Abstrak
Pendahuluan: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit ulseratif yang paling umum
pada mukosa mulut, tampak sebagai ulkus dangkal bulat yang nyeri dengan batas eritematosa yang
jelas dan dasar pseudomembran abu-abu kekuningan, memengaruhi hingga 10-20% populasi dan
tingkat kekambuhan 3 bulan pada 50% populasi. Penyebab SAR masih belum dapat diketahui
sampai saat ini. Kasus: Seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke RSGM YARSI dengan
keluhan terdapat sariawan yang muncul dilangit-langit mulut setelah pencabutan gigi 16 dua hari
lalu. Pasien juga mengeluhkan di gusi sebelah kanan bawah terdapat sariawan setelah pencabutan
gigi 46 satu minggu yang lalu. Pasien merasa sakit dan terdapat kemerahan disekitar lesi. Lesi
muncul diarea insersi jarum anestesi. Pasien belum melakukan pengobatan terhadap sariawannya.
Pasien terakhir sariawan 4 bulan yang lalu setelah pencabutan gigi 36 dengan durasi penyembuhan
sariawan 10 hari. Pasien memiliki riwayat sariawan berulang setahun lebih dari 3 kali, karena
gesekan dari sikat gigi, tergigit dan tanpa penyebab dapat timbul sariawan dengan sendirinya.
Sariawan berpindah-pindah dapat timbul didaerah pipi, bibir dan gusi. Riwayat penyakit sistemik
disangkal. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat sariawan berulang. Riwayat menstruasi pasien
selalu lancar dan teratur. Pasien rutin mengonsumsi buah, sayur dan daging serta jarang
mengonsumsi makanan instan. Pasien memiliki kebiasaan minum-minuman manis setiap hari.
Pasien menyikat gigi 2x/hari pada saat mandi pagi dan malam sebelum tidur. Pembahasan:
Stomatitis aftosa rekuren adalah salah satu penyakit ulseratif paling umum yang terkait terutama
dengan mukosa mulut yang ditandai dengan ulkus multipel soliter yang sangat menyakitkan dan
berulang di tenggorokan bagian atas dan rongga mulut. Jenis ulkus ini biasanya kecil, multipel,
ovoid atau bulat dengan tepian jelas yang memiliki dasar lesi abu-abu atau kuning dan dikelilingi
oleh halo eritematosa. Stomatitis aftosa dibagi menjadi tiga tipe yaitu SAR minor, SAR mayor dan
SAR herpetiform. SAR minor juga disebut aphthae Miculiz adalah salah satu varian paling umum
yang merupakan 75-85% dari semua kasus SAR. SAR mayor juga disebut sebagai penyakit Sutton,
ukurannya melebihi 1 cm (10 mm) menyebabkan ulserasi yang lebih dalam sehingga meninggalkan
bekas luka. Mewakili 10-15% dari kasus SAR. SAR herpetiform adalah varian paling umum dari
SAR yang hanya merupakan 7-10% dari kasus SAR. Ukuran ulkus sangat kecil berukuran diameter
2-3 mm, jumlahnya banyak (sekitar 100 ulkus). Diagnosis SAR yang akurat tergantung pada
riwayat klinis yang rinci dan akurat serta pemeriksaan ulkus. Tes investigasi untuk pasien dengan
SAR persisten termasuk hemoglobin dan hitung darah lengkap, tingkat sedimentasi eritrosit/protein
C-reaktif, serum B12, serum/folat sel darah merah, anti-gliadin dan autoantibodi anti-endomisia.
Kesimpulan: SAR merupakan kondisi ulserasi yang biasanya paling umum terjadi, sampai saat ini
tidak diketahui etiologinya namun memiliki beberapa faktor seperti cedera mekanis, hormonal, stres
dan defisiensi nutrisi yang dapat mencetuskan terjadinya SAR.
Kata kunci: Stomatitis Aftosa Rekuren
Pendahuluan
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit ulseratif yang paling umum pada
mukosa mulut, tampak sebagai ulkus dangkal bulat yang nyeri dengan batas eritematosa
yang jelas dan pusat pseudomembran abu-abu kekuningan. SAR memiliki karakteristik
sensasi terbakar prodromal yang berlangsung dari 2 hingga 48 jam sebelum ulkus muncul.
Ini terjadi pada individu yang sehat dan biasanya terletak pada mukosa bukal, labial dan
lidah. Keterlibatan mukosa palatum dan gingiva yang sangat terkeratinisasi lebih jarang
terjadi.1
SAR adalah gangguan ulseratif mulut yang paling umum yang memengaruhi hingga
10-20% populasi dan tingkat kekambuhan 3 bulan pada 50% populasi, sangat menyakitkan
yang menyebabkan kesulitan makan, berbicara dan menelan sehingga berdampak negatif
pada kualitas hidup pasien. Usia onset SAR dari masa kanak-kanak atau remaja, antara usia
10-19 tahun dan biasanya diderita sampai dewasa bahkan dapat seumur hidup, berdasarkan
jenis kelamin SAR lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.2,3,4
Penyebab SAR masih belum dapat diketahui sampai saat ini, tetapi terdapat
beberapa faktor predisposisi yang dianggap berhubungan dengan terjadinya SAR, faktor-
faktor tersebut meliputi defisiensi nutrisi, trauma, genetik, stress, hormonal, alergi, obat-
obatan tertentu, hipersensitivitas terhadap makanan dan tembakau.4
Pada laporan ini kami akan memaparkan mengenai kasus Stomatitis Aftosa Rekuren
Minor dengan Predisposisi Trauma.
Laporan Kasus
Seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke RSGM YARSI dengan keluhan terdapat
sariawan yang muncul dilangit-langit mulut setelah pencabutan gigi 16 dua hari lalu. Pasien
juga mengeluhkan di gusi sebelah kanan bawah terdapat sariawan setelah pencabutan gigi
46 satu minggu yang lalu. Pasien merasa sakit dan terdapat kemerahan disekitar lesi. Lesi
muncul diarea insersi jarum anestesi. Pasien belum melakukan pengobatan terhadap
sariawannya. Pasien terakhir sariawan 4 bulan yang lalu setelah pencabutan gigi 36 dengan
durasi penyembuhan sariawan 10 hari. Pasien memiliki riwayat sariawan berulang setahun
lebih dari 3 kali, karena gesekan dari sikat gigi, tergigit dan tanpa penyebab dapat timbul
sariawan dengan sendirinya. Sariawan berpindah-pindah dapat timbul didaerah pipi, bibir
dan gusi. Riwayat penyakit sistemik disangkal. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat
sariawan berulang. Riwayat menstruasi pasien selalu lancar dan teratur. Pasien rutin
mengonsumsi buah, sayur dan daging serta jarang mengonsumsi makanan instan. Pasien
memiliki kebiasaan minum-minuman manis setiap hari. Pasien menyikat gigi 2x/hari pada
saat mandi pagi dan malam sebelum tidur.
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan hasil tidak ada kelainan yang ditemukan.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan pada mukosa gingiva kanan bawah terdapat lesi
berwarna putih kekuningan dikelilingi halo eritema, bentuk lesi oval dengan ukuran 7x3
mm tepi lesi diffuse jumlah lesi 1 (Gambar 1A). Pada mukosa palatum durum regio gigi 16
terdapat lesi atrofi berwarna kemerahan dengan ukuran 3x2 mm (Gambar 1B). Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien didiagnosis stomatitis aftosa rekuren minor
dengan diagnosis banding yaitu ulkus traumatik dan stomatitis venenata.
B
A
Gambar 1A. Lesi ulsersi pada mukosa gingiva, 1B. Lesi ulserasi pada mukosa palatum
durum
Gambar 2A. Lesi ulserasi pada mukosa gingiva, 2B. Tidak ditemukan lesi pada mukosa
palatum durum.
Pada kunjungan berikutnya (dua minggu setelah kunjungan pertama), pasien merasa
sariawannya sudah membaik dan tidak terasa sakit, pada pemeriksaan intra oral, terdapat
lesi ulserasi dimukosa gingiva rahang bawah pada regio gigi 46 dengan ukuran 2x1 mm
(Gambar 3).
SAR herpetiform adalah varian paling umum dari SAR yang hanya
merupakan 7-10% dari kasus SAR. Ukuran ulkus sangat kecil berukuran diameter
2-3 mm, jumlahnya banyak (sekitar 100 ulkus) dapat menyatu menghasilkan lesi
besar yang tidak beraturan yang berlangsung selama 7-10 hari tanpa meninggalkan
bekas (Gambar. 6).2
Diagnosis SAR yang akurat tergantung pada riwayat klinis yang rinci dan akurat
serta pemeriksaan ulkus. Poin utama yang akan diperoleh dalam riwayat klinis ditunjukkan
pada Tabel 2. Selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan luar termasuk palpasi kelenjar
getah bening area servikal. Gambaran penting yang perlu diperhatikan saat memeriksa
pasien dengan ulserasi oral adalah riwayat keluarga, frekuensi ulserasi, durasi ulserasi,
jumlah ulkus, lokasi ulkus (non-keratin atau keratin), ukuran dan bentuk ulkus, kondisi
medis terkait, gangguan kulit, gangguan gastrointestinal, riwayat obat, tepi ulkus, dasar
ulkus dan jaringan sekitarnya. Tes investigasi untuk pasien dengan SAR persisten termasuk
hemoglobin dan hitung darah lengkap, tingkat sedimentasi eritrosit/protein C-reaktif, serum
B12, serum/folat sel darah merah, anti-gliadin dan autoantibodi anti-endomisia (Tabel 3). 7
Tabel. 2 Ciri-ciri penting yang perlu diperhatikan dari dokter umum.
Poin penting dalam riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan keluarga
Frekuensi dari ulserasi
Durasi dari ulserasi
Jumlah ulser
Lokasi ulser (non keratin atau keratin)
Ukuran dan bentuk ulser
Terkait kondisi medis
Genital ulserasi
Masalah pada kulit
Gangguan gastrointestinal
Riwayat pengobatan
Tepi ulser
Dasar ulser
Jaringan sekitarnya
1. Agen topikal
Beberapa pasta dan gel dapat digunakan untuk melapisi permukaan ulkus dan untuk
membentuk barrier terhadap infeksi sekunder dan iritasi mekanis lebih lanjut. Agen
topikal adalah pilihan pertama pengobatan SAR. Pasien harus mengoleskan sedikit
gel atau krim setelah berkumur dan menghindari makan atau minum selama 30
menit dan bisa diulang 3 atau 4 kali sehari.7
- Obat kumur
Tetrasiklin adalah obat kumur antibiotik. Ini mengurangi ukuran ulkus, durasi,
dan rasa sakit karena kemampuannya untuk memblokir aktivitas kolagenase.
Chlorhexidine gluconate adalah agen antibiotik yang dapat menurunkan jumlah
hari ulkus. Klorheksidin dapat menyebabkan pewarnaan coklat pada gigi dan
lidah.7
- Gel, krim dan pasta topikal
Gel dan pasta yang berbeda dapat digunakan untuk menutupi permukaan ulkus
untuk membentuk barrier terhadap infeksi sekunder dan iritasi mekanis lebih
lanjut. Pilihan pertama pengobatan SAR adalah agen topikal. Sedikit krim atau
gel yang harus dioleskan setelah pasien berkumur dan menghindari minum atau
makan selama 30 menit, digunakan 3 sampai 4 kali sehari.2
- Anestesi topikal
Lidocaine dalam 2% ditemukan bermanfaat dalam mengurangi rasa sakit yang
berhubungan dengan stomatitis aftosa rekuren, tetapi campuran adrenalin
(1:8000) lebih meningkatkan periode pereda nyeri yang memungkinkan pasien
lebih banyak waktu untuk makan. Pasien diarahkan untuk menggunakan 2
sampai 3 tetes ke permukaan ulkus dan diminta untuk tetap membuka mulut.2
2. Terapi sistemik
Terapi sistemik diindikasikan untuk ulserasi yang parah dan berulang terus
menerus, karena manajemen topikal tidak efektif dalam kasus ini. Berikut ini adalah
terapi lini kedua dengan bahan obat sistemik yang digunakan yaitu:2,7
- Levamisole: Karena efek imunostimulasinya yang luas, direkomendasikan
sebagai kemungkinan pengobatan untuk SAR. Dengan pemberian dosis 10-15
mg/hari selama 2-3 bulan membantu meringankan nyeri, frekuensi, jumlah dan
durasi ulkus. Karena efeknya yang berbahaya seperti dispepsia, mual,
agranulositosis dan hiperemia, penggunaan obat ini dibatasi.
- Colchicine: Colchicine dengan aktivitas anti-inflamasi mungkin bermanfaat
secara klinis pada kasus SAR dan penyakit Behcet yang parah. Oleh karena itu,
uji coba terapeutik setidaknya selama 4 hingga 6 minggu dalam dosis 1 hingga 2
mg/hari secara oral direkomendasikan, yang diikuti dengan terapi jangka
panjang sesuai dengan tolerabilitas dan respons klinis.
- Zinc sulfat: Pengobatan zinc sistemik menyebabkan perbaikan atau remisi pada
pasien dengan SAR. Diberikan secara sistemik, total 660 mg zinc sulfat per hari
dalam dosis terbagi.
- Prednisone: dapat digunakan bersama dengan obat kumur dan gel topikal.
Pengobatan sistemik prednison harus dimulai dengan dosis 1,0 mg/kg sehari
sebagai dosis tunggal pada pasien dengan SAR berat dan harus dikurangi setelah
1 sampai 2 minggu karena pada paparan jangka panjang obat membawa risiko
beberapa efek samping seperti sebagai hiperglikemia, moon face, depresi,
lipodistrofi dan supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.
- Vitamin B12: Peneliti merawat pasien yang menderita SAR dengan dosis 1000
µg vitamin B12, mereka menyimpulkan setelah 5 sampai 6 bulan pengobatan
bahwa jumlah ulkus, durasi wabah dan tingkat nyeri sangat berkurang. Selama
pengobatan sekitar enam bulan “tidak ada ulkus aphthous” diperoleh 74,1% dari
31 peserta kelompok intervensi menyimpulkan bahwa pengobatan SAR dengan
vitamin B12 tampaknya efektif, murah dan risiko lebih rendah dalam mengobati
pasien dengan SAR terlepas dari kondisi awal kadar serum vitamin B12
mereka.2
Kesimpulan
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan suatu lesi yang ditandai dengan adanya
ulserasi yang terjadi secara kambuhan atau berulang pada mukosa mulut tanpa adanya
tanda-tanda dari suatu penyakit sistemik lainnya. SAR dibedakan menjadi 3 jenis yaitu,
SAR tipe minor, SAR tipe mayor dan SAR herpetiformis. Etiologi SAR masih belum jelas
diketahui, namun sering berhubungan dengan gangguan aktivasi sistem imun. Gambaran
klinis SAR berupa ulkus yang berulang dengan batas tegas, terdapat rasa nyeri, berbentuk
bulat atau oval dengan dasar lesi yang nekrotik dan terdapat tepi eritematosa. Penegakan
diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Beberapa faktor
seperti cedera mekanis, hormonal, stres dan defisiensi nutrisi yang dapat mencetuskan
terjadinya SAR.
Daftar Pustaka
1. Tarakji B., et al. 2015. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Recurrent
Aphthous Stomatitis for Dental Practitioners. Journal of International Oral Health,
7(5): 73-80.
2. Sharma D., Garg R. 2018. A Comprehensive Review on Aphthous Stomatitis, its
Types, Management and Treatment Available. J Develop Drugs, 7(2): 188.
3. Nurfianti., Pradono S.A. 2019. Clinical Features Recurrent Aphthous Stomatitis in
Patient with Human Immunodeficiency Virus Infection (Case Report). Majalah
Sainstekes, 6(2): 098-105.
4. Sulistiani A., et al. 2017. Prevalensi dan Distribusi Penderita Stomatitis Aftosa
Rekuren (SAR) di Klinik Penyakit Mulut RSGM FKG Universitas Jember pada
Tahun 2014. E- Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(1).
5. Widyastutik O., Permadi A. 2017. Faktor yang berhubungan dengan stomatitis
aftosa rekuren (SAR) pada mahasiswa di Pontianak. Jurnal Kesehatan Mayarakat
Khatulistiwa, 4(3).
6. Chiang C-P et al. 2018 Recurrent aphthous stomatitis - Etiology, serum
autoantibodies, anemia, hematinic deficiencies, and management, Journal of the
Formosan Medical.
7. Kalit E. 2017. Hubungan siklus menstruasi dengan stomatitis aftosa rekuren pada
pasien rumah sakit gigi dan mulut.
8. Gallo C.d.B., et al. 2009. Psychological stress and recurrent aphthous stomatitis.
Clinics, 64(7): 645-8.