SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
TIM PENGUJI
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengetahuan Mahasiswa
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis Tentang Penggunaan Cone
Beam Computed Tomography (CBCT) di Kota Medan” sebagai salah satu syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta
Erwin Sitorus dan Sukesih Lestari, serta adik-adik tersayang Nabila Dwi Putri Sitorus
dan Alfarizi Muttaqi Sitorus atas doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungan materil
kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, saran, dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan
penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, saran dan dorongan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dewi Kartika, drg., M.DSc selaku Kepala Unit Radiologi Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesikan dengan baik.
3. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG dan Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort(K) selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis sehingga penulisan
skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Radiologi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi yang
diberikan kepada penulis.
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ............................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
vii
Universitas Sumatera Utara
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 25
3.7.1 Pengolahan Data ............................................................................. 25
3.7.2 Analisis Data .................................................................................. 26
3.8 Etika Penelitian .................................................................................. 26
LAMPIRAN
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
xi
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Semua ilmu pengetahuan pasti berbicara tentang sesuatu yang menjadi objek
kajiannya, cara mengetahuinya dan manfaatnya terhadap kehidupan manusia.
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tiap orang akan berbeda-beda
berkaitan dengan pengindraannya terhadap objek.10,11
Secara garis besar terdapat 6 tingkatan pengetahuan:
a. Tahu (know)
Pengetahuan yang dimiliki berupa mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) bahan yang dipelajari. Oleh karena itu, tingkatan pengetahuan pada tahap ini
merupakan tingkatan yang paling rendah. Kemampuan pengetahuan pada tingkatan ini
adalah seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.10,11
b. Memahami (comprehension)
Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek atau sesuatu. Seseorang yang telah paham
tentang pelajaran atau materi yang telah diberikan dapat menjelaskan, menyimpulkan,
dan menginterpretasikan objek atau sesuatu yang telah dipelajarinya tersebut.10,11
c. Aplikasi (application)
Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini yaitu dapat mengaplikasikan atau
menerapkan materi yang telah dipelajarinya pada situasi kondisi nyata atau
sebenarnya.10,11
d. Analisis (analysis)
Kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen
yang ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis yang dimiliki seperti dapat
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi
baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.12
c. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran baik dan
buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walau tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
memengaruhi pengetahuan seseorang.12
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.12
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. Pengalaman belajar dalam
bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan
profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar seacra ilmiah dan etik yang bertolak
dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.12
f. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia
akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin membaik.12
mengakomodasi pasien dengan kursi roda. Berdasarkan ketiga posisi tersebut, unit
dengan posisi duduk yang paling nyaman. Dengan semua sistem yang ada, imobilisasi
kepala pasien lebih penting daripada posisi pasien karena setiap gerakan kepala dapat
menurunkan hasil akhir gambar. Imobilisasi kepala dilakukan dengan menggunakan
kombinasi dari chin cup, bite fork, atau alat penahan kepala lainnya.5
- X-ray generator
Selama rotasi pemindaian, setiap rangkaian gambar proyeksi dibuat dengan
pengambilan gambar tunggal berurutan dari sisa berkas sinar x-ray oleh detektor.
Berkas sinar-x mungkin kontinu atau berdenyut bertepatan dengan aktivasi detektor,
yang berarti waktu penyinaran aktual lebih sedikit dari waktu pemindaian hingga 50%
lebih sedikit. Oleh sebab itu, penggunaan teknik ini dapat mengurangi dosis radiasi
pasien secara signifikan.5,19,20
- Volume pemindaian
Dimensi bidang pandang (field of view/FOV) atau volume pemindaian yang dapat
dicakup terutama bergantung pada ukuran dan bentuk detektor, geometri proyeksi
sinar, dan kemampuan untuk menyeimbangkan beam. Bentuk volume pemindaian
dapat berbentuk silinder atau bulat. Penyesuaian berkas sinar-x primer dapat
membatasi paparan radiasi sinar-x ke ROI. Sebaiknya batasai ukuran bidang ke volume
terkecil yang menggambarkan ROI. Ukuran bidang ini harus dipilih untuk setiap pasien
berdasarkan kebutuhan. Prosedur ini mengurangi paparan yang tidak perlu ke pasien
dan menghasilkan gambar terbaik dengan meminimalkan radiasi yang tersebar, yang
dapat menurunkan kualitas gambar.5,19
- Faktor pemindaian
Saat pemindaian berlangsung, paparan tunggal dibuat pada interval derajat tertentu,
menghasikkan proyeksi gambar dua dimensi yang dikenal sebagai gambar dasar atau
gambar mentah yang sebanding dengan gambar radiografi sefalometri anterior, lateral,
dan posterior. Rangkaian gambar lengkap dikenal sebagai data proyeksi. Jumlah
gambar yang mencakup data proyeksi selama pemindaian ditentukan oleh: frame rate
(jumlah gambar yang diperoleh per detik), kelengkapan trajectory arc dan kecepatan
rotasi.19
2. Detektor gambar
Detektor sinar-x mengubah foton sinar-x yang masuk menjadi sinyal listrik dan
merupakan komponen penting dalam sistem pencitraan. Efisiensi dan kecepatan
konversi dilakukan merupakan karakteristik penting dari detektor sinar-x.5,19,20
Dalam pencitraan CBCT, berbagai jenis detektor digunakan. Saat ini, unit CBCT
dikategorikan menjadi dua kelompok berdasarkan jenis detektor:
- Kombinasi image intensifier tube/charge-coupled device (II/CCD).
-
Flat panel detectors (FPDs). 5,19,20
Sebagian besar unit CBCT yang ada menggunakan FPDs indirek. FDPs
menggunakan detektor indirek pada panel sensor solid yang luas yang dipasangkan
dengan lapisan sintilator sinar-x. Lapisan bahan sintilator, baik gadolinium oksisulfida
(Gd202S:Tb) atau sesium iodida (Csl:TI), digunakan untuk mengubah foton sinar-x
menjadi foton cahaya, yang kemudian dikonversi menjadi sinyal listrik. FPDs dengan
lapisan sesium iodida memiliki kualitas gambar dan efisiensi dosis yang lebih tinggi
karena struktur kolumnarnya mengurangi penyebaran cahaya diantara sintilator.5,19
3. Rekonstruksi gambar
Setelah frame proyeksi dasar diperoleh, data harus diproses untuk membuat
kumpulan data volumetrik. Proses ini disebut rekonstruksi primer. Sekali rotasi CBCT
menghasilkan 100 hingga lebih dari 600 frame proyeksi individual, masing-masing
dengan lebih dari satu juta piksel, dengan 12-16 bit data yang ditetapkan untuk setiap
piksel. Data ini diproses untuk membuat kumpulan data volumetrik yang terdiri dari
elemen volume berbentuk kubus (voxel) oleh urutan algoritma perangkat lunak dalam
proses yang disebut rekonstruksi. Selanjutnya, gambar ortogonal visual (tegak lurus)
membagi kumpulan data volumetrik, proses ini disebut sebagai rekonstruksi sekunder.
Proses rekonstruksi gambar biasanya selesai dalam waktu kurang dari 3 menit untuk
pemindaian dengan resolusi standard.5,19
Proses rekonstruksi terdiri dari dua tahap:
- Tahap preprocessing
Setelah beberapa proyeksi gambar dua dimensi diperoleh, gambar-gambar ini harus
diperbaiki untuk ketidaksempurnaan piksel yang terjadi, variasi dalam sensitivitas
detektor, dan eksposur yang tidak merata. Kalibrasi gambar harus dilakukan secara
rutin untuk menghilangkan cacat tersebut.5,19,20
- Tahap rekonstruksi
Gambar yang telah dikoreksi diubah menjadi representasi khusus yang disebut
sinogram, merupakan gambar komposit yang dikembangkan dari beberapa proyeksi
gambar. Sumbu horizontal mewakili sinogram sinar individu di detektor, sedangkan
sumbu vertikal mewakili sudut proyeksi. Jika ada 300 proyeksi, file sinogram akan
memiliki 300 baris. Proses menghasilkan sinogram disebut sebagai tansformasi Radon.
Gambar yang dihasilkan terdiri dari beberapa gelombang sinus yang berbeda
amplitudo, sebagai objek individu yang diproyeksikan ke detektor pada berbagai sudut.
Gambar akhir direkonstruksi dari sinogram dengan algoritma filter back projection
untuk data volumetrik yang diperoleh dengan pencitraan CBCT. Algoritma yang paling
banyak digunakan adalah algoritma Feldkamp.5,19,20
4. Tampilan gambar
CBCT hadir dalam berbagai format tampilan gambar. Kumpulan data volumetrik
adalah kompilasi dari semua voxel yang tersedia dan untuk sebagian besar perangkat
CBCT, hasil pencitraan CBCT ditampilkan di layar sebagai gambar rekonstruktif
sekunder dalam bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal). Visualisasi optimal dari
gambar konstruktif ortogonal didasarkan pada penyesuaian window level dan window
width.19
2. Memposisikan pasien
Tujuan dari prosedur ini adalah memposisikan pasien pada posisi yang tepat selama
proses penyinaran berlangsung.21
Prosedur memposisikan pasien:
- Instruksikan kepada pasien untuk duduk, berdiri, atau telentang (sesuai dengan
jenis CBCT yang tersedia) selama penyinaran.
- Instruksikan pasien untuk menyandarkan kepalanya pada penyangga kepala dan
dagunya pada penyangga dagu.
- Setelah posisi pasien telah siap, instruksikan pasien agar tetap diam selama
proses berlangsung.
- Lakukan penyinaran.16,21
Kekurangan CBCT:
- Dosis radiasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan radiografi dua dimensi
(2D) konvensional.19
- Membutuhkan tenaga yang terampil dan berpengalaman untuk menginterpretasi
data yang dihasilkan.19
- Terjadinya noise pada gambar
CBCT menghasilkan proyeksi geometri dalam volume besar untuk setiap gambar
dasar. Sebagian besar foton mengalami interaksi hamburan Compton dan
menghasilkan radiasi yang tersebar. Sebagian besar radiasi yang tersebar diproduksi ke
segala arah dan direkam oleh piksel pada detektor. Jumlah foton yang terdeteksi pada
setiap piksel tidak mencerminkan atenuasi yang sebenarnya dari suatu objek. Sinar-x
tambahan yang terekam ini disebut noise dan berkontribusi pada degradasi gambar. 5,19
- Kontras jaringan lunak yang buruk.
Resolusi kontras adalah kemampuan gambar untuk mengungkapkan perbedaan
yang halus dalam kepadatan gambar. Hasilnya adalah variasi dalam intensitas gambar
dalam atenuasi sinar-x oleh jaringan yang berbeda dalam kepadatan, nomor atom, atau
ketebalan. Radiasi yang tersebar selain memberikan kontribusi untuk meningkatkan
noise gambar, ini juga merupakan faktor penting dalam mengurangi kontras sistem
cone-beam. Tersebarnya foton x-ray mengurangi kontras subjek dengan menambahkan
latar belakang sinyal yang tidak mewakili anatomi, sehingga mengurangi kualitas
pencitraan. Hal ini membuat hasil pencitraan CBCT memiliki kontras jaringan lunak
yang kurang baik. 5
- Adanya artifact dari implan, restorasi amalgam, restorasi protesa logam, dan
perawatan endodontik dapat merusak gambar CBCT. Radiasi tidak akan mencapai
detektor ketika berinteraksi dengan arean dengan atenuasi tinggi seperti logam.5,19
furkasi, mendeteksi adanya kecacatan pada area bukal dan lingual, kecacatan intra-
bony, kista periodontal, dan menilai hasil terapi periodontal regeneratif.3,5,19
- TMJ
Pencitraan CBCT memberikan gambaran tiga dimensi dari kondilus dan struktur
sekitarnya yang dapat memfasilitasi analisis dan diagnosis kelainan morfologi tulang,
ruang sendi dan fungsi, yang merupakan kunci penting untuk menyediakan hasil
pengobatan yang tepat pada pasien TMJ dengan tanda dan gejala. Pencitraan CBCT
dapat menggambarkan ciri-ciri penyakit sendi degeneratif, anomali perkembangan
kondilus, ankilosis, dan artritis reumatoid.3,5,19
Pengetahuan
Mahasiswa Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis di
Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas
Sumatera Utara
Pengetahuan Tentang
Penggunaan CBCT
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua mahasiswa pendidikan dokter gigi
spesialis di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dokter gigi di
Kota Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
konservasi gigi, periodonsia, prostodonsia, dan ortodonsia serta dokter gigi spesialis.
Metode pengambilan data dilakukan secara simple random sampling dengan kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut.
Kriteria inklusi:
1. Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis yang sedang melanjutkan studinya
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
z 21 / 2 * p * (1 p )
n
d2
Keterangan:
n = Jumlah sampel
Z = Derajat kepercayaan 95% (Z1-/2=1.96)
p = Perkiraan proporsi populasi penelitian
63,3% Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
50% Dokter gigi spesialis
d = Presisi (15%)
Sehingga didapatkan hasil:
n Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis = (1,962 * 0,633 * (1-0,633)
0,152
n Mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis = 39,66 ≈ 40 sampel
Jumlah minimal sampel pada penelitian ini adalah 83 sampel dibulatkan menjadi 90
sampel. Jumlah sampel mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara adalah 40 sampel dan jumlah sampel
dokter gigi spesialis di Kota Medan adalah 50 sampel.
2. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan tahapan sebagai berikut.
a. Penyuntingan data (editing)
Pemeriksaan kembali apakah data yang terkumpul sudah lengkap, jelas dan tidak
meragukan, serta tidak ada kesalahan dan sebagainya.
b. Membuat lembaran kode (coding sheet)
Memberi kode pada lembar kuesioner yang bertujuan untuk memberi nomor
responden agar lebih mudah dalam pengolahan dan perhitungan total nilai dari seluruh
pertanyaan.
c. Memasukkan data (entry)
Memasukkan data ke dalam kolom yang telah disesuaikan dengan jawaban masing-
masing pertanyaan.
d. Tabulasi
Membuat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Spesialisasi n %
Periodonsia 12 30
Konservasi Gigi 10 25
Prostodonsia 9 22,5
Ortodonsia 9 22,5
Total 40 100
Spesialisasi N %
Ortodonsia 18 36
Periodonsia 11 22
Konservasi Gigi 9 18
Bedah Mulut 6 12
Prostodonsia 2 4
Radiologi Kedokteran Gigi 2 4
Odontologi Forensik 1 2
Penyakit Mulut 1 2
Total 50 100
Berdasarkan tabel 2 tersebut, dokter gigi spesialis yang menjadi sampel pada
penelitian ini terdiri dari 8 bidang spesialisasi, yaitu sebanyak 18 orang (36%) dokter
gigi spesialis ortodonsia, sebanyak 11 orang (22%) dokter gigi spesialis periodonsia,
sebanyak 9 orang (18%) dokter gigi spesialis konservasi gigi, sebanyak 6 orang (12%)
dokter gigi spesialis bedah mulut, sebanyak 2 orang (4%) dokter gigi spesialis
prostodonsia, sebanyak 2 orang (4%) dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi,
sebanyak 1 orang (2%) dokter gigi spesialis odontologi forensik, dan 1 orang (2%)
dokter gigi spesialis penyakit mulut.
Jumlah
Pengetahuan tentang penggunaan cone beam
No. Total Benar Salah
computed tomography (CBCT)
n % n %
1. CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi 40 100 0 0
2. CBCT berfungsi sebagai instrumen
pendukung dalam menegakkan diagnosa dan 38 95 2 5
rencana perawatan
3. CBCT merupakan radiografi berbasis radiasi
30 75 10 25
ionisasi
4. Keunggulan CBCT dari radiografi
konvensional adalah dapat memperlihatkan
16 40 24 60
gambaran jaringan keras maksilofasial secara
akurat
5. Gambaran CBCT 30 75 10 25
Tabel 4. Pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed
tomography (CBCT) di Kota Medan
Jumlah
Pengetahuan tentang penggunaan cone beam
No. Total Benar Salah
computed tomography (CBCT)
n % n %
1. CBCT merupakan pencitraan tiga dimensi 46 92 4 8
2. CBCT berfungsi sebagai instrumen
pendukung dalam menegakkan diagnosa dan 48 96 2 4
rencana perawatan
3. CBCT merupakan radiografi berbasis radiasi
29 58 21 42
ionisasi
4. Keunggulan CBCT dari radiografi
konvensional adalah dapat memperlihatkan
17 34 33 66
gambaran jaringan keras maksilofasial secara
akurat
5. Gambaran CBCT 41 82 9 18
6. CBCT memiliki keunggulan yaitu gambar
yang dihasilkan dapat disimpan secara digital 46 92 4 8
dan dapat dikirim melalui email
7. CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur
anatomis, yang memilik arti bahwa
50 36 72 14 28
pembesaran gambar CBCT hampir tidak ada
dan tidak ditemukannya superimposed
8. Dosis radiasi pada beberapa radiografi
kedokteran gigi dari yang terkecil hingga 23 46 27 54
terbesar: Panoramik < CBCT < CT scan
Kategori n %
Baik 25 62,5
Cukup 14 35
Kurang 1 2,5
Total 40 100
Tabel 6. Tingkat pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam
computed tomography (CBCT) di Kota Medan
Kategori n %
Baik 28 56
Cukup 15 30
Kurang 7 14
Total 50 100
BAB 5
PEMBAHASAN
gigi spesialis dan 96% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden mengetahui bahwa CBCT sebagai
instrumen pendukung dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan. Diketahui
hanya terdapat total 4 orang dari kedua kelompok sampel menjawab pilihan jawaban
yang kurang tepat. Empat orang tersebut menjawab bahwa CBCT merupakan
instrumen pendukung yang hanya digunakan untuk menentukan diagnosa. Berdasarkan
studi literatur sistematik yang dilakukan oleh Shaabaninejad H et al (2014) dari 31
studi yang masuk ke dalam kriteria inklusi didapatkan hasil bahwa CBCT umum
digunakan untuk memperoleh informasi rinci pada area oral dan maksilofasial dan
sangat membantu dokter gigi dalam menentukan diagnosa dan rencana perawatan
terhadap kelainan maksilofasial. CBCT bukan hanya dapat meminimalisir terjadinya
kesalahan dalam menegakkan diagnosa penyakit, tetapi juga dapat membantu dokter
gigi dalam menentukan rencana perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien.24
Pengetahuan bahwa CBCT merupakan radiografi berbasis radiasi ionisasi diperoleh
hasil 75% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 58% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden
telah mengetahui tentang sumber radiasi yang digunakan untuk menghasilkan suatu
gambaran radiografi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh de-Azevedo-Vaz SL et al
(2013) yang bertujuan untuk menilai pengetahuan mahasiswa kedokteran gigi terhadap
radiografi kedokteran gigi didapatkan hasil bahwa 62,3% responden menjawab benar
pertanyaan mengenai prinsip umum radiografi. Pengetahuan tentang jenis radiasi yang
digunakan dalam bidang kedokteran gigi termasuk ke dalam prinsip umum radiografi.
Dalam kedokteran gigi, jenis radiografi yang biasa digunakan adalah radiografi yang
menggunakan radiasi ionisasi untuk menghasilkan gambar, salah satu contoh
umumnya adalah sinar-x.5,13,25
Pengetahuan tentang keunggulan CBCT dari radiografi konvensional adalah dapat
memperlihatkan gambaran jaringan keras maksilofasial secara akurat diperoleh hasil
40% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 34% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan kurangnya pengetahuan
responden tentang keunggulan CBCT dari radiografi konvensional. Terdapat 60%
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 66% dokter gigi spesialis menjawab
pilihan yang kurang tepat, yaitu bahwa CBCT dapat memperlihatkan gambaran
jaringan keras dan lunak maksilofasial secara akurat. Kurangnya pengetahuan
responden mungkin karena ketidaktahuan responden bahwa CBCT hanya dapat
memberikan gambaran jaringan keras secara akurat, tetapi tidak dengan gambaran
jaringan lunak. Studi literatur sistematik yang dilakukan oleh Eslami E et al (2017)
bahwa hasil identifikasi dari 8 studi menunjukkan akurasi CBCT berada pada rentang
50-95%, sedangkan akurasi dari radiografi konvensional berada pada rentang 39-85%.
CBCT merupakan metode pencitraan radiografi yang memungkinkan pencitraan akurat
pada struktur jaringan keras secara tiga dimensi. Namun, CBCT tidak dapat
memberikan gambaran jaringan lunak secara akurat karena memiliki kontras jaringan
yang buruk, yang disebabkan oleh penyebaran foton sinar-x.3,5,19,26
Pengetahuan tentang hasil gambaran CBCT diperoleh hasil 75% mahasiswa
pendidikan dokter gigi spesialis dan 82% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden telah dapat mengenali
gambaran radiografi CBCT saat disandingkan dengan gambaran radiografi lainnya,
yaitu radiografi periapikal, oklusal, dan panoramik. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bagis N et al (2015) yang membandingkan CBCT dengan radiografi
intraoral digital untuk mendeteksi cacat periodontal diperoleh rerata nilai kappa CBCT
antara 0,78 dan 0,96 dan antara 0,43 dan 0,72 pada radiografi intraoral. Nilai tersebut
menunjukkan perbedaan keakuratan yang diperoleh pada kedua jenis radiografi.
Perbedaan antara radiografi periapikal, oklusal, CBCT, dan panoramik dapat dilihat
dari cakupan gambar yang dihasilkan. Pada radiografi periapikal, hanya akan terlihat
gambaran tiga sampai empat gigi dari mahkota hingga akar serta jaringan sekitarnya,
pada radiografi oklusal akan terlihat area maksila atau mandibula, dan pada radiografi
panoramik akan terlihat gambaran dari strukur wajah yang meliputi lengkung maksila
dan mandibula, gigi, serta struktur pendukung. Sedangkan pada CBCT area yang
terlihat dapat diatur sesuai dengan area yang diinginkan (ROI).14,27
Pengetahuan bahwa CBCT memiliki keunggulan yaitu gambar yang dihasilkan
dapat disimpan secara digital dan dapat dikirim melalui email diperoleh hasil 82,5%
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 92% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden
telah mengetahui tentang keunggulan CBCT. Penelitian yang sama dilakukan oleh
Kamburoglu K et al (2011) diketahui bahwa hanya 22% responden tidak mengetahui
keunggulan CBCT. CBCT memiliki fasilitas untuk disimpan dan mudah dalam
mengirim gambar. Gambar tiga dimensi dapat disimpan secara digital dalam format
.jpeg (joint photographic (expert) group) atau .bmp (bitmap), dapat dilihat secara
online, disimpan dalam CD (compact disc), dan dapat dicetak pada kertas atau film.
Gambar juga dapat dengan mudah dikirim melalui email kepada dokter gigi yang
merujuk.6,16
Pengetahuan bahwa CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi
diperoleh hasil 52,5% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 72% dokter gigi
spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan kurangnya pengetahuan
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dalam mengartikan CBCT memiliki
hubungan 1:1 dengan struktur anatomi, sedangkan sebagian besar dokter gigi spesialis
sudah mengetahuinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yim JH et al (2011)
yang mengevaluasi pengukuran gigi berdasarkan lokasi dan menghitung tingkat
pembesarannya pada radiografi panoramik digital dan CBCT, kemudian diperoleh
hasil bahwa terdapat sekitar 1,09 hingga 1,28 pembesaran terjadi pada gambar
panoramik dan hampir tidak ada pembesaran yang terjadi pada gambar CBCT. CBCT
menghasilkan gambar yang akurat secara anatomi. CBCT dapat menghilangkan
struktur superimposed dan tidak terdapat pembesaran ukuran. Oleh karena itu, gambar
CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi.16,28
Pengetahuan tentang dosis radiasi pada beberapa radiografi kedokteran gigi dari
yang terkecil hingga terbesar diperoleh hasil 57,5% mahasiswa pendidikan dokter gigi
spesialis dan 46% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini
memperlihatkan kurangnya pengetahuan dokter gigi spesialis terhadap dosis beberapa
jenis radiografi, sedangkan sebagian besar mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
sudah mengetahuinya. Penelitian yang sama dilakukan oleh Kamburoglu K et al (2011)
yang mengemukakan hasil bahwa 61,7% responden mengetahui bahwa CBCT
memiliki dosis radiasi yang lebih kecil dibandingkan dengan CT scan. Radiografi
panoramik memiliki dosis radiasi yang paling kecil dengan dosis efektif 2,7-24,3 µSv.
Sedangkan CBCT memiliki dosis efektif 10 kali lebih sedikit dibandingkan dengan CT
scan (68 µSv dibandingkan dengan 600 µSv pada CT scan). Kisaran besar dosis efektif
pada CBCT bergantung pada ukuran bidang pandang (FOV). Jika FOV meningkat,
maka dosis efektif juga akan meningkat. Oleh karena itu, mengurangi ukuran FOV
merupakan salah satu cara untuk mengurangi dosis efektif CBCT. 3,5,6,19,29
Pengetahuan tentang CBCT memiliki kelemahan yaitu kontras jaringan lunak yang
buruk diperoleh hasil 75% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 76% dokter
gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian
besar responden mengetahui tentang kelemahan CBCT yaitu kontras jaringan lunak
yang dihasilkan buruk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lechuga L et al
(2016) dengan membandingkan kualitas gambar dan dosis radiasi yang dilepaskan oleh
CBCT dan CT scan diperoleh hasil bahwa resolusi spasial CBCT lebih baik
dibandingkan CT scan, sedangkan CT scan menghasilkan diferensiasi jaringan lunak
yang lebih baik. Resolusi kontras pada CBCT lebih rendah dari CT scan, sehingga
untuk memperoleh gambaran jaringan lunak yang akurat, CT scan lebih
direkomendasikan.24,30
Pengetahuan bahwa CBCT digunakan saat dibutuhkan pemeriksaan dengan
keakuratan tinggi diperoleh hasil 97,5% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
dan 94% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Sebanyak 2,5% mahasiswa pendidikan
dokter gigi spesialis dan 6% dokter gigi spesialis menjawab bahwa CBCT dilakukan
pada seluruh kasus yang memerlukan radiografi. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa hampir seluruh responden mengetahui bahwa CBCT digunakan saat dibutuhkan
pemeriksaan dengan keakuratan tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sugumaran S et al (2018) pada dokter gigi spesialis ortodonti dan mahasiswa program
pascasarjana ortodonti didapatkan hasil mayoritas responden (84,07%) sadar bahwa
CBCT tidak dibenarkan untuk dilakukan pada semua pasien yang mengunjungi klinik
ortodonti. CBCT diindikasikan saat radiografi konvensional memiliki keterbatasan dan
tidak dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan. Penggunaan CBCT juga harus
memperhatikan bahwa dosis radiasi yang diperlukan rendah.19,31
Pengetahuan tentang arah pandang CBCT terdiri dari bidang pandang sagital,
koronal, dan aksial diperoleh hasil 90% mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis
dan 64% dokter gigi spesialis mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa sebagian besar responden telah mengetahui tentang arah pandang CBCT. Studi
laporan kasus yang dilakukan oleh Vier-Pelisser FV et al (2014) tentang tatalaksana
perawatan dens invaginatus tipe III pada gigi premolar kedua mandibula
memperlihatkan pentingnya CBCT untuk mencegah kesalahan dalam mendiagnosa
dan menentukan rencana perawatan. Gambar CBCT dilihat dari tiga bidang pandang
yaitu aksial, sagital, dan koronal yang memperlihatkan bahwa gigi tersebut
menunjukkan anatomi yang sesuai dengan dens invaginatus tipe III dengan dua saluran
akar. Hasil pencitraan CBCT ditampilkan di layar sebagai gambar rekonstruktif
sekunder dalam bidang ortogonal. Bidang aksial adalah bidang horizontal yang
membagi tubuh dari superior ke inferior, bidang sagital adalah bidang vertikal yang
tegak lurus ke tanah dan membagi tubuh menjadi sisi kanan dan kiri, serta bidang
koronal adalah bidang vertikal yang tegak lurus dengan tanah dan membagi tubuh
menjadi sisi anterior dan posterior.16,19,32
Pengetahuan tentang gambaran CBCT dari arah sagital diperoleh hasil 50%
mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis dan 46% dokter gigi spesialis
mengetahuinya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa responden memiliki
pengetahuan yang kurang dalam menentukan gambaran CBCT dari arah sagital.
Pengetahuan yang kurang dapat disebabkan kurangnya praktik penggunaan CBCT di
lapangan, sehingga responden tidak familier dengan gambaran sagital CBCT.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dupare A et al (2018) bahwa dari total 200
dokter gigi spesialis yang menjadi responden, 82,5% responden rutin menggunakan
radiografi konvensional. Hal ini memperlihatkan bahwa radiografi konvensional lebih
umum digunakan daripada CBCT. Alasan utama kurangnya praktik CBCT di lapangan
adalah karena masalah biaya. Dibutuhkan biaya yang lebih untuk menyediakan mesin
CBCT di praktik-praktik dokter gigi dan biaya untuk melakukan sekali tindakan lebih
BAB 6
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini ialah:
1. Pengetahuan mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis tentang penggunaan
cone beam computed tomography (CBCT) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara adalah 62,5% memiliki pengetahuan baik, 35% memiliki pengetahuan
cukup, dan 2,5% memiliki pengetahuan kurang.
2. Pengetahuan dokter gigi spesialis tentang penggunaan cone beam computed
tomography (CBCT) di Kota Medan adalah 56% memiliki pengetahuan baik, 30%
memiliki pengetahuan cukup, dan 14% memiliki pengetahuan kurang.
6.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan penggunaan CBCT pada
kelompok populasi yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
14. Boel T. Dental radiografi: Prinsip dan teknik. Medan: USU Press, 2018; 17, 53,
79-83.
15. Abramovitch K, Rice DD. Basic principles of cone beam computed tomography.
Dent Clin N Am 2014; 58: 463-84.
16. Iannucci JM, Howerton LJ. Dental radiography: Principles and techniques.
Missouri: Elsevier, 2012: 313-21.
17. Razi T, Niknami M, Ghazani FA. Relationship between hounsfield unit in CT scan
and gray scale in CBCT. J Dent Res Dent Clint Dent Prospects 2014; 8(2): 107-
10.
18. Parveen S, Husain A, Mascarenhas R, Reddy SG. Clinical utility of cone-beam
computed tomography in patients with cleft lip palate: Current perspective and
guidelines. J Cleft Lip Palate and Craniofac Anomal 2018; 5(2): 74-87.
19. Kardjokar FR. Essential of oral and maxillofacial radiology. 2nd eds. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers, 2019: 203-23.
20. Pavan KT, Sujatha S, Yashodha DB, Rakesh N, Shwetha V. Basics of CBCT
imaging. RUAS-JDOR 2017; 13(1): 49-55.
21. Bird DL, Robinson DS. Modern dental assisting. 13th eds. Missouri: Elsevier.
2020: 656-7.
22. Shetty SR, Castelino RL, Babu SG, Prasanna, Laxmana AR, Roopashri K.
Knowledge and attitude of dentist towards cone beam computed tomography in
Mangalore: A questionnaire Survey. Austin J Radiol 2015; 2(2): 1-5.
23. Rai S, Misra D, Dhawan A, Tyagi K, Prabhat M, Khatri M. Knowledge, awareness,
and aptitude of general dentists toward dental radiology and CBCT: A
questionnaire study. J Acad Oral Med Radiol 2018; 30(2): 110-5.
24. Shaabaninejad H, Sari AA, Mobinizadeh MR, Rafiei S, Sari AM, Safi Y. The
efficacy of CBCT for diagnosis and treatment of oral and maxillofacial disorders:
A systematic review. J Islam Dent Assoc Iran 2014; 25(4): 292-302.
25. de-Azevedo-Vaz SL, Vasconcelos KF, Rovaris K, Ferreira NP, Neto FH. A survey
on dental undergraduates’ knowledge of oral radiology. Braz J Oral Sci 2013;
12(2): 109-13.
26. Eslami E, Barkhordar H, Abramovitch K, Kim J, Masoud M. Cone-beam
computed tomography vs conventional radiography in visualization of maxillary
impacted-canine localization: A systematic review of comparative studies. Am J
Orthod Dentofacial Orthop 2017; 151(2): 248-58.
27. Bagis N, Kolsuz ME, Kursun S, Orhan K. Comparison of intraoral radiography
and cone-beam computed tomography for the detection of periodontal defects: an
in vitro study. BMC Oral Health 2015; 15: 64.
28. Yim JH, Ryu DM, Lee BS, Kwon YD. Analysis of digitalized panorama and cone
beam computed tomographic image distortion for the diagnosis of dental implant
surgery. J Craniofac Surg 2011; 22(2): 669-73.
29. Abdelkarim A. Cone-beam computed tomography in orthodontics. Dent J 2019;
7(3),89: 1-31.
30. Lechuga L, Weidlich GA. Cone beam CT vs fan beam CT: A comparison of image
quality and dose delivered between two differing CT imaging modalities. Cureus
2016; 8(9): 1-13.
31. Sugumaran S, George AM, Kumar SA, Sundari KKS, Chandrasekar S, Rajagopal
R. Knowledge, awareness, and practice of cone-beam computed tomography
among orthodontists: A survey. J Indian Orthod Soc 2018; 52(4): 255-64.
32. Vier-Pelisser FV, Morgental RD, Fritscher G, Ghisi AC, de Borba MG, Scarparo
RK. Management of type III dens invaginatus in a mandibular premolar: A case
report. Braz Dent J 2014; 25(1): 73-8.
A. Data Responden
1. Jenis Kelamim : L/P
2. Tingkat Pendidikan :
a. Mahasiswa Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
b. Dokter Gigi Spesialis
3. Bidang Spesialisasi :
B. Pertanyaan
1. CBCT merupakan salah satu jenis radiografi yang dimanfaatkan dalam bidang
kedokteran gigi. CBCT adalah?
a. Pencitraan satu dimensi
b. Pencitraan dua dimensi
c. Pencitraan tiga dimensi
d. Pencitraan empat dimensi
a.
b.
d.
7. Apakah arti bahwa CBCT memiliki hubungan 1:1 dengan struktur anatomi?
a. Perbesaran ukuran gambar hampir tidak ada
b. Tidak ditemukannya superimposed pada CBCT
c. a dan b benar
d. a dan b tidak benar
a.
b.
c.
d.
Penelitian ini dilakukan oleh saya sendiri. Saya akan memberikan lembar
kuesioner untuk diisi oleh Dokter yang berisi pertanyaan tentang data diri dan
pengetahuan tentang CBCT. Hal-hal yang berkaitan dengan data diri Dokter dan
jawaban dari pertanyaan yang Dokter isi hanya akan diketahui oleh saya sendiri sebagai
peneliti.
Demikian penjelasan yang dapat saya berikan, semoga keterangan di atas dapat
dimengerti dan atas ketersediaan Dokter untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya
ucapkan terima kasih.
(INFORMED CONSENT)
Setelah membaca dan mendengar semua keterangan tentang keuntungan, risiko, dan
hak-hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul:
dan saya memahaminya, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ……………………………………………………………..
Umur : ……………………………………………………………..
Alamat : ……………………………………………………………..
No. Telp/HP : ……………………………………………………………..
Dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian
tersebut. Apabila saya ingin mengundurkan diri, kepada saya tidak dituntut apapun.
(…………..…………….)
Rincian besar biaya yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Total : Rp 1.800.000
Waktu
No. Kegiatan 2020 2021
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
1. Persiapan
pencarian judul
2. Persetujuan judul
3. Pembuatan
proposal
4. Seminar proposal
5. Perbaikan
proposal dan
persiapan
penelitian
6. Penelitian dan
pengumpulan
data
7. Hasil
CURRICULUM VITAE
Riwayat Peneliti
Nama Lengkap : Rahmahadis Pratami Sitorus
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/07 Juli 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 1 (Satu) dari 3 (Tiga) bersaudara
Alamat : Jl. Eka Suka No. 45, Kota Medan
No. HP : 085362299600
Alamat Email : rahmahadiss.008@gmail.com
Riwayat Pendidikan
2004-2005 : Menjalani pendidikan TK di RA Babussalam Medan
2005-2011 : Menjalani pendidikan sekolah dasar di SD Darma
Medan
2011-2014 : Menjalani pendidikan sekolah menengah pertama di
SMP As-Syafi’iyah Medan
2014-2017 : Menjalani pendidikan sekolah menengah atas di SMA
As-Syafi’iyah Medan
2017-sekarang : Menjalani Program Sarjana-1 Pendidikan Dokter Gigi
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara Medan