Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN STOMATITIS

A. Definisi

Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi
seperti tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau jamur;atau
penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry,2005).

Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi)
dan labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong dkk).

Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan
palatum (William dan wilkins, 2008).

Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi ulseratif
dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7 samapai 14 hari
setelah pemberian agens kemoterpai tertentu dan setelah terapi radiasi pada kepala
dan leher (Otto, 2003).

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa
mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal
maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin
ian yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak
dan mukosa orofaring.

B. Etiologi
Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

a. Kebersihan mulut yang kurang


Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi
pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.

b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas


Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap
mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam
melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam
kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan
gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun
karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman
yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau
menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat
mengakibatkan stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan
tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.

e. Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau
infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe
HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV
tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil
utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman
ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan
mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka
meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi
ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14
hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat
dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien
mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV utama
dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan,
panas dan pembesaran dalam limpa.

f. Letak susunan gigi atau kawat gigi


Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap
kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran
yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.

C. Faktor Resiko
Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat dipastikan,
tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetus terjadinya
stomatitis. Beberapa diantaranya adalah:

1. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma.
Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser
terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi
karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat
perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma
bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada
semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
2. Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita
defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam
folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama

asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan
defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin
tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2
dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami
penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%,
B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian
vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi
sembuh dan rekuren berkurang.

Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi
dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR
yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.
Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada
pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan
adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya
normal.

3. Alergi dan Sensifitas


Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas)
terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi.
Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi
dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan
pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan
gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak
dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous.
Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga
berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk
daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.

4. Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen
kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan
seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.
5. Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR.
Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus
dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan
dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcets, penyakit
disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.
6. Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien
yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi
dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan
dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR
setelah berhenti merokok. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam
folat dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C.
Kekurangan vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga
mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang
akhirnya menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika
kita sering mengonsumsi buah dan sayuran.
7. Stress
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan
emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara
tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan
dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.
8. Gangguan Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak
yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
progesteron.

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron
secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan
aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya
gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses
keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan
mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR.
Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa
mulut
9. Gangguan Imunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR,
adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu
penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada
pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun
itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana
pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari

IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada
SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan
aliran saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat
karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.
10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang
mengiritasi jaringan lunak.
11. Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang
menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak
hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan
jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957)
berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar
kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga
SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien
tanpa riwayat keluarga SAR.

D. Patofisiologi

Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-
system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme.
Sistem laktoperoksidase (LP-system) terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system
mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri
mulut dan bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995).

Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem
laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini
dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa,
pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi hama/antiseptik dan makanan
panas atau pedas. Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat
merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat
membunuh semua bakteri yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan
sekitar mukosa mulut menjadi rusak kemudian menghasilkan ulserasi local.

Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan


yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya
berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat
merusak. Rangsangan perusak yang masuk dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik
secara lokal atau sistemik. Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi
fagositosis. Reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk
mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan
amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang
tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru berakhir
dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.

Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan


immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek
kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada
jaringan. Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen,
makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah
dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya
ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya.

Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat


mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi
mudah robek yang akhirnya mengakibatkan stomatitis.

E. Tanda dan Gejala


Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah
yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga
mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang
terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh
tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya, dibatasi dengan daerah
kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas
atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi
meningkat.

Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:


a. Masa prodromal atau penyakit 1 24 jam
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula
serta terjadi peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas
sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 16 hari. Masa
penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 5 minggu.

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser
mayor, dan ulser hepetiform.
1. Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan
sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan
biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-
10 hari.
2. Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan
parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri
dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak

F. Komplikasi
Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas
di daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada
kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
2. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
4. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.

Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:


Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:

1. Komplikasi akibat kemoterapi


Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang
menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis yang tinggi atau berkombinasi
dengan ionisasai penyinaran radiasi.
2. Komplikasi akibat radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan
histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik,
tetapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung
termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang
berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai darah ke
tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis.
3. Komplikasi oral
a. Mukositis
Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus
gastrointestinal dari mulut sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai
suatu eritomatous, lesi seperti terbakar, dan lesi ulseratif.
b. Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem imun
yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral
sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal dapat
menghasilkan jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c. Xerrostomia
Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala
klinik xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral dan lidah,
bibir prcah-prcah, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan
lidah, dan peningkatan akan kebutuhan cairan. Xerostomia dapat disebabkan oleh
reaksi inflamasi dan efek degeneratif radiasi ionisasi.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut:
a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup,
terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
d. Hindari stress
e. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien
topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 3 ulcersi minor. Pada
kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau
fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang
tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah
ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat
diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
f. Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus
diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam
(jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa
sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal.
Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi
yang dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan
kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12
dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia
makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain
yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-
up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur
sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
b. Pemeriksaan laboratorium :
1) WBC menurun pada stomatitis sekunder
2) Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
3) Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincents stomatitis

I. Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui
penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini
diantaranya dengan :
1. Menjaga kebersihan mulut
2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin
C dan zat besi
3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit
makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi
pada rongga mulut.

ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS

A. Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau
mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen mukosaoral
mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk,
intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis,
misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang
vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun
sehingga lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit
yang sama atau penyakit oral lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari
SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan berdasarkan
hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya
menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.

5. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain
anak di lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup (alkohol,
perokok) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut terhadap body image
dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12,
mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi
karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan
a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan
kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang
(energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami
penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.
c. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon

B. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi)

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral

3. Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan perubahan mucosa oral penurunan


keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut

5. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan kurang akibat proses
inflamasi.
Intervensi

1. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa oral kembali normal dan
lesi berangsur sembuh.

Kriteria Hasil :

- Mukosa oral kembali normal (tidak bengkak dan hiperemi)

- Lesi berkurang dan berangsur sembuh.

- Membran mukosa oral lembab

Intervensi

1. Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stomatitis (oral hygene
yang buruk, kurang vitamin C, kondisi stres, makanan/minuman yang terlalu panas dan
pedas)

2. Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral

3. Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur

2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan


sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

- Status nutrisi terpenuhi

- nafsu makan klien timbul kembali

- berat badan normal

- jumlah Hb normal

Intervensi
1. Beri nutrisi dalam keadaan lunak ; porsi sedikit tapi sering.

2. Pantau berat badan tiap hari

3. Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral

4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet

3. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral

Tujuan : Membran mukosa oral kembali normal

Kriteria Hasil :

- Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulut

- Tidak bengkak dan hiperemi

- Suhu badan normal

Intervensi

1. Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia

2. Hindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin

3. Hindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makanan

4. Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut

Tujuan : Mengalami perubahan konsep diri, dan peningkatan harga diri

Kriteria Hasil :

1. - Klien mau bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain

2. - Klien mengalami peningkatan harga diri dan konsep diri

3. - Nyeri berkurang

Intervensi
1. Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien

2. Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid

5. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan yang kurang akibat proses
inflamasi membran mukosa oral

Tujuan : Intake cairan kembali normal

Kriteria Hasil :

- Klien mengalami peningkatan aktivitas

- Membran mukosa oral basah

- Tekanan turgor kembali seperti semula

Intervensi

1. Pemberian cairan melalui infus ( NaCl 0,9 % /isotonik, atau RL)

2. Pantau pemasukan cairan perhari ( normal 8 gelas/hari)

3. Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur

Implementasi

Sasaran utama untuk pasien mencakup perbaikan pada kondisi membran mukosa oral.

Evaluasi

1. Menunjukkan bukti membran mukosa secara utuh.

2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang diinginkan

3. Mempunyai ciri diri positif

4. Mendapatkan tingkat kenyamanan yang dapat diterima

5. Mengalami penurunan rasa takut yang berhubungan dengan nyeri, isolasi dan
ketidakmampuan.
6. Bebas dari infeksi.

Kesimpulan

Penyakit stomatitis disebabkan oleh banyak faktor diantaranya keadaan mulut serta aksesorisnya
seperti gigi yang kurang bersih serta akibat terjadinya defisiensi vitamin C. Masih banyak lagi
faktor lainnya, tetapi kedua penyebab inilah yang berpeluang besar menyebabkan timbulnya
penyakit stomatitis (sariawan). Penyakit stomatitis ini dapat diobati dengan beberapa jenis obat
seperti obat salep dan obat kumur. Selain itu, stomatitis dapat dihindari dengan memperbaiki
pola makan, menjaga kebersihan dan kesehatan gigi serta mulut, dan menghindari stress yang
berlebihan

Anda mungkin juga menyukai