Disusun Oleh :
NUR FAIZAH ULFA, S.KG (G4B017048)
2019
i
HALAMAN PENGESAHAN
1. 17 Juli 2019
5. Waktu 2. 20 Juli 2019
ii
A. PENYULUHAN KESEHATAN GIGI dan MULUT PADA BALITA
1. PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 10 Tahun 2018,
menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi masyarakat, diselenggarakannya upaya kesehatan yang
terpadu menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan
upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam
bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan. Salah satu upaya promotif khususnya pada bidang
kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan dengan berbagai upaya salah
satunya yakni melakukan penyuluhan.
Menurut SKRT tahun 2001 membuktikan bahwa terdapat 76,2
persen anak Indonesia pada kelompok usia 12 tahun (kira-kira 8 dari 10
anak) mengalami gigi berlubang. Sedangkan SKRT tahun 2004 yang
dilakukan oleh Depkes menyebutkan bahwa prevalensi karies gigi di
Indonesia adalah berkisar antara 85%-99%. Lubang gigi atau karies gigi
adalah penyakit yang menyerang rongga mulut dan diakibatkan perusakan
bakteri pada jaringan keras gigi. Kerusakan jaringan gigi jika tidak segera
ditindak lanjuti akan terjadinya penyebaran. Jika tetap dibiarkan, lubang
gigi akan menyebabkan rasa sakit nyeri pada gigi, infeksi pada gusi, serta
tanggalnya gigi (Sandira, 2009). Penyakit karies gigi hingga sekarang
masih menjadi prioritas permasalahan terhadap kesehatan anak. Bila
ditinjau dari kelompok umur, penderita karies gigi terjadi peningkatan
prevalensinya dari tahun 2007 ke tahun 2013, dengan peningkatan terbesar
pada usia balita 1-4 tahun (10,4%) (Riskesdas, 2013).
Penyuluhan dilakukan guna mencegah gangguan penyakit di dalam
rongga mulut misalnya penyakit karies gigi dapat terjadi pada anak usia
balita. Pertumbuhan gigi susu pada balita dimulai sejak umur 6 bulan. Gigi
susu akan tumbuh secara lengkap pada usia 2-3 tahun. Sejak masa tersebut
gangguan kesehatan gigi dapat terjadi. Penyakit karies gigi merupakan
1
masalah yang sangat serius apabila karies dibiarkan akan menimbulkan
rasa sakit, juga dapat menimbulkan demam serta berakibat terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan tumbuh kembang anak (Maryunani,
2010).
Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu
upaya meningkatkan kesehatan karena hal tersebut dapat mencegah
terjadinya kerusakan gigi. Seorang anak yang tidak dibiasakan menyikat
gigi sejak dini oleh orang tua maka akan membuat kebiasaan anak menjadi
tidak adanya kesadaran dan motivasi untuk memelihara kebersihan serta
kesehatan gigi dan mulutnya (Nurlia, 2011). Kebiasaan menyikat gigi
wajib diajarkan sejak anak berusia dini, pendidikan kesehatan gigi dapat
dimulai sejak anak berumur balita atau anak berusia di bawah 5 tahun agar
anak mengetahui cara memelihara kesehatan gigi dan mulut yang baik dan
benar (Fitriana dan Kasuma, 2013).
Peran aktif orang tua sangat diperlukan terhadap anak yang masih
berusia balita seperti membimbing, memberikan pengertian yang berkaitan
tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar dan waktu menyikat gigi
yang tepat. Seorang anak berusia balita tidak dapat menjaga kebersihan
mulutnya secara benar, sehingga keberhasilan perawatan gigi balita tidak
lepas dari peran orang tua. Adapun peranan orang tua terhadap
keberhasilan perawatan gigi balita yaitu orang tua sebagai teladan yang
akan dijadikan oleh seorang anak sebagai panutan yang akan memberikan
contoh yang baik terhadap perawatan gigi balita, orang tua berperan
sebagai kontroler untuk tetap mengawasi anaknya untuk tetap
memperhatikan kebersihan giginya, orang tua sebagai figur yang dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik kepada anak tentang apa yang
baik untuk perawatan gigi anak dan orang tua sebagai motivator yang akan
selalu memberikan bimbingan kepada seorang anak untuk tetap
memperhatikan kebersihan giginya, sehingga orang tua wajib menyikat
gigi anak hingga berumur 5 tahun kemudian nantinya orang tua dapat
mengawasi prosedur ini secara terus-menerus (Darsini, 2017).
2
2. PELAKSANAAN
a. Nama Kegiatan : Penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut balita
3
3) Pemeriksaan dan pencatatan
berat badan, tinggi badan balita.
4) Para ibu balita berkumpul
setelah selesai balita diperiksa.
5) Penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut balita
3. HASIL KEGIATAN
Kegiatan posyandu di Desa Bojongsari dilakukan rutin pada
minggu ketiga yang dilaksanakan di posyandu Desa Bojongsari. Kegiatan
posyandu rutin yang dilakukan adalah menimbang berat badan balita dan
melakukan pengukuran tinggi badan balita. Kegiatan penyuluhan
kesehatan gigi dan mulut balita disambut baik oleh bidan desa dan para
pengurus posyandu yang ikut serta dalam mengkondisikan kedatangan
ibu-ibu balita untuk kemudian diberikan penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut balita Desa
Cindaga diikuti sebanyak 43 ibu-ibu balita. Kegiatan diawali dengan
penyuluhan tentang kesehatan gigi pada balita. Media penyuluhan ini
menggunakan model gigi dan kertas bergambar yang berisi tentang
gambar gigi susu (periode gigi susu dan gigi susu karies), gambar
kebiasaan buruk pada balita, dan gambar cara menggosok gigi pada balita.
Ketika penyuluhan telah selesai, dibuka sesi tanya jawab mengenai
kesehatan gigi dan mulut balita. Kemudian dilakukan pemeriksaan gigi
pada balita. Hasil kegiatan dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini
4
Gambar 1. Dokumentasi Kegiatan
Karies atau keropos sering terlihat pada anak balita ini disebabkan
oleh beberapa faktor menurut Kemenkes RI (2012) diantaranya sebagai
berikut:
5
4. SIMPULAN
5. SARAN
B. Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Ibu Hamil Desa Ledug
1. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia,
sehat secara jasmani dan rohani, tidak terkecuali pada ibu hamil. Keadaan
ibu hamil merupakan salah satu bagian dari tujuan pembangunan
kesehatan di Indonesia. Adapun salah satu upaya dalam meningkatkan
derajat kesehatan ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil (DEPKES RI,
2013). Kehamilan adalah suatu proses alamiah yang melibatkan
6
perubahan fisiologis, anatomi dan hormonal. Efek perubahan hormonal
mempengaruhi hampir semua sistem organ, termasuk rongga mulut,
keadaan ini terjadi karena adanya peningkatan kadar hormon estrogen
dan progesteron selama kehamilan yang menimbulkan peningkatan
respon inflamasi yang berlebihan terhadap penumpukan plak
(Hajekazemi, 2008). Salah satu penyakit pada ibu hamil yang perlu
mendapatkan perhatian karena prevalensinya yang masih tinggi adalah
penyakit gigi dan mulut, khususnya penyakit jaringan periodontal yaitu
gingivitis dan periodontitis (DEPKES RI, 2013).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan secara
menyeluruh, karenanya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang
baik dan benar sangat mendukung terwujudnya kesehatan gigi dan mulut
termasuk kesehatan ibu hamil pada umumnya. Berdasarkan data
Riskesdas Kementerian Kesehatan RI tahun 2007, prevalensi masalah
kesehatan gigi dan mulut adalah 23%, dengan prevalensi karies aktif
sebesar 43,3%, oleh karena itu pemeliharaan gigi bagi ibu hamil termasuk
yang harus diperhatikan dan ditingkatkan baik melalui kegiatan upaya
kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) serta upaya yang dilakukan
puskesmas. Berdasarkan kebijakan Pemerintah melalui Undang-Undang
No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa pelayanan
kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang harus dilaksanakan
(Kemenkes RI, 2012).
Keadaan rongga mulut ibu hamil dapat mempengaruhi kondisi bayi
yang dikandungnya. Jika seorang ibu menderita infeksi periodontal, pada
saat ibu tersebut hamil akan memiliki resiko lebih besar untuk
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan mengalami kelahiran
prematur. Penelitian di RS Hasan Sadikin, Jabar (Komara, 2006)
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna antara
penderita periodontitis marginalis kronis dengan kejadian BBLR. Ibu
hamil penderita periodontitis kronis beresiko 10,9 kali lebih besar
memiliki bayi BBLR, bahkan ibu hamil yang menderita infeksi
7
periodontal, memiliki resiko terhadap terjadinya Bayi BBLR sebanyak
19,2 kali dibanding yang normal. Sementara Dr. Steven Off enbacher,
Direktur Center of Oral and Systemic Diseases di University of North
Carolina menjelaskan bahwa risiko tersebut sama kuatnya dengan risiko
akibat merokok atau pemakaian alkohol (Kemenkes RI, 2012).
2. PELAKSANAAN
a. Nama Kegiatan : Penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut pada Ibu Hamil
8
Posyandu Desa Bojongsari dengan
alur kegiatan sebagai berikut:
3. HASIL KEGIATAN
Kegiatan kelas ibu hamil di Desa Ledug dilakukan rutin tiap
bulan dilaksanakan di Balai desa Ledug. Kegiatan kelas ibu hamil ini
rutin yang dilakukan adalah cek vital sign, cek kehamilan, dan
melakukan senam ibu hamil. Kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut kelas ibu hamil disambut baik oleh bidan desa yang
mengkondisikan kedatangan ibu-ibu hamil untuk kemudian diberikan
penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil di
desa Ledug diikuti sebanyak 21 ibu-ibu hamil. Kegiatan diawali
dengan materi yang mencakup:
a. Peradangan gusi
b. Tumor kehamilan/ granuloma gravidarum
c. Erosi gigi
9
d. Gigi berlubang/ karies gigi
e. Akibat gigi berlubang untuk janin dalam kandungan
f. Cara menyikat gigi
g. Waktu kunjungan ke dokter gigi dan perawatan yang boleh pada
masa kehamilan.
h. Makan-makanan yang bergizi
10
a. Trimester I (masa kehamilan 0-3 bulan): Pada saat ini ibu hamil
biasanya merasa lesu, mual dan kaang-kadang sampai muntah,
lesu, mual yang menyebabkan terjadinya peningkatan suasana
asam dalam mulut. Adanya peningkatan plak karena malas
memelihara kebersihan, akan mempercepat terjadinya kerusakan
gigi.
b. Trimester II (masa kehamilan 4-6 bulan) Pada masa ini, ibu hamil
kadang-kadang masih merasakan hal yang sama seperti pada
trimester I kehamilan. Karena itu tetap harus diperhatikan aspek-
aspek yang ada di trimester I. Selain itu, pada masa ini biasanya
merupakan saat terjadinya perubahan hormonal dan faktor lokal
(plak) dapat menimbulkan kelainan dalam rongga mulut, antara
lain:
1) Peradangan pada gusi ditandai dengan warnanya kemerahan,
terasa sakit, dan mudah berdarah terutama pada waktu meyikat
gigi.
2) Timbulnya benjolan pada gusi antara 2 gigi yang disebut Epulis
Gravidarum, terutama pada sisi yang berhadapan dengan pipi.
Pada keadaan ini, warna gusi menjadi merah keunguan sampai
kebiruan, mudah berdarah dan gigi terasa goyang. Benjolan ini
dapat membesar hingga menutupi gigi.
c. Trimester III (masa kehamilan 7-9 bulan): Benjolan pada gusi
antara 2 gigi (Epulis Gravidarum) diatas mencapai puncaknya
pada bulan ketujuh atau kedelapan. Meskipun keadaan ini akan
hilang dengan sendirinya setelah melahirkan, kesehatan gigi dan
mulut tetap harus diperhatikan dan dipelihara. Setalah persalinan
hendaknya ibu tetap memelihara dan memperhatikan kesehatan
rongga mulut, baik untuk ibunya sendiri maupun bayinya.
11
4. SIMPULAN
5. SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Darsini., 2017, Pengaruh Peran Orang Tua Tentang Perawatan Gigi Terhadap
Terjadinya Karies Dentis Pada Anak Pra Sekolah, Jurnal Keperawatan &
Kebidanan, 83-91.
Departemen Kesehatan Republik Indonesa, 2013, Buku Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Depkes RI dan JICA, Jakarta.
Fitriana, A., Kasuma, N., 2013, Gambaran Tingkat Kesehatan Gigi Anak Usia
Dini Berdasarkan Indeks def-t Pada Siswa Paud Kelurahan Jati Kota
Padang, Jurnal Andalas Dental, 1(1): 29-38.
Maryunani, A., 2010, Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan, Cv. Trans Info
Media, Jakarta.
Nurlia, R.U., 2011, Faktor Penyebab Terjadinya Karies Gigi Pada Murid SDN 1
Raha Kabupaten Muna, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Sosial dan Keislaman,
127-139.
13
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
Santoso, B., 2011, Perbedaan status kesehatan jaringan gingiva pada tiap-tiap
trimester usia kehamilan pada ibu hamil di puskesmas bumiayu brebes,
Jurnal Kebidanan, 3(7): 1-8.
14