2.1
Definisi Stomatitis
Epidemiologi Stomatitis
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka
prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia.
Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia
(1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya
jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada
masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika
Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi
dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988
sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004
didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR 17,3%.
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40
tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith
dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih
sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR paling sering dimulai selama
dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser
akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan
tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.
Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi
orang dewasa yang terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang
terinfeksi HIV, khususnya disebabkan obat-obatan seperti didanosine (ddI) yang
dapat menginduksi terjadinya lesi. (Sufiawati: 2009).
2.3
Klasifikasi Stomatitis
Mycotic stomatitis
Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut
atau rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh
pertumbuhan Candida albicans , yang merupakan penyebab stomatitis yang luar
biasa pada anjing dan kucing. Hal ini ditandai dengan adanya bercak putih
kekuningan pada lidah atau membran mukosa. Mycotic stomatitis biasanya
dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain, penggunaan terapi antibiotik
yang lama, atau pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering
kali pada jaringan terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.
b.
Gingivostomatitis
Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya,
yang menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat
banyak luka terbuka yang berwarna putih atau kuning di dalam mulut.
c.
d. Aphthous stomatitis
Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi.
Sariawan ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut,
bibir, lidah, pipi bagian dalam, pharing, dan langit-langit mulut halus. Tipe
sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe
penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan
sebagainya. Pada sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apaapa. Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan
mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya
pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan
gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan,
sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi
antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe,
diantaranya:
1.
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang
ditandai oleh luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari
5mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS
cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa
bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari
tanpa meninggal bekas.
2.
Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini.
Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis
jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan
berlangsung selama 4minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana
saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa
major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat
dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya
lesi.
3.
Istilah herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri
atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis
herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada
HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.
2.4
Etiologi Stomatitis
2.4.1
a.
Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi
pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang
berulang.
b.
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap
mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam
melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam
kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan
gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun
karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman
yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau
menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
c.
bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat
mengakibatkan stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan
tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
e.
Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau
infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe
HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV
tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil
utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman
ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan
mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka
meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi
ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14
hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat
dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien
mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV utama
dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan,
panas dan pembesaran dalam limpa.
f.
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap
kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran
yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.
2.4.2
a.
Rokok
Reaksi alergi
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh
sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan
mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih
akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh
dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga
akan merusak sel-sel yang sehat).
f.
Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi).
Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada
beberapa penderita wanita.
i.
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai
timbulnya stomatitis apthosa.
2.5
Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat
dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau
pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa diantaranya adalah:
1.
Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok
ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser
terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah,
akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi.
Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya
SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor
pendukung.
2.
Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita
defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam
folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama
asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan
defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin
tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2
dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami
penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%,
B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian
vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu
ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi
dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR
yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.
3.
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas)
terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi.
Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat
bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan
pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan
bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah
berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan
edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal,
dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah
membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi
SAR.
4.
Obat-obatan
Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR.
Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus
dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan
dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcets, penyakit
disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.
6.
Merokok
7.
Stress
Gangguan Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor
hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron
secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan
aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya
gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses
keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan
mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron
dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut
9.
Gangguan Imunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR,
adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu
penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada
pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu
berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana
pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari
IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR
terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran
saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T
tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.
10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan
yang mengiritasi jaringan lunak.
11.
Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang
menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlah human leucocyte antigen(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal
tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan
mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat
bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR
pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR
sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga
SAR.
2.6
Patofisiologi
2.7
Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di
daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat
di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di
jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari,
luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya,
dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan
rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih,
dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat.
Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:
a.
Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas
sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 16 hari. Masa
penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 5 minggu.
Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser
minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform.
1.
Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm
dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas,
dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya
hilang setelah 7-10 hari.
2.
Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan
jaringan parut setelah sembuh.
3.
Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan
terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.
Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan
tanda dangejalanya, yaitu:
a.
Stomatitis aftosis
2.8
Komplikasi
3.
4.
1.
2.
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan
histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik,
tetapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan
pendukung termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang
yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai
darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang,
infeksi, dan nekrosis.
3.
Komplikasi oral
a.
Mukositis
Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem
imun yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya
epitel oral sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal
dapat menghasilkan jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c.
Xerrostomia
Penatalaksanaan Medis
c.
Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang
cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
d.
e.
Hindari stress
Pemberian Atibiotik
Terapi
Pemeriksaan laboratorium :
1)
2)
3)
Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincents
stomatitis
2.11 Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita
mengetahui penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya
sariawan ini diantaranya dengan :
1.
2.
Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin
B12, vitamin C dan zat besi
3.
4.
Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit
makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5.
Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan
reaksi alergi pada rongga mulut.
4.1 Pengkajian
a.
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 2040 tahun lebih cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi,
penderita stres, atau mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
b.
1.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen
mukosaoral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2.
5.
Pengkajian Psikososial
Riwayat nutrisi
c.
1.
orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak
kunjung sembuh, namun keluarga psien tidak mengetahui bagaimana cara
mengatasinya.
2.
Pola eliminasi
pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang
peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7.
hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih
banyak menangis dan rewel.
9.
d.
Pemeriksaan fisik
1)
2)
Bibir
Gusi
Lidah
Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian
mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit.
b.
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan mucosa oral, penurunan keinginan untuk
makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut
c.
Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses
peradangan (inflamasi)
d.
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
Rasiona
Nyeri berhubungan
dengan kerusakan
membran mukosa
oral
Tujuan:
1.
1.
M
nyeri y
Setelah dilakukan
tindakan nyeri dapat
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil
1.
Hilangnya rasa
sakit dan perih di
mukosa mulu
2.
Lesi berkurang
dan berangsur
sembuh
3.
Membran
mukosa oral lembab
2.
Berikan makanan yang
tidak merangsang, seperti
makanan yang mengandung
zat kimia
3.
Menghindari makanan
yang terlalu panas dan terlalu
dingin
4.
Menghindari pasta gigi
yang merangsang
2.
M
dapat m
3.
M
dan ter
menye
4.
p
dapat m
bagian
5.
a
oleh be
dapat m
4.
Tidak bengkak
dan hiperemi
5.
Menghindari luka pada
mulut saat menggosok gigi
atau saat menggigitmakanan
6.
A
dapat m
untuk m
5.
Suhu badan
normal
6.
Kolaborasi pemberian
analgesic dan kortikosteroid
7.
Ji
penyeb
menceg
kembal
7.
Beri penjelasan tentang
faktor penyebab
8.
Beri penjelasan keluarga
terhadap pentingnya
kebersihan oral
9.
Menganjurkan klien
untuk memperbanyak
mengkonsumsi buah dan
sayuran terutama vitamin B12,
8.
Ke
akan pe
sehingg
terjadi
9.
S
Vitamin
menceg
dan n
mempe
penyem
Perubahan membran
mukosa oral
berhubungan
dengan proses
peradangan
(inflamasi)
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
mukosa oral kembali
normal dan lesi
berangsur sembuh
Kriteria Hasil
1.
Pantau aktivitas klien,
cegah hal-hal yang bisa
memicu terjadinya stomatitis
2.
Kaji adanya komplikasi
akibat kerusakan membran
mukosa oral
3.
Kolaborasi pemberian
antibiotik dan obat kumur
1.
Mukosa oral
kembali normal (tidak
bengkak dan
hiperemi)
2.
Lesi berkurang
dan berangsur
sembuh
3.
Membran
mukosa oral lembab
4.
Menghindari makanan
dan obat-obatan atau zat yang
dapat menimbulkanreaksi
alergi pada rongga mulut
1.
M
stomat
parah
2.
S
menga
komplik
tidak se
3.
A
mengo
bisa me
kuman
menceg
lanjut
4.
R
menim
5.
Ajarkan oral hygene yang
baik
5.
O
menceg
3
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan perubahan
mucosa oral,
penurunan keinginan
untuk makan akibat
rasa nyeri di mukosa
mulut
Tujuan:
1.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
nafsu makan timbul
kembali dan
statusnutrisi
terpenuhi
2.
Beri nutrisi dalam
keadaan lunak, porsi sedikit
tapi sering
Kriteria Hasil:
1.
Status nutrisi
terpenuhi
3.
Pantau berat badan tiap
hari
2.
M
memin
mengu
3.
M
yang m
mening
akan m
4.
A
energi)
penyem
2.
Nafsu makan
klien timbul kembali
3.
Berat badan
normal
1.
U
nutrisi
4.
Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian nutrisi
5.
D
informa
menge
untuk t
gizi dan
5.
Berikan informasi
tentang zat-zat makanan yang
sangat penting bagi
keseimbangan metabolisme
tubuh
Gangguan
komunikasi verbal
berhubungan
dengan nyeri di
mukosa mulut,
adanya kerusakan di
mukosa oral akibat
penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
gangguan komunikasi
verbal berangsur
membaik dan dapat
teratasi
Kriteria Hasil:
1.
Klien sudah
dapat berkomunikasi
dengan orang lain
2.
Klien mau
bergaul dan
berkomunikasi
dengan orang lain
3.
Klien
mengalami
peningkatan harga
diri dan konsep diri
1.
Kaji warna, ukuran, bau,
tekstur luka pada rongga oral
pasien.
2.
Kaji kemampuan pasien
dalam berkomunikasi.
3.
Ajak pasien ikut
berpartisipasi dalam setiap
kegiatan.
4.
Libatkan keluarga dalam
setiap kegiatan pasien.
5.
Diskusikan dengan tim
kesehatan lain mengenai
tindakan selanjutnya
6.
Berikan kondisi
lingkungan yang nyaman
untuk klien
7.
Pemberian analgesic dan
kortikosteroid
agar pr
berjala
1.
m
kepara
pasien
2.
m
pasien
3.
m
dengan
4.
ke
dengan
5.
m
selanju
pada p
6.
L
akan m
berakti
7.
A
rasa ny
dapar m
akibat
mukosa
8.
Beri penjelasan dan
pengetahuan mengenai
penyakitnya
9.
Dorong klien untuk ikut
berpartisipasi dalam setiap
kegiatan
8.
A
menge
penteb
sehingg
menceg
9.
D
akan m
dengan
bisa me
4.4 Implementasi
No
1.
Hari/Tanggal
DX
1
Jam
Implementasi
1.
2.
Berikan makanan yang tidak merangsang
mengandung zat kimia
3.
4.
5.
Menghindari luka pada mulut saat mengg
menggigitmakanan
6.
7.
8.
9.
Menganjurkan klien untuk memperbanyak
sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan z
2.
1.
Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang
stomatitis
2.
3.
4.
Menghindari makanan dan obat-obatan at
menimbulkanreaksi alergi pada rongga mulut
3.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
Berikan informasi tentang zat-zat makana
keseimbangan metabolisme tubuh
4.
1.
2.
3.
4.
5.
Diskusikan dengan tim kesehatan lain me
selanjutnya
6.
7.
8.
9.
4.5 Evaluasi
No
1.
Hari/Tanggal
DX
1
Jam
Evaluasi