Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STOMATITIS

2.1 Definisi Stomatitis


Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti
tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau jamur;atau penggunaan obat
kemoterapi (Potter & Perry,2005).
Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan
labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong dkk).
Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum
(William dan wilkins, 2008).
Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal
yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7 samapai 14 hari setelah pemberian
agens kemoterpai tertentu dan setelah terapi radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut,
biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari
satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial,
lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit
lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu
makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan
tidak menular. Tetapi bagi orang -orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat
tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan
penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis
dengan gejala klinis yang sama. SAR dapat membuat frustasi pasien dan perawat dalam
merawatnya, karena kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul
dalam jumlah yang lebih banyak.
2.2 Epidemiologi Stomatitis
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka prevalensi
SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia. Penelitian telah menemukan
terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di
Malaysia (2000). SAR tampaknya jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan
ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di
Amerika Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari
data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan
1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari
101 pasien terdapat kasus SAR 17,3%.
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun, orang
kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat
terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR
paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar
keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak
pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.
Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi orang
dewasa yang terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV,
khususnya disebabkan obat-obatan seperti didanosine (ddI) yang dapat menginduksi terjadinya
lesi. (Sufiawati: 2009).

2.3 Klasifikasi Stomatitis


Ada beberapa klasifikasi stomatitis, yaitu:
a. Mycotic stomatitis
Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut atau
rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh pertumbuhan Candida
albicans , yang merupakan penyebab stomatitis yang luar biasa pada anjing dan kucing. Hal ini
ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan pada lidah atau membran mukosa. Mycotic
stomatitis biasanya dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain, penggunaan terapi antibiotik
yang lama, atau pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering kali pada
jaringan terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.
b. Gingivostomatitis
Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya, yang
menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat banyak luka terbuka yang
berwarna putih atau kuning di dalam mulut.
c. Denture stomatitis atau Chronic stomatitis
Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahan-
perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut. Perubahan-
perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian
baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensenl mengemukakan bahwa denture
stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi
tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor sistemik. Oleh karena
itu, gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi, sehingga
perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemungkinan
penyebabnya.
d. Aphthous stomatitis
Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi. Sariawan
ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut, bibir, lidah, pipi bagian
dalam, pharing, dan langit-langit mulut halus. Tipe sariawan ini tidak menular. Stomatitis
aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada sariawan
akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan jenis
ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau
air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia
ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan,
sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya:
1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh
luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh
pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-
keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau
merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu
10-14 hari tanpa meninggal bekas.
2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS)
Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis
stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara
klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih dan
dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.
Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat
dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi.
3. Ulserasi herpetiformis (HU)
Istilah ’herpetiformis’ digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100
ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-
virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi
aphtosa.

2.4 Etiologi Stomatitis


2.4.1 Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :
a. Kebersihan mulut yang kurang
Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi pasien buruk,
sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.
b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap mukosa yang ada
didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga
bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada “flora mulut”
dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat
menurun karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang
apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai
penyakit/infeksi.
c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat mengakibatkan
stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno).
Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
e. Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi tambahan;
infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV
tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal
terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut.
keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan mukosa
bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang
mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous.
area yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan
inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan
klien mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari
gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.
f. Letak susunan gigi atau kawat gigi
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap kebersihan gigi.
Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada
baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.

2.4.2 Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti :


a. Rokok
Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang
berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat
perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok
menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun
terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.
b. Pada penggunaan obat kumur
Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol, lemon/gliserin) harus
dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa
dalam mulut yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.
c. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis
makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d. Alergi
bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan
timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan
tersebut
e. Faktor psikologis (stress)
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi
terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk
respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga
dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri
akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).
f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa
ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.
g. Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung
antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.
h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..
i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis
apthosa.

2.5 Faktor Resiko Stomatitis


Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat dipastikan, tetapi ada
faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa
diantaranya adalah:
1. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat
ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya
trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara,
kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu
panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor
pendukung.
2. Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi
nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi
vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2%
defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat
diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami
perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6.
Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin
tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya.
Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik,
yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50
mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang persisten sembuh dan
tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya
kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR
menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya
normal.

3. Alergi dan Sensifitas


Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap
alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan
alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat
membentuk antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang
ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan
tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif,
mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul
gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah
membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.
4. Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi
dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih
besar untuk terjadinya SAR.
5. Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien
yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya
penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter.
Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah
penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan
sindroma Sweet’s.
6. Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang
menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang
lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa
pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok. Kekurangan nutrisi, terutama
vitamin B12, asam folat dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C.
Kekurangan vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan
penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan sariawan. Namun,
kondisi tersebut dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi buah dan sayuran.
7. Stress
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan
merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis
rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.
8. Gangguan Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon
yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga
suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk
rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan
terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR.
Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut
9. Gangguan Imunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya
disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian
mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga
menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit
dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani
dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez
dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran
saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2
pada penderita SAR.
10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan
lunak.
11. Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita
SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte
antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel
melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26
Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan
timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR
sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.

2.6 Patofisiologi
Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-
system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Sistem
laktoperoksidase (LP-system) terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system
mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan
bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995).
Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem
laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini
dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa,
pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi hama/antiseptik dan makanan panas
atau pedas. Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP
system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang
berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi rusak
kemudian menghasilkan ulserasi local.
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang
bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis
kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan
perusak yang masuk dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik.
Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Reaksi tubuh terhadap
rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut.
Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga
reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan
justru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.
Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan
immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek
kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada
jaringan. Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen,
makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah
dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut
merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya.
Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat
mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah
robek yang akhirnya mengakibatkan stomatitis.

2.7 Tanda dan Gejala Stomatitis


Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah yang
akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan
dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau
oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih
ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa
yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air
liur) menjadi meningkat.
Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:
a. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi
peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan
udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu
berbeda yaitu 1 – 5 minggu.

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser
mayor, dan ulser hepetiform.
1. Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh
tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh
daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
2. Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser
berukuran kecil dengan jumlah banyak.

Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dan
gejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut
1) Nyeri sperti terbakar di mulut
2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar
disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b. Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas
merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.

2.8 Komplikasi
Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas di
daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada kebutuhan
dasar manusia, yaitu:
1. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
2. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
4. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.
Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:
Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:

1. Komplikasi akibat kemoterapi


Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang menghasilkan
toksisitas mukosa diberikan dalam dosis yang tinggi atau berkombinasi dengan ionisasai
penyinaran radiasi.
2. Komplikasi akibat radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan
fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tetapi juga menghasilkan
gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung termasuk glandula saliva dan
tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia,
berkurangnya suplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang,
infeksi, dan nekrosis.
3. Komplikasi oral
a. Mukositis
Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal
dari mulut sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai suatu eritomatous, lesi seperti
terbakar, dan lesi ulseratif.
b. Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem imun yang
menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu
sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal dapat menghasilkan jalan bagi
mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c. Xerrostomia
Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik
xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral dan lidah, bibir prcah-prcah,
celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, dan peningkatan akan
kebutuhan cairan. Xerostomia dapat disebabkan oleh reaksi inflamasi dan efek degeneratif
radiasi ionisasi.
2.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut:
a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan
yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
d. Hindari stress
e. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal,
seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat
dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4
kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau
tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
f. Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan
antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan
antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis
aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah
menghindari faktor pencetus. Terapi yang dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per
bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan
neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi
bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang diberikan
untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari
3 bulan sampai 4 tahun.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan
diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
b. Pemeriksaan laboratorium :
1) WBC menurun pada stomatitis sekunder
2) Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
3) Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis

2.11 Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui
penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya
dengan :
1. Menjaga kebersihan mulut
2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin C dan zat
besi
3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makananMenghindari
makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada
rongga mulut.

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS

4.1 Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai
riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen mukosaoral
mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi dengan
pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam,
mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga lebih
mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit oral
lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya stomatitis.
Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR (Stomatitis Aftosa
Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan berdasarkan hasil beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami
SAR juga.

5. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di
lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan
penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat
besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan
a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang
lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi
dalam proses penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat
badan karena intake nutrisi yang kurang.

c. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon


1. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh,
namun keluarga psien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat
besi serta pola makan yang buruk
3. Pola eliminasi
pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa
sehingga pasien akan rewel.
5. Pola istirahat dan tidur
pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.
6. Pola persepsi dan kognitif
pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada
kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7. Pola konsep diri
pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas akibat
adanya ulserasi lokal.
8. Pola peran dan hubungan
hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih banyak
menangis dan rewel.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
pasien tidak mengalami kelainan apapun.
10. Pola keyakinan dan nilai
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.

d. Pemeriksaan fisik
1) TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)
2) Bibir
Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi, warna,tekstur, simetrisitas
dan adanya ulserasi atau fisura
3) Gusi
Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna.
4) Lidah
Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.
5) Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian mukosa pipi
bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit.

4.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral
b. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
mucosa oral, penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut
c. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi)
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut
4.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Nyeri berhubungan Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri 1. Mengetahui skala tingkat nyeri
dengan kerusakan Setelah dilakukan dialami pasien.
membran mukosa oral tindakan nyeri dapat
2. Berikan makanan yang tidak
2. Makanan yang merangsang
berkurang atau hilang merangsang, seperti makanan yang menimbulkan nyeri
mengandung zat kimia
Kriteria Hasil 3. Menghindari makanan yang terlalu
3. Makanan yang terlalu panas dan t
1. Hilangnya rasa sakit dan panas dan terlalu dingin dingin, dapat menyebabkan nyeri/
perih di mukosa mulu 4. pasta gigi yang merangsang
2. Lesi berkurang dan
4. Menghindari pasta gigi yang menimbulkan nyeri di bagian
berangsur sembuh merangsang sariawan
3. Membran mukosa oral 5. agar luka tidak tergesek oleh
lembab 5. Menghindari luka pada mulut saat atau makanan yang dapat memper
4. Tidak bengkak dan menggosok gigi atau saat luka
hiperemi menggigitmakanan 6. Analgesic dan kotikosteroid
5. Suhu badan normal 6. Kolaborasi pemberian analgesic mengurangi rasa nyeri
dan kortikosteroid mengurangi peradangan
7. Jika klien mengetahui factor pen
7. Beri penjelasan tentang faktor maka klien dapat mencegah
penyebab tersebut terjadi kembali.
8. Keluarga pasien mengetahui
pentingnya kebersihan oral seh
8. Beri penjelasan keluarga terhadap tidak terjadi stomatitis terjadi kem
pentingnya kebersihan oral 9. Sayuran, Vitamin B 12, Vitamin
zat besi dapat mencegah terja
9. Menganjurkan klien untuk sariawan dan nutrisi yang meni
memperbanyak mengkonsumsi akan mempercepat p
buah dan sayuran terutama vitamin penyembuhan
B12, Vitamin C dan zat Besi
Perubahan membran Tujuan: 1. Pantau aktivitas klien, cegah hal-
1. Mencegah terjadinya stomatitis at
mukosa oral Setelah dilakukan hal yang bisa memicu terjadinya membuat semakin parah
berhubungan dengan tindakan keperawatan stomatitis
proses peradangan mukosa oral kembali 2. Kaji adanya komplikasi akibat
2. Stomatitis bisa mengakibatkan
(inflamasi) normal dan lesi kerusakan membran mukosa oral komplikasi yang lebih parah jika t
berangsur sembuh 3. Kolaborasi pemberian antibiotik segera ditangani
dan obat kumur 3. Antibiotik digunakan untuk meng
Kriteria Hasil infeksi dan obat kumur bisa
1. Mukosa oral kembali menghilangkan kuman-kuman di
normal (tidak bengkak sehingga bisa mencegah terjadiny
dan hiperemi) 4. Menghindari makanan dan obat- infeksi lebih lanjut
2. Lesi berkurang dan obatan atau zat yang dapat
4. Reaksi alergi bisa menimbulkan i
berangsur sembuh menimbulkanreaksi alergi pada
3. Membran mukosa oral rongga mulut
lembab 5. Ajarkan oral hygene yang baik 5. Oral hygine yang baik dapat menc
timbulnya stomatitis
Ketidakseimbangan Tujuan: 1. Kaji status nutrisi pasien 1. Untuk mengetahui status nutrisi p
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 2. Makanan yang lunak meminimalk
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan 2. Beri nutrisi dalam keadaan lunak, kerja mulut dalam mengunyah
berhubungan dengan nafsu makan timbul porsi sedikit tapi sering makanan
perubahan mucosa oral, kembali dan statusnutrisi 3. Mengevaluasi berat badan yang
penurunan keinginan terpenuhi 3. Pantau berat badan tiap hari menurun ataupun meningkat, nutr
untuk makan akibat rasa Kriteria Hasil: meningkat akan meningkatkan ber
nyeri di mukosa mulut 1. Status nutrisi terpenuhi badan
2. Nafsu makan klien 4. Adanya kalori (sumber energi) ak
timbul kembali 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam mempercepat proses penyembuha
3. Berat badan normal pemberian nutrisi 5. Dengan memberikan informasi m
klien akan mengetahui bagaimana
5. Berikan informasi tentang zat-zat untuk tetap memenuhi kebutuhan
makanan yang sangat penting bagi dan nutrisinya setiap hari agar pro
keseimbangan metabolisme tubuh penyembuhan berjalan dengan cep
Gangguan komunikasi Tujuan: 1. Kaji warna, ukuran, bau, tekstur
1. mengetahui tingkat keparahan
verbal berhubungan Setelah dilakukan luka pada rongga oral pasien. yang dialami pasien
dengan nyeri di mukosa tindakan keperawatan
2. Kaji kemampuan pasien dalam
mulut, adanya gangguan komunikasi berkomunikasi. 2. mengetahui kemampuan pasien
kerusakan di mukosa verbal berangsur
3. Ajak pasien ikut berpartisipasi berkomunikasi.
oral akibat penyakit membaik dan dapat dalam setiap kegiatan. 3. membiasakan pasien dengan pen
teratasi 4. Libatkan keluarga dalam setiap yang dialami.
kegiatan pasien. 4. keluarga sangat dekat dengan pas
Kriteria Hasil: 5. Diskusikan dengan tim kesehatan
5. menentukan tindakan selanjutnya
1. Klien sudah dapat lain mengenai tindakan selanjutnya akan diberikan pada pasien
berkomunikasi dengan
6. Berikan kondisi lingkungan yang
orang lain nyaman untuk klien 6. Lingkungan yang nyaman
2. Klien mau bergaul dan
7. Pemberian analgesic dan membuat klien aktif dalam berakt
berkomunikasi dengan kortikosteroid 7. Analgesic dapat mengurangi rasa
orang lain dan kortikosteroid dapar men
3. Klien mengalami peradangan akibat kerusakan mem
peningkatan harga diri mukosa
dan konsep diri 8. Beri penjelasan dan pengetahuan
8. Agar klien dapat mengetahui
mengenai penyakitnya menjadi pentebab dari penyak
9. Dorong klien untuk ikut sehingga klien dapat mencegahny
berpartisipasi dalam setiap kegiatan9. Dengan mengikuti kegiatan
mudah untuk beradaptasi d
kondisi sekitar sehingga
mengurangi stres
4.4 Implementasi
No Hari/Tanggal DX Jam Implementasi
1. 1 1. mengkaji tingkat nyeri
2. Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan
yang mengandung zat kimia
3. Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu
dingin
4. Menghindari pasta gigi yang merangsang
5. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau
saat menggigitmakanan
6. Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid
7. Beri penjelasan tentang faktor penyebab
8. Beri penjelasan keluarga terhadap pentingnya kebersihan
oral
9. Menganjurkan klien untuk memperbanyak mengkonsumsi
buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat
Besi
2. 2 1. Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu
terjadinya stomatitis
2. Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran
mukosa oral
3. Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur
4. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat
menimbulkanreaksi alergi pada rongga mulut
5. Ajarkan oral hygene yang baik
3. 3 1. Kaji status nutrisi pasien
2. Beri nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit tapi sering
3. Pantau berat badan tiap hari
4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
5. Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat
penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
4. 4 1. Kaji warna, ukuran, bau, tekstur luka pada rongga oral
pasien.
2. Kaji kemampuan pasien dalam berkomunikasi.
3. Ajak pasien ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
4. Libatkan keluarga dalam setiap kegiatan pasien.
5. Diskusikan dengan tim kesehatan lain mengenai tindakan
selanjutnya
6. Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien
7. Pemberian analgesic dan kortikosteroid
8. Beri penjelasan dan pengetahuan mengenai penyakitnya
9. Dorong klien untuk ikut berpartisipasi dalam setiap
kegiatan
4.5 Evaluasi
No Hari/Tanggal DX Jam Evaluasi
1. 1 S: Pasien berkata, “Sus, sariawan di mulut saya sudah mulai
mengecil dan nyeri pada mulut saya sudah berkurang.”
O: Bengkak pada mukosa oral pasien sudah mengecil dengan
diameter kurang dari ½ cm
A: Masalah pasien teratasi sebagian.
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai