Oleh :
ZIETA SAKINAH EMDI
1311411022
Pembimbing :
drg. Surya Nelis, Sp.PM
PENDAHULUAN
Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) adalah ulserasi pada rongga mulut yang
menimbulkan rasa sakit, bersifat kambuh berulang dalam periode bervariasi, sembuh
sendiri dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Episode awal munculnya
SAR dimulai pada rentang usia anak-anak, remaja, dan puncaknya pada dewasa
muda. Jumlah wanita yang menderita SAR lebih banyak daripada laki-laki, dan lebih
penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi
yang diduga menjadi pencetus SAR. Beberapa faktor predisposisi meliputi faktor
autoimun, defisiensi nutrisi, kelainan sistim pencernaan, faktor lokal seperti trauma
Gejala awal SAR bisa dirasakan penderita sebagai rasa sakit dan ditandai
dengan adanya ulser tunggal atau multiple, berbentuk bulat atau oval, berbatas jelas,
prodromal lokal muncul sebelum timbulnya SAR meliputi rasa yang tidak nyaman
dan kemerahan selama 1-3 hari, kemudian muncul ulser pada rongga mulut yang
terasa sakit. Rasa sakit tersebut mengganggu fungsi fisiologis, seperti gangguan
bila terjadi dalam waktu yang lama dan frekuensi kejadian yang sering1,8.
Lesi umumnya muncul pada mukosa mulut non-keratin, seperti bibir, pipi,
dasar mulut, palatum lunak dan palatum keras7 dan juga bisa timbul didaerah lain,
seperti mukosa bukal, mukosa labial, lidah dan uvula1. Tipe SAR ada tiga macam,
yaitu SAR minor, SAR mayor, dan jenis herpetiform 1,5,9. SAR minor merupakan
penyakit yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 75 – 85% dari kasus SAR lainnya.
SAR Minor terlihat dengan bentuk ulser yang dangkal, oval, diameter < 1 cm,
dengan adanya ulser berbentuk bulat atau oval dengan batas yang tidak jelas,
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.
Perhatian khusus harus ditujukan pada riwayat keluarga, frekuensi ulser, durasi ulser,
jumlah ulser, lokasi terjadinya ulser (non-keratinisasi atau keratinisasi), ukuran dan
bentuk ulser, kondisi medis, ulser genital, masalah kulit, gangguan pencernaan,
riwayat obat, tepi ulser, dasar ulser, dan jaringan disekitarnya. Hal ini disebabkan
karena banyaknya ulserasi di dalam rongga mulut yang secara klinis mirip dengan
SAR, antara lain ulkus traumatikus, sindrom behcet, herpes simplek dan karsinoma
sel skuamosa5,10.
LAPORAN KASUS
Pasien laki-laki berusia 12 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Universitas Andalas dengan keluhan sariawan pada bibir bawah. Pertama kali
disadari 3 hari yang lalu. Saat ini, sakit (+) jika makan panas (+), makan pedas (+),
terkena gigi (+). Bertambah sakit (-) dari hari sebelumnya, bertambah banyak (+)
luka awal 1 buah, berupa lentingan seperti cacar air (-), diobati (-), luka serupa
ditempat lain di rongga mulut (-), pada bagian tubuh lain (-). Sebelum luka disadari,
demam (-), badan terasa tidak enak (-), sensasi mulut terbakar (-), penurunan nafsu
makan (-), sakit kepala (-). Sebelumnya ada luka serupa yang sama dan berulang (+)
terakhir 1 bulan yang lalu didaerah yang sama sembuh sendiri (+) sekitar 7 harian.
Pasien menyadari pertama kali sariawan saat kelas 5 SD (sekitar 2 tahun lalu). Saat
ini, banyak kegiatan (+), istirahat cukup (+) 8 jam sehari, alergi makanan (-),
konsumsi sayur dan buah (+) 1-2 kali seminggu, konsumsi obat (-), konsumsi
vitamin (-), merokok (-), letih lesu (-), suka mengantuk (-), nyeri sendi (-), sering
merasa haus (-), kesemutan pada jari tangan/kaki (-), berkeringat dingin (-), pusing
saat aktivitas normal (-), mudah lelah dan sesak nafas saat aktivitas normal (-),
perasaan yang dipendam (+) tidak sesuai dengan pergaulan dan suasana disekolah,
ada keinginan pindah sekolah, dalam 2 minggu terakhir 4 kali tidak masuk sekolah.
Keluarga pernah mengalami hal serupa (+) saudara perempuan sedarah (1 tahun
pemeriksaan intra oral terlihat adanya ulser multiple berjumlah 4 berbentuk bulat dan
oval dimukosa labial bawah regio gigi 43, 31, 33 berwarna putih kekuningan dengan
diameter ± 1-2,5 mm dan 4,5x2 mm - 5x2,5 mm, kedalaman dangkal ± 1 mm, batas
tepi jelas dan dikelilingi halo eritema, tidak disertai peninggi tepi.
pada pasien ini adalah stomatitis apthosa rekuren (SAR) minor predisposisi stres
dengan diagnosa bandingnya bechet’s disease dan herpes simplek rekuren intraoral.
penjelasan kepada pasien bahwa luka tersebut merupakan stomatitis apthosa rekuren
(SAR) minor yang disebabkan karena faktor genetik dan sering berulang karena
adanya berbagai faktor pemicu seperti trauma, stress, kekurangan nutrisi, dll. Faktor
pemicu timbulnya luka pada pasien saat ini karena adnya beban pikiran yang
pasien agar menghindari faktor yang dapat memicu munculnya luka tersebut.
Instruksikan pasien dan orangtua untuk mencarikan solusi masalah pasien agar
Kunjungan I
Pada kunjungan I pada tanggal 15 Januari 2019, pasien datang dengan keluhan luka
Gambar 1AB. Terdapat ulser multiple berbentuk bulat dan oval dimukosa labial
bawah regio gigi 43, 31, 33 berwarna putih kekuningan dengan diameter ± 1-2,5
mm dan 4,5x2 mm - 5x2,5 mm, kedalaman dangkal ± 1 mm, batas tepi jelas dan
dikelilingi halo eritema, tidak disertai peninggi tepi.
Kunjungan II (Kontrol)
Pada kunjungan berikutnya pada tanggal 23 Januari 2019, yaitu 7 hari setelah
kunjungan pertama, pasien merasa lebih baik, tidak merasakan sakit. 1 hari setelah
pemeriksaan awal, pasien merasakan adanya luka baru di mukosa labial bawah dekat
gigi taring, saat ini tidak sakit. Luka di mukosa labial dekat gigi 43 sudah hilang
tanpa meninggalkan jejas sedangkan luka lainnya mengecil dari sebelumnya. Pasien
PEMBAHASAN
keluhan adanya sariawan di mukosa labial bawah dengan diagnosis SAR (Stomatitis
Apthosa Rekuren). Hal ini ditegakan berdasarkan riwayat ulser rekuren sejak kecil
(pertama kali sariawan saat kelas 5 SD). Riwayat penyakit pasien diketahui bahwa
ulser seperti saat ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Pasien sering mengalami
sariawan, biasanya muncul saat pasien kelelahan dan trauma mekanis, setidaknya 3
Pada kasus ini, sariawan di mukosa labial bawah terjadi karena pasien
mengalami stres psikologis. Keluarga pasien yaitu saudara perempuan pasien yang
sedarah sering mengalami sariawan karena tergigit dan terkadang sariawan muncul
tanpa diketahui penyebabnya. Hal ini menandakan keterlibatan faktor genetik, stress
dan trauma sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa faktor trauma dan stress
klinis yang telah dilakukan, diagnosa untuk keluhan pasien tersebut adalah SAR
Minor Multiple predisposisi genetik dan stres dengan diagnosa bandingnya adalah
Pasien didiagnosa SAR Minor dengan predisposisi stres karena saat ini
yang berbeda-beda, tidak ada gejala prodromal, tidak ada ulser di bagian tubuh lain
dan pada pemeriksaan intra oral tampak ulser multiple. Terdapat ulser multiple
berjumlah 4 berbentuk bulat dan oval dimukosa labial bawah regio gigi 43, 31, 33
berwarna putih kekuningan dengan diameter ± 1-2,5 mm dan 4,5x2 mm - 5x2,5 mm,
kedalaman dangkal ± 1 mm, batas tepi jelas dan dikelilingi halo eritema, tidak
disertai peninggi tepi. Tidak adanya ulser di bagian tubuh lain dan tidak adanya
pada kasus ini. Dari pemeriksaan klinis, tidak terlihat adanya ulser yang
berkelompok dan dari anamnesa awal ulser muncul tidak didahului dengan lentingan
predisposisi. Pada umumnya pasien SAR tidak memerlukan terapi karena sifat
menimbulkan SAR. Saat kunjungan awal, sariawan pasien sudah tidak sakit lagi.
Rasa sakit hanya timbul saat pasien makan panas, pedas dan terkena gigi sehingga
Pada kunjungan kedua (tanggal 23 Januari 2019) pasien datang untuk kontrol
pada hari ke 7 setelah kunjungan awal. Saat ini keadaan pasien membaik. Rasa sakit
sudah hilang dan 2 ulser sudah sembuh tanpa meninggalkan jejas. Namun, 1 hari
setelah pemeriksaan awal, pasien merasakan adanya luka baru di mukosa labial
bawah dekat gigi taring, saat ini tidak sakit. Tampak 2 ulser dengan ukuran yang
sudah mengecil dari sebelumnya. Pasien menyadari luka menghilang sejak 2 hari
yang lalu.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) adalah ulserasi pada rongga mulut yang
menimbulkan rasa sakit, dan terjadi pada interval waktu beberapa hari atau lebih dari
2-3 bulan. SAR paling sering muncul di rongga mulut, terjadi 20%dari populasi
dunia dan 2% diantaranya merasa sangat menderita 1,2,3. SAR dimulai pertama kali
pada rentang usia anak-anak, remaja dan puncaknya pada dewasa awal. Jumlah
wanita yang menderita SAR lebih banyak daripada laki-laki, dan lebih sering terjadi
penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi
yang diduga menjadi pencetus SAR. Beberapa faktor predisposisi tersebut meliputi
autoimun, defisiensi nutrisi, kelainan sistim pencernaan, faktor lokal seperti trauma
Stomatitis apthous memiliki predisposisi genetik yang jelas. Lebih dari 42%
pasien dengan SAR akan memiliki setidaknya satu kerabat tingkat pertama yang juga
terpengaruh, dan ada kemungkinan 90% mengembangkan SAR jika kedua orang tua
terpengaruh. Ulkus tampak sebagai respon imun seluler di dimana T-sel dan tumor
necrosis factor (TNF) -α terlibat. TNF-α adalah sitokin proinflamasi yang merekrut
sel-T dan leukosit lainnya ke lesi, menciptakan papula yang menyakitkan yang
Stres psikologis sebagai faktor pemicu untuk SAR telah disebutkan dalam
Ada tiga presentasi klinis SAR: SAR minor, SAR mayor, dan ulserasi
herpetiform.
1. SAR minor adalah bentuk SAR yang paling umum dan sekitar 85% pasien
memiliki lesi jenis ini. Aphthous minor dapat melibatkan mukosa non-
keratinisasi rongga mulut (labial dan mukosa bukal, dasar mulut dan
permukaan ventral atau lateral lidah). Selain itu, lesi biasanya terkonsentrasi
ukurannya kira-kira 4-5 mm. Klasifikasi RAS minor tidak tergantung pada
dimensi lesi saja, tetapi pada sejumlah fitur klinis lain seperti jumlah ulkus
dari 1 hingga 5,7-9. Bentuk ulser bervariasi agak sesuai dengan lokasi lesi,
lebih membulat pada labial atau mukosa bukal (Gambar 3.1) dan memanjang
2. SAR Mayor, kurang umum daripada lesi SAR kecil (sekitar 10-15% dari
semua SAR). Lesi ini mirip dalam penampilan dengan SAR minor; Namun,
mereka lebih besar dari 10 mm, lebih dalam, sering terluka, dan dapat
Lesi ini memiliki predileksi untuk bibir, lidah, langit-langit lunak, dan
faucula palatum dan menyebabkan rasa sakit dan disfagia yang signifikan.
herpetiform yang kecil (1-2 mm) dan beberapa ulser (5-100) dapat hadir pada
lateral dan permukaan ventral lidah dan dasar mulut. Ulser individu berwarna
sakit serta membuat makan dan berbicara menjadi sulit. Ulser dapat
berlangsung selama sekitar 7-30 hari, dan periode remisi antara serangan
Jumla
Ukuran (mm) Kedalaman Scar Durasi Frekuensi
h
Tida
SAR minor 5-10 Dangkal <10 10-14 75-90
k
SAR mayor >10 Dalam Iya <10 >14 10-15
Ulser <5 Dangkal Tida >10 10-14 5-10
Herpetifor k
m
Tabel 1. Bentuk klinis SAR berdasarkan tipe7
bechet disease dan herpes simplek rekuren. Perbedaan SAR, bechet disease dan
Gambar
Tabel 2. Perbedaan SAR, Bechet disease (BD) dan Herpes simplek rekuren intraoral1,2,11,12,13
Gambaran klinis bechet disease menyerupai ulser SAR. Perbedaan mendasar
antara SAR dengan bechet disease yaitu tidak ditemukan lesi abnormal di tubuh
bagian lain. Bechet disease manifestasi klinis berupa ulkus oral rekuren, ulkus
genital rekuren, lesi kulit, lesi mata, gangguan persendian, saluran cerna, sistem saraf
Perawatan simptomatik pada kondisi akut adalah penting. Sebagian besar perawatan
yang digunakan saat ini bersifat paliatif. Penatalaksanaan dari SAR dibagi dalam dua
ukuran ulkus. Obat yang dapat digunakan antara lain: obat kumur antibiotika
Obat kumur chlorhexidine 0,2% dapat digunakan untuk meredakan durasi dan
pengaturan diet, pemberian obat kumur salin hangat dan anjuran untuk beristirahat
informasi tentang faktor genetik yang kemungkinan berperan, trauma yang terlibat,
faktor hormonal yang berperan, juga kondisi stres dan faktor imunologi. Faktor lokal
perlu diperhatikan adanya trauma ataupun faktor lain yang dapat mengiritasi
mukosa, seperti tepi gigi, karies ataupun tambalan yang tajam, perlu dihindari
makanan yang keras dan mempengaruhi OH penderita juga penting
diperhatikan3,14,15.
BAB V
REFLEKSI KASUS
penyakit SAR telah dilaporkan pada 24% hingga 46% dari subyek . Menurut Safadi,
riwayat keluarga positif ditemukan pada 66,4% dari 684 pasien Yordania yang
menderita SAR. Kehadiran ulser pada orang tua mempengaruhi secara signifikan
risiko pengembangan SAR dan perjalanan penyakit pada keturunan. Risiko SAR
terjadi mencapai 90% pada anak yang kedua orang tuanya memiliki riwayat SAR,
sedangkan pada anak-anak dengan orang tua yang sehat diperkirakan mencapai 20%.
Orang dengan riwayat keluarga yang positif cenderung untuk mengalami SAR yang
lebih berat dengan kekambuhan yang lebih sering daripada subjek yang tidak
terkenanya SAR yang paling sering terjadi, yaitu sebesar 42,25%, sedangkan gingiva
yang merupakan mukosa mulut yang berkeratin hanya sebesar 3,80%. Mukosa mulut
yang tidak berkeratin mempunyai lapisan stratum korneum lebih tipis dibandingkan
mukosa mulut yang berkeratin, hal ini menyebabkan mukosa mulut yang tidak
Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok
umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR paling sering
dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Prevalensi pada kelompok
angka prevalensi SAR pada tingkat pendidikan mahasiswa sebesar 75%. Banyaknya
mahasiswa yang terkena SAR diduga disebabkan karena pada masa tersebut remaja
umum, yang menyebabkan ulserasi berulang pada 386 pasien (54,8%) dari 705
pasien6. Respon dari stress menyebabkan penekanan fungsi IgA, IgG, dan neutrofil.
patologis karena penurunan fungsi fagositosis, toksin dan virus tidak dapat
Hasil penelitian di atas sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien yaitu
sama-sama memiliki genetik dan stres. Maka dari itu sangat perlu mencari solusi
masalah yang menjadi beban pikiran dan banyak mencari kegiatan yang dapat
kebersihan mulut.
BAB VI
PENUTUP
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi
secara berulang secara periodik pada mukosa mulut. Dalam kasus ini, pasien
didiagnosa menderita SAR Minor predisposisi genetik dan stres. Jadi, untuk
yang dapat memicu munculnya luka tersebut. Instruksikan pasien untuk mencari
solusi masalah yang menjadi beban pikiran dan banyak mencari kegiatan yang dapat
kebersihan mulut. Pasien tidak memiliki keluhan adanya rasa sakit yang