Pembimbing:
drg. Stephani Dwiyani, Sp. Perio
Disusun Oleh :
Sylvia Wijaya (2015-061-0
Anita Anjani (2016-061-010)
Wilonia Deana Intan (2016-061-024)
Ardelia Yardhika (2016-061-032)
1
Pedoman Klinis untuk Tatalaksana Periodontal pada
Pasien dengan Trombositopenia Purpura Idiopatik:
Pertimbangan saat ini
Neha Bansal, Manika Jindal, Narinder Dev Gupta, Pradeeo Shukla
Departement of Periodontics and Implantology, Divya Jyoti College of Dental Sciences and
Research, Departement of Periodontics and Implantology, Inderprastha Dental College,
Sahibabad, Ghaziabad, Departement of Periodontics and Community Dentistry, Dr. Ziauddin
Ahmad Dental College, Aligarh Muslim University, Aligarh, Uttar Pradesh, India
Abstrak
PENDAHULUAN
Kejadian kelainan perdarahan atau perdarahan yang berlebihan pertama kali dijumpai ratusan
tahun yang lalu. Pada tahun 1735 seorang dokter dan penyair asal Jerman, Paul Gottlieb
Werlhof, menggambarkan secara detil kasus trombositopeni purpura idopatik untuk pertama
kalinya, yang kemudian dikenal sebagai penyakit Werlhof. Trombositopeni purpura idiopatik
merupakan kelainan yang didapat, yang ditandai dengan trombositopeni ringan hingga berat
tanpa adanya kelainan lain. Pada kondisi ini, jumlah trombosit pasien dapat turun dibawah
2.5 persentil bawah dari distribusi jumlah trombosit normal(150.000-400.000 sel/μL).
Terdapat dua mekanisme utama yang terlibat dalam patogenesis ITP, yaitu peningkatan
destruksi atau penurunan produksi trombosit. Produksi trombosit dapat mengalami penurunan
pada beberapa kondisi, seperti sindroma kegagalan sumsum tulang (misalnya anemia
aplastik, sindroma myelodysplastik dan trombositopeni yang diinduksi kemoterapi dan
penggunaan obat-obatan). Peningkatan destruksi trombosit dapat terjadi pada kondisi seperti
2
mikroangiopati trombotik dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Penyebab
lainnya meliputi sekuestrasi trombosit, seperti pada kondisi splenomegali kongestif dan
hemodilusi. Hal ini dapat terjadi sebagai manifestasi dari berbagai infeksi seperti hepatitis C,
Human Immunodeficiency Virus (HIV), Epstein-Barr, Helicobacter pylori, dan sebagainya,
dapat juga sebagai efek samping dari obat-obatan tertentu, seperti antibiotik beta laktam,
beta-blocker, antidepresan trisiklik dan selecive serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Oleh
sebab itu, tenaga medis harus mengantisipasi kemungkinan trombositopenia sekunder
sebelum menangani pasien dengan kondisi-kondisi tersebut.
Pasien dengan trombositopeni biasanya datang dengan kondisi klinis berupa perdarahan
mukokutan yang spontan dan terus menerus, petechiae (ciri khas kelainan trombosit), mudah
memar, purpura, ekimosis, dan hematoma subkutan. Area yang paling sering terjadi
perdarahan adalah gingiva, mukosa oral, vagina dan kulit.
Jumlah trombosit yang rendah tidak selalu mendapatkan tatalaksana medis secara langsung
karena biasanya asimtomatik hingga jumlah trombosit turun di bawah 20-30 × 109/L.Risiko
dari prosedur periodontal yang direncanakan dan tingkat keparahan dari kondisi pasien
menentukan tindakan yang dapat dilakukan pada pasien tersebut. Pada pasien dengan
gangguan perdarahan hebat, tujuan utamanya adalah untuk memberikan perawatan gigi
standar dengan mempertahankan hemostasis.
Gejala pada area mulut biasanya merupakan gejala awal pada trombositopenia.Trauma minor
yang terjadi pada rongga mulut seperti saat menggigit atau menelan dapat menyebabkan
perdarahan gingiva secara spontan.Petechie, ekimosis dan hematoma biasanya dijumpai pada
mukosa oral, dan paling sering adalah pada mukosa bucal dan palatum durum. Adanya bula
hemoragik multipel pada membran mukosa sublingual, dasar mulut, dan area lateral dari
lidah telah dilaporkan oleh Byatnal et al. Perdarahan kronik dapat menyebabkan deposit
berwarna coklat pada gigi akibat pengendapan produk degradasi sel darah seperti
hemosiderin. Kebersihan rongga mulut pada pasien trombositopenia biasanya kurang baik
akibat kekhawatiran pasien akan terjadinya perdarahan gingiva sehingga angka kejadian
periodontitis dan karies gigi relatif lebih tinggi. Selain itu, penyakit periodontal seperti
operasi gingiva dan ekstraksi gigi pada pasien dengan trombositopenia memerlukan prosedur
tindakan yang lebih rumit.
TATALAKSANA PERIODONTAL
Kesehatan gingiva sangat penting pada pasien dengan trombositopenia karena lebih rentan
terhadap terjadinya perdarahan. Pasien harus diberi motivasi untuk melakukan perawatan
kebersihan mulut dengan benar dan mengunjungi dokter gigi secara teratur untuk
menghindari perdarahan gingiva dan penyakit periodontal lain. Pasien dianjurkan sikat gigi
dua kali sehari menggunakan sikat gigi yang lembut.Penggunaan dental floss tidak dianjurkan
saat jumlah trombosit rendah.Tatalaksana periodontal pada pasien trombositopenia secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1: Prosedur anestesi dental dan terapi transfusi platelet
INVESTIGASI
Sebelum merencanakan terapi apapun, pemeriksaan darah lengkap, bleeding time (BT),
clotting time dan prothrombin time (PT) wajib dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
hemostatik. Pada trombositopenia purpura idiopatik, nilai BT meningkat sementara
international normalized ratio (INR) atau PT dan activated partial thromboplastin time
(APTT) tetap normal.
PROSEDUR NON-SURGICAL
Prosedur yang kurang invasif seperti pemeriksaan gingiva, skeling supragingiva, dan
polishing dapat dilakukan secara normal tanpa kemungkinan perdarahan.Transfusi trombosit
jarang dibutuhkan jika prosedur ini dilakukan dengan hati-hati. Skeling supragingiva dan
penghalusan akar harus dilakukan menggunakan kuret dan scalers tipis. Penggunaan
instrumen ultrasonik dapat mengurangi trauma jaringan sehingga lebih nyaman bagi pasien.
Pada jaringan dengan peradangan hebat, dianjurkan membersihkan debrimen terlebih dahulu
menggunakan obat kumur chlorhexidine untuk mengurangi peradangan jaringan sebelum
melakukan deep scaling.
ANESTESI
Secara umum, blok saraf harus dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
hematoma. Pasien biasanya lebih memilih prosedur infiltrasi lokal dan anestesi intraligamen.
Anestesi dengan vasokonstriktor dapat diberikan apabila memungkinkan, namun perlu
diingat bahwa vasokonstriktor dapat meningkatkan risiko perdarahan setelahnya karena
rebound vasodilatation.
4
Riwayat medis lengkap dari pasien - Onset gejala; perkembangan penyakit;
durasi; riwayat perdarahan
sebelumnya (pada pasien dan
Pemeriksaan klinis menyeluruh keluarga); obat-obatan yang
untuk mencari tanda gangguan digunakan; adiksi NAPZA; gejala lain
platelet seperti petekie, ekimosis, seperti demam, anemia, dan adenopati
atau perdarahan - Gejala-gejala lain selain tanda
perdarahan seperti deman,
pembesaran limfonodus,
Pemeriksaan penunjang seperti hepatosplenomegali, nyeri sendi, lesi
CBC, BT, CT, dan PT wajib kulit eritematous, dan gejala lainnya
dilakukan untuk menilai adanya yang dapat menyingkirkan purpura
gangguan hemostatis trombositopenik sekunder
PROSEDUR PEMBEDAHAN
Tindakan pembedahan tergantung pada hitung platelet. Proses bedah minor dapat
dilakukan bila hitung platelet ≥ 50.000 sel/μL dan bedah mayor dengan hitung platelet ≥
5
80.000 sel/μL. Transfusi platelet biasanya dibutuhkan untuk prosedur invasif seperti bedah
periodontal dan tergantung pada hitung platelet pasien (Tabel 3). Biasanya transfusi
dilakukan 30 menit sebelum pembedahan. Selain itu, steroid sistemik yang diberiksal peroral
dapat meningkatkan level platelet hingga ke batas aman dan dapat diresepkan 7-10 hari
sebelum pembedahan.
6
ketika digunakan sebagai kontrol terhadap perdarahan gingiva. Asam traneksamat juga dapat
diberikan secara oral dengan dosis 15-25 mg/kg (hingga 1 g pada pasien dewasa) 2 jam
preoperasi dan postoperasi setiap 6-8 jam selama 7-10 hari.
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi fungsi platelet seperti aspirin, NSAID, dan
warfarin harus dihindari. Pemberian asetaminofen atau penghambat selektif dari COX-2 lebih
direkomendasikan. Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi lini pertama dari ITP harus
diperhatikan sebaik-baiknya untuk mencegah terjadinya insufisiensi adrenal pada pasien yang
sedang menjalani prosedur bedah mulut. Pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit setelah
dilakukan pemantauan terhadap status perdarahan dari area pembedahan. Pasien harus
diedukasi untuk membatasi aktivitas fisik, tidur dengan posisi setengah duduk, dan
menghindari konsumsi rokok serta alkohol.
KESIMPULAN
Trombositopenia bukanlah kontraindikasi absolut bagi prosedur perawatan gigi, namun
keputusan memulai terapi harus mempertimbangkan manifestasi klinis dan hitung platelet
pasien. Kontrol plak dan motiviasi menjadi faktor utama dalam pencegahan terjadinya
perdarahan gingival dan penyakit-penyakit periodontal pada penderita trombositopenia.
Dengan adanya panduan dalam protokol perawatan, tatalaksana dental pada pasien ITP dapat
bersifat aman dan efektif.