur;

q. laundry;

r. kamar jenazah;

s. taman;

t. pengolahan sampah; dan

u. pelataran parkir yang mencukupi.

Prasarana Rumah Sakit dapat meliputi:

a. instalasi air;

b. instalasi mekanikal dan elektrikal;

c. instalasi gas medik;

d. instalasi uap;

e. instalasi pengelolaan limbah;

f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

g. petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;

h. instalasi tata udara;

i. sistem informasi dan komunikasi; dan

j. ambulan.

Persyaratan pendirian rumah sakit juga perlu memenuhi persyaratan sumber daya
manusia yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis
dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen
Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus
sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit. Rumah Sakit harus memiliki data
ketenagaan yang melakukan praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah
Sakit dan juga Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai
dengan kebutuhan pelayanan. Pendayagunaan tenaga kesehatan asing hanya
dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan ahli teknologi dan ilmu
pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat. Pendayagunaan tenaga
kesehatan asing hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki
Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik.

Persyaratan kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan sediaan


farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.
Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan
kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Besaran harga
perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan
kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah. Rumah Sakit yang tidak
memenuhi persyaratan tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak
diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.

4. KLASIFIKASI RUMAH SAKIT

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan


dan kelasnya. Sesuai SK Menteri Kesehatan No. 920/MENKES/PER/XII/1986

1. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS

a) RS Pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten)

b) RS BUMN/ABRI

c) RS Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri


(PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Rumah sakit swasta dibagi menjadi
tiga jenis yaitu :

1. Rumah sakit umum swasta Utama, yaitu rumah sakit swasta yang
memberikan pelayanan medik, spesialistik dan subspesialistik setara dengan
rumah sakit pemerintah kelas B.

2. Rumah sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4
cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C.
3. Rumah sakit umum swasta pratama, yaitu rumah sakit swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas D.

2. Berdasarkan jenis pelayanan

a) RS Umum.

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehtan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Rumah sakit ini biasanya memiliki unit gawat darurat (24 jam)
untuk menangani untuk menangani bahaya dan memberikan pertolongan pertama
dalam waktu yang cepat. Rumah sakit umum sangat mudah dijumpai disetiap
daerah dengan kapasitas rawat inap yang besar untuk perawatan intensif maupun
jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah,
bedah plastik, ruang bersalin, laboraturium dan sebagainya. Kelengkapan rumah
sakit jenis ini dapat bervariasi sesuai kemampuan penyelengara.

b) RS Jiwa

Rumah sakit yang melayani orang dengan perilaku abnormal walau fisiknya
dalam keadaan sehat, terdapat tiga tahap pengobatan melalui fisik, jiwa dan
sosial, dibutuhkan ruang ruang (bangsal) baik untuk perawatan maupun
sosialisasi, membutuhkan ruangan untuk terapi dan rehabilitasi yang dilakukan
dalam ruangan (Nugroho, 2003).

c) RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kangker, dan


sebagainya).

Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit, atau kekhususan lainnya

3. Berdasarakan kelasnya

a) RS kelas A
RS kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk
subspesialistik. Rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan
rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.
Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik dan subspesialistik luas, dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.

b) RS kelas B (pendidikan dan non pendidikan)

RS kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan


subspesialistik terdaftar. Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu
memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.
Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten.
Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai
rumah sakit tipe B. Rumah sakit tipe B dibagi menjadi 2 bagian yaitu B1 dan B2,
meliputi :

1. Rumah sakit kelas B1, melaksanakan pelayanan medik minimal 11


(sebelas) spesialistik dan belum memiliki subspesialistik luas dengan kapasitas
300-500 tempat tidur.

2. Rumah sakit kelas B2, melaksanakan pelayanan medik dan subspesialistik


terbatas dengan kapasitas 500-1000 tempat tidur.

c) RS kelas C

RS kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit


dalam, kebidanan, dan anak). Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang
mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat
macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam,
pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan
kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap
kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari
puskesmas. Rumah sakit kelas C ini memiliki kapasitas 100-500 tempat tidur.

d) RS kelas D
Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan
menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D
hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama
halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan
yang berasal dari puskesmas.Rumah sakit kelas D ini memiliki kapasitas tempat
tidur kurang dari 100.

5. Struktur Organisasi Rumah Sakit

Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel.
Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri dari :

1. Kepala rumah sakit atau Direktur Rumah Sakit,

Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai


kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik Rumah Sakit tidak
boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.

2. unsur pelayanan medis,

3. unsur keperawatan,

4. unsur penunjang medis,

5. komite medis,

6. satuan pemeriksaan internal,

7. serta administrasi umum dan keuangan.

Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus


berkewarganegaraan Indonesia.
Gambar 1. struktur organisasi RS kelas A

Gambar 2. struktur organisasi RS kelas B


Gambar 3. struktur organisasi RS kelas C

6. Perizinan Pendirian Rumah Sakit

Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin yang terdiri dari izin
mendirikan dan izin operasional. Izin mendirikan rumah sakit diberikan untuk jangka
waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun. Izin operasional
diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama
memenuhi persyaratan. Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal
asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Provinsi. Izin Rumah Sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi
yang melaksanakan urusan penanaman modal asing atau penanaman modal dalam
negeri. Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat
yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:

a. habis masa berlakunya;

b. tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;

c. terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;


dan/atau

d. atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.

7. HAK DAN KEWAJIBAN RUMAH SAKIT

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban: memberikan informasi yang benar


tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat; memberi pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; memberikan pelayanan gawat
darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; berperan aktif dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan
pelayanannya; menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin; melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka,
ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial
bagi misi kemanusiaan; membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
menyelenggarakan rekam medis; menyediakan sarana dan prasarana umum yang
layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia; melaksanakan sistem rujukan; menolak keinginan
pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
hak dan kewajiban pasien; menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
melaksanakan etika Rumah Sakit; memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana; melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan
baik secara regional maupun nasional; membuat daftar tenaga medis yang melakukan
praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya; menyusun dan
melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws); melindungi dan
memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan
tugas; dan memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.

Setiap Rumah Sakit mempunyai hak: menentukan jumlah, jenis, dan


kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;
menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; melakukan
kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;
menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan mendapatkan insentif pajak bagi
Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit
pendidikan.

8. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai


pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:

a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

b. pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:

a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;

c. pengadaan;

d. penerimaan;

e. penyimpanan;

f. pendistribusian;

g. pemusnahan dan penarikan;

h. pengendalian;

i. administrasi.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. pengkajian dan pelayanan Resep;

Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat,


bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi: nama, umur,
jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien; nama, nomor ijin, alamat dan
paraf dokter; tanggal Resep; dan ruangan/unit asal Resep. Persyaratan farmasetik
meliputi: nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan; dosis dan Jumlah Obat;
stabilitas; dan aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: ketepatan
indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat; duplikasi pengobatan; alergi dan
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); kontraindikasi; dan interaksi
Obat.

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,


penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).

b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;


Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien. Tahapan penelusuran riwayat
penggunaan Obat: membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data
rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan Obat; melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan; mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD); mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan; melakukan penilaian
terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan; melakukan penilaian
adanya bukti penyalahgunaan Obat; melakukan penilaian terhadap teknik
penggunaan Obat; memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat
bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids); mendokumentasikan Obat
yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan
mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien. Kegiatan: penelusuran riwayat penggunaan Obat
kepada pasien/keluarganya; dan melakukan penilaian terhadap pengaturan
penggunaan Obat pasien. Informasi yang harus didapatkan: nama Obat (termasuk
Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama
penggunaan Obat; reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi;
dan kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).

c. rekonsiliasi Obat;

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan


dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error)
rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit
lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke
layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah: memastikan informasi yang
akurat tentang Obat yang digunakan pasien; mengidentifikasi ketidaksesuaian
akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter; mengidentifikasi
ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter. Tahapan rekonsilasi obat
yaitu : pengumpulan data; komparasi; Melakukan konfirmasi kepada dokter jika
menemukan ketidaksesuaian dokumentasi; dan komunikasi

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan


pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah
Sakit. PIO bertujuan untuk: menyediakan informasi mengenai Obat kepada
pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar
Rumah Sakit; menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi; menunjang
penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi: menjawab pertanyaan; menerbitkan buletin, leaflet,


poster, newsletter; menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit; bersama dengan Tim
Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan
bagi pasien rawat jalan dan rawat inap; melakukan pendidikan berkelanjutan bagi
tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya; melakukan penelitian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO adalah sumber daya


manusia; tempat; dan perlengkapan.

e. konseling;

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling
Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi
Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan costeffectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient
safety).

f. visite;

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan


Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,
memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang
sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan
program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di
rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker
harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup


kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan


setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.
Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait
dengan kerja farmakologi.

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan
Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

j. dispensing sediaan steril;

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik


aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas
dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
Obat.

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil


pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril hanya dapat dilakukan oleh
Rumah Sakit yang mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril.

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung


oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. Sumber daya
kefarmasian meliputi sumber daya manusia dan sarana dan peralatan.
Pengorganisasian harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab
serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan Kefarmasian yang
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Standar prosedur operasional ditetapkan oleh
pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Rumah Sakit wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat


yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya sekali
setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan
prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang
berkelanjutan. Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk
meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert
medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang
berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).

8. PENGGOLONGAN INSATLASI FARMASI RUMAH SAKIT

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian / unit / divisi atau fasilitas di
rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Berdasarkan definisi tersebut maka
Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen
atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
perundang-undangan yang berlaku dan bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian, yang terdiri pelayanan paripurna yang mencakup
perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan
farmasi ; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat
jalan; pengendalian mutu dan pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi klinik
umum dan spesialis mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan
klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.

Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang
beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk penderita rawat tinggal, rawat
jalan mau pun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit.

10. PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI RUMAH SAKIT

Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi


merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang
saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, dan
pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.

1. Perencaan

Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan


dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan
perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan perbekalan farmasi yaitu :
pemilihan, kompilasi penggunaan, perhitungan kebutuhan dan evaluasi
perencanaan.

2. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah


direncanakan dan disetujui, melalui: pembelian, produksi/pembuatan sediaan
farmasi, sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan: mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang
terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga
serta waktu berlebihan

3. Penerimaan

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah

diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,


konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan
oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam
penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta
harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan
farmasi harus ada tenaga farmasi. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu.
4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara

menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan adalah Memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab, Menjaga ketersediaan, Memudahkan
pencarian dan pengawasan.

5. Pendistribusian

Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah


sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian:
Tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat
jenis dan jumlah.

6. Pengendalian

Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya


sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit unit
pelayanan. Tujuan : agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan
farmasi di unit-unit pelayanan.

7. Penghapusan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi


yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak
terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan penghapusan adalahuntuk
menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai
dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban
penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub
standar.

8. Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya
pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi
adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran.pencatatan
dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual.

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi


perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan. Tujuan:Tersedianya data yang akurat sebagai bahan
evaluasi, Tersedianya informasi yang akurat, Tersedianya arsip yang
memudahkan penelusuran surat dan laporan, Mendapat data yang lengkap untuk
membuat perencanaan.

9. Monitoring dan evaluasi

Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan


farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan
evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai msukan guna
penyususnan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev daapt
dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh
surpervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan: Meningkatkan produktivitas
para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara
optimum.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2006. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia.

Depkes RI, 2009. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44


TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

Depkes RI, 2016. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72


TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN RI BEKERJASAMA DENGAN JAPAN
INTERNASIONAL COOPERATION AGENCY 2010. PEDOMAN
PENGOLAHAN BUKU PERBEKALAN FARMASI RUMAH SAKIT

Jolly D. danGerbaud I. 1992. Hospital of Tomorrow. Geneva: WHO.

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I.
Jakarta: Penerbit EGC

Anda mungkin juga menyukai