Anda di halaman 1dari 64

PENGETAHUAN MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER

GIGI SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS


TENTANG PENGGUNAAN CONE BEAM
COMPUTED TOMOGRAPHY (CBCT)
DI KOTA MEDAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

RAHMAHADIS PRATAMI SITORUS


NIM : 170600036

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Kedokteran Gigi
Tahun 2021

Rahmahadis Pratami Sitorus


Pengetahuan Mahasiswa Pendidikan Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis
Tentang Penggunaan Cone beam computed tomography (CBCT) di Kota Medan
Xi + 41 halaman
CBCT adalah alat yang banyak digunakan untuk beberapa aplikasi kedokteran gigi,
seperti perencanaan implan, endodontik, bedah maksilofasial, dan ortodontik. Namun,
dengan berkembangnya penggunaan CBCT tidak sejalan dengan pengetahuan yang
dimiliki oleh para praktisioner gigi. Pengetahuan yang kurang dapat mengakibatkan
ketidaktepatan dalam memberi rujukan serta meningkatkan risiko radiasi terhadap
pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa
pendidikan dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis tentang penggunaan CBCT di
Kota Medan. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 90 orang, yang terdiri dari 40 orang
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 50 orang dokter gigi spesialis.
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner dalam bentuk google form
secara online. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara univariat dan
dihitung dalam bentuk persentase. Hasil penelitian ini diketahui bahwa dari kelompok
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis diperoleh hasil sebanyak 62,5% memiliki
pengetahuan baik, 35% memiliki pengetahuan cukup, dan 2,5% memiliki pengetahuan
kurang. Sedangkan pada kelompok dokter gigi spesialis diperoleh hasil sebanyak 56%
memiliki pengetahuan baik, 30% memiliki pengetahuan cukup, dan 14% memiliki
pengetahuan kurang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa sebagian besar
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis memiliki
pengetahuan yang baik tentang CBCT (62,5% pada mahasiswa pendidikan dokter gigi
spesialis dan 56% pada dokter gigi spesialis).
Daftar rujukan: 32 (2011-2020)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 1 April 2021

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG(K)

ANGGOTA : 1. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG(K)


2. Dewi Kartika, drg., MDSc
3. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort(K)

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengetahuan Mahasiswa
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis Tentang Penggunaan Cone
Beam Computed Tomography (CBCT) di Kota Medan” sebagai salah satu syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta
Erwin Sitorus dan Sukesih Lestari, serta adik-adik tersayang Nabila Dwi Putri Sitorus
dan Alfarizi Muttaqi Sitorus atas doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungan materil
kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, saran, dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan
penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, saran dan dorongan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dewi Kartika, drg., M.DSc selaku Kepala Unit Radiologi Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesikan dengan baik.
3. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG dan Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort(K) selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis sehingga penulisan
skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Radiologi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi yang
diberikan kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara


5. Seluruh mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis di lingkungan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dokter gigi spesialis di Kota Medan
yang juga termasuk dosen-dosen penulis yang telah bersedia menjadi responden pada
penelitian skripsi ini.
6. Cantika Putri Malini, Arya Rahmanda, Putri Khaliza, Novi Anggraini, dan Alda
Natasya yang telah memberikan bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis agar
segera menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan Nindha Siti Moudy, Tisya Maulidia, Rafqi Karina,
Rosa Dea Safana, Athaya Ula, Luthfiah Nanda, Rabiatul Nafathin, Nurul Ulfa, Faiza
Albi, Armadina, dan Adzimatinur Pratiwi yang telah memberikan dukungan, saran dan
bantuan kepada penulis
8. Teman-teman satu departemen Echa Amanda, Farisah Kinasih, Dessy Ramasari,
Regina Suhaliah, Wahyu Dani, Vidi Putri, dan Suwita yang telah membantu dan
memberikan semangat kepada penulis.
Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran
yang bermanfaat bagi Fakultas Kedokteran Ggi Universitas Sumatera Utara dan
pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 1 April 2021


Penulis,

Rahmahadis Pratami Sitorus


NIM: 170600036

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ............................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengetahuan ...................................................................................... 4
2.2 Radiografi Kedokteran Gigi ............................................................... 7
2.3 Cone Beam Computed Tomography (CBCT) .................................... 7
2.3.1 Prinsip CBCT ................................................................................. 8
2.3.2 Komponen CBCT ........................................................................... 9
2.3.3 Prosedur Pengambilan Radiografi CBCT....................................... 14
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi CBCT ............................... 16
2.4 Aplikasi Spesifik CBCT dalam Kedokteran Gigi .............................. 17
2.5 Kerangka Teori .................................................................................. 20
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian................................................................................... 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 22
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 22
3.3.1 Populasi ......................................................................................... 22
3.3.2 Sampel ............................................................................................ 22
3.4 Besar Sampel ..................................................................................... 23
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ..................................................... 24
3.6 Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 24

vii
Universitas Sumatera Utara
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 25
3.7.1 Pengolahan Data ............................................................................. 25
3.7.2 Analisis Data .................................................................................. 26
3.8 Etika Penelitian .................................................................................. 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN ....................................................................... 27

BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 38


6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 38
6.2 Saran .................................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39

LAMPIRAN

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bidang spesialisasi mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis


di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ...................... 27
2. Bidang spesialisasi dokter gigi spesialis di Kota Medan ........................ 28
3. Pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang
penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ........................................ 28
4. Pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam
computed tomography (CBCT) di Kota Medan ...................................... 29
5. Tingkat pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT)
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ...................... 30
6. Tingkat pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone
beam computed tomography (CBCT) di Kota Medan ............................ 30

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Geometri pencitraan CBCT .................................................................... 9


2. Gambaran FOV (A), Pemindaian dengan FOV besar. (B), Pemindaian
dengan FOV medium. (C), FOV yang terfokus pada satu wilayah.
(D), Pemindaian dengan menggabungkan beberapa FOV terfokus ....... 11
3. Transformasi Radon, konstruksi dan koreksi sinogram ......................... 13
4. Layar monitor memperlihatkan gambar rekonstruksi sekunder dalam
bidang orthogonal ................................................................................... 14
5. Posisi pasien saat dilakukan exposure .................................................... 15

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Persetujuan Komisi Etik (Etichal Clearance)


2. Surat Keterangan Pemberian Izin Penelitian dari PDGI Cab. Medan
3. Lembar Kuesioner Penelitian
4. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
6. Rincian Biaya Penelitian
7. Jadwal Pelaksanaan Skripsi
8. Curriculum Vitae

xi
Universitas Sumatera Utara
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan CBCT khusus dalam bidang kedokteran gigi dimulai pada paruh kedua
tahun 1990-an. Saat ini, CBCT adalah alat yang banyak digunakan untuk beberapa
aplikasi kedokteran gigi, seperti perencanaan implan, endodontik, bedah maksilofasial,
dan ortodontik.1 Namun, dengan berkembangnya penggunaan CBCT, tidak sejalan
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh para praktisioner. Pengetahuan yang kurang
dapat mengakibatkan ketidaktepatan dalam memberi rujukan serta meningkatkan
risiko radiasi terhadap pasien.2
Cone beam computed tomography (CBCT) adalah metode pencitraan radiografi
yang memungkinkan pencitraan akurat pada struktur jaringan keras secara tiga dimensi
(3D). CBCT merupakan pengembangan dari sistem computed tomography (CT).
CBCT menyediakan gambar dengan resolusi sub-milimeter (2 pair line/mm) dengan
waktu penyinaran yang lebih singkat. Dosis penyinaran radiasi CBCT adalah 10 kali
lebih sedikit dibandingkan dengan CT konvensional selama penyinaran maksilofasial
(68 µSv dibandingkan dengan 600µSv pada CT konvensional) dan memiliki akurasi
dimensi yang baik (hanya sekitar 2% pembesaran).3,4 Sistem dalam CBCT
menggunakan sumber radiasi pengion berbentuk kerucut atau piramida dan detektor
dua dimensi yang dipasang pada gantry berputar untuk menghasilkan beberapa urutan
transmisi gambar yang terintegrasi langsung, membentuk informasi volumetrik.
Pencitraan CBCT memiliki keunggulan tersendiri seperti mengurangi ukuran area yang
diradiasi, ketepatan hasil radiografi, waktu pemindaian yang relatif cepat, analisis yang
interaktif, serta dapat meminimalisir eror pada hasil radiografi.5
Pengetahuan terhadap CBCT merupakan dasar untuk menjalankan dan
menghasilkan interpretasi yang baik, sehingga dengan akurat dapat memandu
praktisioner dalam mendiagnosis, menilai keparahan penyakit, merencanakan dan
memberikan terapi, serta follow-up pasien. Penelitian yang dilakukan Kamburoglu K

Universitas Sumatera Utara


2

et al (2011) pada mahasiswa kedokteran gigi di dua universitas yang berlokasi di


Ankara, Turki (Universitas Ankara dan Universitas Gazi) tentang pengetahuan
terhadap radiografi CBCT diketahui dari 472 responden hanya 63,3% mahasiswa yang
pernah mendengar tentang CBCT. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan rendahnya
kesadaran mahasiswa kedokteran gigi terhadap CBCT.6 Penelitian berikutnya
dilakukan Lavanya R et al (2016) terhadap mahasiswa pasca sarjana di perguruan
tinggi kedokteran gigi di India. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang CBCT.7 Penelitian
lainnya dilakukan Dupare A et al (2018) kepada praktisioner gigi, postgraduate
students, dan akademisi di Nagpur untuk melihat pengetahuan dan sikap mereka
terhadap CBCT. Diperoleh hasil secara statistik bahwa terdapat kesenjangan
pengetahuan terhadap aplikasi CBCT diantara dokter gigi spesialis. Para dokter gigi
spesialis merasakan kurangnya kesadaran dan kurangnya pelatihan CBCT di
lapangan.8 Kemudian penelitian yang dilakukan Sathawane R et al (2020) pada
mahasiswa kedokteran gigi dan dokter gigi umum di Nagpur untuk menilai
pengetahuan, kesadaran dan sikap mereka terhadap radiografi CBCT diperoleh hasil
bahwa terdapat perbedaan penting pada pengetahuan CBCT. Hasil penelitian
mengindikasi bahwa dokter gigi umum memiliki kesadaran dan pengetahuan yang
rendah terhadap CBCT. Postgraduate students (29,64%) memiliki pengetahuan lebih
baik tentang CBCT, diikuti oleh undergraduate students (26,4%), interns (25,87%),
dan kemudian diikuti oleh dokter gigi umum (18,07%).9
Penilaian terhadap pengetahuan CBCT penting dilakukan sebagai bentuk evaluasi
kemampuan mahasiswa kedokteran gigi dan dokter gigi tentang CBCT dan kesiapan
para praktisioner gigi dalam menggunakan CBCT sebagai sarana pendukung dalam
menegakkan diagnosa dan perawatan pasien.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang
penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara dan dokter gigi spesialis di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


3

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang
penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bagaimanakah pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam
computed tomography (CBCT) di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone
beam computed tomography (CBCT) di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis
tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di Kota Medan.
Manfaat aplikatif, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi
penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan untuk dapat memberikan program
atau kurikulum dalam rangka meningkatkan pengetahuan mahasiswa pendidikan
dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam
computed tomography (CBCT).

Universitas Sumatera Utara


4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
Semua ilmu pengetahuan pasti berbicara tentang sesuatu yang menjadi objek
kajiannya, cara mengetahuinya dan manfaatnya terhadap kehidupan manusia.
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tiap orang akan berbeda-beda
berkaitan dengan pengindraannya terhadap objek.10,11
Secara garis besar terdapat 6 tingkatan pengetahuan:
a. Tahu (know)
Pengetahuan yang dimiliki berupa mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) bahan yang dipelajari. Oleh karena itu, tingkatan pengetahuan pada tahap ini
merupakan tingkatan yang paling rendah. Kemampuan pengetahuan pada tingkatan ini
adalah seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.10,11
b. Memahami (comprehension)
Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek atau sesuatu. Seseorang yang telah paham
tentang pelajaran atau materi yang telah diberikan dapat menjelaskan, menyimpulkan,
dan menginterpretasikan objek atau sesuatu yang telah dipelajarinya tersebut.10,11
c. Aplikasi (application)
Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini yaitu dapat mengaplikasikan atau
menerapkan materi yang telah dipelajarinya pada situasi kondisi nyata atau
sebenarnya.10,11
d. Analisis (analysis)
Kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen
yang ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis yang dimiliki seperti dapat

Universitas Sumatera Utara


5

menggambarkan (membuat bagan), memisahkan dan mengelompokkan, membedakan


atau membandingkan.10,11
e. Sintesis (synthesis)
Pengetahuan yang dimiliki adalah kemampuan seseorang dalam mengaitkan
berbagai elemen atau unsur pengetahuan yang ada menjadi suatu pola baru yang lebih
menyeluruh. Kemampuan sintesis ini seperti menyusun, merencanakan,
mengkategorikan, mendesain, dan menciptakan.10,11
f. Evaluasi (evalution)
Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini berupa kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dapat digambarkan
sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif keputusan.10,11
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut.
a. Pendidikan
Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin
mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat.12
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi
juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu
objek juga mengandung dua aspek yaitu positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu.12
b. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa pesan-

Universitas Sumatera Utara


6

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi
baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.12
c. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran baik dan
buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walau tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
memengaruhi pengetahuan seseorang.12
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.12
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. Pengalaman belajar dalam
bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan
profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar seacra ilmiah dan etik yang bertolak
dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.12
f. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia
akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin membaik.12

Universitas Sumatera Utara


7

2.2 Radiografi Kedokteran Gigi


Dalam praktik kedokteran gigi, radiografi menjadi sarana pendukung yang
dibutuhkan dalam penentuan diagnosa dan perawatan pasien, khususnya jika
pemeriksaan klinis tidak mampu memberikan cukup informasi mengenai keadaan
patologis rongga mulut, sehingga penegakan diagnosa sulit untuk dilakukan.
Radiografi kedokteran gigi meliputi radiografi intraoral, radiografi ekstraoral, serta
radiografi modern seperti CT dan CBCT.13
Seluruh radiografi intraoral diambil dengan menggunakan sensor gambar atau
reseptor gambar di dalam rongga mulut pasien. Seluruh jenis radiografi dapat dilakukan
dengan menggunakan sensor digital atau detektor gambar analog, yang disebut film
radiografi. Radiografi tersebut memberikan gambaran struktur maksilofasial secara dua
dimensi.13
Radiografi intraoral yang digunakan dalam kedokteran gigi meliputi radiografi
periapikal, bitewing, dan oklusal. Sedangkan radiografi ekstraoral yang paling sering
digunakan adalah radiografi panoramik. Radiografi modern mencakup radiografi tiga
dimensi, yaitu CT scan dan CBCT. CT scan dan CBCT memiliki kemiripan karena
merupakan alat computed tomography yang keduanya menggunakan radiasi pengion.
Akan tetapi, peralatan CT scan kebanyakan berbasis rumah sakit dan klinik rawat jalan
yang besar, dan sejauh ini belum banyak diterapkan dalam praktik kedokteran gigi,
selain dengan harganya yang mahal. Sementara itu, CBCT lebih sering digunakan
dalam praktik kedokteran gigi.13,14

2.3 Cone Beam Computed Tomography (CBCT)


Segera setelah pengembangan CT scan pertama, konsep CBCT diperkenalkan
dalam radiologi. CBCT pertama kali diterapkan untuk angiografi pada tahun 1980an
sebelum secara bertahap diperkenalkan untuk aplikasi lain. Cone beam computed
tomography (CBCT) adalah metode pencitraan radiografi yang memungkinkan
pencitraan akurat pada struktur jaringan keras secara tiga dimensi (3D). Istilah "cone
beam" mengacu pada sumber sinar-x berbentuk kerucut yang memindai kepala pasien
pada sumbu vertikal kepala hingga 360°. Sumber sinar-x dan rangkaian detektor yang

Universitas Sumatera Utara


8

terpasang pada gantry, bergerak secara bersamaan untuk menghasilkan beberapa


urutan transmisi gambar yang terintegrasi langsung, membentuk informasi
volumetrik.3,5,15,16

2.3.1 Prinsip CBCT


Semua pemindai computed tomography (CT) terdiri dari sumber sinar-x dan
detektor yang dipasang pada gantry berputar. Selama rotasi gantry, sumber sinar-x
menghasilkan radiasi, sedangkan reseptor merekam sisa sinar-x setelah atenuasi oleh
jaringan pasien. Rekaman ini merupakan data mentah yang akan direkonstruksi oleh
algoritma komputer menjadi gambar cross-sectional. Pada CBCT, derajat atenuasi
sinar-x ditunjukkan dengan skala abu-abu (grayscale). Komponen dasar dari gambar
grayscale adalah nilai elemen gambar (piksel). Nilai grayscale atau intensitas setiap
piksel terkait dengan intensitas foton pada detektor. Meski memberikan gambaran
serupa, pencitraan CBCT mewakili evolusi penyederhanaan alat yang digunakan pada
pencitraan CT yang menggunakan peralatan pencitraan multidetector computed
tomography (MDCT).3,5,17
Pencitraan CBCT dilakukan dengan menggunakan gantry pembawa sumber sinar-x
dan detektor. Sumber radiasi berbentuk kerucut atau piramida divergen diarahkan
terhadap area yang diinginkan (region of interest/ROI), dan sisa radiasi yang telah
dilemahkan diproyeksikan ke area detektor sinar-x yang berada pada sisi yang
berlawanan. Sumber sinar-x dan detektor berputar di sekitar pusat rotasi, di dalam pusat
ROI. Pusat rotasi ini menjadi pusat volume gambar akhir yang akan diperoleh. Selama
rotasi, beberapa urutan proyeksi gambar dua dimensi diperoleh saat sumber sinar-x dan
detektor bergerak berputar membentuk sudut 180°-360°. Gambar proyeksi tunggal ini
merupakan data primer mentah dan secara individual disebut sebagai gambar dasar,
frame, atau gambar mentah. Gambar dasar tampak mirip dengan gambar sefalometri
kecuali jika masing-masing gambar diiringi dengan gambar berikutnya. Biasanya
terdapat beberapa ratus gambar dua dimensi dari volume gambar yang dihitung dan
dibuat. Seri lengkap gambar disebut sebagai data proyeksi. Penyinaran CBCT
menggabungkan seluruh ROI, maka hanya dengan satu kali pemindaian rotasi dari

Universitas Sumatera Utara


9

gantry diperoleh cukup data untuk menghasilkan gambar volumetrik. Program


perangkat lunak yang menggabungkan algoritma canggih termasuk filter back
projection diterapkan ke data proyeksi ini untuk menghasilkan kumpulan data
volumetrik yang dapat digunakan untuk menghasilkan gambar rekonstruksi primer
dalam bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal).3,5

Gambar 1. Geometri pencitraan CBCT18

2.3.2 Komponen CBCT


CBCT memiliki 4 komponen dasar untuk menghasilkan gambar:
1. Sumber sinar-x
Pencitraan CBCT secara teknis sederhana, hanya dalam satu pemindaian dilakukan
untuk mendapatkan kumpulan data proyeksi, namun tedapat beberapa parameter
penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sinar-x yang dapat memengaruhi
kualitas gambar dan dosis radiasi pasien.5
- Stabilitas pasien
Bergantung pada unitnya, pemeriksaan CBCT dapat dilakukan dengan posisi pasien
duduk, berdiri, atau telentang. Unit posisi telentang secara fisik lebih besar, sedangkan
unit berdiri mungkin tidak dapat diatur ke ketinggian yang cukup rendah untuk

Universitas Sumatera Utara


10

mengakomodasi pasien dengan kursi roda. Berdasarkan ketiga posisi tersebut, unit
dengan posisi duduk yang paling nyaman. Dengan semua sistem yang ada, imobilisasi
kepala pasien lebih penting daripada posisi pasien karena setiap gerakan kepala dapat
menurunkan hasil akhir gambar. Imobilisasi kepala dilakukan dengan menggunakan
kombinasi dari chin cup, bite fork, atau alat penahan kepala lainnya.5
- X-ray generator
Selama rotasi pemindaian, setiap rangkaian gambar proyeksi dibuat dengan
pengambilan gambar tunggal berurutan dari sisa berkas sinar x-ray oleh detektor.
Berkas sinar-x mungkin kontinu atau berdenyut bertepatan dengan aktivasi detektor,
yang berarti waktu penyinaran aktual lebih sedikit dari waktu pemindaian hingga 50%
lebih sedikit. Oleh sebab itu, penggunaan teknik ini dapat mengurangi dosis radiasi
pasien secara signifikan.5,19,20
- Volume pemindaian
Dimensi bidang pandang (field of view/FOV) atau volume pemindaian yang dapat
dicakup terutama bergantung pada ukuran dan bentuk detektor, geometri proyeksi
sinar, dan kemampuan untuk menyeimbangkan beam. Bentuk volume pemindaian
dapat berbentuk silinder atau bulat. Penyesuaian berkas sinar-x primer dapat
membatasi paparan radiasi sinar-x ke ROI. Sebaiknya batasai ukuran bidang ke volume
terkecil yang menggambarkan ROI. Ukuran bidang ini harus dipilih untuk setiap pasien
berdasarkan kebutuhan. Prosedur ini mengurangi paparan yang tidak perlu ke pasien
dan menghasilkan gambar terbaik dengan meminimalkan radiasi yang tersebar, yang
dapat menurunkan kualitas gambar.5,19

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 2. Gambaran FOV (A), Pemindaian dengan FOV besar.


(B), Pemindaian dengan FOV medium. (C), FOV yang
terfokus pada satu wilayah. (D), Pemindaian dengan
menggabungkan beberapa FOV terfokus.5

- Faktor pemindaian
Saat pemindaian berlangsung, paparan tunggal dibuat pada interval derajat tertentu,
menghasikkan proyeksi gambar dua dimensi yang dikenal sebagai gambar dasar atau
gambar mentah yang sebanding dengan gambar radiografi sefalometri anterior, lateral,
dan posterior. Rangkaian gambar lengkap dikenal sebagai data proyeksi. Jumlah
gambar yang mencakup data proyeksi selama pemindaian ditentukan oleh: frame rate
(jumlah gambar yang diperoleh per detik), kelengkapan trajectory arc dan kecepatan
rotasi.19
2. Detektor gambar
Detektor sinar-x mengubah foton sinar-x yang masuk menjadi sinyal listrik dan
merupakan komponen penting dalam sistem pencitraan. Efisiensi dan kecepatan
konversi dilakukan merupakan karakteristik penting dari detektor sinar-x.5,19,20
Dalam pencitraan CBCT, berbagai jenis detektor digunakan. Saat ini, unit CBCT
dikategorikan menjadi dua kelompok berdasarkan jenis detektor:
- Kombinasi image intensifier tube/charge-coupled device (II/CCD).
-
Flat panel detectors (FPDs). 5,19,20

Universitas Sumatera Utara


12

Sebagian besar unit CBCT yang ada menggunakan FPDs indirek. FDPs
menggunakan detektor indirek pada panel sensor solid yang luas yang dipasangkan
dengan lapisan sintilator sinar-x. Lapisan bahan sintilator, baik gadolinium oksisulfida
(Gd202S:Tb) atau sesium iodida (Csl:TI), digunakan untuk mengubah foton sinar-x
menjadi foton cahaya, yang kemudian dikonversi menjadi sinyal listrik. FPDs dengan
lapisan sesium iodida memiliki kualitas gambar dan efisiensi dosis yang lebih tinggi
karena struktur kolumnarnya mengurangi penyebaran cahaya diantara sintilator.5,19
3. Rekonstruksi gambar
Setelah frame proyeksi dasar diperoleh, data harus diproses untuk membuat
kumpulan data volumetrik. Proses ini disebut rekonstruksi primer. Sekali rotasi CBCT
menghasilkan 100 hingga lebih dari 600 frame proyeksi individual, masing-masing
dengan lebih dari satu juta piksel, dengan 12-16 bit data yang ditetapkan untuk setiap
piksel. Data ini diproses untuk membuat kumpulan data volumetrik yang terdiri dari
elemen volume berbentuk kubus (voxel) oleh urutan algoritma perangkat lunak dalam
proses yang disebut rekonstruksi. Selanjutnya, gambar ortogonal visual (tegak lurus)
membagi kumpulan data volumetrik, proses ini disebut sebagai rekonstruksi sekunder.
Proses rekonstruksi gambar biasanya selesai dalam waktu kurang dari 3 menit untuk
pemindaian dengan resolusi standard.5,19
Proses rekonstruksi terdiri dari dua tahap:
- Tahap preprocessing
Setelah beberapa proyeksi gambar dua dimensi diperoleh, gambar-gambar ini harus
diperbaiki untuk ketidaksempurnaan piksel yang terjadi, variasi dalam sensitivitas
detektor, dan eksposur yang tidak merata. Kalibrasi gambar harus dilakukan secara
rutin untuk menghilangkan cacat tersebut.5,19,20
- Tahap rekonstruksi
Gambar yang telah dikoreksi diubah menjadi representasi khusus yang disebut
sinogram, merupakan gambar komposit yang dikembangkan dari beberapa proyeksi
gambar. Sumbu horizontal mewakili sinogram sinar individu di detektor, sedangkan
sumbu vertikal mewakili sudut proyeksi. Jika ada 300 proyeksi, file sinogram akan
memiliki 300 baris. Proses menghasilkan sinogram disebut sebagai tansformasi Radon.

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar yang dihasilkan terdiri dari beberapa gelombang sinus yang berbeda
amplitudo, sebagai objek individu yang diproyeksikan ke detektor pada berbagai sudut.
Gambar akhir direkonstruksi dari sinogram dengan algoritma filter back projection
untuk data volumetrik yang diperoleh dengan pencitraan CBCT. Algoritma yang paling
banyak digunakan adalah algoritma Feldkamp.5,19,20

Gambar 3. Transformasi Radon, konstruksi dan koreksi sinogram.5

4. Tampilan gambar
CBCT hadir dalam berbagai format tampilan gambar. Kumpulan data volumetrik
adalah kompilasi dari semua voxel yang tersedia dan untuk sebagian besar perangkat
CBCT, hasil pencitraan CBCT ditampilkan di layar sebagai gambar rekonstruktif
sekunder dalam bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal). Visualisasi optimal dari
gambar konstruktif ortogonal didasarkan pada penyesuaian window level dan window
width.19

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 4. Layar monitor memperlihatkan gambar rekonstruksi sekunder


dalam bidang ortogonal19

2.3.3 Prosedur Pengambilan Radiografi CBCT


Prosedur dalam melakukan pencitraan CBCT, terdiri dari mempersiapkan pasien
dan memposisikan pasien.16,21
1. Mempersiapkan pasien
Tujuan dari prosedur ini adalah mempersiapkan pasien untuk pengambilan
radiografi CBCT.21
Alat yang perlu disiapkan: apron dan wadah kosong.21
Prosedur mempersiapkan pasien:
- Jelaskan prosedur kepada pasien, beri pasien kesempatan untuk bertanya.
- Minta pasien untuk melepaskan semua benda logam dari area kepala leher,
termasuk perhiasan, kacamata, dan piranti lepasan. Tempatkan barang pasien dalam
wadah.
- Pasangkan apron kepada pasien.16,21

Universitas Sumatera Utara


15

2. Memposisikan pasien
Tujuan dari prosedur ini adalah memposisikan pasien pada posisi yang tepat selama
proses penyinaran berlangsung.21
Prosedur memposisikan pasien:
- Instruksikan kepada pasien untuk duduk, berdiri, atau telentang (sesuai dengan
jenis CBCT yang tersedia) selama penyinaran.
- Instruksikan pasien untuk menyandarkan kepalanya pada penyangga kepala dan
dagunya pada penyangga dagu.
- Setelah posisi pasien telah siap, instruksikan pasien agar tetap diam selama
proses berlangsung.
- Lakukan penyinaran.16,21

Gambar 5. Posisi pasien saat dilakukan exposure5

Universitas Sumatera Utara


16

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan CBCT


Kelebihan CBCT:
- Ukuran dan harga
Peralatan CBCT memiliki ukuran alat lebih kecil dibandingkan dengan peralatan
CT konvensional dan biayanya seperempat sampai seperlima dari biaya CT.5
- Dosis radiasi pasien relatif rendah
Dosis penyinaran radiasi CBCT adalah 10 kali lebih sedikit dibandingkan dengan
CT konvensional selama exposure maksilofasial (68 µSv dibandingkan dengan 600µSv
pada CT konvensional).3,5
- Waktu pemindaian singkat
CBCT dapat memperoleh semua gambar dasar dalam sekali rotasi. Oleh karena itu,
waktu pemindaian menjadi lebih singkat (10-70 detik) dan motion artifacts karena
subjek yang bergerak menjadi berkurang.5,19
- Keakuratan gambar
Gambar CBCT akurat secara anatomis, menghilangkan adanya struktur
superimposed, dan hampir tidak adanya pembesaran yang terjadi. Oleh karena itu,
CBCT memiliki hubungan anatomi 1:1.16
- Analisis yang interaktif
CBCT menyediakan gambar eksklusif yang mewakili fitur dalam tiga dimensi yang
tidak dapat dilakukan pada teknik radiografi intraoral dan ekstraoral baik konvensional
maupun digital. Unit CBCT merekonstruksi data proyeksi untuk menyediakan gambar
interrelasi dalam bidang ortogonal (aksial, sagital dan koronal). Algoritma pengukuran
yang digerakkan oleh kursor (cursor-driven measurement algorithms) memberikan
kemampuan interaktif kepada klinisi untuk penilaian secara real-time, membuat
anotasi dan melakukan pengukuran.5,19
- Kemampuan untuk menyimpan dan transformasi gambar yang mudah
Hasil gambar tiga dimensi yang diperoleh dapat disimpan secara digital dalam file
dengan format .jpeg atau .bmp, ditempatkan pada CD, dicetak pada film atau kertas,
serta dapat dengan mudah dikirim melalui email kepada dokter gigi yang merujuk.16

Universitas Sumatera Utara


17

Kekurangan CBCT:
- Dosis radiasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan radiografi dua dimensi
(2D) konvensional.19
- Membutuhkan tenaga yang terampil dan berpengalaman untuk menginterpretasi
data yang dihasilkan.19
- Terjadinya noise pada gambar
CBCT menghasilkan proyeksi geometri dalam volume besar untuk setiap gambar
dasar. Sebagian besar foton mengalami interaksi hamburan Compton dan
menghasilkan radiasi yang tersebar. Sebagian besar radiasi yang tersebar diproduksi ke
segala arah dan direkam oleh piksel pada detektor. Jumlah foton yang terdeteksi pada
setiap piksel tidak mencerminkan atenuasi yang sebenarnya dari suatu objek. Sinar-x
tambahan yang terekam ini disebut noise dan berkontribusi pada degradasi gambar. 5,19
- Kontras jaringan lunak yang buruk.
Resolusi kontras adalah kemampuan gambar untuk mengungkapkan perbedaan
yang halus dalam kepadatan gambar. Hasilnya adalah variasi dalam intensitas gambar
dalam atenuasi sinar-x oleh jaringan yang berbeda dalam kepadatan, nomor atom, atau
ketebalan. Radiasi yang tersebar selain memberikan kontribusi untuk meningkatkan
noise gambar, ini juga merupakan faktor penting dalam mengurangi kontras sistem
cone-beam. Tersebarnya foton x-ray mengurangi kontras subjek dengan menambahkan
latar belakang sinyal yang tidak mewakili anatomi, sehingga mengurangi kualitas
pencitraan. Hal ini membuat hasil pencitraan CBCT memiliki kontras jaringan lunak
yang kurang baik. 5
- Adanya artifact dari implan, restorasi amalgam, restorasi protesa logam, dan
perawatan endodontik dapat merusak gambar CBCT. Radiasi tidak akan mencapai
detektor ketika berinteraksi dengan arean dengan atenuasi tinggi seperti logam.5,19

2.4 Aplikasi Spesifik CBCT dalam Kedokteran Gigi


Pada dasarnya, penggunaan CBCT dilakukan pada saat radiografi konvensional
tidak dapat memberi informasi yang cukup. Berikut merupakan apikasi spesifik
radiografi CBCT pada bidang kedokteran gigi:

Universitas Sumatera Utara


18

- Perencanaan implan gigi


CBCT digunakan untuk perencanaan penempatan implan gigi. CBCT memberikan
grambaran cross-sectional terhadap tinggi, lebar, dan angulasi tulang alveolar dan
dengan akurat menggambarkan struktur vital, seperti kanal inferior alveolar nerve pada
mandibula atau sinus pada maksila. CBCT sangat berguna karena memberikan
serangkaian gambar untuk penilaian lokasi implan yang tepat.3,5,19
- Endodontik
Pada bidang endodontik, penggunaan CBCT dengan FOV terbatas dan resolusi yang
tinggi dapat diindikasikan pada kasus-kasus tertentu ketika radiografi intraoral
konvensional memberikan informasi anatomi saluran akar yang inadekuat. CBCT
digunakan untuk menentukan jalur penyebaran infeksi, integritas pengisian saluran
akar, mendeteksi fraktur akar vertikal dan horizontal, menilai resorpsi akar karena
inflamasi, resorpsi akar eksternal, resorpsi servikal dan resorpsi internal.3,5,19
- Ortodontik
CBCT bermanfaat untuk penilaian ortodontik dan analisis sefalometri. Pencitraan
CBCT memfasilitasi evaluasi pertumbuhan maksila pada anak dalam masa
pertumbuhan, usia, fungsi dan analisis jalan nafas, mengidentifikasi gangguan pada
erupsi gigi, resorpsi yang berhubungan dengan gigi impaksi, mengukur dimensi tulang
untuk penempatan miniscrew implant, serta untuk melihat adanya anomali
perkembangan atau asimetri wajah dan tengkorak.3,5,19
- Bedah maksilofasial
Aplikasi CBCT pada bidang bedah maksilofasial meliputi analisis terhadap adanya
keadaan patologis pada rahang, evaluasi gigi impaksi dan gigi supernumerary dengan
struktur sekitarnya ketika radiografi konvensional tidak dapat memberi informasi yang
cukup, alterasi tulang kortikal dan tulang trabekular, penilaian fraktur maksilofasial,
bone graft, perencanaan bedah ortognatik, serta digunakan pada kasus obstructive sleep
apnea.3,5,19
- Periodontik
Penggunaan CBCT pada pencitraan rutin tidak diindikasikan. Namun, CBCT dapat
digunakan untuk melihat deskripsi morfologi tulang secara rinci, menilai keterlibatan

Universitas Sumatera Utara


19

furkasi, mendeteksi adanya kecacatan pada area bukal dan lingual, kecacatan intra-
bony, kista periodontal, dan menilai hasil terapi periodontal regeneratif.3,5,19
- TMJ
Pencitraan CBCT memberikan gambaran tiga dimensi dari kondilus dan struktur
sekitarnya yang dapat memfasilitasi analisis dan diagnosis kelainan morfologi tulang,
ruang sendi dan fungsi, yang merupakan kunci penting untuk menyediakan hasil
pengobatan yang tepat pada pasien TMJ dengan tanda dan gejala. Pencitraan CBCT
dapat menggambarkan ciri-ciri penyakit sendi degeneratif, anomali perkembangan
kondilus, ankilosis, dan artritis reumatoid.3,5,19

Universitas Sumatera Utara


20

2.5 Kerangka Teori

Pengetahuan

Radiografi Kedokteran Gigi

Cone beam computed


tomography (CBCT)

Prinsip Komponen Prosedur Kelebihan dan


CBCT CBCT Pengambilan Kekurangan
Radiografi CBCT CBCT

Aplikasi Spesifik CBCT


dalam Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara


21

2.6 Kerangka Konsep

Mahasiswa Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis di
Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas
Sumatera Utara
Pengetahuan Tentang
Penggunaan CBCT

Dokter Gigi Spesialis di


Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


22

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross sectional yang bertujuan untuk melihat pengetahuan mahasiswa pendidikan
dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed
tomography (CBCT) di Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Penelitian dilakukan dari bulan Desember
2020 sampai dengan bulan Februari 2021.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua mahasiswa pendidikan dokter gigi
spesialis di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dokter gigi di
Kota Medan.

3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
konservasi gigi, periodonsia, prostodonsia, dan ortodonsia serta dokter gigi spesialis.
Metode pengambilan data dilakukan secara simple random sampling dengan kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut.
Kriteria inklusi:
1. Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis yang sedang melanjutkan studinya
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


23

2. Dokter gigi spesialis di Kota Medan


3. Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis yang
bersedia untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian.
Kriteria eksklusi:
1. Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis yang tidak
mengisi kuesioner dengan lengkap.

3.4 Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan dengan rumus:

z 21 / 2 * p * (1  p )
n
d2
Keterangan:
n = Jumlah sampel
Z = Derajat kepercayaan 95% (Z1-/2=1.96)
p = Perkiraan proporsi populasi penelitian
63,3% Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
50% Dokter gigi spesialis
d = Presisi (15%)
Sehingga didapatkan hasil:
n Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis = (1,962 * 0,633 * (1-0,633)
0,152
n Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis = 39,66 ≈ 40 sampel

n Dokter Gigi Spesialis = (1,962 * 0,5 * (1-0,5)


0,152
n Dokter Gigi Spesialis = 42,7 ≈ 43 sampel

Jumlah minimal sampel pada penelitian ini adalah 83 sampel dibulatkan menjadi 90
sampel. Jumlah sampel mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis di Fakultas

Universitas Sumatera Utara


24

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara adalah 40 sampel dan jumlah sampel
dokter gigi spesialis di Kota Medan adalah 50 sampel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Pengetahuan Pengetahuan Pengukuran Hasil ukur Ordinal


tentang adalah hasil tahu dengan pengetahuan
penggunaan seseorang kuesioner dikategorikan
cone beam terhadap suatu dalam bentuk menjadi:
computed objek setelah Google form.
1. Baik:
tomography melakukan
76%-
(CBCT). pengindraan
100%
terhadap objek
2. Cukup:
tersebut.
56%-75%
3. Kurang:
<56%
CBCT adalah
metode pencitraan
tiga dimensi (3D)
dalam kedokteran
gigi yang
memungkinkan
pencitraan akurat
pada struktur
jaringan keras.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data


1. Mengurus surat izin penelitian dan surat izin penelitian dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


25

2. Setelah surat izin diperoleh, dilakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner


secara online dalam bentuk Google form.
3. Pengumpulan data yang diperoleh dari Google form
4. Pengolahan dan analisis data.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data


1. Pengetahuan
Untuk mengukur pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan
dokter gigi spesialis tentang penggunaan CBCT adalah dengan memberikan skor pada
kuesioner yang telah diisi oleh subjek penelitian. Jumlah pertanyaan adalah 12, setiap
pertanyaan berbentuk pilihan ganda dengan memilih jawaban yang paling tepat.
Pemberian skor pada setiap pertanyaan adalah sebagai berikut.
a. Jawaban benar memiliki skor 1
b. Jawaban salah memiliki skor 0
Hasil ukur pengetahuan tersebut kemudian dikategorikan. Menurut Masturoh dan
Nauri (2018) pengetahuan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,
yaitu:11
a. Baik apabila total skor 76-100%
b. Cukup apabila total skor 56-75%
c. Kurang apabila total skor <56%
Berdasarkan seluruh pertanyaan yang memiliki total skor maksimal 12, maka
pengkategorian pengetahuan berdasarkan total skor jawaban benar adalah sebagai
berikut.
a. Termasuk kategori pengetahuan baik apabila total skor 9-12 (76%-100%)
b. Termasuk kategori pengetahuan cukup apabila total skor 7-8 (56% -75%)
c. Termasuk kategori pengetahuan kurang apabila total skor <7 (<56%)

Universitas Sumatera Utara


26

2. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan tahapan sebagai berikut.
a. Penyuntingan data (editing)
Pemeriksaan kembali apakah data yang terkumpul sudah lengkap, jelas dan tidak
meragukan, serta tidak ada kesalahan dan sebagainya.
b. Membuat lembaran kode (coding sheet)
Memberi kode pada lembar kuesioner yang bertujuan untuk memberi nomor
responden agar lebih mudah dalam pengolahan dan perhitungan total nilai dari seluruh
pertanyaan.
c. Memasukkan data (entry)
Memasukkan data ke dalam kolom yang telah disesuaikan dengan jawaban masing-
masing pertanyaan.
d. Tabulasi
Membuat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.

3.7.2 Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan secara univariat dan dihitung dalam bentuk
persentase.

3.8 Etika Penelitian


Etika Penelitian dalam penelitian ini, mencangkup:
a. Lembar persetujuan (Informed consent)
Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta
menjelaskan manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini kemudian memberikan
lembar persetujuan kepada subjek.
b. Ethical clearance
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komisi etik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dengan nomor surat 845/KEP/USU/2020 berdasarkan
ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

Universitas Sumatera Utara


27

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan


dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di
Kota Medan. Penelitian dilakukan terhadap 90 orang yang sesuai dengan kriteria
inklusi, terdiri dari 40 orang mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 50 orang
dokter gigi spesialis. Subjek penelitian yang bersedia diminta untuk mengisi kuesioner
penelitian dalam bentuk google form yang berisi pertanyaan mengenai radiografi
CBCT. Adapun kendala pada penelitian ini adalah sulitnya menghubungi calon
responden dikarenakan kesibukan calon responden yang cukup padat, sehingga
menyebabkan proses penelitian memerlukan waktu lebih lama.

Tabel 1. Bidang spesialisasi mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis di Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Spesialisasi n %
Periodonsia 12 30
Konservasi Gigi 10 25
Prostodonsia 9 22,5
Ortodonsia 9 22,5
Total 40 100

Berdasarkan tabel 1 tersebut, mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis yang


menjadi sampel pada penelitian ini terdiri dari 4 bidang spesialisasi, yaitu sebanyak 12
orang (30%) dari departemen periodonsia, sebanyak 10 orang (25%) dari departemen
konservasi gigi, sebanyak 9 orang (22,5%) dari departemen prostodonsia, dan sebanyak
9 orang (22,5%) dari departemen ortodonsia.

Universitas Sumatera Utara


28

Tabel 2. Bidang spesialisasi dokter gigi spesialis di Kota Medan

Spesialisasi N %
Ortodonsia 18 36
Periodonsia 11 22
Konservasi Gigi 9 18
Bedah Mulut 6 12
Prostodonsia 2 4
Radiologi Kedokteran Gigi 2 4
Odontologi Forensik 1 2
Penyakit Mulut 1 2
Total 50 100

Berdasarkan tabel 2 tersebut, dokter gigi spesialis yang menjadi sampel pada
penelitian ini terdiri dari 8 bidang spesialisasi, yaitu sebanyak 18 orang (36%) dokter
gigi spesialis ortodonsia, sebanyak 11 orang (22%) dokter gigi spesialis periodonsia,
sebanyak 9 orang (18%) dokter gigi spesialis konservasi gigi, sebanyak 6 orang (12%)
dokter gigi spesialis bedah mulut, sebanyak 2 orang (4%) dokter gigi spesialis
prostodonsia, sebanyak 2 orang (4%) dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi,
sebanyak 1 orang (2%) dokter gigi spesialis odontologi forensik, dan 1 orang (2%)
dokter gigi spesialis penyakit mulut.

Tabel 3. Pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang penggunaan


cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara

Jumlah
Pengetahuan tentang penggunaan cone beam
No. Total Benar Salah
computed tomography (CBCT)
n % n %
1. CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi 40 100 0 0
2. CBCT berfungsi sebagai instrumen
pendukung dalam menegakkan diagnosa dan 38 95 2 5
rencana perawatan
3. CBCT merupakan radiografi berbasis radiasi
30 75 10 25
ionisasi
4. Keunggulan CBCT dari radiografi
konvensional adalah dapat memperlihatkan
16 40 24 60
gambaran jaringan keras maksilofasial secara
akurat
5. Gambaran CBCT 30 75 10 25

Universitas Sumatera Utara


29

6. CBCT memiliki keunggulan yaitu gambar 33 82,5 7 17,5


yang dihasilkan dapat disimpan secara digital
dan dapat dikirim melalui email
7. CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur 21 52,5 19 47,5
anatomis, yang memiki arti bahwa 40
pembesaran gambar CBCT hampir tidak ada
dan tidak ditemukannya superimposed
8. Dosis radiasi pada beberapa radiografi 23 57,5 17 42,5
kedokteran gigi dari yang terkecil hingga
terbesar: Panoramik < CBCT < CT scan
9. CBCT memiliki kelemahan, yaitu kontras 30 75 10 25
jaringan lunak yang buruk
10. CBCT dipertimbangkan untuk dilakukan saat 39 97,5 1 2,5
diperlukan pemeriksaan dengan keakuratan
tinggi
11. Arah pandang CBCT terdiri dari 3 bidang 36 90 4 10
pandang, yaitu sagital, koronal, dan aksial
12. Gambaran CBCT pada arah sagital 20 50 20 50

Tabel 4. Pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed
tomography (CBCT) di Kota Medan

Jumlah
Pengetahuan tentang penggunaan cone beam
No. Total Benar Salah
computed tomography (CBCT)
n % n %
1. CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi 46 92 4 8
2. CBCT berfungsi sebagai instrumen
pendukung dalam menegakkan diagnosa dan 48 96 2 4
rencana perawatan
3. CBCT merupakan radiografi berbasis radiasi
29 58 21 42
ionisasi
4. Keunggulan CBCT dari radiografi
konvensional adalah dapat memperlihatkan
17 34 33 66
gambaran jaringan keras maksilofasial secara
akurat
5. Gambaran CBCT 41 82 9 18
6. CBCT memiliki keunggulan yaitu gambar
yang dihasilkan dapat disimpan secara digital 46 92 4 8
dan dapat dikirim melalui email
7. CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur
anatomis, yang memilik arti bahwa
50 36 72 14 28
pembesaran gambar CBCT hampir tidak ada
dan tidak ditemukannya superimposed
8. Dosis radiasi pada beberapa radiografi
kedokteran gigi dari yang terkecil hingga 23 46 27 54
terbesar: Panoramik < CBCT < CT scan

Universitas Sumatera Utara


30

9. CBCT memiliki kelemahan, yaitu kontras 38 76 12 24


jaringan lunak yang buruk
10. CBCT dipertimbangkan untuk dilakukan saat 47 94 3 6
diperlukan pemeriksaan dengan keakuratan
tinggi
11. Arah pandang CBCT terdiri dari 3 bidang 32 64 18 36
pandang, yaitu sagital, koronal, dan aksial
12. Gambaran CBCT pada arah sagital 23 46 27 54

Tabel 5. Tingkat pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang


penggunaan cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Kategori n %
Baik 25 62,5
Cukup 14 35
Kurang 1 2,5
Total 40 100

Berdasarkan tabel 5 tersebut, diketahui dari 40 mahasiswa pendidikan dokter gigi


spesialis, sebanyak 25 orang (62,5%) memiliki pengetahuan baik, 14 orang (35%)
memiliki pengetahuan cukup, dan 1 orang (2,5%) memiliki pengetahuan kurang
tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT).

Tabel 6. Tingkat pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam
computed tomography (CBCT) di Kota Medan

Kategori n %
Baik 28 56
Cukup 15 30
Kurang 7 14
Total 50 100

Berdasarkan tabel 6 tersebut, diketahui dari 50 dokter gigi spesialis, sebanyak 28


orang (56%) memiliki pengetahuan baik, 15 orang (30%) memiliki pengetahuan cukup,
dan 7 orang (14%) memiliki pengetahuan kurang tentang penggunaan cone beam
computed tomography (CBCT).

Universitas Sumatera Utara


31

BAB 5

PEMBAHASAN

Terdapat beberapa teknik pencitraan radiografi yang tersedia untuk membantu


dalam menegakkan diagnosa dan menentukan rencana perawatan. CBCT memiliki
peran penting dalam mendiagnosa keadaan patologi oral dan maksilofasial secara
akurat dengan dosis radiasi yang lebih sedikit. CBCT dapat diaplikasikan pada hampir
semua bidang kedokteran gigi dan merupakan salah satu metode pencitraan yang
diterima secara luas.7,9 Adapun penelitian ini dengan menggunakan kuesioner sebagai
alat ukur bertujuan untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi
spesialis dan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed
tomography (CBCT) di Kota Medan.
Pengetahuan bahwa CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi diperoleh hasil
bahwa 100% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 92% dokter gigi spesialis
mengetahuinya, serta hanya 8% dokter gigi spesialis yang tidak mengetahui. Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden mengetahui bahwa
CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi. Pengetahuan yang diperoleh responden
mungkin karena responden telah mendengar dan mengetahui tentang CBCT baik dari
kuliah, seminar, buku, internet dan lainnya. Penelitian yang sama dilakukan oleh Shetty
SR et al (2015) dan Rai S et al (2018) didapatkan hasil bahwa 100% responden yang
terdiri dari dokter gigi dan dokter gigi spesialis pernah mendengar dan memiliki
kesadaran yang baik tentang CBCT. CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi yang
memungkinkan untuk melihat gambaran dalam 3 bidang pandang, yaitu sagital,
koronal, dan aksial. Pengetahuan bahwa CBCT merupakan radiografi tiga dimensi
merupakan pengetahuan yang penting diketahui oleh dokter gigi. Dokter gigi harus
mengetahui jenis radiografi yang tepat dan dibutuhkan tiap pasien dengan tetap
mempertimbangan dosis efektif radiasi yang diterima.5,6,22,23
Pengetahuan bahwa CBCT merupakan instrumen pendukung dalam menegakkan
diagnosa dan rencana perawatan diperoleh hasil 95% mahasiswa pendidikan dokter

Universitas Sumatera Utara


32

gigi spesialis dan 96% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden mengetahui bahwa CBCT sebagai
instrumen pendukung dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan. Diketahui
hanya terdapat total 4 orang dari kedua kelompok sampel menjawab pilihan jawaban
yang kurang tepat. Empat orang tersebut menjawab bahwa CBCT merupakan
instrumen pendukung yang hanya digunakan untuk menentukan diagnosa. Berdasarkan
studi literatur sistematik yang dilakukan oleh Shaabaninejad H et al (2014) dari 31
studi yang masuk ke dalam kriteria inklusi didapatkan hasil bahwa CBCT umum
digunakan untuk memperoleh informasi rinci pada area oral dan maksilofasial dan
sangat membantu dokter gigi dalam menentukan diagnosa dan rencana perawatan
terhadap kelainan maksilofasial. CBCT bukan hanya dapat meminimalisir terjadinya
kesalahan dalam menegakkan diagnosa penyakit, tetapi juga dapat membantu dokter
gigi dalam menentukan rencana perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien.24
Pengetahuan bahwa CBCT merupakan radiografi berbasis radiasi ionisasi diperoleh
hasil 75% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 58% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden
telah mengetahui tentang sumber radiasi yang digunakan untuk menghasilkan suatu
gambaran radiografi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh de-Azevedo-Vaz SL et al
(2013) yang bertujuan untuk menilai pengetahuan mahasiswa kedokteran gigi terhadap
radiografi kedokteran gigi didapatkan hasil bahwa 62,3% responden menjawab benar
pertanyaan mengenai prinsip umum radiografi. Pengetahuan tentang jenis radiasi yang
digunakan dalam bidang kedokteran gigi termasuk ke dalam prinsip umum radiografi.
Dalam kedokteran gigi, jenis radiografi yang biasa digunakan adalah radiografi yang
menggunakan radiasi ionisasi untuk menghasilkan gambar, salah satu contoh
umumnya adalah sinar-x.5,13,25
Pengetahuan tentang keunggulan CBCT dari radiografi konvensional adalah dapat
memperlihatkan gambaran jaringan keras maksilofasial secara akurat diperoleh hasil
40% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 34% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan kurangnya pengetahuan
responden tentang keunggulan CBCT dari radiografi konvensional. Terdapat 60%

Universitas Sumatera Utara


33

mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 66% dokter gigi spesialis menjawab
pilihan yang kurang tepat, yaitu bahwa CBCT dapat memperlihatkan gambaran
jaringan keras dan lunak maksilofasial secara akurat. Kurangnya pengetahuan
responden mungkin karena ketidaktahuan responden bahwa CBCT hanya dapat
memberikan gambaran jaringan keras secara akurat, tetapi tidak dengan gambaran
jaringan lunak. Studi literatur sistematik yang dilakukan oleh Eslami E et al (2017)
bahwa hasil identifikasi dari 8 studi menunjukkan akurasi CBCT berada pada rentang
50-95%, sedangkan akurasi dari radiografi konvensional berada pada rentang 39-85%.
CBCT merupakan metode pencitraan radiografi yang memungkinkan pencitraan akurat
pada struktur jaringan keras secara tiga dimensi. Namun, CBCT tidak dapat
memberikan gambaran jaringan lunak secara akurat karena memiliki kontras jaringan
yang buruk, yang disebabkan oleh penyebaran foton sinar-x.3,5,19,26
Pengetahuan tentang hasil gambaran CBCT diperoleh hasil 75% mahasiswa
pendidikan dokter gigi spesialis dan 82% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden telah dapat mengenali
gambaran radiografi CBCT saat disandingkan dengan gambaran radiografi lainnya,
yaitu radiografi periapikal, oklusal, dan panoramik. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bagis N et al (2015) yang membandingkan CBCT dengan radiografi
intraoral digital untuk mendeteksi cacat periodontal diperoleh rerata nilai kappa CBCT
antara 0,78 dan 0,96 dan antara 0,43 dan 0,72 pada radiografi intraoral. Nilai tersebut
menunjukkan perbedaan keakuratan yang diperoleh pada kedua jenis radiografi.
Perbedaan antara radiografi periapikal, oklusal, CBCT, dan panoramik dapat dilihat
dari cakupan gambar yang dihasilkan. Pada radiografi periapikal, hanya akan terlihat
gambaran tiga sampai empat gigi dari mahkota hingga akar serta jaringan sekitarnya,
pada radiografi oklusal akan terlihat area maksila atau mandibula, dan pada radiografi
panoramik akan terlihat gambaran dari strukur wajah yang meliputi lengkung maksila
dan mandibula, gigi, serta struktur pendukung. Sedangkan pada CBCT area yang
terlihat dapat diatur sesuai dengan area yang diinginkan (ROI).14,27
Pengetahuan bahwa CBCT memiliki keunggulan yaitu gambar yang dihasilkan
dapat disimpan secara digital dan dapat dikirim melalui email diperoleh hasil 82,5%

Universitas Sumatera Utara


34

mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 92% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden
telah mengetahui tentang keunggulan CBCT. Penelitian yang sama dilakukan oleh
Kamburoglu K et al (2011) diketahui bahwa hanya 22% responden tidak mengetahui
keunggulan CBCT. CBCT memiliki fasilitas untuk disimpan dan mudah dalam
mengirim gambar. Gambar tiga dimensi dapat disimpan secara digital dalam format
.jpeg (joint photographic (expert) group) atau .bmp (bitmap), dapat dilihat secara
online, disimpan dalam CD (compact disc), dan dapat dicetak pada kertas atau film.
Gambar juga dapat dengan mudah dikirim melalui email kepada dokter gigi yang
merujuk.6,16
Pengetahuan bahwa CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi
diperoleh hasil 52,5% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 72% dokter gigi
spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan kurangnya pengetahuan
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dalam mengartikan CBCT memiliki
hubungan 1:1 dengan struktur anatomi, sedangkan sebagian besar dokter gigi spesialis
sudah mengetahuinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yim JH et al (2011)
yang mengevaluasi pengukuran gigi berdasarkan lokasi dan menghitung tingkat
pembesarannya pada radiografi panoramik digital dan CBCT, kemudian diperoleh
hasil bahwa terdapat sekitar 1,09 hingga 1,28 pembesaran terjadi pada gambar
panoramik dan hampir tidak ada pembesaran yang terjadi pada gambar CBCT. CBCT
menghasilkan gambar yang akurat secara anatomi. CBCT dapat menghilangkan
struktur superimposed dan tidak terdapat pembesaran ukuran. Oleh karena itu, gambar
CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi.16,28
Pengetahuan tentang dosis radiasi pada beberapa radiografi kedokteran gigi dari
yang terkecil hingga terbesar diperoleh hasil 57,5% mahasiswa pendidikan dokter gigi
spesialis dan 46% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini
memperlihatkan kurangnya pengetahuan dokter gigi spesialis terhadap dosis beberapa
jenis radiografi, sedangkan sebagian besar mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
sudah mengetahuinya. Penelitian yang sama dilakukan oleh Kamburoglu K et al (2011)
yang mengemukakan hasil bahwa 61,7% responden mengetahui bahwa CBCT

Universitas Sumatera Utara


35

memiliki dosis radiasi yang lebih kecil dibandingkan dengan CT scan. Radiografi
panoramik memiliki dosis radiasi yang paling kecil dengan dosis efektif 2,7-24,3 µSv.
Sedangkan CBCT memiliki dosis efektif 10 kali lebih sedikit dibandingkan dengan CT
scan (68 µSv dibandingkan dengan 600 µSv pada CT scan). Kisaran besar dosis efektif
pada CBCT bergantung pada ukuran bidang pandang (FOV). Jika FOV meningkat,
maka dosis efektif juga akan meningkat. Oleh karena itu, mengurangi ukuran FOV
merupakan salah satu cara untuk mengurangi dosis efektif CBCT. 3,5,6,19,29
Pengetahuan tentang CBCT memiliki kelemahan yaitu kontras jaringan lunak yang
buruk diperoleh hasil 75% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 76% dokter
gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian
besar responden mengetahui tentang kelemahan CBCT yaitu kontras jaringan lunak
yang dihasilkan buruk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lechuga L et al
(2016) dengan membandingkan kualitas gambar dan dosis radiasi yang dilepaskan oleh
CBCT dan CT scan diperoleh hasil bahwa resolusi spasial CBCT lebih baik
dibandingkan CT scan, sedangkan CT scan menghasilkan diferensiasi jaringan lunak
yang lebih baik. Resolusi kontras pada CBCT lebih rendah dari CT scan, sehingga
untuk memperoleh gambaran jaringan lunak yang akurat, CT scan lebih
direkomendasikan.24,30
Pengetahuan bahwa CBCT digunakan saat dibutuhkan pemeriksaan dengan
keakuratan tinggi diperoleh hasil 97,5% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
dan 94% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Sebanyak 2,5% mahasiswa pendidikan
dokter gigi spesialis dan 6% dokter gigi spesialis menjawab bahwa CBCT dilakukan
pada seluruh kasus yang memerlukan radiografi. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa hampir seluruh responden mengetahui bahwa CBCT digunakan saat dibutuhkan
pemeriksaan dengan keakuratan tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sugumaran S et al (2018) pada dokter gigi spesialis ortodonti dan mahasiswa program
pascasarjana ortodonti didapatkan hasil mayoritas responden (84,07%) sadar bahwa
CBCT tidak dibenarkan untuk dilakukan pada semua pasien yang mengunjungi klinik
ortodonti. CBCT diindikasikan saat radiografi konvensional memiliki keterbatasan dan

Universitas Sumatera Utara


36

tidak dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan. Penggunaan CBCT juga harus
memperhatikan bahwa dosis radiasi yang diperlukan rendah.19,31
Pengetahuan tentang arah pandang CBCT terdiri dari bidang pandang sagital,
koronal, dan aksial diperoleh hasil 90% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
dan 64% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa sebagian besar responden telah mengetahui tentang arah pandang CBCT. Studi
laporan kasus yang dilakukan oleh Vier-Pelisser FV et al (2014) tentang tatalaksana
perawatan dens invaginatus tipe III pada gigi premolar kedua mandibula
memperlihatkan pentingnya CBCT untuk mencegah kesalahan dalam mendiagnosa
dan menentukan rencana perawatan. Gambar CBCT dilihat dari tiga bidang pandang
yaitu aksial, sagital, dan koronal yang memperlihatkan bahwa gigi tersebut
menunjukkan anatomi yang sesuai dengan dens invaginatus tipe III dengan dua saluran
akar. Hasil pencitraan CBCT ditampilkan di layar sebagai gambar rekonstruktif
sekunder dalam bidang ortogonal. Bidang aksial adalah bidang horizontal yang
membagi tubuh dari superior ke inferior, bidang sagital adalah bidang vertikal yang
tegak lurus ke tanah dan membagi tubuh menjadi sisi kanan dan kiri, serta bidang
koronal adalah bidang vertikal yang tegak lurus dengan tanah dan membagi tubuh
menjadi sisi anterior dan posterior.16,19,32
Pengetahuan tentang gambaran CBCT dari arah sagital diperoleh hasil 50%
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 46% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa responden memiliki
pengetahuan yang kurang dalam menentukan gambaran CBCT dari arah sagital.
Pengetahuan yang kurang dapat disebabkan kurangnya praktik penggunaan CBCT di
lapangan, sehingga responden tidak familier dengan gambaran sagital CBCT.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dupare A et al (2018) bahwa dari total 200
dokter gigi spesialis yang menjadi responden, 82,5% responden rutin menggunakan
radiografi konvensional. Hal ini memperlihatkan bahwa radiografi konvensional lebih
umum digunakan daripada CBCT. Alasan utama kurangnya praktik CBCT di lapangan
adalah karena masalah biaya. Dibutuhkan biaya yang lebih untuk menyediakan mesin
CBCT di praktik-praktik dokter gigi dan biaya untuk melakukan sekali tindakan lebih

Universitas Sumatera Utara


37

mahal daripada menggunakan radiografi dua dimensi baik konvensional maupun


digital.8,19
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dari kelompok mahasiswa
pendidikan dokter gigi spesialis (tabel 5) diperoleh hasil sebanyak 25 (62,5%) dari 40
orang memiliki pengetahuan baik, sebanyak 14 (35%) dari 40 orang memiliki
pengetahuan cukup, dan terdapat 1 (2,5%) dari 40 orang memiliki pengetahuan kurang
tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT). Sedangkan pada
kelompok dokter gigi spesialis (tabel 6) diperoleh hasil sebanyak 28 (56%) dari 50
orang memiliki pengetahuan baik, sebanyak 15 (30%) dari 50 orang memiliki
pengetahuan cukup, dan terdapat 7 (14%) dari 50 orang memiliki pengetahuan kurang
tentang penggunaan cone beam computed tomography (CBCT). Berdasarkan hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa pendidikan dokter
gigi spesialis dan dokter gigi spesialis memiliki pengetahuan baik tentang penggunaan
CBCT.
Berdasarkan analisis pada setiap pertanyaan, diperoleh bahwa mahasiswa
pendidikan dokter gigi spesialis memiliki pengetahuan yang kurang dalam menentukan
keunggulan CBCT dari radiografi konvensional, kurang tepat dalam mengungkapkan
arti CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi, dan salah dalam memilih
gambaran CBCT dari arah sagital. Sementara itu, dokter gigi spesialis memiliki
pengetahuan yang kurang dalam menentukan keunggulan CBCT dari radiografi
konvensional, salah dalam memilih urutan dosis radiasi radiografi dari yang terkecil
hingga terbesar, dan salah dalam memilih gambaran CBCT dari arah sagital.
Kurangnya pengetahuan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut disebabkan
karena terbatasnya ketersediaan alat CBCT, sehingga proses pembelajaran hanya
berdasarkan teori saja. CBCT adalah salah satu hal baru yang paling signifikan
perkembangannya dalam kedokteran gigi modern. CBCT memiliki banyak keuntungan
dibandingkan CT scan, termasuk dosis radiasi yang jauh lebih rendah. Teknologi
pencitraan ini harus diadopsi dengan baik oleh dokter gigi dan mahasiswa kedokteran
gigi harus diberikan pembelajaran CBCT yang sesuai yang didukung pula oleh
pengalaman praktik.6

Universitas Sumatera Utara


38

BAB 6

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini ialah:
1. Pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang penggunaan
cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara adalah 62,5% memiliki pengetahuan baik, 35% memiliki pengetahuan
cukup, dan 2,5% memiliki pengetahuan kurang.
2. Pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed
tomography (CBCT) di Kota Medan adalah 56% memiliki pengetahuan baik, 30%
memiliki pengetahuan cukup, dan 14% memiliki pengetahuan kurang.

6.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan penggunaan CBCT pada
kelompok populasi yang lebih luas.

Universitas Sumatera Utara


39

DAFTAR PUSTAKA

1. Pauwels R, Araki K, Siewerdsen JH, Thongvigitmanee SS. Technical aspects of


dental CBCT: State of the art. Dentomaxillofac Radiol 2014; 44(1): 1-20.
2. Jaju PP, Jaju SP. Cone-beam computed tomography: Time to move from ALARA
to ALADA. Imaging Sci Dent 2015; 45(4): 263-5.
3. Kumar M, Shanavas M, Sidappa A, Kiran M. Cone beam computed tomography-
know its secrets. J Int Oral Health 2015; 7(2): 64-8.
4. Kamaruddin N, Rajion ZA, Yusof A, Aziz ME. Relationship between hounsfield
unit in CT scan and gray scale in CBCT. AIP Conf. Proc. 2016; 1791, 020005-1-
6.
5. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: Principles and interpretation 7th eds.
Missouri: Elsevier, 2014: 1-2, 185-208.
6. Kamburoglu K, Kursun S, Akarslan ZZ. Dental students’ knowledge and attitudes
towards cone beam computed tomography in Turkey. Dentomaxillofac Radiol
2011; 40(7): 439-43.
7. Lavanya R, Babu DBG, Waghray S, Chaitanya NCSK, Mamatha B, Nitihika M.
A questionnaire cross-sectional study on application of CBCT in dental
postgraduate students. Pol J Radiol 2016; 81: 181-9.
8. Dupare A, Dhole A, Motwani M. Knowledge and attitude towards cone beam
computed tomography (CBCT) amongst the dentist in Nagpur, Maharashtra.
International Journal of Applied Dental Sciences (IJADS) 2018; 4(2): 238-41.
9. Sathawane R, Bakhte K, Chandak R. Awareness, knowledge, and attitude of dental
students and general dental practitioners of Nagpur towards CBCT: A quetionnaire
based analytical study. International Journal of Research and Review (IJRR) 2020;
7(6): 398-403.
10. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta,
2012:138-40.
11. Masturoh I, Nauri AT. Metodologi penelitian kesehatan. KEMENKES, 2018: 4-6,
52.
12. Budiman, Riyanto A. Kapita selekta kuesioner: Pengetahuan dan sikap dalam
penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, 2013: 4-7.
13. Kalinowska IR. Imaging techniques in dental radiology. Lublin: Springer, 2020:
1-4.

Universitas Sumatera Utara


40

14. Boel T. Dental radiografi: Prinsip dan teknik. Medan: USU Press, 2018; 17, 53,
79-83.
15. Abramovitch K, Rice DD. Basic principles of cone beam computed tomography.
Dent Clin N Am 2014; 58: 463-84.
16. Iannucci JM, Howerton LJ. Dental radiography: Principles and techniques.
Missouri: Elsevier, 2012: 313-21.
17. Razi T, Niknami M, Ghazani FA. Relationship between hounsfield unit in CT scan
and gray scale in CBCT. J Dent Res Dent Clint Dent Prospects 2014; 8(2): 107-
10.
18. Parveen S, Husain A, Mascarenhas R, Reddy SG. Clinical utility of cone-beam
computed tomography in patients with cleft lip palate: Current perspective and
guidelines. J Cleft Lip Palate and Craniofac Anomal 2018; 5(2): 74-87.
19. Kardjokar FR. Essential of oral and maxillofacial radiology. 2nd eds. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers, 2019: 203-23.
20. Pavan KT, Sujatha S, Yashodha DB, Rakesh N, Shwetha V. Basics of CBCT
imaging. RUAS-JDOR 2017; 13(1): 49-55.
21. Bird DL, Robinson DS. Modern dental assisting. 13th eds. Missouri: Elsevier.
2020: 656-7.
22. Shetty SR, Castelino RL, Babu SG, Prasanna, Laxmana AR, Roopashri K.
Knowledge and attitude of dentist towards cone beam computed tomography in
Mangalore: A questionnaire Survey. Austin J Radiol 2015; 2(2): 1-5.
23. Rai S, Misra D, Dhawan A, Tyagi K, Prabhat M, Khatri M. Knowledge, awareness,
and aptitude of general dentists toward dental radiology and CBCT: A
questionnaire study. J Acad Oral Med Radiol 2018; 30(2): 110-5.
24. Shaabaninejad H, Sari AA, Mobinizadeh MR, Rafiei S, Sari AM, Safi Y. The
efficacy of CBCT for diagnosis and treatment of oral and maxillofacial disorders:
A systematic review. J Islam Dent Assoc Iran 2014; 25(4): 292-302.
25. de-Azevedo-Vaz SL, Vasconcelos KF, Rovaris K, Ferreira NP, Neto FH. A survey
on dental undergraduates’ knowledge of oral radiology. Braz J Oral Sci 2013;
12(2): 109-13.
26. Eslami E, Barkhordar H, Abramovitch K, Kim J, Masoud M. Cone-beam
computed tomography vs conventional radiography in visualization of maxillary
impacted-canine localization: A systematic review of comparative studies. Am J
Orthod Dentofacial Orthop 2017; 151(2): 248-58.
27. Bagis N, Kolsuz ME, Kursun S, Orhan K. Comparison of intraoral radiography
and cone-beam computed tomography for the detection of periodontal defects: an
in vitro study. BMC Oral Health 2015; 15: 64.

Universitas Sumatera Utara


41

28. Yim JH, Ryu DM, Lee BS, Kwon YD. Analysis of digitalized panorama and cone
beam computed tomographic image distortion for the diagnosis of dental implant
surgery. J Craniofac Surg 2011; 22(2): 669-73.
29. Abdelkarim A. Cone-beam computed tomography in orthodontics. Dent J 2019;
7(3),89: 1-31.
30. Lechuga L, Weidlich GA. Cone beam CT vs fan beam CT: A comparison of image
quality and dose delivered between two differing CT imaging modalities. Cureus
2016; 8(9): 1-13.
31. Sugumaran S, George AM, Kumar SA, Sundari KKS, Chandrasekar S, Rajagopal
R. Knowledge, awareness, and practice of cone-beam computed tomography
among orthodontists: A survey. J Indian Orthod Soc 2018; 52(4): 255-64.
32. Vier-Pelisser FV, Morgental RD, Fritscher G, Ghisi AC, de Borba MG, Scarparo
RK. Management of type III dens invaginatus in a mandibular premolar: A case
report. Braz Dent J 2014; 25(1): 73-8.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

PENGETAHUAN MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


DAN DOKTER GIGI SPESIALIS TENTANG PENGGUNAAN CONE BEAM
COMPUTED TOMOGRAPHY (CBCT) DI KOTA MEDAN

A. Data Responden
1. Jenis Kelamim : L/P
2. Tingkat Pendidikan :
a. Mahasiswa Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
b. Dokter Gigi Spesialis
3. Bidang Spesialisasi :

B. Pertanyaan
1. CBCT merupakan salah satu jenis radiografi yang dimanfaatkan dalam bidang
kedokteran gigi. CBCT adalah?
a. Pencitraan satu dimensi
b. Pencitraan dua dimensi
c. Pencitraan tiga dimensi
d. Pencitraan empat dimensi

2. Apakah fungsi CBCT dalam kedokteran gigi?


a. Sebagai instrumen wajib dalam menegakkan diagnosa
b. Sebagai instrumen wajib dalam menegakkan diagnosa dan rencana
perawatan
c. Sebagai instrumen pendukung dalam menegakkan diagnosa
d. Sebagai instrumen pendukung dalam menegakkan diagnosa dan rencana
perawatan

Universitas Sumatera Utara


3. CBCT merupakan radiografi jenis apa?
a. Berbasis radiasi ionisasi
b. Bersumber dari medan magnet
c. Ultrasonografi
d. Fluoroscopy

4. CBCT memiliki keunggulan dari radiografi konvensional karena dapat


memperlihatkan gambaran?
a. Jaringan keras maksilofasial secara akurat
b. Jaringan lunak maksilofasial secara akurat
c. Jaringan keras dan lunak maksilofasial secara akurat
d. Bukan salah satu di atas

5. Manakah di bawah ini yang merupakan gambar CBCT?

a.

b.

Universitas Sumatera Utara


c.

d.

6. Manakah yang merupakan keunggulan CBCT?


a. Gambar yang dihasilkan dapat disimpan secara digital
b. Gambar dapat dikirim melalui email ke dokter gigi yang merujuk
c. a dan b benar
d. a dan b tidak benar

7. Apakah arti bahwa CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi?
a. Perbesaran ukuran gambar hampir tidak ada
b. Tidak ditemukannya superimposed pada CBCT
c. a dan b benar
d. a dan b tidak benar

Universitas Sumatera Utara


8. Manakah urutan yang tepat dari dosis radiasi pada beberapa jenis radiografi
di kedokteran gigi?
a. Panoramik < CT Scan < CBCT
b. Panoramik < CBCT < CT Scan
c. Panoramik < Periapikal < CBCT
d. Periapikal < CBCT < Panoramik

9. Manakah yang merupakan kelemahan CBCT?


a. Tidak dapat memberikan hasil 3D
b. Kontras jaringan lunak buruk
c. Gambar tidak dapat disimpan secara digital
d. Ditemukan superimposed

10. Pada keadaan apa CBCT dipertimbangkan untuk dilakukan?


a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan yang memerlukan keakuratan tinggi
c. Pemeriksaan lesi karies dini
d. Seluruh kasus yang memerlukan radiografi

11. Pencitraan dengan CBCT memungkinkan melihat gambaran maksilofasial


dari 3 bidang pandang. Berikut ini manakah yang merupakan arah pandang
yang tersedia pada gambaran CBCT?
a. Sagital, koronal, oblique
b. Sagital, koronal, aksial
c. Vertikal, horizontal, oblique
d. Koronal, aksial, horizontal

Universitas Sumatera Utara


12. Pencitraan dengan CBCT memungkinkan melihat gambaran maksilofasial
dari 3 bidang pandang. Di bawah ini manakah yang merupakan tampilan
sagital?

a.

b.

c.

d.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang, Dok.

Perkenalkan nama saya Rahmahadis Pratami Sitorus. Saya adalah mahasiswa


Fakultas Kedokteran Gigi USU dan saat ini sedang menjalani penelitian di Unit
Radiologi Dental FKG USU. Bersama dengan ini saya memohon ketersediaan Dokter
untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “PENGETAHUAN
MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS DAN DOKTER
GIGI SPESIALIS TENTANG PENGGUNAAN CONE BEAM COMPUTED
TOMOGRAPHY (CBCT) DI KOTA MEDAN”

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran pengetahuan


mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan dokter gigi spesialis tentang
penggunaan CBCT di Kota Medan dan diharapkan dapat menjadi acuan terhadap
perkembangan pembelajaran CBCT kedepannya.

Penelitian ini dilakukan oleh saya sendiri. Saya akan memberikan lembar
kuesioner untuk diisi oleh Dokter yang berisi pertanyaan tentang data diri dan
pengetahuan tentang CBCT. Hal-hal yang berkaitan dengan data diri Dokter dan
jawaban dari pertanyaan yang Dokter isi hanya akan diketahui oleh saya sendiri sebagai
peneliti.

Demikian penjelasan yang dapat saya berikan, semoga keterangan di atas dapat
dimengerti dan atas ketersediaan Dokter untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya
ucapkan terima kasih.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Setelah membaca dan mendengar semua keterangan tentang keuntungan, risiko, dan
hak-hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul:

“PENGETAHUAN MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


DAN DOKTER GIGI SPESIALIS TENTANG PENGGUNAAN CONE BEAM
COMPUTED TOMOGRAPHY (CBCT) DI KOTA MEDAN”

dan saya memahaminya, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ……………………………………………………………..
Umur : ……………………………………………………………..
Alamat : ……………………………………………………………..
No. Telp/HP : ……………………………………………………………..

Dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian
tersebut. Apabila saya ingin mengundurkan diri, kepada saya tidak dituntut apapun.

Medan, ………….. 2021


Yang menyetujui,
Subjek penelitian

(…………..…………….)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

“PENGETAHUAN MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


DAN DOKTER GIGI SPESIALIS TENTANG PENGGUNAAN CONE BEAM
COMPUTED TOMOGRAPHY (CBCT) DI KOTA MEDAN”

Rincian besar biaya yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Biaya kertas, printer dan tinta printer : Rp 500.000


2. Biaya penggandaan proposal dan hasil penelitian : Rp 300.000
3. Souvenir : Rp 1.000.000

Total : Rp 1.800.000

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7

JADWAL PELAKSANAAN SKRIPSI

Waktu
No. Kegiatan 2020 2021
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
1. Persiapan
pencarian judul
2. Persetujuan judul
3. Pembuatan
proposal
4. Seminar proposal
5. Perbaikan
proposal dan
persiapan
penelitian
6. Penelitian dan
pengumpulan
data
7. Hasil

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

CURRICULUM VITAE

Riwayat Peneliti
Nama Lengkap : Rahmahadis Pratami Sitorus
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/07 Juli 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 1 (Satu) dari 3 (Tiga) bersaudara
Alamat : Jl. Eka Suka No. 45, Kota Medan
No. HP : 085362299600
Alamat Email : rahmahadiss.008@gmail.com

Riwayat Pendidikan
2004-2005 : Menjalani pendidikan TK di RA Babussalam Medan
2005-2011 : Menjalani pendidikan sekolah dasar di SD Darma
Medan
2011-2014 : Menjalani pendidikan sekolah menengah pertama di
SMP As-Syafi’iyah Medan
2014-2017 : Menjalani pendidikan sekolah menengah atas di SMA
As-Syafi’iyah Medan
2017-sekarang : Menjalani Program Sarjana-1 Pendidikan Dokter Gigi
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara Medan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai