Anda di halaman 1dari 6

Stomatitis Apthous Rekuren (RAS)

A. Kasus
Seorang wanita berusia 21 tahun datang ke RSGM UNSOED dengan keluhan
adanya sariwan pada bibirnya. Sariawan timbul sejak beberapa hari yang lalu,
awalnya kecil lama kelamaan menjadi besar, terasa sakit. Tidak ada riwayat
trauma dan pasien mengeluhkan sering terjadi sariawan sebelum menstruasi.
Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya lesi ulserasi berbentuk oval, lesi
berjumlah tunggal, dengan dasar berwarna putih kekuningan dikelilingi halo
eritema dan meninggi, diameter lesi kurang lebih 1 cm, terasa sakit, pada
mukosa labial bagian dalam kanan.
CC: pasien datang dengan keluahan adanya sariawan pada bibir.
PI: sariawan timbul sejak beberapa hari yang lalu, awalnya kecil lama
kelamaan membesar, terasa sakit, tidak ada riwayat trauma, pasien merasakan
sariawan sering timbul sebelum menstruasi.
PDH: beberapa bulan yang lalu pernah dilakukan pembersihan karang
giginya.
PMH: T.A.K.
FH: T.A.K
SH: seorang mahasiswa
B. Pengertian
Istilah “aphthous” berasal dari bahasa yunani “aphtha” yang berarti
ulserasi (Byahatti, 2013). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang lebih
dikenal sebagai sariawan merupakan salah satu penyakit mulut yang paling
umum, dimana SAR adalah radang kronik pada mukosa mulut, berupa ulkus
yang terasa nyeri dan selalu kambuh, terutama pada jaringan lunak rongga
mulut (Fitri dan Afriza, 2014). Kelainan ini diklasifikasikan menjadi tiga
kategori sesuai dengan ukurannya diantaranya yaitu aftosa minor, aftosa
mayor, dan aftosa herpetifomis. Sekitar 20% populasi terkena aftosa minor
atau disebut juga dengan canker sore. Biasanya lebih banyak terjadi pada
wanita daripada laki-laki (Langlais dkk., 2013). SAR dicirikan dengan
serangan berulang munculnya ulser baik soliter maupun multipel terasa sakit
(Byahatti, 2013).

C. Etiologi
Penyebab SAR masih idiopatik namun predisposisinya adalah
keturunan (keluarga ada yang meengalami SAR), trauma, siklus menstruasi,
stres, defisiensi nutrisi, alergi makanan (Thantawi dkk., 2014).

D. Patofisiologi
Perubahan hormon esterogen berperan dalam siklus menstruasi. Pada
fase luteal terjadi penurunan kadar progesteron dalam menstruasi. Kadar
esterogen dan progesteron turun drastis pada sekitar hari ke 28 ketika terjadi
menstruasi. Fase luteal terjadi dalam waktu dekat menstruasi atau 14 hari
setelah ovulasi dimana siklus menstruasi biasanya terjadi 28 hari. Pengaruh
esterogen dapat meransang maturasi lengkap sel epitel mukosa mulut.
Rendahnya kadar progesteron dari normal dapat berisiko terjadinya SAR.
Penderita SAR disebabkan karena kadar progesteron rendah maka efek self
limiting berkurang, polimorphonuclear leucocytes menurun, permeabilitas
vaskuler menurun sehingga mudah terbentuknya SAR yang muncul secara
periodik sesuai siklus menstruasi (Thantawi dkk., 2014).
E. Gambaran Klinis
1. SAR minor
Muncul pada mukosa tidak berkreatin seperti mukosa bukal, mukosa
labial, lidah, vestibulum, palatum molle, dan kerongkongan. Gambaran
klinis ulser yaitu terdapat ulser dangkal, berwarna abu-abu kekuningan,
berbentuk oval, berbatas jelas, berukuran kurang dari 1 cm, dikelilingi
halo eritema yang meninggi. Pada kasus ini tidak di dahului dengan
munculnya vesikel. Biasanya didahului dengan rasa terbakar, nyeri hebat
berlangsung beberapa hari. Bersifat rekuren, pasien biasanya
menunjukkan adanya ulser tunggal atau multipel dan jumlahnya kurang
dari 5. Ulser ini jika sembuh tidak meninggalkan jaringan parut sembuh
dalam waktu 14 hari (Langlais, 2013).
2. SAR Mayor
Merupakan bentuk stomatitis aftosa berat, menghasilkan ulser yang
dalam. Lebih besar dengan diameter 1-3 cm, lebih merusak, yang
berlangsung lebih lama. Ulser muncul lebih dari satu melibatkan palatum,
mukosa labial, kerongkongan, lidah, kadang-kadang meluas hingga
gingiva cekat. Ciri khasnya yaitu ulser berbentuk kawah, asimetris, dan
unilateral, ukurannya lebih besar dari SAR minor dan bagian tengahnya
mengalami nekrotik dan cekung. Tepi yang meradang berwarna merah
dan menonjol. Ulser dapat berlangsung beberapa minggu-bulan. Lesi
sembuh meninggalkan jaringan parut. Biasanya menimbulkan rasa nyeri
yang ekstrim (Langlais, 2013).
3. SAR Herpetifom
SAR yang jarang ditemukan, gambaran yang paling mencolok adanya
erosiberwarna putih keabuan banyak, dengan ukuran seujung jarum atau
1-2 mm. timbul berkelompok berkisar 10-100 buah dengan mukosa
berwarna merah pada sekitar ulser. Sering terjadi pada ujung dan tepi
lidah, serta pada mukosa labial. Penyembuhannya sekitar 2 minggu
(Langlais, 2013).
F. Diagnosa
Diagnosis ada berdasarkan riwayat lesi melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Diagnosis stomatitis aftosa rekuren ditentukan
berdasarkan riwayat rekurensi lesi dan sifat lesi yang dapat sembuh sendiri.
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.
Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada
mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus
ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser.
Setiap hubungan predisposisi juga harus dicatat (Junhar dkk., 2015).

G. Treatment

Pengobatan SAR yaitu dengan mengobati keluhannya saja. Perawatan


merupakan tindakan simtomatik dengan tujuan untuk mengurangi gejala,
mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan meningkatkan periode bebas
penyakit. Perawatan terbaik yaitu perawatan yang dapat mengendalikan ulkus
selama mungkin dan dengan efek seminimum mungkin. Perawatan dapat
dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat kumur salin hangat dan
anjuran untuk beristirahat dengan cukup. Tujuan dari pengobatan simtomatik
yang dilakukan adalah untuk mengurangi rasa nyeri, mempersingkat
perjalanan lesi, dan memperpanjang interval bagi kemunculan lesi. Obat yang
diberikan diantaranya kortikosterid topikal, tetrasiklin baik secara topikal atau
sistemik amlexanox (Aphthasol) (Langlais, 2013).
Daftar Pustaka

Byahatti, S. M., 2013, Incidence of Recurrent Apthous Ulcers in a Group of


Student Population in Libya, Article, 1(2): 26-30.

Fitri, H., Afriza, D., 2014, Prevalensi Stomatitis Aftosa Rekuren Di Panti Asuhan

Kota Padang. J B-Dent, 1(1): 24-8.

Junha, M. G., Suling, P. L., Supit, A. S. R., 2015, Gambaran Stomatitis Aftosa

Rekuren dan Stres pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

Bitung, Jurnal e-GiGi, 3(1): 100-107.

Langlais, R. P., Miller, C. S., 2013, Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering
Ditemukan, EGC, Jakarta.

Thantawi, A., Khairiati, Nova, M. M., Marlisa, S., Bakar, A., 2014, Stomatitis
Apthosa Rekuren (SAR) Minor Multiple Pre Menstruasi, ODONTO Dental
Journal, 1(2): 57-62.
RESUME

BIDANG ILMU PENYAKIT MULUT

“Stomatitis Aphthous Rekuren”

Disusun Oleh:
Nur Faizah Ulfa
G4B017048

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROFESI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2018

Anda mungkin juga menyukai