Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STOMATITIS

2.1

Definisi Stomatitis

Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan


pengiritasi seperti tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau
jamur;atau penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry,2005).
Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal
(pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong
dkk).
Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir
dan palatum (William dan wilkins, 2008).
Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi
ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7
samapai 14 hari setelah pemberian agens kemoterpai tertentu dan setelah terapi
radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada
mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa
ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang
tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut,
palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda
adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling
menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini
ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi
orang -orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan
merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan
merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran
beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. SAR dapat
membuat frustasi pasien dan perawat dalam merawatnya, karena kadangkadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah
yang lebih banyak.
2.2

Epidemiologi Stomatitis

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka
prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia.
Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia
(1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya
jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada
masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika
Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi
dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988

sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004
didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR 17,3%.
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40
tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith
dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih
sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR paling sering dimulai selama
dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser
akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan
tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.
Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi
orang dewasa yang terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang
terinfeksi HIV, khususnya disebabkan obat-obatan seperti didanosine (ddI) yang
dapat menginduksi terjadinya lesi. (Sufiawati: 2009).

2.3

Klasifikasi Stomatitis

Ada beberapa klasifikasi stomatitis, yaitu:


a.

Mycotic stomatitis

Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut
atau rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh
pertumbuhan Candida albicans , yang merupakan penyebab stomatitis yang luar
biasa pada anjing dan kucing. Hal ini ditandai dengan adanya bercak putih
kekuningan pada lidah atau membran mukosa. Mycotic stomatitis biasanya
dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain, penggunaan terapi antibiotik
yang lama, atau pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering
kali pada jaringan terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.
b.

Gingivostomatitis

Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya,
yang menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat
banyak luka terbuka yang berwarna putih atau kuning di dalam mulut.
c.

Denture stomatitis atau Chronic stomatitis

Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan


perubahan-perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam
rongga mulut. Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di
bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang
bawah. Budtz-Jorgensenl mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat
disebabkan oleh bermacam- macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi
tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor
sistemik. Oleh karena itu, gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga
bervariasi, sehingga perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai cara
sesuai dengan kemungkinan penyebabnya.

d. Aphthous stomatitis
Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi.
Sariawan ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut,
bibir, lidah, pipi bagian dalam, pharing, dan langit-langit mulut halus. Tipe
sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe
penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan
sebagainya. Pada sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apaapa. Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan
mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya
pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan
gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan,
sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi
antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe,
diantaranya:
1.

Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)

Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang
ditandai oleh luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari
5mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS
cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa
bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari
tanpa meninggal bekas.
2.

Stomatitis aphtosa major (MaRAS)

Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini.
Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis
jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan
berlangsung selama 4minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana
saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa
major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat
dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya
lesi.
3.

Ulserasi herpetiformis (HU)

Istilah herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri
atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis
herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada
HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.

2.4

Etiologi Stomatitis

2.4.1
a.

Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

Kebersihan mulut yang kurang

Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi
pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang
berulang.
b.

Makanan atau minuman yang panas dan pedas

Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap
mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam
melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam
kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan
gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun
karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman
yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau
menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
c.

Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat
mengakibatkan stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan
tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
e.

Infeksi virus

Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau
infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe
HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV
tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil
utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman
ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan
mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka
meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi
ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14
hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat
dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien
mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV utama
dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan,
panas dan pembesaran dalam limpa.

f.

Letak susunan gigi atau kawat gigi

Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap
kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran
yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.

2.4.2
a.

Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti :

Rokok

Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat menyebabkan


berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap
rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui
mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh terhadap
infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok menyebabkan
kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan
imun terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap
penyakit.
b.

Pada penggunaan obat kumur

Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol,


lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat
menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas
dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.
c.

Reaksi alergi

Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis


makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d. Alergi
bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis
makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita
mengkonsumsi makanan tersebut
e.

Faktor psikologis (stress)

Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh
sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan
mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih
akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh
dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga
akan merusak sel-sel yang sehat).
f.
Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi).
Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada
beberapa penderita wanita.

g. Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan


jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya
mengakibatkan sariawan.
h.

Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..

i.

Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan

Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai
timbulnya stomatitis apthosa.

2.5

Faktor Resiko Stomatitis

Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat
dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau
pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa diantaranya adalah:

1.

Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok
ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser
terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah,
akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi.
Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya
SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor
pendukung.
2.

Defesiensi Nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita
defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam
folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama
asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan
defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin
tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2
dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami
penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%,
B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian
vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu
ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi
dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR
yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.

Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink


pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan
adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya
normal.

3.

Alergi dan Sensifitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas)
terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi.
Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat
bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan
pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan
bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah
berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan
edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal,
dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah
membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi
SAR.
4.

Obat-obatan

Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen


kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan
seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.
5.

Penyakit Sistemik

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR.
Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus
dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan
dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcets, penyakit
disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.
6.

Merokok

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien


yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi
dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan
dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR
setelah berhenti merokok. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat
dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan
vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan
penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan
sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi
buah dan sayuran.

7.

Stress

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan


lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan
emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak
langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas
dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.
8.

Gangguan Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor
hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron
secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan
aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya
gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses
keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan
mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron
dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut
9.

Gangguan Imunologi

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR,
adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu
penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada
pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu
berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana
pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari
IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR
terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran
saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T
tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.
10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan
yang mengiritasi jaringan lunak.
11.

Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang
menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlah human leucocyte antigen(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal
tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan
mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat
bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR
pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR
sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga
SAR.

2.6

Patofisiologi

Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem


laktoperoksidase (LP-system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap
serangan infeksi mikroorganisme. Sistem laktoperoksidase (LP-system) terdapat
pada saliva atau ludah manusia. LP system mempertahankan tubuh dengan cara
berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap
bakteri (Rensburg:1995).
Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem
laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya
rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung
zat-zat kimia (perasa, pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi
hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas. Pemakaian antiseptik pada
obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik
ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di
dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi
rusak kemudian menghasilkan ulserasi local.
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsanganrangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan
diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh
rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak yang masuk
dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik.
Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Reaksi tubuh
terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau
meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat
berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang
tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru
berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.
Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak
seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi
immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen
vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun
(pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel
limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah dibangkitkan
untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut
merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya.
Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C
dapat mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara
gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan stomatitis.

2.7

Tanda dan Gejala Stomatitis

Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di
daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat
di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di
jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari,
luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya,
dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan
rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih,
dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat.
Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:
a.

Masa prodromal atau penyakit 1 24 jam

Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar


b.

Stadium Pre Ulcerasi

Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula


pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
c.

Stadium Ulcerasi

Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas
sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 16 hari. Masa
penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 5 minggu.

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser
minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform.
1.

Ulser minor

adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm
dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas,
dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya
hilang setelah 7-10 hari.
2.

Ulser mayor

biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan
jaringan parut setelah sembuh.
3.

Ulser herpetiform

adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan
terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.

Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan
tanda dangejalanya, yaitu:

a.

Stomatitis hipertik akut

1) Nyeri sperti terbakar di mulut


2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi
berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b.

Stomatitis aftosis

1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak


2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna
keputihan dan berbatas merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3
minggu.

2.8

Komplikasi

Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi


infeksi luas di daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak
gangguan pada kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1.
Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
teratur
2.

Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit

3.

Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut

4.

Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.

Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:


Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya
sebagai berikut:

1.

Komplikasi akibat kemoterapi

Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang


menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis yang tinggi atau
berkombinasi dengan ionisasai penyinaran radiasi.

2.

Komplikasi akibat radiasi

Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan
histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik,
tetapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan
pendukung termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang
yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai
darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang,
infeksi, dan nekrosis.
3.

Komplikasi oral

a.

Mukositis

Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus


gastrointestinal dari mulut sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai
suatu eritomatous, lesi seperti terbakar, dan lesi ulseratif.
b.

Infeksi Mukolitis

Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem
imun yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya
epitel oral sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal
dapat menghasilkan jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c.

Xerrostomia

Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva.


Gejala klinik xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral
dan lidah, bibir prcah-prcah, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan
pada permukaan lidah, dan peningkatan akan kebutuhan cairan. Xerostomia
dapat disebabkan oleh reaksi inflamasi dan efek degeneratif radiasi ionisasi.
2.9

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut:


a.
b.

Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai


Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya

c.
Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang
cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
d.
e.

Hindari stress
Pemberian Atibiotik

Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien


topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 3 ulcersi minor.
Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon
atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan

menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa


nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau
tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
f.

Terapi

Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus


diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur
garam (jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan
penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama
penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah
menghindari faktor pencetus. Terapi yang dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan
kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12
dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia
makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain
yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu followup. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab
atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
b.

Pemeriksaan laboratorium :

1)

WBC menurun pada stomatitis sekunder

2)

Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis

3)
Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincents
stomatitis

2.11 Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita
mengetahui penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya
sariawan ini diantaranya dengan :
1.

Menjaga kebersihan mulut

2.
Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin
B12, vitamin C dan zat besi

3.

Menghadapi stress dengan efektif

4.
Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit
makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5.
Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan
reaksi alergi pada rongga mulut.

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS

4.1 Pengkajian
a.

Identitas (Data Biografi)

Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 2040 tahun lebih cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi,
penderita stres, atau mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
b.
1.

Riwayat Kesehatan
Keluhan utama

Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen
mukosaoral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2.

Riwayat kesehatan sekarang

Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang


buruk, intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan
stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang
berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3.

Riwayat penyakit dahulu

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun


menurun sehingga lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah
menderita penyakit yang sama atau penyakit oral lainnya
4.

Riwayat penyakit keluarga.

Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan


terjadinya stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab
utama dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan.

Dan berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang


orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.

5.

Pengkajian Psikososial

Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat


bermain anak di lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup
(alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut terhadap
body image dan sex.
6.

Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas

Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.


7.

Riwayat nutrisi

Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12,


mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya
mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8.

Riwayat pertumbuhan perkembangan

a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan


kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori
yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis
mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.

c.
1.

Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon


Persepsi kesehatan dan Pola manajemen

orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak
kunjung sembuh, namun keluarga psien tidak mengetahui bagaimana cara
mengatasinya.
2.

Pola nutrisi dan metabolisme

Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12,


mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk
3.

Pola eliminasi

pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.


4.

Pola aktivitas dan latihan

dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri


yang di rasa sehingga pasien akan rewel.
5.

Pola istirahat dan tidur

pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.


6.

Pola persepsi dan kognitif

pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang
peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7.

Pola konsep diri

pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara


dengan jelas akibat adanya ulserasi lokal.
8.

Pola peran dan hubungan

hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih
banyak menangis dan rewel.
9.

Pola seksualitas dan reproduksi

pasien tidak mengalami kelainan apapun.


10.

Pola keyakinan dan nilai

keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.

d.

Pemeriksaan fisik

1)

TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)

2)

Bibir

Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi,


warna,tekstur, simetrisitas dan adanya ulserasi atau fisura
3)

Gusi

Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna.


4)

Lidah

Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.


5)

Rongga Mulut

Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian
mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit.

4.2 Diagnosa Keperawatan


a.

Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral

b.
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan mucosa oral, penurunan keinginan untuk
makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut
c.
Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses
peradangan (inflamasi)
d.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut

4.3 Intervensi Keperawatan


No

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Hasil

Intervensi

Rasiona

Nyeri berhubungan
dengan kerusakan
membran mukosa
oral

Tujuan:

1.

1.
M
nyeri y

Setelah dilakukan
tindakan nyeri dapat
berkurang atau hilang

Kriteria Hasil
1.
Hilangnya rasa
sakit dan perih di
mukosa mulu
2.
Lesi berkurang
dan berangsur
sembuh
3.
Membran
mukosa oral lembab

Kaji tingkat nyeri

2.
Berikan makanan yang
tidak merangsang, seperti
makanan yang mengandung
zat kimia
3.
Menghindari makanan
yang terlalu panas dan terlalu
dingin

4.
Menghindari pasta gigi
yang merangsang

2.
M
dapat m

3.
M
dan ter
menye

4.
p
dapat m
bagian

5.
a
oleh be
dapat m

4.
Tidak bengkak
dan hiperemi

5.
Menghindari luka pada
mulut saat menggosok gigi
atau saat menggigitmakanan

6.
A
dapat m
untuk m

5.
Suhu badan
normal

6.
Kolaborasi pemberian
analgesic dan kortikosteroid

7.
Ji
penyeb
menceg
kembal

7.
Beri penjelasan tentang
faktor penyebab

8.
Beri penjelasan keluarga
terhadap pentingnya
kebersihan oral

9.
Menganjurkan klien
untuk memperbanyak
mengkonsumsi buah dan
sayuran terutama vitamin B12,

8.
Ke
akan pe
sehingg
terjadi

9.
S
Vitamin
menceg
dan n
mempe
penyem

Vitamin C dan zat Besi


2

Perubahan membran
mukosa oral
berhubungan
dengan proses
peradangan
(inflamasi)

Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
mukosa oral kembali
normal dan lesi
berangsur sembuh

Kriteria Hasil

1.
Pantau aktivitas klien,
cegah hal-hal yang bisa
memicu terjadinya stomatitis
2.
Kaji adanya komplikasi
akibat kerusakan membran
mukosa oral
3.
Kolaborasi pemberian
antibiotik dan obat kumur

1.
Mukosa oral
kembali normal (tidak
bengkak dan
hiperemi)
2.
Lesi berkurang
dan berangsur
sembuh
3.
Membran
mukosa oral lembab

4.
Menghindari makanan
dan obat-obatan atau zat yang
dapat menimbulkanreaksi
alergi pada rongga mulut

1.
M
stomat
parah

2.
S
menga
komplik
tidak se

3.
A
mengo
bisa me
kuman
menceg
lanjut

4.
R
menim

5.
Ajarkan oral hygene yang
baik

5.
O
menceg
3

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan perubahan
mucosa oral,
penurunan keinginan
untuk makan akibat
rasa nyeri di mukosa
mulut

Tujuan:

1.

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
nafsu makan timbul
kembali dan
statusnutrisi
terpenuhi

2.
Beri nutrisi dalam
keadaan lunak, porsi sedikit
tapi sering

Kriteria Hasil:
1.
Status nutrisi
terpenuhi

Kaji status nutrisi pasien

3.
Pantau berat badan tiap
hari

2.
M
memin
mengu

3.
M
yang m
mening
akan m

4.
A
energi)
penyem

2.
Nafsu makan
klien timbul kembali
3.
Berat badan
normal

1.
U
nutrisi

4.
Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian nutrisi

5.
D
informa
menge
untuk t
gizi dan

5.
Berikan informasi
tentang zat-zat makanan yang
sangat penting bagi
keseimbangan metabolisme
tubuh

Gangguan
komunikasi verbal
berhubungan
dengan nyeri di
mukosa mulut,
adanya kerusakan di
mukosa oral akibat
penyakit

Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
gangguan komunikasi
verbal berangsur
membaik dan dapat
teratasi

Kriteria Hasil:
1.
Klien sudah
dapat berkomunikasi
dengan orang lain
2.
Klien mau
bergaul dan
berkomunikasi
dengan orang lain
3.
Klien
mengalami
peningkatan harga
diri dan konsep diri

1.
Kaji warna, ukuran, bau,
tekstur luka pada rongga oral
pasien.
2.
Kaji kemampuan pasien
dalam berkomunikasi.
3.
Ajak pasien ikut
berpartisipasi dalam setiap
kegiatan.
4.
Libatkan keluarga dalam
setiap kegiatan pasien.
5.
Diskusikan dengan tim
kesehatan lain mengenai
tindakan selanjutnya
6.
Berikan kondisi
lingkungan yang nyaman
untuk klien
7.
Pemberian analgesic dan
kortikosteroid

agar pr
berjala

1.
m
kepara
pasien

2.
m
pasien

3.
m
dengan

4.
ke
dengan

5.
m
selanju
pada p

6.
L
akan m
berakti

7.
A
rasa ny
dapar m
akibat
mukosa
8.
Beri penjelasan dan
pengetahuan mengenai
penyakitnya
9.
Dorong klien untuk ikut
berpartisipasi dalam setiap
kegiatan

8.
A
menge
penteb
sehingg
menceg

9.
D
akan m
dengan
bisa me

4.4 Implementasi
No
1.

Hari/Tanggal

DX
1

Jam

Implementasi
1.

mengkaji tingkat nyeri

2.
Berikan makanan yang tidak merangsang
mengandung zat kimia
3.

Menghindari makanan yang terlalu panas

4.

Menghindari pasta gigi yang merangsang

5.
Menghindari luka pada mulut saat mengg
menggigitmakanan
6.

Kolaborasi pemberian analgesic dan kortik

7.

Beri penjelasan tentang faktor penyebab

8.

Beri penjelasan keluarga terhadap penting

9.
Menganjurkan klien untuk memperbanyak
sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan z
2.

1.
Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang
stomatitis
2.

Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan m

3.

Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat

4.
Menghindari makanan dan obat-obatan at
menimbulkanreaksi alergi pada rongga mulut

3.

5.

Ajarkan oral hygene yang baik

1.

Kaji status nutrisi pasien

2.

Beri nutrisi dalam keadaan lunak, porsi se

3.

Pantau berat badan tiap hari

4.

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pember

5.
Berikan informasi tentang zat-zat makana
keseimbangan metabolisme tubuh
4.

1.

Kaji warna, ukuran, bau, tekstur luka pada

2.

Kaji kemampuan pasien dalam berkomuni

3.

Ajak pasien ikut berpartisipasi dalam setia

4.

Libatkan keluarga dalam setiap kegiatan p

5.
Diskusikan dengan tim kesehatan lain me
selanjutnya
6.

Berikan kondisi lingkungan yang nyaman

7.

Pemberian analgesic dan kortikosteroid

8.

Beri penjelasan dan pengetahuan mengen

9.

Dorong klien untuk ikut berpartisipasi dala

4.5 Evaluasi
No
1.

Hari/Tanggal

DX
1

Jam

Evaluasi

S: Pasien berkata, Sus, sariawan di mulut saya


nyeri pada mulut saya sudah berkurang.

O: Bengkak pada mukosa oral pasien sudah me


kurang dari cm
A: Masalah pasien teratasi sebagian.
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai