Anda di halaman 1dari 33

Dosen : Ns. Farmin Arfan, S.Kep.

Mata kuliah : KMB II

DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. Y DENGAN GANGGUAN

SISTEM IMUN DERMATITIS

Oleh :

HERNIANTI R

NIM : 15.677

PROGRAM STUDY D III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO

TAHUN AJARAN 2016/2017


LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap
paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan
dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada
sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering
terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi
bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit
tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit
diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.

Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas
tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus
lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke
dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari
antigen akan timbul reaksi alergi.

B. Etiologi
1. Dermatitis Kontak Iritan

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau
berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan
dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;
usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi
pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang
terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan


tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi.
Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion
nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500-
1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.

C. Patofisiologi
1. Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan
iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam
bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya
membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan
asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari
komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta
mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan
leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan
perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan
sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan
keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan
dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui
fase sensitisasi.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan
kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir
semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau
mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban
udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut.

Dermatitis Kontak Alergi

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe
IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

a. Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase
ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh
bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila
hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses
dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans
Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang
berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.

Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan


dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel
penyaji antigen (antigen presenting cell).

Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks


Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada
molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.
CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk
ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut
terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan
antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1
(interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.
Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk
primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh
meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak
berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung
selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini
individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk
mengalami dermatitis kontak alergik.

b. Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua
dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di
dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang
akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui


beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim
dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan
Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF
gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut
berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+)
yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B
dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.
2. Toleransi Imunologis

Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan
potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua
mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan
toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik
ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian
glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis
atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul
toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel
Langerhans epidermal.

Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia


yangsejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-
klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan
sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses
hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan
dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen.
Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur
sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat
diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi
positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak
dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan
supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif
menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara
intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam
hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan
menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan
quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi
dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya
ekspresi atau induksi sensitivitas.

3. Gambaran Histopatologis

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena


gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada
dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis),
terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai
edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut
menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran
histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.

Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,


seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel
dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen
akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis
berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat
meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi,
imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang
diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola
peradangannya.

D. Manifestasi Klinik

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan


dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu
terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak
iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih
tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.

1. Fase akut.

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak
dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang
ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan
edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai
pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung
menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.

2. Fase Sub Akut

Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka
proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema,
edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.

3. Fase Kronis

Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut
yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris,
batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas
garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan
yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh
karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.

Dermatitis Kontak Alergi

Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis


bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis
kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut.
Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas,
eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena,
berbatas tegas.

Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada
sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin,
antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat.
Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis
yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis
venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat
eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan
oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya
gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya
detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis
mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara
sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan
faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis
kontak iritan yang paling sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat
perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya
dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan
lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)

Dermatitis Kontak Alergi

Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis


kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan
memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.

1. Tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di


tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat
kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan
oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah
sayuran/tanaman, semen dan pestisida.

(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)


2. Lengan

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh
bahan pengharum.

3. Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat


topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau
sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona
mata dan obat mata.

4. Telinga

Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat
topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.

5. Leher dan Kepala

Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal
dari ujung jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala
relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut,
semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.

6. Badan

Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis,
busa ), plastik dan deterjen.

7. Genitalia

Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut


wanita dan alergen yang berada di tangan.

8. Paha dan tungkai bawah

Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon,
obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.
E. Pemeriksaan Penunjang

Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo
dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis
tes tempel yaitu :

1. Tes Tempel Terbuka

Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang
telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan
dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.

2. Tes Tempel Tertutup

Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam
plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan.
Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48
jam setelah itu hasilnya dievaluasi.

3. Tes tempel dengan Sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai


fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang
dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji
tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat
sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan
disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi
dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan
tersebut.

Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam
keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan
salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi
lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai
macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24
jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya
telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan
penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk
mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan
khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-
kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka
penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan
menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita
dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di
bidang itu.

Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag


untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal
tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

F. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang
baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya,
terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.

1. Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak


iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan
misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik,
menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.

2. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

a. Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum


pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan
aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila
kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada
kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :

1) Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.


Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis
kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen.
Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel
T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1
dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan
demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian
efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan
mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film
plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek
samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.

2) Radiasi ultraviolet

Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis


kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji
antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan
fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA)
dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan
histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah
sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear.
Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang
diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat
berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga
merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.

3) Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari


hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau
inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.

4) Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa


hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi
tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika
(misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.

5) Imunosupresif topikal

Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506


(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat
proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa
merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping
sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang
berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya
sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada
konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak
menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti
peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara
topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik.
Jenis-jenisnya adalah :

1) Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek


sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat
pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi
antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin
dan asetilkolin.

2) Kortikosteroid

Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,


intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan
berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga
depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan
MCAF.

3) Siklosporin

Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T


penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan
IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta
menghambat ekspresi ICAM-1.

4) Pentoksifilin

Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi


ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin
yang memiliki efek menghambat peradangan.
G. Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang


telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:

Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan
secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk
menghindari kontak dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk
menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan


anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.

Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari


kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu
mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang
baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan
penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian
baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat
medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi
dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis.

Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :


1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau
satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang
tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4. Rasa gatal
5. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit
seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit


2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat
informasi

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa :Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit

Tujuan :Kulit klien dapat kembali normal.

Kriteria hasil :

Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan
turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan
kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya
kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang
telah rusak

Intervensi:

Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep
atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda
dan gejala meningkat.

Rasional :
dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim
pelembab selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air
dari kulit.

Gunakan air hangat jangan panas.

Rasional :

air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.

Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive.
Hindari mandi busa.

Rasional :

sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.

Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per
hari.

Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

2. Diagnosa :Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen

Tujuan :Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien

Kriteria hasil :

Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari


alergen

Intervensi

Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah
diketahui.

Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi

Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang
mengandung alergen

Hindari binatang peliharaan.


Rasional :

jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau
batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah

Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila


memungkinkan.

Rasional :

AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di


lingkungan.

3. Diagnosa :Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus

Tujuan :Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya


lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien
mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman

Intervensi :

Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya


kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.

Rasional :

dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.

Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid


dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan
pabrik.

Rasional :

pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia
atau komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada
sabun yang tertinggal.

Rasional :

bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan


iritas

4. Diagnosa :Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.

Tujuan :Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.

Kriteria Hasil :

1) Mencapai tidur yang nyenyak.


2) Melaporkan gatal mereda.
3) Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4) Menghindari konsumsi kafein.
5) Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6) Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Intervensi :

Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.

Rasional:

Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.

Menjaga agar kulit selalu lembab.

Rasional:

Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.

Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.

Melaksanakan gerak badan secara teratur.


Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.

Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.

Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

5. Diagnosa :Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus.

Tujuan :Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai

Kriteria Hasil :

1) Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.


2) Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3) Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4) Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5) Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6) Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7) Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik
untuk meningkatkan penampilan

Intervensi :

1) Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan


merendahkan diri sendiri).

Rasional:Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang


tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri.

2) Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan


reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

3) Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

4) Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien .

5) Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6) Mendorong sosialisasi dengan orang lain.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6. Diagnosa :Kurang pengetahuan tentang program terapi

Tujuan :Terapi dapat dipahami dan dijalankan

Kriteria Hasil :

1) Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.


2) Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3) Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4) Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5) Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Intervensi :

1) Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.

Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana


penyuluhan

2) Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki


kesalahan konsepsi/informasi.

Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka


perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.

3) Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan


lainnya.

Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk


melakukan terapi.
4) Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..

Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk


kambuh kembali

D. Evaluasi

Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :

1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.


2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan).


PT EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.

Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.

Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit

kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.


TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data

Identitas

1) Identitas Klien
Nama : Tn. Y

Umur : 75 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku bangsa :
Pendidikan : SD

Pekerjaan : Satpam

Alamat :

DX Medis : Dermatitis

No. RM : 750055

Tgl. Dikaji Mahasiswa : 07 September 2004

2) Penanggung Jawab

Nama : Ny S

Umur :-

Pekerjaan : IRT

Hub dengan klien : Istri

Alamat :-

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Gatal
b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien merasa gatal pada daerah tengkuk, leher, dada, punggung, tangan dan kaki,
selangkangan paha, dan pantat. Rasa gatal oleh klien dirasakan sering dan lama
dan waktunya tidak menentu, namun rasa gatal akan berkurang apabila setelah
meminum obat. Apabila klien merasa gatal, klien sering menggaruknya.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien belum pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya. Pada awalnya klien
hanya merasa gatal biasa saja pada tubuhnya, setelah diperiksakan ke Puskesmas
terdekat dan diberikan pengobatan, penyakit gatalnya tidak sembuh dan gatalnya
semakin menyebar ke seluruh tubuh.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Menurut penuturan klien, dikeluarganya ada yang mempunyai penyakit kulit


serupa seperti klien yaitu istrinya.

3. Data Biologis
a. Pola Nutrisi

Klien makan 3x perhari dan menghabiskan 1 piring nasi kien makan dengan tahu
tempe, lauk pauk, tak ada pantang makanan dan tidak mempunyai alergi
terhadap makanan dan obat-obatan tertentu.

Klien minum 5-6 gelas / hari menyukai air putih dan teh.

b. Pola Aktivitas

Klien setiap hari bekerja dari pukul 07.00 s.d 13.00. setelah tidur siang klien
beristirahat dengan mendengarkan radio atau menonton televisi bersama istrinya.
Klien suka berolah raga 1x setiap minggu.

c. Pola Personal Hygiene

Klien mandi 2x sehari pada saat pagi dan sore hari dan kadang-kadang hanya
satu kali jika persediaan airnya habis. Ketika mandi, klien menggunakan sabun
dan air hangat. Klien mencuci rambutnya 2x seminggu dan menggosok gigi 2x
sehari serta menggunting kuku 1x seminggu.

d. Pola Istirahat dan Tidur

Klien biasa tidur malam pukul 21.00 tapi kadang-kadang lebih awal, bangun
pagi pukul 5.00, klien kadang-kadang tidur siang kalau cape sekitar jam 14.00
sampai jam 16.00. apabila obat klien habis, klien merasakan gatal dan merasa
terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun istirahat di rumah.

e. Pola Eliminasi

Klien BAB 1 hari sekali atau 2 hari sekali dan 4-5 x perhari warna kuning urine
kuning jernih baunya khas. klien tidak ada keluhan selama BAB atau BAK.
4. Pemeriksaan persistem
a. System Penglihatan : posisi mata klien simetris kelopak mata normal,
konjungtiva merah muda, pupil isokor, otot mata tidak ada kelainan, pergerakan
bola mata tidak terganggu. Fungsi penglihatan tidak terganggu, tidak ada tanda
radang, klien menggunakan kaca mata.
b. System Pendengaran : daun telinga lengkap dan simetris, cairan teling tidak ada,
tinitus tidak ada, fungsi pendengaran tidak terganggu.
c. System Wicara : klien tidak mengalami gangguan wicara
d. System Pernafasan : bentuk hidung simetris dan bersih tidak tampak secret, pada
jalan nafas klien tidak terdapat sputum, nafas 22x/menit irama teratur.
e. System Cardiovascular :
Sirkulasi perifer : nadi : 96x/menit, temperature kulit hangat, warna kulit
cokelat, capillary refill 1 detik, tidak terdapat oedema.
Sirkulasi jantung : -
f. System Saraf : tingkat kesadaran compos mentis, peningkatan Tekanan intra
cranial tidak ada.
g. System Pencernaan : caries gigi tidak ada, tidak menggunankan gigi palsu,
stomatitis tidak ada, lidah tampak bersih dan berwana merah muda, tidak
terdapat nyeri tekan/lepas pada abdomen
h. System Endokrin : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid.
i. System Urogenitalis : tidak terdapat keluhan/gangguan.
j. System Musculoskeletal : kesulitan dalam pergerakan tidak ada, tidak terdapat
keluhan nyeri tekan/lepas, fraktur tidak ada, tidak terdapat kelainan bentuk
tulang dan sendi.
k. System Integument : turgor kulit normal, warna kulit cokelat, tekstur rambut
baik/tidak rontok, distribusi rambut merata. Pada region leher dan tengkuk
terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi, pada abdomen dan punggung tampak
ekskoriasi, pada ekstremitas atas dan bawah tampak ekskoriasi, pada daerah
lipatan paha dan pantat terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi.

5. Data Psikologis
a. Status Emosi : klien tampak sabar dan tenang dalam mengungkapkan
perasaannya.
b. Konsep Diri :
1) body image

klien mengatakan menyukai tubuhnya dan merasa tidak malu meskipun


terdapat ekskoriasi dan hiperpigmentasi.
2) ideal diri

klien mengatakan ingin segera penyakit gatalnya sembuh dan bisa dengan
tenang menjalankan pekerjaan dan aktivitasnya mengelola rumah tangga

3) identitas diri

klien merasa masih sebagai seorang laki-laki dan seorang suami bagi
istrinya.

4) harga diri

klien bangga menjadi ayah dari lima orang anak dan merasa tetap
diperhatikan oleh keluarga dan lingkungannya meskipun klien mengalami
penyakit ini. Klien tidak merasa harga dirinya menurun akibat penyakit ini.

5) peran diri

peran dirinya sebagai ayah, sebagai kepala keluarga, dan sebagai seorang
suami masih tetap bisa klien jalankan.

c. Gaya Komunikasi : Klien berbicara dengan jelas, relevan dan menggunakan


bahasa campuran Indonesia-sunda. Klien mampu berkomunikasi dengan orang
disekitarnya.
d. Interaksi : Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan orang-orang yang berada
di sekitarnya.
e. Koping : Untuk mengurangi keluhan gatalnya klien menggaruk kulitnya,
disamping klien meminum obat resep dan mengoleskan salep dari dokter, klien
juga selalu berdoa dan berusaha untuk sabar dan tawakal.

6. Data Sosial
a. pendidikan dan pekerjaan : pendidikan terakhir klien adalah SR. klien sehari-hari
bekerja sebagai security di sebuah POM bensin.
b. hubungan social : klien tinggal bersama istrinya dan mempunyai hubungan
social yang baik dengan tetangga di sekitar lingkungan rumahnya.
c. factor sosiokultural : klien hidup di lingkungan yang berkebudayaan sunda.
d. gaya hidup : klien berpenampilan sederhana, klien mempunyai kebiasaan
merokok, tapi klien tidak mempunyai kebiasaan meminum kopi apalagi minum
minuman keras. Dalam hal pakaian, klien berganti pakaian satu kali sehari dan
handuknya satu untuk berdua dengan istrinya. Dan klien tidur seranjang dengan
istrinya.
7. Data Spiritual

Klien beragama islam, percaya pada adanya kekuasaan dan keberadaan Allah SWT,
klien selalu berdoa untuk kesembuhannya da menganggap bahwa penyakit ini
adalah ujiaan baginya.

8. Data Penunjang : -
9. Pengobatan
TS 2 %
Bio Alergi tab 2x1
Gama Benzen 3 x 1 Salep

ANALISA DATA

NO. DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1 o klien mengeluh sangat gatal pada o Pada region leher dan tengkuk
seluruh tubuhnya terdapat hiperpigmentasi dan
o Klien mengeluh merasa terganggu
ekskoriasi, pada abdomen dan
aktivitasnya baik pada saat bekerja punggung tampak ekskoriasi,
ataupun istirahat di rumah. pada ekstremitas atas dan bawah
tampak ekskoriasi, pada daerah
lipatan paha dan pantat terdapat
hiperpigmentasi dan ekskoriasi.

2.. o klien mengatakan bila gatal selalu o Klien tampak menggaruk


digaruk menggunakan tangannya kulitnya.
o klien mengatakan handuknya satu
untuk berdua dengan istrinya

DIAGNOSA KEP.

1. Gangguan rasa nyaman b.d pruritus, ditandai dengan :


DS :
klien mengeluh sangat gatal pada seluruh tubuhnya
Klien mengeluh merasa terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun
istirahat di rumah.
DO :

Pada region leher dan tengkuk terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi, pada
abdomen dan punggung tampak ekskoriasi, pada ekstremitas atas dan bawah
tampak ekskoriasi, pada daerah lipatan paha dan pantat terdapat hiperpigmentasi
dan ekskoriasi.

2. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d kurangnya sumber informasi mengenai


penyakit, pengobatan dan pencegahannya, ditandai dengan :

DS :

klien mengatakan bila gatal selalu digaruk menggunakan tangannya


klien mengatakan handuknya satu untuk berdua dengan istrinya

DO :

Klien tampak menggaruk kulitnya.

INTERVENSI KEP.

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O
1. Gangguan Gangguan rasa 1. Anjurkan untuk 1. Mengurangi gatal dan
rasa nyaman nyaman akibat gatal menggunakan menambah
b.d pruritus teratasi bedak / salep apabila kenyamanan
2. Golongan obat
Setelah diberikan gatal.
2. Kolaborasi antihistamin sangat
informasi selama 15
pemberian medikasi efektif bekerja
menit gangguan rasa
antihistamin simptomatik
nyaman gatal
(oral/topical) mereduksi pruritus
berkurang dengan
3. Keefektifan program
kriteria : 3. Tekankan kepada
terapi adequate
o klien mengerti dan klien untuk
sehingga proses
paham serta dapat mematuhi jadwal
perjalanan penyakit
melakukan minum obat dan
dapat dipantau
perawatan mandiri control berkala ke
dengan baik dan
di rumah untuk tempat pelayanan
tepat.
kesehatan.
Resiko tinggi mengurangi dan
penyebaran menghilangkan
infeksi b.d rasa gatal.
2. kurangnya
1. Informasikan kepada
sumber Resiko penyebaran 1. Meminimalkan resiko
klien dan keluarga
informasi infeksi teratasi penyebaran penyakit
bahwa penyakit ini
mengenai Setelah diberikan serta meningkatkan
menular baik secara
penyakit, informasi 15 menit, kewaspadaan anggota
kontak langsung
pengobatan klien mendapatkan keluarga lainnya.
maupun kontak
dan informasi yang
secara tidak langsung
pencegahann adequat mengenai
2. Informasikan kepada
ya penyakit, pengobatan 2. Hygiene buruk
klien dan keluarga
serta perawatannya menjadi faktor
agar selalu menjaga
dengan criteria : predisposisi
kebersihan diri dan
o klien mengerti dan terjadinya penyakit
lingkungan
paham serta dapat 3. Ingatkan kepada ini.
3. Garukan dapat
melakukan klien dan keluarga
menyebabkan eritema
perawatan mandiri agar tidak
dan iritasi pada kulit
di rumah untuk menggaruk-garuk
sehingga
mencegah resiko atau memecahkan
meningkatkan resiko
penyebaran infeksi lesi.
o klien dapat infeksi menyebar.
4. Untuk mencegah
menjawab 4. Informasikan agar
resiko penularan
pertanyaan yang peralatan keseharian
kepada anggota
diajukan oleh klien seperti
keluarga yang lain.
perawat. peralatan mandi,
tempat tidur, lemari
pakaian dipisahkan
khusus untuk klien.
5. Untuk menghindari
5. Informasikan segera
penularan lebih lanjut
apabila ada anggota
keluarga yang
tertular dan
periksakan ke tempat
pelayanan kesehatan
terdekat 6. mencegah dan
6. Anjurkan agar
meminimalkan resiko
mencuci pakaian
penyebaran infeksi
klien direndam
melalui alat-alat yang
dengan air panas dan
berhubungan
alat-alat tidur
langsung dengan
dijemur.
klien.

IMPLEMENTASI

N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O Kep.
1. Gangguan rasa 1. Menganjurkan kepada klien apabila gatal untuk
nyaman b.d pruritus memakai salep/bedak yang telah diresepkan
2. Memberikan penekanan kepada klien akan pentingnya
mematuhi jadwal minum obat dan control berkala.
3. Melakukan kolaborasi pemberian medikasi antihistamin
(oral/topical)

1. Menginformasikan kepada klien dan kelaurga bahwa


2. Resiko tinggi
penyakit ini dapat menular baik secar kontak langsung
penyebaran infeksi b.d
maupun secara tidak langsung.
kurangnya sumber 2. Menginformasikan kepada klien dan keluarga untuk
informasi mengenai meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan
3. Mengingatkan klien dan keluarga untuk tidak
penyakit, pengobatan
menggaruk kulit ketika gatal.
dan pencegahannya
4. Menginformasikan supaya peralatan keseharian yang
berhubungan langsung dengan klien (ex. Peralatan
mandi, tempat tidur, lemari pakaian untuk dipisahkan
dengan peralatan anggota keluarga lainnya.
5. Menginformasikan kepada klien dan keluarga untuk
segera membawa anggota keluarga yang tertular ke
tempat pelayanan kesehatan terdekat.
6. Menganjurkan kepada klien untuk mencuci pakaiannya
dengan cara direndam dengan air panas dan alat-alat
tidur dijemur

EVALUASI

NO DIAGNOSA EVALUASI
.
1. Gangguan rasa nyaman b.d S :
pruritus o klien masih merasa gatal
o klien mengatakan mengerti dan paham dengan
penjelasan yang telah diberikan
O : klien tampak tidak menggaruk kulitnya
A : gangguan rasa nyaman gatal teratasi sebagian.
P : intervensi dilanjutkan

2. Resiko tinggi penyebaran S : klien mengatakan mengerti dengan penjelasan


infeksi b.d kurangnya yang telah diberikan.
sumber informasi mengenai O : klien dapat menjawab pertanyaan perawat yang
penyakit, pengobatan dan telah diberikan.
pencegahannya A : Resiko tinggi penyebaran infeksi teratasi
P : intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai