Oleh :
drg. Steffano Aditya Handoko, MPH.
1986081520151112001
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, saya panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada
saya, sehingga bisa menyelesaikan laporan kasus tentang “Keuntungan Praktis
Penggunaan CBCT pada Perawatan Bedah Impaksi Gigi Molar Ketiga
Bawah” dengan lancar dan tepat waktu.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
PENDAHULUAN
Pada orang dewasa muda, di atas 20 tahun, frekuensi impaksi molar ketiga
maksila diperkirakan sekitar 46% sedangkan impaksi molar ketiga mandibula
kira-kira 73%. Angka kejadian pada pria dan wanita adalah sama. Salah satu
alasan mengapa inklusi molar ketiga dapat mempengaruhi kesehatan rongga
mulut adalah jumlah yang besar serta frekuensi komplikasi klinis yang
berhubungan dengannya.
Komplikasi yang paling umum dari erupsi molar ketiga adalah: infeksi,
crowding gigi, karies gigi, penyakit periodontal, gusi yang membengkak, gigi
longgar, resorpsi akar gigi yang berdekatan, dan kesulitan dalam beradaptasi
prostesis gigi. Modifikasi lainnya seperti fraktur mandibula, perkembangan kista
dan tumor, nyeri di kepala dan daerah leher, trismus, kelainan trofik jauh lebih
jarang terjadi.
Untuk memilih pengobatan yang tepat perlu diketahui posisi dan inklinasi
sumbu panjang gigi dan hubungannya dengan struktur yang berdekatan. Informasi
itu dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan radiologi.
Sejak pertama kali radiografi gigi dilakukan pada tahun 1896 oleh Otto
Walkhoff, metode pemeriksaan radiologi yang digunakan dalam kedokteran gigi
telah berkembang dari gambar x-ray standar ke radiologi digital, CT scan, dan
MRI tapi terutama ke CBCT. Biaya yang mahal dari MRI dan dosis tinggi radiasi
CT klasik menjadikan penggunaannya terbatas pada kasus terpilih di maxillofacial
area.
Munculnya CBCT memperbaiki banyak kekurangan dari teknologi yang ada,
memperluas penggunaan teknologi 3D di bidang kedokteran gigi lainnya. Cone
Beam imaging method atau yang disebut CBCT didasarkan pada perhitungan yang
disempurnakan oleh teknologi tomografi yang berlaku di seluruh area kedokteran
gigi.
Dalam kondisi osseus maxillo-facial, CBCT memberikan informasi mengenai
lokasi yang tepat dari berbagai proses patologis yang dikembangkan di rahang
atau jaringan lunak wajah dan data tentang struktur anatomis yang berdekatan.
1
Adanya tanda-tanda radiologis tertentu pada radiografi panoramik seperti
penyempitan, penggelapan atau defleksi akar, gelap, apeks berbentuk bifid atau
pulau, gangguan pada kanal mandibula cortical contour, defleksi kanal atau
penyempitan, yang dikaitkan dengan hubungan yang benar antara akar molar
ketiga dan kanal mandibula. Namun, hanya gambar CT cross-sectional yang
diperoleh dengan CT konvensional atau CBCT dapat menentukan hubungan
saluran akar pada arah bukal atau lingual.
Studi ini mencoba menilai peran CBCT dalam perawatan pasien dengan
impaksi molar ketiga mandibula pada posisi yang sulit dan memiliki risiko tinggi
cedera pada nervus alveolar inferior. Cedera nervus alveolar inferior mungkin
merupakan komplikasi neurologis yang jarang terjadi namun merupakan
komplikasi neurologis yang serius dalam operasi dari impaksi molar ketiga yang
memerlukan evaluasi imajinatif pra-operative yang cermat terhadap hubungan
anatomi molar ketiga dengan nervus alveolar inferior.
2
LAPORAN KASUS
KASUS 1
Seorang pasien wanita berusia 25 tahun dirujuk ke bagian operasi maxillo-
facial untuk nyeri sedang pada rahang kanan bawah. Pada pemeriksaan rongga
mulut, gigi inferior anterior crowding dan tidak adanya molar ketiga inferior
bilateral yang teridentifikasi.
Radiografi panoramik (Gambar 1) menunjukkan gambar kanal mandibula
superimpose di atas akar molar ketiga, di kedua sisi. Garis kontur kanal mandibula
kiri hampir tidak terlihat, menunjukkan lokasi lingual yang paling mungkin
terjadi. Di sisi kanan ditemukan tulang kortikal terputus pada bagian atas kanal
dan penggelapan akar molar ketiga.
Untuk melanjutkan operasi yang lebih aman, pasien menjalani pemeriksaan
CBCT untuk lebih mengevaluasi hubungan antara kanal mandibula dan akar gigi
molar ketiga (Gambar 2). Pemeriksaan CBCT mengkonfirmasi posisi lingual
kanal mandibula kiri ke akar molar ketiga kiri dan kanal mandibula kanan
melewati akar molar ketiga kanan.
Rekonstrusi 3-D mengkonfirmasi informasi yang diberikan oleh gambar CBCT
dan menawarkan kemungkinan untuk memahami susunan detail anatomis.
Setelah mempelajari CBCT, dokter bedah tersebut memutuskan untuk
melakukan odontotomi, pemisahan akar dan pemisahan secara hati-hati dari
3
segmen pada kedua molar ketiga untuk menghindari lesi saraf alveolar inferior.
Pasien mengalami defisiensi sensorik post-operative pada daerah saraf alveolar
inferior kiri yang sembuh hampir seluruhnya dalam 8 minggu.
KASUS 2
Seorang wanita berusia 22 tahun dirujuk ke departemen kami karena rasa
sakit, memancar dari rahang bawah ke telinga kiri yang muncul sekitar satu
minggu yang lalu, dengan intensitas yang meningkat, dan tidak merespons
4
ibuprofen dan metamizol. Pada pemeriksaan intraoral, ditemukan molar ketiga
inferior kiri dalam posisi abnormal, dengan karies yang luas dan crowding gigi
pada kedua rahang gigi baik pada rahang bawah maupun atas.
Pada radiografi panoramik (Gambar 3.) diamati inklusi parsial dari kedua
molar ketiga mandibula dengan formasi akar lengkap. Molar ketiga kiri memiliki
posisi mesial-angulated, kontak dengan molar kedua, menunjukkan proses karies
yang dalam dan resorpsi tulang di mesial. Akarnya overlapping konvergen di
kanal mandibula. Garis korteks kanal mandibula tampak jelas menunjukkan
sedikit deviasi di dekat apeks akar. Pada pemeriksaan CBCT ditentukan posisi
kanal mandibula kiri di dekat korteks vestibular dan kontak dengan akar molar
ketiga (Gambar 4.).
Analisis CBCT menunjukkan posisi akar yang bersentuhan dengan kanal
mandibula dan risiko tinggi kerusakan saraf alveolar inferior, pilihan bedah
dimodifikasi untuk pemisahan akar secara hati-hati. Pasien menyampaikan sedikit
defisiensi sensorik di tingkat bibir kiri bawah yang telah pulih dalam 2-3 minggu.
5
Gambar 4. Bagian CBCT menunjukkan akar molar tiga kiri bawah
yang bersentuhan dengan kanal mandibular
KASUS 3
Seorang wanita berusia 24 tahun diperiksa di layanan darurat karena nyeri yang
parah pada rahang kanan bawah, yang dirasakan sejak 24 jam yang lalu, tidak ada
efek terhadap ibuprofen. Riwayat medis dan giginya biasa saja.
Pada radiografi panoramik (Gambar 5.) ditemukan kedua molar ketiga
mandibula yang impaksi sebagian dengan formasi akar yang lengkap. Pada molar
kedua kanan ditemukan kavitas pada distal yang berhubungan dengan impaksi
molar ketiga dengan inklinasi ke mesial. Molar ketiga kanan menunjukkan
overlapping akar pada kanal mandibula yang bentuknya tampak seperti dua
radiopak, garis jelas, yang dapat dengan mudah dibedakan, tidak menunjukkan
deviasi, seperti pada posisi vestibular.
Pada pemeriksaan CBCT menunjukkan posisi vestibular dari kanal mandibula
dan kontak punctiform dengan akar dari molar ketiga kanan (Gambar 6.) Rencana
bedah dimodifikasi dari odontektomi awal ke odontotomi dengan pemisahan akar.
Pasien memperlihatkan tidak ada gangguan sensorik post-operative.
6
Gambar 5. Radiografi panoramik yang menunjukkan tanda-tanda dari akar
molar ketiga kanan yang kemungkinan kontak dengan kanal mandibular.
Gambar 6. Bagian CBCT menunjukkan kontak antara akar molar ketiga kanan
mandibula dengan kanal mandibular.
7
DISKUSI
9
Penggunaan CBCT telah mengurangi biaya untuk pasien, dan sebagian besar
telah meningkatkan rasio manfaat dengan mengurangi dosis radiasi untuk pasien
dibandingkan dengan CT standar. Dalam kasus di mana akar molar ketiga
memiliki morfologi kompleks yang letaknya berkontak dengan kanal mandibula,
program rekontruksi 3D yang mengasumsikan citra CT memberikan visualisasi
tajam pada tiga bidang spasial struktur dari kanal mandibula yang harus
diperhatikan.
Gambar 3D tidak diwajibkan untuk evaluasi pra-operative mollar ketiga.
Mereka hanya melengkapi detail gambar anatomis yang mungkin mempengaruhi
pendekatan bedah: odontotomi tunggal atau ganda, kedalaman osteotomi atau arah
penyimpangan yang bisa diprogram lebih akurat.
10
KAITAN TEORI
11
Radiografi periapikal merupakan jenis proyeksi intra oral yang secara rutin
digunakan dalam praktek kedokteran gigi. Proyeksi ini menggunakan film
standar berukuran 4 x 3 cm. Proyeksi periapikal digunakan untuk mengetahui
kondisi elemen gigi dan jaringan pendukungnya, untuk mengetahui besar
panjang dan bentuk gigi, untuk mengetahui keadaan anatomis akar dan saluran
akar, untuk mengetahui kelainan periapikal gigi dan jaringan pendukungnya
yang secara klinis sulit terdeteksi, dan untuk mengevaluasi pergantian gigi
geligi.3
12
Gambar 8. Gambaran radiografi teknik lateral oblique menunjukkan gigi
molar kiri maksila dan mandibula.
14
spatial dari gambar craniofacial kompleks dengan waktu singkat disbanding
teknik radiografi panoramik selain itu dosis pemaparan lebih rendah dibanding
teknik fan beam atau helical computed tomografi.6
Radiografi CBCT, merupakan jenis radiografi yang mampu memperlihatkan
detail dari gambaran yang diambilnya. Dalam CBCT, kita mampu
menampilkan densitas atau kepadatan suatu jaringan. CBCT mampu
menampilkan detail dari kondisi densitas dari kamar pulpa. Densitas suatu
jaringan lebih umum diukur menurut skala Hounsfield, yang merupakan suatu
prinsip untuk sinar-X pada CBCT. Mesin CBCT merupakan alat yang dapat
menghasilkan citra radiografi paling informatif yang menggambarkan struktur
kraniofasial yang meliputi struktur anatomi pada mulut, wajah, dan rahang
pasien.7
Proses bekerjanya CBCT seperti berikut ini, obyek yang akan diambil
gambarn ya dalam hal ini kepala pasien diletakkan diantara sumber sinar (cone
beam) dan sensor. Kemudian ketika pengambilan gambar dimulai scanner
CBCT berputar mengelilingi kepala pasien. Proses pengambilan gambar
tersebut menghasilkan kurang lebih 600 gambar 2D. Di dalam bidang radiologi
intervensional pasien diletakkan pada sebuah meja dalam posisi seimbang
(sentris). Kemudian cone beam sekali berputar 200 derajat untuk menghasilkan
satu set data volumetrik, setelah itu gambar yang dihasilkan dikumpulkan oleh
perangkat lunak pemindai (scanner software) untuk direkonstruksi (diolah)
sehingga menghasilkan apa yang dinamakan ”digital volume“ tersusun atas
voxel (sel berbentuk kotak) 3D yang membentuk data anatomi yang bisa diolah
maupun ditampilkan dengan menggunakan perangkat lunak tertentu.8
15
C. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Radiografi CBCT untuk
Mengevaluasi Impaksi
Radiografi panoramik adalah metode diagnostik standar untuk pemeriksaan
awal dari hubungan antara impaksi gigi molar ketiga mandibula dengan kanal
alveolar inferior. Karena metode ini merupakan pencitraan dua dimensi yang
tidak memberikan informasi bidang aksial, koronal dan sagital. CBCT adalah
metode yang lebih dapat diandalkan untuk pemeriksaan pra-operative dari
molar ketiga mandibula.9
Cone Beam computed tomography (CBCT) scanning adalah sebuah
penyederhanaan pemindaian CT medis yang dilakukan di kedokteran gigi dan
disiplin terkait.10 Pemindai CBCT didasarkan pada tomografi volumetrik.
Sumber sinar-x dan detektor daerah reciprocating serempak bergerak di sekitar
kepala pasien. Program perangkat lunak diterapkan pada data gambar untuk
menghasilkan kumpulan data volumetrik 3D yang dapat digunakan untuk
memberikan gambar rekonstruksi dalam arah aksial, sagital dan koronal.11
Perbedaan utama antara CT dan CBCT adalah CBCT menggunakan cone
shaped atau rectangular shaped dan bukan balok X-ray yang ditumpuk (a fan
shaped x –ray beam).10 CBCT memiliki resolusi tinggi yaitu 0,001 mm3 voxel.
CBCT akan menghasilkan gambar tiga dimensi (3D) dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik mengenai banyak struktur anatomis, serta kondisi
patologis, perkembangan anomali, maupun luka traumatis. CBCT
menggunakan pemindai pencitraan ekstraoral, yang dikembangkan pada akhir
1990-an untuk menghasilkan pemindaian tiga dimensi kerangka maksilofasial
pada dosis radiasi yang jauh lebih rendah daripada CT (CT) konvensional.
Kelebihan CBCT meliputi pencitraan 3D pada struktur gigi, waktu pencitraan
yang kurang dibandingkan dengan computerized tomography (CT), transfer
data yang mudah, dan radiasi yang kurang tersebar. Gambar CBCT dapat
digunakan untuk menemukan posisi yang tepat dari gigi impaksi dan untuk
membuat strategi perancangan diagnosis serta perancangan yang akurat yang
akan menghasilkan intervensi bedah yang kurang invasif.12 Selain itu beberapa
keunggulan CBCT yaitu, gambar yang dihasilkan 3D sehingga hasil lebih
akurat dan lebih detail, waktu pelaksanaannya singkat, yakni 10-70 detik saja,
16
CBCT menghasilkan kontras yang tinggi sehingga lebih jelas dalam
menampilkan jaringan keras, dengan CBCT dapat menghindari kesalahan
posisi dari struktur gigi.13
CBCT memberikan informasi anatomi yang berguna dan relevan kepada
dokter bedah karena memiliki resolusi CT yang tinggi. Kegunaan CT
konvensional dalam mengevaluasi hubungan antara kanal mandibula dan gigi
molar ketiga telah dilaporkan. Namun, ada beberapa penelitian yang
menghubungkan gambaran CT dengan outcome bedah sehubungan dengan
cedera saraf. Dengan demikian, evaluasi pre-operative untuk menentukan
posisi dari neurovaskular yang akurat dan hubungannya dengan akar gigi di
ketiga dimensi sangat berguna untuk memprediksi potensi risiko cedera saraf
alveolar inferior selama operasi. Selain itu, informasi ini sangat berguna saat
menginformasikan pasien tentang risiko bedah.14
Meskipun CBCT melibatkan dosis radiasi yang relatif kecil dibandingkan
dengan CT konvensional, teknologi ini menyebabkan paparan radiasi yang
relatif tinggi terhadap kelenjar ludah dan kulit, dengan biaya yang relatif tinggi
dari CBCT. Sehubungan dengan ini, CT tidak selalu ditunjukkan, dan oleh
karena itu perlu menetapkan kriteria kapan memilih CBCT.14
17
terletak didekatnya. Selain itu CBCT dapat digunakan dalam
mempertimbangkan prognosis dari suatu perawatan karena memiliki kaurasi
yang lebih tinggi.15
Cone-beam computed tomography dapat menentukan lokasi yang tepat dari
gigi impaksi dan hubungannya dengan struktur sekitarnya. Data yang
dikumpulkan dari gambar dapat diformat ulang untuk menunjukkan bagian oral
dan kompleks maksilofasial pada bidang aksial, koronal dan sagital. Data ini
dapat dimanipulasi untuk menghasilkan rekonstruksi 3D yang tepat dari area
yang ingin dievaluasi ahli bedah, membantu menemukan gambaran yang jelas
tentang lokasi gigi yang tepat.16
Teknik ini memungkinkan ahli bedah untuk mendapatkan pemahaman
tentang hubungan yang tepat antara molar ketiga mandibula dan kanal alveolar
inferior yang dapat meningkatkan pemahaman tentang hubungan anatomis dari
pendekatan bedah yang dimodifikasi yang mungkin diperlukan untuk ekstraksi
gigi sehingga dokter bedah dapat mengurangi risiko pada perencanaan bedah.
Cone-beam computed tomography mampu menunjukkan lokasi tepatnya saraf
yang cukup untuk memprediksi ikatan saraf proksimal selama operasi,
sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi metode atau memilih pendekatan
yang berbeda sebagai alternatif pembedahan dalam prosedur yang berisiko
tinggi.17
Pada pembedahan gigi impaksi molar ketiga, lokasi dari inferior alveolar
canal dan kontak terhadap struktur akar molar ketiga merupakan faktor resiko
pada proses pembedahan nantinya. Oleh itu, prinsip analisis untuk radiografi
panoramik atau periapikal untuk mengidentifikasi pasti lokasi kanalis
mandibula. Walau bagaimanapun, inferior alveolar canal dapat digambarkan
seperti tortuous path ( berliku), dan mungkin tidak dapat ditafsirkan dengan
tepat menggunakan radiografi dua dimensi. Pandangan multiplanar dari CBCT
berguna bukan saja untuk mengevaluasi lokasi kanal dengan jelas, tetapi juga
untuk menilai kanal trifurasi (Gambar 8).17
18
Gambar 11. Data yang diperoleh menggunakan mesin CBCT iCAT.
Gambaran diformat pada software iCATVision. (a) dan (b) Bagian korona
molar ketiga mandibula kiri. (a) akar molar ketiga mempunyai cabang dengan
inferior alveolar canal pada aspek bukal dan lingual. (b) Bifurcated inferior
alveolar canal tampak pada distal gigi molar ketiga kanan bawah (c)
Gambaran tipis pada molar ketiga kiri mandibula yang menampilkan aksesori
vertikal cabang inferior alveolar canal.
19
KESIMPULAN
CBCT adalah metode diagnostik yang sangat baik untuk situasi tertentu dalam
operasi mulut dan maxillo-facial, termasuk evaluasi gigi molar ketiga mandibula,
namun efisiensinya kurang dipelajari. Radiografi panoramik mungkin cukup
dalam banyak kasus sebelum ekstraksi gigi molar ketiga mandibula, namun
CBCT dapat diindikasian saat satu atau lebih tanda dari kontak yang dekat antara
gigi dan kanal mandibula muncul dalam radiografi panoramik standar. Dalam
situasi ini, CBCT mungkin mengubah pendekatan bedah dan outcomes dari
pasien.
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa CBCT berkontribusi terhadap
penilaian risiko yang optimal dan perencanaan bedah yang memadai,
dibandingkan dengan radiografi panoramik.
Morfologi mandibular di daerah molar ketiga dengan gigi impaksi dan letak
kanal mandibula dapat ditentukan dengan jelas menggunakan gambar CBCT
cross-sectional.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
12. Nematolahi H, et al. The Use of Cone Beam Computed Tomography (CBCT)
to Determine Supernumerary and Impacted Teeth Position in Pediatric
Patients: A Case Report. J Dent Res Dent Clin Dent Prospects. 2013 Winter;
7(1): 47–50.
13. Pramanik Farina, Ria N. Interpretasi cone beam computed tomography 3-
dimensi dalam pemasangan implan dental di Rumah Sakit Gigi Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Bandung. 2015.
14. Yabroudi F, Pedersen S. Cone Beam Tomography (CBCT) as a Diagnostic
Tool to Assess the Relationship between the Inferior Alveolar Nerve and
Roots of Mandibular Wisdom Teeth. Smile Dental Journal, Volume 7, Issue 3
– 2012.
15. Schulze D, Heiland M, Thurmann H, Adam G. Radiation exposure during
midfacial imaging using 4- and 16-slice computed tomography, cone beam
computed tomography systems and conventional radiography.
Dentomaxillofac Radiol 2004;33:83-6.
16. Mehdizadeh M, et al. Evaluation of the Relationship between Mandibular
Third Molar and Mandibular Canal by Different Algorithms of Cone-beam
Computed Tomography. Journal of Contemporary Dental Practice.
2014;15(6):740-745.
17. Ahmad M, et al. Application of cone beam computed tomography in oral and
maxillofacial surgery. Australian Dental Journal. 2012. 57:(1 Suppl): 82–94.
22