Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KOMUNIKASI FARMASI

PERTEMUAN IX

Disusun Oleh :

Nama : Rachma Septia Cahya Ningrum

NIM : 34180259

Golongan : A2-3

Instruktur : Dwi Kurniawati S. S.Farm., M.Si., Apt.

LABORATURIUM KOMUNIKASI FARMASI

PRODI DIII FARMASI STIKES SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2019
I. JUDUL
Sumber Informasi Obat

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sariawan merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang timbul di
rongga mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari pada rongga mulut kita
disebut (dalam istilah kedokteran gigi) adalah Stomatitis Aftosa Rekuren. Sariawan atau stomatitis
adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu
dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi
bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak
tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Ada pula yang mengatakan bahwa
sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut.
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli telah menduga
banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranya adalah :

Penyebab yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :


- Kebersihan mulut yang kurang
- Letak susunan gigi/ kawat gigi
- Makanan /minuman yang panas dan pedas
- Rokok
- Pasta gigi yang tidak cocok
- Lipstik
- Infeksi jamur
- Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)
- Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

Bagian dari penyakit sistemik antara lain :


- Reaksi alergi : seriawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis
makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
- Hormonal imbalance
- Stres mental
- Kekurangan vitamin B12 dan mineral
- Gangguan pencernaan
- Radiasi.

Infeksi virus dan bakteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya Sariawan ini. Ada pula yang
mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut. Dan
imunologik sangat erat hubungannya dengan psikologis (stress). Faktor psikologis (stress) telah
diselidiki berhubungan dengan timbulnya stomatitis (sariawan) di sebagian besar masyarakat.

Klasifikasi Stomatitis
a. Stomatitis Primer, meliputi :
- Recurrent Aphtouch Stomatitis (RAS)
Merupakan ulcer yang terjadi berulang. Bentuknya 2 – 5 mm, awal lesi kecil, dan berwarna
kemerahan. Akan sembuh ± 2 minggu tanpa luka parut.
- Herpes Simplek Stomatitis
Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.
- Vincent’s Stomatitis
Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya, bakteri
normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan nekrosis pada
ginggival.
- Traumatik Ulcer
Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.
b. Stomatitis Sekunder, merupakan stomatitis yang secara umum terjadi akibat infeksi oleh virus
atau bakteri ketika host (inang) resisten baik lokal maupun sistemik.

Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai
evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan
insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama
pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit
mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya
berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker
(melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan
perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari
antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien. Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya
kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat
prostodontik, berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri
dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan
penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme
opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan
yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk,
menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local (stomatitis).

Manifestasi Klinis
a. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam :
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi
peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan
udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu
berbeda yaitu 1 – 5 minggu.

Gambaran Klinis dari Stomatitis


a. Lesi bersifat ulcerasi
b. Bentuk oval / bulat
c. Sifat tersebar
d. Batasnya jelas
e. Biasa singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok)
f. Tepi merah
g. Lesi dangkal
h. Lesi sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

Pemeriksaan Diagnostik Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan
swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
Pemeriksaan laboratorium :

 WBC menurun pada stomatitis sekunder


 Pemeriksaan kultur virus ; cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
 Pemeriksaan cultur bakteri ; eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis
2.6 Penatalaksanaan Medis

 Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai


 Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
 Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama

makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi.

 Hindari stres
 Pemberian Atibiotik

Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase,
pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan
kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah
makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan
jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan
dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.

 Terapi

Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus.
Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (ja¬ngan menggunakan antiseptik karena
menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama
penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor
pencetus.
Digunakan satu dari dua terapi yang dianjurkan yaitu:
(1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per
bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy
peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
(2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari.
Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu
follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

Komplikasi Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia


- Pola nutrisi :nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
- Pola aktivitas :kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
- Pola Hygiene :kurang menjaga kebersihan mulut
- Terganggunya rasa nyaman :biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1. Komplikasi akibat kemoterapi

Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan
leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik
terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit.
Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi
dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel
epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan
toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.

2. Komplikasi Akibat Radiasi

Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis
pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural
dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi
pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke
tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada
daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal
pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada
volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya.
Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme
perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.

3. Komplikasi Akibat Pembedahan

Pada pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka
debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali
jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil
menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah
digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
4. Komplikasi Oral

1.Mucositis/Stomatitis
Defenisi mucositis dan stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya tetapi terdapat perbedaan
yang besar diantara keduanya. Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang
mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat dihasilkan akibat dari
pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal mucositis
termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi
ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Stomatitis merujuk pada suatu reaksi
inflamasi yang terjadi pada mukosa oral, dengan atau tanpa ulserasi dan dapat berkembang oleh
faktor lokal seperti yang teridentifikasi pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini. Stomatitis
dapat menjadi berkadar ringan atau parah. Pasien dengan stomatitis yang parah tidak akan mampu
memasukkan apapun kedalam mulutnya. Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah
pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis
ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Dokter gigi harus waspada terhadap
potensi berkembangnya toksisitas akibat peningkatan dosis atau lamanya perawatan pada percobaan
klinik yang menunjukkan toksisitas gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang dilakukan
pada perawatan leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus berlanjut, berulang dan tidak
terputus (seperti bleomycin, cytarabine, methotrexate dan fluororacil) sepertinya merupakan
penyebab mucositis dibanding obat infus satu bolus dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan
bertambah parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam
waktu 2-4 minggu. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk penilaian sebanyak dua
kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu
akan tidur) malahan meningkatkan keparahan dari mucositis.

2.Infeksi
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun.
Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif
barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi
sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh
indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun
sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan
neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang
serius.
Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut,
menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh
terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi
oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 %
disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada
pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat
HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi
oral viral.

3.Hemorrhage
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada
lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma
minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum
lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada
krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling
kurang 50.000/kubik/mm.

4.Xerostomia
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda
xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya
melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan
lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan
cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan
efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar.
Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva
termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan
dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut
sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi.
Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular,
sublingual, dan jaringan glandula saliva minor.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering
berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental
karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein
protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi
mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang
dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit).

PENGOBATAN
Penanganan untuk kasus sariawan ini terbagi menjadi 2, yaitu:
 Pencegahan

Untuk mencegah berulang kembali kejadian sariwan sebaiknya menajaga kebersihan rongga mulut
dengan cara berkumur – kumur dengan air garam hangat atau obat kumur, menghindari stress dan
mengonsumsi gizi seimbang yang cukup terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi.
 Terapi

Tujuan pengobatan sariawan adalah mengurangi gejala, jumlah dan ukuran ulkus dan meningkatkan
periode bebas penyakit. Sariawan ini bukan saja akibat dari penyebab pada rongga mulut saja, tetapi
bisa juga karena sakit sistemik / di seluruh tubuh, jadi sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter
spesialis yang tepat.
 Untuk pengobatan secara topikal dapat diberikan:

a. Obat kumur seperti Clorhexidin dapat mempercepat penyembuhan luka sariawan tetapi apabila
diberikan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gigi menjadi kecoklatan;
b. Salep yang mengandung Steroid dapat mengurangi gejala dari sariawan;
c. Analgesik / obat nyeri seperti obat kumur Benzydamine hydrochloride atau gel lignocaine yang
dapat mengurangi rasa nyeri secara sementara tetapi tidak dapat membantu penyembuhan ulser;
d. Obat lain yaitu Sodium cromoglycate lozenges dapat mengurangi gejala yang ringan, obat
immunomodulatory topikal dan lain - lain.
 Pengobatan Sistemik / Seluruh tubuh yaitu dengan memberikan obat immunosupresi / penurun
system imun tetapi masih sedikit data peneltian yang amembuktikannya. Contoh obatnya adalah
prednisone dan/atau Azathiprine, dapson, colchisine dan lain – lain, dan
 Terapi Fisik yaitu dengan operasi membuang lapisan yang terkena atau penggunaan laser ablasi tetapi
tindakan tersebut tidak praktis dan keuntungan tindakan ini masih belum jelas.

III. KHASUS
Ny. Ersada datang keapotek meminta albotyl karena sariawan, ia tidak mengetahui
bawasannya albotyl sudah diatrik dari pasaran BPOM.
IV. PEMBAHASAN
Dalam khasus ini Ny. Ersa datang ke apotek untuk membeli obat sariawan yaitu albotyl
sedangkan obat tersebut telah dicabut ijin edarnya. Sebagai TTK yang baik harus menjelaskan hal
tersebut dengan menggunakan model komunikasi mekanistik karena TTK memberikan informasi
terkait hal tersebut terhadap pasien dengan metode diskusi karena ttk memberikan pengetahuan
pada pasien bahwa Albotyl telah dicabut ijin edarnya. Teknik yang digunakan adalah teknik
informatif karena ttk memberi informasi yang berutentang ijin edar albotyl.
Dalam menyelesaikan khasus ini kami mendapatkan sumber lainnya yaitu dari
POM.CO.ID yang diakses pada tanggal 20 November 2019 jam 12.00 WIB. Artikel tersebut
dipublikasikan pada CNN Indonesia (Jumat, 16 Feb 2018 Pukul 06.19 WIB). Dalam artikel tersebut
dinyatakan bahwa dalam albotyl terdapat kandungan Policresulen dalam bentuk sediaan cair obat
luar konsentrat 36% tidak terbukti secara ilmiah sebagai obat luar.
Dan sebagai TTK harus dapat menjelaskan efek samping jika albotyl digunakan yaitu
diantaranya efek samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang sehingga
menyebabkan infeksi (Nomalikelession, red) ujarhumas BPOM.
Dan harus juga bisa memberi informasi bahwa penyebab sariawan dapat dari ketidak
seimbangan hormonal, stres, alergi makanan, anemia, dan masih banyak lagi. Dan albotyl dapat
diganti dengan obat Nystatin. Untuk patennya ada Kandistatin, Candistin, Nymiko, dan masih banyak
lagi. Dan bisa diobati dengan secara alami yaitu dapat memberikan tetesan minyak zaitun, diolesi
dengan madu murni, konsumsi yougrt, berkumur dengan air garam, dan lain-lainnya.
Dan tidak lupaperbanyak atau tidak boleh kurang mengonsumsi vitamin C, dapat dengan
buah, vitamin Cipi dan lain-lain. Untuk obat kita menggunakan buku MIMS yaitu sumber tersier.

V. KESIMPULAN
Dalam praktikum ini dapat disimpulkan bahwa Albotyl telah di cabut ijin edarnya karena
dalam albotyl terdapat kandungan Policresulen dalam bentuk sediaan cair obat luar konsentrat
36% tidak terbukti secara ilmiah sebagai obat luar. Untuk pasien yang terkena sariawan bisa
menggunakan Nystatin, atau mengonsumsi makanan, buah atau vitamin C.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Field A & Longman L. 2003. Tyldesley's Oral Medicine. Oxford: Oxford University Press.
Gayford,J.J.,Haskell. 1990. Penyakit Mulut. Jakarta: EGC.

Lewis, M.A. dan Lamey, P.J. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta: EGC.

Susanto, Agus. 2007. Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka

Anda mungkin juga menyukai