Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISTIK RECCURRENT APHTHOUS

STOMATITIS (SARIAWAN)

OLEH :

Nama : Ira Stuty candra Kasih, A.md.Kes


NIP : 19811115 200604 2 019
Golongan :

1
KARAKTERISTIK RECCURRENT APHTHOUS STOMATITIS (SARIAWAN)

Reccurrent Aphthous Stomatitis merupakan sebuah kondisi umum yang ditandai


dengan adanya pembentukan ulkus pada rongga mulut dan tidak menular yang terjadi
secara berulang. Istilah ini berasal dari kata Yunani “aphtha” yang berarti“ mouth
ulcer”.Ulkus terasa sakit dan dapat berupa ulkus tunggal atau multipel dengan ukuran dan
durasi yang bervariasi. Selain itu, ulkus ini dapat ditemukan pada mukosa oral yang tidak
berkeratin seperti; mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum
mole dan mukosa orofaring dan memiliki karakteristik berupa ulkus nekrotik yang
dikelilingi erythematous halo dengan batas jelas.

Ulkus ini dapat mengenai anak-anak, orang tua dan anak muda karena sifatnya yang
berulang. Paling banyak ditemukan pada anak-anak dan perempuan dengan usia 10 hingga
19 daripada usia lainnya dan dari total populasi umum, 5-25% masyarakat umum sering
terkena.

Gejala dan Gambaran Klinis

Umumnya gejala termasuk sensasi prodromal seperti terbakar, gatal, atau tersengat
yang diperparah dengan kontak fisik makanan dan minuman tertentu yang bersifat asam.
Nyeri hebat akan terasa pada hari-hari segera setelah pembentukan ulkus awal dan
kemudian mereda seiring penyembuhan berlangsung (3-4hari). Jika ada lesi pada lidah yang
berbicara dan mengunyah bisa terasa tidak nyaman dan bisul pada langit-langit lunak,
tenggorokan dapat menyebabkan menelan yang menyakitkan.

2
Gambar 5. Gambaran Klinis Reccurrent Aphthous Stomatitis
Sumber : Beguerie JR, Sabas M. Recurrent Aphthous Stomatitis ; An Update on
Etiopathogenia and Treatment. Journal of the Dermatology Nurses’ Association. 2015:
7(1); 1-12

Ulkus dimulai sebagai area eritema yang berbentuk bulat atau oval yang
dengan daerah tengah tampak seperti titik ulserasi berwarna putih. Selama 3-7 hari
ke depan ulkus membesar secara lateral. Ulkus ini memiliki membran berwarna
kuning keabuan di bagian dasarnya dan dikelilingi oleh margin yang terangkat dan
erythematous halo. Ketika penyembuhan dimulai, tampakan erythematous halo
berkurang. Selama beberapa hari ulkus akan berubah menjadi merah atau merah
muda dan sembuh tanpa adanya pembentukan bekas luka. Ulkus ini diklasifikasikan
secara klinis menjadi minor, mayor, dan herpetiformis, sebagai berikut;

 Minor Aphthous stomatitis


Minor Aphthous Stomatitis umumnya terjadi pada seseorang dengan rentang
usia 10-40 tahun yang disertai dengan gejala yang minimal. Secara klinis,
memiliki ukuran ulkus yang kecil, bulat atau oval dengan diameter 2-4 mm.
Awalnya dasar ulkus berwarna kuning lalu kemudian terlihat berwarna keabuan
saat proses penyembuhan dan epitelisasi berlangsung. Ulkus ini dikelilingi oleh
erythematous halo dan beberapa edema.

Gambar 6. Minor Aphthous Stomatitis

3
Sumber : Slebioda ZS, Szponar E, Kowalska A. Etiopathogenesis of recurrent aphthous
stomatitis and the role of immunologic aspects: literature review. Arch. Immunol. Ther.
Exp. 2014:62 (3); 205–215

Ditemukan terutama pada mukosa mulut, pipi, lantai mulut, ventrum lidah
yang tidak keratin. Jenis ulkus ini akan sembuh dalam 7-10 hari dan terjadi pada
interval 1-4 bulan dengan meninggalkan sedikit atau tidak adanya jaringan parut.
 Major Aphthous Stomatitis atau Suttons Ulcer
Major Aphthous Stomatitis atau Suttons Ulcer memiliki ukuran yang lebih
besar (1 cm atau lebih) dengan bentuk yang bulat atau oval. Durasi ulkus lebih
lama dan lebih sering kambuh, dan seringkali lebih menyakitkan dibandingkan
dengan minor aphthous ulkus. tetapi lebih besar dari. Terjadi pada mukosa yang
berkeratin dan dorsum lidah. Masa peneyembuhan dapat berlangsung 10-40 hari
atau lebih lama dan sembuh dengan jaringan parut.

4
Gambar 7. Major Reccurrent Aphthous
Sumber : Vivek V, Nair BJ. Recurrent aphthous stomatitis: current concepts in
diagnosis and management. JIAOMR. 2011: 23(3);232-6

 Herpetiform ulcer
Paling sering terjadi pada perempuan, ulkus ini muncul dalam jumlah yang
bnyak dengan ukuran kurang dari 5 mm. Ulkus ini dapat menyatu dengan ulkus
lainnya sehingga membentuk ulkus dengan ukuran yang lebih besar yang dan
disertai dengan eritema. Terjadi selama 10-14 hari. Secara klinis, terlihat seperti
infeksi virus Herpes simpleks primer (HSV).

Gambar 7. Hipertiformis Aphthous


Sumber : Vivek V, Nair BJ. Recurrent aphthous stomatitis: current concepts in
diagnosis and management. JIAOMR. 2011: 23(3);232-6

Mekanisme Ethiopatogenik
Meskipun etiologi yang mendasari terjadianya recurrent aphthous stomatitis masih
belum jelas, namun diyakini bahwa penyebabnya bersifat multifaktorial. Gangguan yang
dimediasi secara genetik dari sistem imun memainkan peran yang sangat berpengaruh
terhadap terjadinya recurrent aphthous stomatitis. Faktor-faktor yang mengubah respon
imunologis dapat meliputi defisiensi vitamin, infeksi virus dan bakteri, cedera mekanis
dan stres psikologis, gangguan pencernaan (celiac disease, Crohn’s disease, atau
ulkusative colitis), perubahan hormon, obat-obatan tertentu, dan alergi makanan.

5
Imunopatogenesis penyakit ini diduga melibatkan mekanisme respons imun yang
dimediasi oleh sel yang melibatkan produksi sel-T, interleukin, dan tumor necrosis factor
alpha (TNF-α), yang merupakan sitokin proinflamasi yang terkait dengan terjadinya
recurrent aphthous stomatitis. TNF-α diyakini memainkan peran penting terhadap
terjadinya recurrent aphthous stomatitis baru dan telah ditemukan meningkat dua hingga
lima kali lipat dalam air liur pasien yang terkena. Limfosit dari pasien dengan recurrent
aphthous stomatitis yang parah menunjukkan peningkatan jumlah sel T-helper,
menurunkan jumlah sel T-penekan, dan respon depresi terhadap mitogen. Studi
imunohistokimia, menyatakan bahwa bagian limfosit pada ulkus aphthous pasien HIV-
seronegatif dan pasien seropositif HIV memiliki temuan yang serupa, yang sangat
menunjukkan bahwa ulkus ini merupakan disfungsi imunologis yang diperantarai sel
dengan infiltrat T-limfosit memainkan peran utama.

Adanya defisiensi nutrisi (B12, zat besi, folat, dan L-lisin) menyebabkan penurunan
ketebalan mukosa mulut, yang sangat rentan untuk terjadinya ulkus. Selain itu, trauma
yang terjadi pada mukosa rongga mulut dapat mengurangi barrier pada mukosa itu
sendiri. Seperti, trauma yang terjadi selama injeksi anestesi lokal di mulut atau sebaliknya
selama perawatan dental atau trauma gesekan dari permukaan yang tajam di mulut seperti
sisa akar atau gigitiruan atau menyikat gigi. Faktor hormon selama fase luteal dari siklus
menstruasi ditambah dengan penggunaan pil kontrasepsi juga mampu mengubah barrier
pada mukosa rongga mulut.

Pada orang yang merokok jarang ditemui adanya recurrent aphthous stomatitis. Hal
ini dikaitkan dengan adanya peningkatan keratinisasi mukosa mulut pada pengguna
tembakau, sehingga mengurangi kecenderungan ulserasi setelah trauma ringan dan
menyediakan barrier yang lebih besar terhadap mikroba dan antigen. Dalam bentuk yang
parah, manifestasi oral pada perokok dikaitkan dengan leukoplakia atau stomatitis
nicotina yang merupakan respons mukosa pada bagian palatal terhadap panas yang
bersifat kronis. Nikotin juga diketahui memiliki kemampuan dalam merangsang produksi
steroid adrenal sambil mengurangi produksi TNF-α, interleukin-1, dan interleukin-6.

6
Kesimpulan

Recurrent aphthous stomatitis merupakan kondisi patologis yang terjadi pada


mukosa oral dengan lokasi dan ukuran yang bervariasi yang juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor pendukung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaseemuddin S. A comprehensive review on Aphthous ulcers of oral cavity. International


Journal of Medical and Health Research. 2017:3(5);1-3

2. Gomes MAG, Zaroni FM, Martins MC, Lima AAS. Major recurrent aphthous stomatitis in
mother and son with hiv/aids infection – case report. PEDIATRIA POLSKA. 2015:90(3);
256 – 59.

7
3. Sari RK, Ernawati DS, Soebadi B. Recurrent aphthous stomatitis related to psychological
stress, food allergy and gerd. ODONTO Dental Journal. 2019:6(1); 45-51

4. Kadir AKMS, Islam AHMM, Ruhan M, Mowla A, Nipun JN. Recurrent aphthous
stomatitis: an overview. International Journal of Oral Health Dentistry.2018;4(1):6-11

5. Kumar MA., Ananthakrishnan V, Goturu J. Etiology and pathophysiology of recurrent


aphthous stomatitis: a review. Int J Cur Res Rev. 2014: 06 (10); 16-22

6. Beguerie JR, Sabas M. Recurrent aphthous stomatitis ; an update on etiopathogenia and


treatment. journal of the dermatology nurses’ association. 2015:7(1);1-12

7. Namrata M, Abilasha R. Recurrent aphthous stomatitis. Int J Orofac Biol. 2017;1:43-7.

8. Slebioda ZS, Szponar E, Kowalska A. Etiopathogenesis of recurrent aphthous stomatitis


and the role of immunologic aspects: literature review. Arch. Immunol. Ther. Exp. 2014:62
(3); 205–15

9. Vivek V, Nair BJ. Recurrent aphthous stomatitis: current concepts in diagnosis and
management. JIAOMR. 2011: 23(3):232-236

10. Caputo BV, Filho GAN, Santos CC, Okida Y, Giovani EM. Laser therapy of recurrent
aphthous ulcer in patient with hiv infection. Case Reports in Medicine. 2012;2012: 695-42.

11. Akintoye SO, Greenberg MS. Recurrent aphthous stomatitis. Dent Clin North Am. 2014
April ; 58(2): 281–97

12. Nurfianti, Pradono SA. Clinical features recurrent aphthous stomatitis in patient with
human immunodeficiency virus infection (case report). MAJALAH SAINSTEKES.2019: 6
(2);98-105

Anda mungkin juga menyukai