Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)


DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG

Disusun Oleh :
Ria Fitri Marchita
14901.10.23050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG

Lumajang,
Mahasiswa

(.............................)

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(..................................) (.....................................)

Kepala Ruangan

(...............................)
I. Anatomi Fisiologi Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Jumlah darah dalam tubuh sebanyak 1/12 berat badan tubuh atau
sebanyak 5 liter. Dimana komposisi plasma darah sebanyak 55% dan sel darah
sebanyak 45%. Plasma darah terdiri dari 91,0 % air, 8,0% protein, 0,9% mineral
dan sisanya diisi dengan bahan organik seperti glukosa, lemak, urea, asam
urat,kreatinin, kolesterol dan asam amino (Pearce, 2010).
Darah merupakan sejenis jaringan ikat yang sel-selnya tertahan dan dibawa
matriks cairan.Darah terdiri dari dua komponen utama yaitu plasma darah dan sel
darah. Plasma darah merupakan bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas
air, elektrolit, dan protein darah. Sedangkan sel darah terdiri atas sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit) (Sloane, 2004).

(Gambar 1.1 Komponen Darah)


1) Sel darah putih (leukosit)

(Gambar 1.2 Sel darah putih)


Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis
dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan
B; monosit dan makrofag; serta golongan yang bergranula yaitu, eosinofil, basofil
dan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih adalah 7.000 sampai 9.000 per mm3.
Infeksi atau kerusakan jaringan mengakibatkan peningkatan jumlah total leukosit.
Klasifikasi Leukosit:
a. Granulosit, sel yang memiliki granula sitoplasma. Terbagi menjadi tiga
berdasarkan warna granula sitoplasmanya saat dilakukan pewarnaan dengan zat
warna darah, yaitu:
- Neutrofil merupakan sel-sel yang berfungsi menyerang dan menghancurkan
bakteri, virus, atau agen penyebab cedera di jaringan yang terinfeksi.
- Eosinofil, mencapai 1-3% jumlah sel darah putih. Memiliki granula
sitoplasma yang kasar dan besar dengan pewarnaan oranye kemerahan.
Jumlah eosinofil akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit,
tetapi akan berkurang selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam
detoksifikasi histamin yang diproduksi oleh sel mast dan jaringan yang cedera
saat inflamasi berlangsung.
- Basofil, mencapai kurang 1% jumlah leukosit. Memiliki sejumlah granula
sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan
sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. Fungsinya
menyerupai fungsi sel mast. Sel ini mengandung histamin yang
memungkinkan untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera, dan
juga antikoagulan heparin yang memungkinkan untuk membantu mencegah
penggumpalan darah intravaskular. Fungsi sebenarnya belum diketahui
(Sloane, 2004).
b) Agrunolosit, leukosit yang tidak memiliki granula sitoplasma, yaitu limfosit
dan monosit.
- Limfosit, mencapai 30% jumlah total leukosit. Sebagian besar ditemukan di
jaringan limfatik. Berasal dari sel-sel batang sumsum tulang merah, tetapi
melanjutkan diferensiasi dan poliferasinya dalam organ lain. Sel ini berfungsi
dalam reaksi imunologis. Limfosit dibagi menjadi limfosit B dan limfosit T.
limfosit B berfungsi sebagai pembentuk antibodi yang diproduksi di tulang
belakang dan limfosit T berfungsi menghancurkan sel.
- Monosit, mencapai 3-8$ jumlah total leukosit. Monosit adalah sel darah
terbesar, diameternya rata-rata berukuran 12-18 mikrometer. Sel ini siap
bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran
darah, maka sel ini menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap).
2). Trombosit
Trombosit berfungsi dalam hemostasis (penghentian perdarahan) dan
perbaikan pembuluh darah yang robek. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit
pada sisi yang rusak melepas serotonin dan tromboksan A2 (prostaglandin), yang
menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah konstriksi. Hal ini akan
mengurangi darah yang hilang. Trombosit melepas ADP untuk mengaktivasi
trombosit lain, sehinggan mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuat
plug. Jika kerusakan pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit mampu
menghentikan perdarahan. Jika kerusakannya besar, maka plug trombosit dapat
mengurangi pradarahan, sampai proses pembekuan terbentuk (Sloane, 2004).

(Gambar 1.3 Proses pembekuan darah)


3). Sel Darah Merah (Eritrosit)

(Gambar 1.4 Sel darah Merah)


Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang
terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin
yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit merupakan
suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan
bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120
hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel
tersebut (Pearce, 2010).
Eritrosit berbentu bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 μm, dan tebal 2 μm
namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya, selain
itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka pada pria
dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin
sekitar 15,6 mg/dl. Hemoglobin merupakan protein yang berperan paling besar
dalam transpor oksigen ke jaringan dan karbondioksida ke paru-paru.
Hemoglobin merupakan protein heme sama seperti myoglobin, myoglobin yang
bersifat monomerik (mengandung satu subunit) banyak ditemukan di otot,
sedangkan hemoglobin yang ditemukan di darah memiliki empat subunit
polipeptida maka disebut tetramerik (Pearce, 2010).
II. Definisi DHF
Penyakit Demam Berdarah Dengue atau disebut Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus Dengue yang masih
menjadi problem kesehatan masyarakat. Penyakit ini biasanya dapat ditemukan
nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik
baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB)
dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berhubungan dengan datangnya
musim penghujan (Nisa dkk., 2013).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan suatu penyakit yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina yang terinfeksi oleh virus
dengue, hal ini dapat menjadi suatu permasalahan terhadap suatu beban penyakit,
tingkat kematian yang tinggi, kemiskinan, dan beban social dunia terutama pada
daerah- daerah intropis dan subtropic yang menjadi masalah dunia (Wanti dkk.,
2019). Penyakit DHF disebabkan oleh virus Dengue yang merupakan Arbovirus
(arthro podborn virus ) dan dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (
Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) nyamuk aedes aegepty (Candra dkk.,
2019).
Sampai saat ini infeksi virus Dengue masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh
World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka
perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Menurut
data di Depkes RI (2010), penyakit DBD di Indonesia pada tahun 2008 terdapat
137.469 kasus, 1.187 kasus diantaranya meninggal, CFR (Case Fatality Rate)
sebesar 0,86%. Pada tahun 2009 terdapat 154.855 kasus, 1.384 kasus diantaranya
meninggal, CFR (Case Fatality Rate) sebesar 0,89%. Usia yang paling sering
terkena DBD adalah 5 – 15 tahun (Nisa dkk., 2013).
III. Etiologi DHF
Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever ini dapat disebabkan oleh salah satu
dari 4 virus asam ribonukleat beruntai tunggal dari famili Flaviviridae yang
ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Masa
inkubasi penyakit ini berakhir 4-5 hari setelah timbulnya demam. Faktor yang
memperngaruhi terjadinya DHF menurut Mayoclinic, 2020 yakni :
1. Tinggal atau bepergian di daerah tropis. Berada di daerah tropis dan subtropis
meningkatkan risiko Anda terpapar virus penyebab demam berdarah.
Terutama daerah berisiko tinggi adalah Asia Tenggara, kepulauan Pasifik
barat, Amerika Latin, dan Karibia.
2. Memiliki riwayat dengan Dengue Hemorrhagic Fever akan lebih mudah
untuk Kembali terkena DHF tersebut.

IV. Klasifikasi DHF


Derajat keparahan untuk DHF dapat diklasifikasikan menjadi 4 menurut
(Jayawinata dkk., 2017) sebagai berikut:
1. Grade I : Demam yang disertai dengan gejala yang tidak spesifik, satu-
satunya manifestasi hemoragik adalah dengan cara tes tourniquet positif dan
terlihat mudah memar.
2. Grade II : Perdarahan spontan disamping manisfestasi klien grade 1 biasanya
terjadinya perdarahan yang terjadi di kulit.
3. Grade III : terjadinya kegagalan peredaran darah dimanifestasikan oleh
denyut nadi yang cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau
hipotensi dengan adanya kulit dingin, lembab, dan gelisah.
4. Grade IV : Syok hebat disertai dengan tekanan darah atau denyut nadi tidak
terdeteksi.
V. Manifestasi Klinis DHF
Infeksi demam berdarah oleh virus dengue dapat menimbulkan variasi gejala
mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam
dengue berbeda tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil
biasanya dijumpai demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak
yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam
tinggi (> 39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit
kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan
ruam-ruam.
Bintik-bintik pendarahan yang berlokasi di kulit sering terjadi, kadang-kadang
disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita biasanya
juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk
kanan (costae dexter), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai
40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita (Dania, 2016).
Tanda gejala DHF menurut WHO, (2020) dan Srinivas, (2015) sebagai
berikut:
1. Demam (40oC)
2. Pusing
3. Nyeri otot dan sendi
4. Mual dan muntah
5. Ruam
6. Takikardia
7. Peningkatan waktu pengisian kapiler (2 detik)
8. Kulit dingin, berbintik-bintik atau pucat
9. Denyut nadi perifer berkurang
10. Oliguria
11. Hematokrit meningkat secara tiba-tiba atau hematokrit terus meningkat
meskipun telah diberikan cairan
12. Penyempitan tekanan nadi (20 mmHg (2,7 kPa)).
13. Hipotensi (Temuan terlambat yang menunjukkan syok yang tidak dikoreksi).

VI. Patofisiologi DHF


Ketika nyamuk yang membawa DENV menggigit seseorang, virus akan
memasuki kulit bersama dengan air liur nyamuk. Demam berdarah akan terjadi
karena telah terinfeksi oleh dengue pertama dan mendapatkan kembali infeksi
dengan virus dengue yang berbeda dalam waktu yang diperkirakan antara 6- 5
tahun. (Srinivas dan Srinivas, 2015).
Virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal ini akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga dapat menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia dapat
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang berakibat
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan
hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit
sebagai reaksi dari antibodi dalam melawan virus Pada pasien dengan
trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau
perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan kehilangan kemampuan
tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut bisa
menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi
adalah viremia yang mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada
kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali). Kemudian virus bereaksi
dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan
akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di
lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke
ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan
kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Adanya kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan pericardium
yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak
segera diatasi dengan baik (Candra dkk., 2019).
VII.Pathway
VIII. Pemeriksaan Diagnostik DHF
Menurut Susilaningrum (2013), pada pemeriksaan darah pasien DHF akan
dijumpai hasil sebagai berikut:
a. Hb dan PCV meningkat (>20 %)
b. Trombositopenia (< 100.000/ml)
c. Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia,
hiponatremia
e. Asidosis metabolic : pCO2 < 35-40 mmHg, HCO3 rendah
Pemeriksaan lain dapat dilakukan dengan :
1) Pemeriksaan hematokrit (Ht), ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-
50%; wanita 35-47%
2) Uji tourniquet, caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan
systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-
anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.
3) Tes serologi (darah filter), ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas
saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah sakit,
kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah
pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai menunggu
saat pengiriman.
Isolasi virus, bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-jaringan
untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang
meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan

IX. Penatalaksanaan DHF


Penatalaksaan DHF menurut Hospital Care for Children (2016) sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
b. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang
c. Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
d. Kebutuhan cairan parenteral Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam Berat
badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
e. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
f. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
g. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
a. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.
3. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah/diare
b. Istirahat yang cukup
c. Kompres air hangat
Menurut Lestari (2016) terdapat penatalaksanaan DFH yang dapat
dilakukan berdasarkan adanya renjatan atau tidak ada renjatan, yaitu sebagai
berikut :
a. DHF dengan tidak adanya renjatan
Pada kasus DHF terdapat rasa haus dan dehidrasi yang diakibatkan oleh
demam yang tinggi, anoreksia serta muntah. Karena hal ini pasien harus
banyak minum kurang lebih 1,5 liter/24 jam. Minuman dapat berupa air
teh atau sirup. Panas juga dapat di kompres menggunakan air hangat.
Pemberian infus dilakukan apabila klien:
1. Muntah dan sulit makan per oral. Serta muntah tersebut dapat
menimbulkan terjadinya dehidrasi dan asidosis.
2. Tingginya nilai hematokrit
b. DHF dengan renjatan
Untuk mengatasi renjatan tersebut dengan memberikan cairan Ringer
Laktat atau RL. Pada pasien dengan adanya renjayan berat, infus diberikan
dengan cara diguyur. Jika renjatan telah teratasi, kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam.

X. Komplikasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Khadijah dan Utama, 2017)
ditemukan 24 kasus DBD, seluruh pasien mengeluh mengalami demam, 14
orang (58,33 %) mengeluh muntah, 13 orang (54,17%) mengeluh nyeri
perut, 10 orang (41,67%) mengeluh mual, dan 9 orang (37,5%) mengeluh
nafsu makan dan minum menurun. Serupa dengan keluhan nafsu makan
dan minum berkurang, sebanyak 9 orang (37,5%) mengeluh nyeri kepala.
9 orang (37,5%) positif dalam uji tourniquet, 6 orang (25%) ditemukan
terdapat ptekie dan 5 orang (20,83%) mengeluh batuk. Masing-masing
sebanyak 3 orang (12,5%), ada yang mengeluh mengalami nyeri sendi,
mencret, lemas, perut kembung, gatal, terdapat bintik kemerahan ataupun BAB
berwarna kehitaman. Sedangkan sebanyak 2 orang (8,33%) mengeluh nyeri
di belakang mata, dengan jumlah yang sama ada yang mengeluh sesak
napas, pilek ataupun episktaksis. Selanjutnya masing-masing sebanyak 1
orang (4,16%) mengeluhkan muncul ruam pada tubuh setelah panas turun,
bernafas dengan cepat,meriang,dehidrasi, nadi lemah, bibir berdarah, rewel,
BAB tidak lancer dan keras,keringat dingin, nyeri seluruh badan ataupun kulit
teraba dingin.
Derajat keparahan penyakit (disease severity) DBD diklasifikasikan secara
arbiter sebagai kasus non shock dan kasus shock. Kasus non shock mencakup DBD
derajat I dan II, sedangkan kasus shock mencakup DBD derajat III dan IV yang
disebut dengan DSS. Manifestasi patologis sistem organ merupakan dampak dari
infeksi virus dengue pada DBD derajat III dan IV, yang dapat muncul dalam bentuk
komplikasi seperti ensefalopati dengue, kelainan hati, komplikasi iatrogenik, gagal
ginjal akut, dan edema paru (Leovani dkk., 2013).

XI. Asuhan Keperawatan Teori


A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, usia, alamat, agama, suku, no rekam medik, DHF dapat menyerang
orang dewasa maupun anak-anak terutama berumur <15 tahun yang tinggal di
daerah Asia dengan iklim tropic
2. Keluhan utama
Klien biasanya mengalam demam
3. Riwayat penyakit sekarang
Demam mendadak selama 2-7 hari dan kemudian demam turun dengan tanda
lemah, kaki dan kulit, teraba dingin dan lembab, demam disertai lemah, nafsu
makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepal
dan perut.
4. Riwayat Penyakit terdahulu
Pasien yang pernah mengalami DHF bisa terulang kembali.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga juga dapat mengalami hal yang sama apabila mengalami gejala-gejala
DHF
6. Riwayat kesehatan keluarga
Area atau tempat yang sering dijadikan tempat nyamuk ini adalah lingkungan
yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genanagan air, vas dan
barang bekas lainnya yang memicu terjadi pekembangan nyamuh DHF ini.
7. ADL
a. Nutrisi : klien mengalami mual, munta, anoreksia
b. Aktifitas : adakah penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik
selama sakit
c. Istirahat tidur : klien dapat merasakan gangguan pola tidur hal ini
disebebkan oleh badan terasa panas, sakit kepa dan nyeri
d. Eliminasi : apat terjadi diare/ konstipasi
e. Personal hygiene: meraskan pegel diseluruh tubuh, panas dan dapat
meningkatkan ketergantungan kebutuhan perawatan dir
8. Pemeriksaan
a. Keadaan umum : suhu tubuh meningkat (40oC) hipotensi, nadi cepat dan
lemah
b. Kulit : terdapat bitnik kemerahan pada kulit
c. Kepala : mukosa mulut kering, perdarahan gusi
d. Dada: nyeri tekan epigastric, nafas cepat dans erring berat
e. Abdomen : klien mengalami rasa sakit di area abdomen
f. Anus / Gnetalia : terjadinya gangguan yaitu diare/ konstipasi
g. Ektermitas bawah : ektermitas teraba dingin, sianosis

B. Diagnosa
1. Hipertermia b.d respon peradangan dari reaksi antibody terhadap re-infection
oleh virus dengue
2. Nyeri akut b.d iritasi terhadap ujung-ujung saraf oleh asam laktat karena
penimbunan asam laktat di jaringan
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan dan energi berkurang akibat metabolism
anaerob karena suplai O2 ke jaringan tidak adekuat
4. Risiko defisit nutrisi b.d intake nutrisi kurang karena anoreksia serta mual
dan muntah
5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d mual dan muntah karena stimulasi
medulla vomiting akibat dari respon peradangan
C. Perencanaan/Nursing Care Plan
No. Diagnosis SLKI SIKI
Keperawatan
1. (D.0130) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Manajemen Hipertermia (1.15506)
Hipertermia jam diharapkan termoregulasi membaik dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
Termoregulasi (L.14134) Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Skor saat Skor yang penggunaan inkubator)
Indikator ini ingin dicapai 2. Monitor suhu tubuh
Menggigil 1 5 3. Monitor kadar elektrolit
Kulit merah 1 5 Terapeutik
Suhu tubuh 1 5 4. Sediakan lingkungan yang dingin
Kadar glukosa darah 1 5 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Tekanan darah 1 5 6. Berikan cairan oral
7. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
Keterangan skor: Selimut hipotermia atau kompres dingin
1. Meningkat pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
2. Cukup meningkat Edukasi
3. Sedang 8. Anjurkan tirah baring
4. Cukup menurun Kolaborasi
5. Menurun 9. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

2. (D.0077) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Manajemen Nyeri (1.08238)
jam diharapkan nyeri dengan kriteria hasil: Observasi
Tingkat Nyeri (L.08066) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Skor saat Skor yang frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Indikator ini ingin 2. Identifikasi skala nyeri
dicapai 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Gelisah 1 5 4. Identifikasi faktor yang memperberat
Kesulitan tidur 1 5 dan memperingan nyeri
Muntah 1 5 Terapeutik
Mual 1 5 5. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Keterangan skor: 6. Kontrol lingkungan yang memperberat
1. Menurun rasa nyeri
2. Cukup menurun 7. Fasilitasi istirahat dan
3. Sedang tidur Edukasi
4. Cukup meningkat 8. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
5. Meningkat nyeri
9. Jelaskan strategi meredakan nyeri
10. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian analgetic, jika
perlu
3. (D.0056) Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Manajemen Energi (1.05178)
aktivitas jam diharapkan toleransi aktivitas sesuai dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Toleransi Aktivitas (L.05047) mengakibatkan kelelahan
Skor saat Skor yang 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Indikator ini ingin dicapai 3. Monitor pola dan jam tidur
Frekuensi nadi 1 5 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Kemudahan dalam 1 5 selama melakukan intervensi
melakukan aktivitas Terapeutik
seari-hari 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
Kekuatan tubuh 1 5 stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
bagian atas 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif
Kekuatan tubuh 1 5 dan/atau aktif
bagian bawah 7. Berikan aktivitas distraksi yang
Keterangan skor: menenangkan
1. Menurun Edukasi
2. Cukup menurun 8. Anjurkan tirah baring
3. Sedang 9. Anjurkan melakukan aktifitas secara
4. Cukup meningkat bertahap
5. Meningkat Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. (D.0032) Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Manajemen Nutrisi (1.03119)
defisit nutrisi jam diharapkan status nutrisi sesuai dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Skor saat Skor yang makanan
Indikator ini ingin dicapai 3. Identifikasi makanan yang disukai
Porsi makanan yang 1 5 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dihabiskan nutrient
Kekuatan otot 1 5 5. Monitor asupan makanan
pengunyah 6. Monitor berat badan
Kekuatan otot 1 5 7. Monitor hasil pemeriksaan
Menelan laboratorium Terapeutik
8. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
Keterangan skor: jika perlu
1. Menurun 9. Sajikan makanan secara menarik dan
2. Cukup menurun suhu yang sesuai
3. Sedang 10. Berikan makanan tinggi serat untuk
4. Cukup meningkat mencegah konstipasi
5. Meningkat 11. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Edukasi
12. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan, jika perlu
14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

5. (D.0037) Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Pemantauan Cairan (1.03121)
ketidakseimbangan jam diharapkan keseimbangan cairan sesuai dengan Observasi
elektrolit kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Keseimbangan Cairan (L.03020) 2. Monitor frekuensi napas
Skor saat Skor 3. Monitor tekanan darah
Indikator ini yang 4. Monitor berat badan
ingin 5. Monitor elastisitas atau turgor kulit
dicapai 6. Monitor jumlah, warna dan berat jenis
Asupan cairan 1 5 urin
Haluaran urin 1 5 7. Monitor intake dan output
Kelembaban 1 5 cairan Terapeutik
membrane mukosa 8. Atur interval waktu pemantauan sesuai
Asupan makanan 1 5 dengan kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil pemantauan
Keterangan skor: Edukasi
1. Menurun 10. Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Cukup menurun pemantauan
3. Sedang 11. Informasikan hasil pemantauan, jika
4. Cukup meningkat perlu
5. Meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Candra, A., S. Pengajar, B. Ilmu, G. Fakultas, dan K. Universitas. 2019. Asupan gizi
dan penyakit demam berdarah/ dengue hemoragic fever (dhf). Asupan Gizi Dan
Penyakit Demam Berdarah/ Dengue Hemoragic Fever (Dhf). 7(2):23–31.
Dania, I. A. 2016. Gambaran penyakit dan vektor demam berdarah dengue (dbd).
Jurnal Warta. 48(April):1829–7463.
Jayawinata, M., M. Rusli, dan S. Yotopranoto. 2017. Hubungan perubahan jumlah
leukosit dengan derajat klinik penderita rawat inap dbd dewasa. JUXTA: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga. 9(1):14–19.
Khadijah, A. N. dan I. M. G. D. L. U. Utama. 2017. Gambaran gejala klinis demam
berdarah dengue pada anak di rsup sanglah, denpasar selama bulan januari-
desember 2013. E-Jurnal Medika. 6(11):92–97.
Leovani, V., L. P. Sembiring, dan Wiranto. 2013. Gambaran klinis dan komplikasi
pasien demam berdarah dengue derajat iii dan iv di bagian penyakit dalam rsud
arifin achmad provinsi riau periode 1 januari 2012–31 desember 2013. Journal
of Chemical Information and Modeling. 53(9):1689–1699.
Lestari, Titik, 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Mayo Clinic. 2020. Dengue Fever. https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/dengue-fever/symptoms-causes/syc-20353078 [Diakses pada 10
Februari 2021].
Nisa, W. D., H. Notoatmojo, dan A. Rohmani. 2013. Karakteristik demam berdarah
dengue pada anak di rumah sakit roemani semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah. 1(2):93–98.
Srinivas, V. dan V. R. Srinivas. 2015. Dengue fever: a review article. Journal of
Evolution of Medical and Dental Sciences. 4(29):5048–5058.
Wanti, R. Yudhastuti, H. B. Notobroto, S. Subekti, O. Sila, R. H. Kristina, dan F.
Dwirahmadi. 2019. Dengue hemorrhagic fever and house conditions in kupang
city, east nusa tenggara province. Kesmas. 13(4):177–182.

Anda mungkin juga menyukai