Anda di halaman 1dari 14

CASE REPORT MODUL 3

(LESI JARINGAN LUNAK MULUT)

Stomatitis Apthosa Rekuren Minor

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik pada Modul 3

Oleh:
IRENE SEPTIKA
1010070110060

Dosen Pembimbing
drg. Abu Bakar, M. Med. Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Stomatitis Apthosa Rekuren
Minor untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul 3
(Lesi Jaringan Lunak Mulut) dapat diselesaikan.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses yang telah
dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Abu Bakar, M. Med. Ed selaku dosen pembimbing,
bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan dari pembaca.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita
semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.
Padang,

Juni 2016

Penulis

LAPORAN KASUS SAR MINOR

Data Pasien
Nama pasien

Adelisya G

No Rekam Medis :

033253

Umur

23 tahun

Jenis Kelamin

Perempuan

Alamat

Gunung Pangilun

Pekerjaan

Mahasiswi

Agama

Islam

Status

Belum Menikah

Hari/Tanggal
Sabtu,
21 November
2015

Kasus
SAR Minor

1.
2.
3.
4.

Tindakan yang
dilakukan

Operator

Anamnesa
Pemeriksaan klinis
Penegakan diagnosis
Perawatan

Irene Septika
(1010070110060)

Padang,

Juni 2016

Pembimbing

(drg. Abu Bakar M. Med. Ed)

HALAMAN PENGESAHAN

CASE REPORT

STOMATITIS APTHOSA REKUREN MINOR

Yang Diajukan dan Disusun Oleh

IRENE SEPTIKA
1010070110060

Yang telah didiskusikan dihadapan pembimbing pada 2015


dan telah dinyatakan tuntas guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik pada
Modul 3

Padang,

Juni 2016

Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

(drg. Abu Bakar M. Med. Ed )

ABSTRACT
Introduction: Nutritional deficiencies also resulted in ulcers of the oral mucosa . The
ulcers was called Recurrent aphthous stomatitis (RAS). Objectives: : This case report is to
report a case of minor Reccurent Aphthous Stomatitis (RAS). Case and management:
Female patients aged 23 years came to the Hospital University Baiturrahmah with the
complaints on her inner lips felt sick since 2 days ago. Based on the results of the
examination of patients diagnosed a minor reccurent aphthous stomatitis. The treatments for
this case are topical medications kenalog in oral base containing triamcinolone acetinide,
applied to ulcers as thin as possible before sleep at night, and then to consume Vit C fruits,
vegetables and drink lots of water. Conclusion: RAS minor usually heal within 10-14 days.
Successful treatment of RAS depends on how the patient can consume nutrients properly.
Keywords: Recurrent Aphthous Stomatitis Minor, RAS Minor, nutritional deficiencies

ABSTRAK
Pendahuluan: Defisiensi nutrisi dapat mengakibatkan terjadinya ulser pada mukosa
mulut. Ulser ini biasanya dinamakan dengan Stomatitis Aptosa Rekuren (SAR). Tujuan:
laporan kasus ini melaporkan sebuah kasus Stomatitis Aptosa Rekuren (SAR) minor. Kasus
dan penatalaksanaan: Pasien perempuan berumur 23 tahun dating ke RSGM Baiturrahmah
dengan keluhan terasa sakit sejak 2 hari yang lalu pada bibir bagian dalam. Berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien didiagnosis dengan SAR minor. Perawatan kasus ini adalah pengobatan
secara topikal yaitu pemberian kenalog in oral base yang mengandung triamcinolone
acetinide, yang dioleskan pada ulser setipis mungkin sebelum tidur pada malam hari,
kemudian juga mengkonsumsi makanan yang berserat seperti buah-buahan dan sayuran serta
banyak minum air putih. Kesimpulan: SAR minor biasanya semuh dalam waktu 10-14 hari.
Keberhasilan perawatan SAR minor tergantung dari cara pasien mengkonsumsi makanan
bernutrisi dengan baik.
Kata kunci: Stomatitis Apthosa Rekuren Minor, SAR Minor, defisiensi nutrisi

PENDAHULUAN
Stomatitis Aftosa Rekuren atau disingkat SAR yang juga dikenal dengan istilah
aphtae, atau canker sores merupakan suatu penyakit mukosa mulut yang paling sering
terjadi. Di Indonesia orang awam lebih mengenalnya dengan istilah sariawan. Karakteristik
dari penyakit ini yaitu ditandai oleh ulser berulang yang menyakitkan di rongga mulut dan
berbentuk bulat atau oval dan dikelilingi inflamasi. Istilah stomatitis aftosa rekuren dapat
diartikan sebagai ulser berulang yang terbatas pada rongga mulut saja dan dapat muncul
tanpa adanya pengaruh dari penyakit sistemik1.
Berbagai klasifikasi SAR telah diajukan tetapi secara klinis kondisi ini dapat dibagi
menjadi 3 subtipe : minor, mayor, dan herpetiformis. Semua tipe dihubungkan dengan rasa
sakit. Sebagian besar pasien menderita bentik mioryang ditandai dengan ulser bulat atau oval,
dangkal dengan diameter kurang dari 5 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus2.
Pada umumnya prevalensi SAR sekitar 25-60% dari populasi dunia. Beberapa negara
telah melaporkan angka kejadian SAR seperti Amerika Serikat (60%), Swedia (2%), Spanyol
(1,9%), dan Malaysia (0,5%), sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti mengenai
angka kejadian SAR. Prevalensi SAR minor bervariasi tergantung usia dan jenis kelamin.
SAR minor lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria. Ulkus pada SAR minor dapat
dipicu oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang predisposisi terjadinya SAR minor yaitu
defisiensi nutrisi3.
Nutrisi memiliki peran penting dalam setiap tumbuh kembang gigi dan dalam
menjaga keseimbangan lingkungan rongga mulut yang dihubungkan dengan kesehatan gigi.
Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada peningkatan prevalensi penyakit

gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan bertambah buruknya masalah gizi tersebut.
Mengetahui hubungan antara nutrisi yang didapat dan kesehatan gigi dan mulut menjadi
penting karena sering kali terdapat karakteristik yang khas dari berbagai jaringan rongga
mulut yang lebih sensitif terhadap defisiensi mutrisi, sehingga apabila tubuh mengalami
defisiensi nutrisi seringkali jaringan dalam rongga mulutlah yang pertama kali
memperlihatkan efek defisiensi nutrisi tersebut. Biasanya yang bermanifestasi pada rongga
mulut adalah defisiensi mineral, protein dan vitamin4.

LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun mengeluhkan rasa sakit sejak 2 hari
yang lalu pada bibir bagian dalam. Berdasarkan anamnesa, pasien meraskan sakit jika
sariawan ini timbul, dan merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut. Paien juga
mengatakan tidak suka mengkonsumsi sayur dan buah-buahan serta kurang minum air putih.
Dari anamnesa pasien tidak menderita penyakit sistemik.
Dari pemeriksaan klinis ekstra oral pasien tidak ada mengalami pembengkakan pada
lymph node dan TMJ normal. Sedangkan dari pemeriksaan klinis intraoral, pada bibir bagian
dalam terdapat ulser bulat, dangkal sebesar 3mm dengan pinggiran eritematus. Keadaan gigi
sudah gigi permanen semuanya dan tidak karies.

Gambar 1. Gambaran klinis stomatitis apthosa rekuran (SAR) minor.

Penatalaksanaan pada pasien dengan Stomatitis aphosa rekuren (SAR) minor dalam
laporan kasus ini adalah dengan memberikan obat minum vitamin C 100 mg sebanyak 10
tablet diminum 1 kali sehari setelah makan. Salah satu fungsi vitamin C adalah pembentukan
kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur di
semua jaringan ikat sehingga vitamin C berperan dalam penyembuhan luka. Selain itu,
vitamin C berfungsi mencegah infeksi karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi 2,5.
Perawatan untuk SAR minor yaitu pemberian obat topikal kenalog in oral base yang
mengandung triamcinolone acetinide dengan cara mengoleskannya pada ulser setipis
mungking sebelum tidur, oleskan 2-3 kali sehari tergantung derajat keparahannya.
Pemberian Dental Health Education yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai penyakit yang diderita yaitu stomatitis apthosa rekuren (SAR) minor. Pasien
dianjurkan pasien untuk rajin mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, dan rajin minum air
putih. Pasien juga dianjurkan tetap meningkatkan kebersihan gigi dan mulut.
DISKUSI
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil dari pemeriksaan subjektif dan objektif. Dari
hasil pemeriksaan diketahui bahwa lesi yang terjadi pada kasus ini menunjukkan terjadinya
Stomatitis Apthosa Rekuren minor dengan faktor predisposisi defisiensi nutrisi. Stomatitis
Apthosa Rekuren dikenal juga sebagai Cancer sore, ulserasi aftosa, stomatitis rekurens atau
(rekurent aphthous ulceration= RAU). Suatu keadaan yang ditandai oleh ulkus fekurens pada
mukosa oral dan orofaring. Keadaan tersebut mempunyai prevalensi dari 10 hingga 65%

pada bebagai sampel populasi. Wanita biasanya lebih sering terkena dari pada pria. Rekurensi
terjadi dengan interval bebrapa tahun atau berkali-kali dalam setiap tahun1.
Stomatitis Afthosa Rekuren minor mempunyai tendensi untuk muncul pada mukosa
bergerak yang terletak di atas kelenjer saliva minor. Mukosa labial, Bukal dan vestibular
sering terkena, seperti halnya kerongkongan, ldah, dan palatum lunak. Ulser jarang terlihat
pada mukosa bekeratin, seperti gingiva dan palatum keras. Gejala prodomal berupa
paresthesia dan hiperestesia kadang-kadang ditemukan. Ulser dangkal, berwarna abu-abu
kining, oval, berbatas jelas, dan berukuran kecil (diameternya kurang dari 1cm, biasanya
sekitar 3-5mm. Tepi eritema yang menonjol mengelilingi pseudomembran fibrinosis. Tidak
terlihat pembentukan vesikel pada penyakit ini. Ulser yang mucul disepanjang lipatan
mukobukal sering tampak lebih panjang. Rasa terbakar adalah gejala pendahuluan yang
diikuti dengan nyeri hebat dan berlangsung selama beberapa hari. Afthosa umumnya bersifat
rekuren dan pola kejadianya bervariasi2.
Afthosa minor biasnya sembuh secara spontan tanpa pembentukan jaringan parut
dalam waktu 10-14 hari. Beberapa pasien mempunyai ulser multipel selama periode beberapa
bulan. Banyak obat-oabatan termasuk vitamin, obar kumur antiseptik, steroid topikal dan
imuno modulator sistemik, dianjurkan sebagai pengobatan SAR . walapun demikian hanya
sebagian kecil yang secara ilmiah terbukti efisien 3,4.
Nutrisi memiliki peran penting dalam setiap tumbuh kembang gigi dan dalam
menjaga keseimbangan lingkungan rongga mulut yang dihubungkan dengan kesehatan gigi.
Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada peningkatan prevalensi penyakit
gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan bertambah buruknya masalah gizi tersebut.

Mengetahui hubungan antara nutrisi yang didapat dan kesehatan gigi dan mulut menjadi
penting karena sering kali terdapat karakteristik yang khas dari berbagai jaringan rongga
mulut yang lebih sensitif terhadap defisiensi mutrisi, sehingga apabila tubuh mengalami
defisiensi nutrisi seringkali jaringan dalam rongga mulutlah yang pertama kali
memperlihatkan efek defisiensi nutrisi tersebut. Biasanya yang bermanifestasi pada rongga
mulut adalah defisiensi mineral, protein dan vitamin5.
Defisiensi hematinic (besi, asam folat, vitamin B1, B2, B6, B12 ) kemungkinan dua
kali lebih besar terkena SAR dibandingkan orang sehat. Pada penelitian dijepang ditemukan
adanya hubungan SAR dengan menurunnya asupan makanan yang mengandung zat besi dan
vitamin B1. Akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian hubungan antara
asupan makanan dengan fakta-fakta difisiensi haematologi3.
Pada penelitian yang baru-baru dilakukan di India dilaporkan adanya korelasi antara
konsentrasi nitrat dalam air minum dengan timbulnya SAR,

nitrat mengakibatkan

menigkatkan aktivitas cytochrome B5 reductase dalam darah dan kerentanan terjadinya


recurrent stomatitis. Penjelasan dari teori ini berhubungan dengan adanya kelebihan oksidasi
NADH yang mendukung timbulnya inflamasi pada mukosa mulut2.
Defisiensi vitamin B1, B2, B6 telah ditemukan pada 28% pasien yang menderita
SAR. Defisiensi vitamin tersebut menyebabkan menurunnya kualitas mukosa sehingga
bakteri mudah melekat pada mukosa, dan menurunya sintesis protein sehingga menghambat
metabolisme sel4.
Stomatitis didiagnosa banding dengan Ulkus traumatikus. Ulkus tramatikus
traumatikus adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma. Ulkus

traumatikus dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin. Gambaran klinis
antara laian lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi pelat gigi
tiruan atau orthodontic, Sering kali pasien, menceritakan peristiwa traumatk yang
dialaminya, Ulkus traumatikus biaslanya soliter, ukurannya bervariasi, bulat, atau berbentuk
sabit, Ulkus tarumatikus sembuh dalam beberapa hari stelah penyebab dihilangkan, yang bila
suatu ulkus bertahan lebih dari dua/tiga minggu tanpa tanda-tanda akan sembuh, perlu
dilakukan biopsi untuk menyingkirkan adanya penyebab laian yang lebih berat, seperti
karsinoma sel skuamosa3.
Penatalaksanaan pada pasien dengan Stomatitis aphosa rekuren (SAR) minor dalam
laporan kasus ini adalah dengan memberikan obat minum Pemberian vitamin C 100 mg
sebanyak 10 tablet diminum 1 kali sehari setelah makan. Salah satu fungsi vitamin C adalah
pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas
struktur di semua jaringan ikat sehingga vitamin C berperan dalam penyembuhan luka.
Selain itu, vitamin C berfungsi mencegah infeksi karena dapat meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi 1,4,.
Perawatan untuk SAR minor yaitu pemberian obat topikal kenalog in oral base yang
mengandung triamcinolone acetinide dengan cara mengoleskannya pada ulser setipis
mungking sebelum tidur, oleskan 2-3 kali sehari tergantung derajat keparahannya.
Pemberian Dental Health Education yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai penyakit yang diderita yaitu stomatitis apthosa rekuren (SAR) minor. Pasien
dianjurkan pasien untuk rajin mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, dan rajin minum air
putih. Pasien juga dianjurkan tetap meningkatkan kebersihan gigi dan mulut.6

KESIMPULAN
SAR merupakan kondisi umum berulang yang ditandai dengan ulkus ukuran kecil
berbentuk bulat atau oval. Dasar ulkus biasanya berwarna abu-abu atau kuning. SAR dapat
terjadi pada berbagai kalangan usia dengan prevalensi sangat tinggi pada negara maju.
Etiologi SAR tidak sepenuhnya jelas dan sangat bervariasi tergantung faktor predisposisi,
salah satunya adalah defiseinsi nutrisi. Nutrisi memiliki peran penting dalam setiap tumbuh
kembang gigi dan dalam menjaga keseimbangan lingkungan rongga mulut yang dihubungkan
dengan kesehatan gigi. Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada
peningkatan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan bertambah
buruknya masalah gizi tersebut. Mengetahui hubungan antara nutrisi yang didapat dan
kesehatan gigi dan mulut menjadi penting karena sering kali terdapat karakteristik yang khas
dari berbagai jaringan rongga mulut yang lebih sensitif terhadap defisiensi nutrisi, sehingga
apabila tubuh mengalami defisiensi nutrisi seringkali jaringan dalam rongga mulutlah yang
pertama kali memperlihatkan efek defisiensi nutrisi tersebut. Defisiensi vitamin B1, B2, B6
telah ditemukan pada 28% pasien yang menderita SAR. Defisiensi vitamin tersebut
menyebabkan menurunnya kualitas mukosa sehingga bakteri mudah melekat pada mukosa,
dan menurunya sintesis protein sehingga menghambat metabolisme sel.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Birnbaum w, Dunne SM. 2004. Diagnosis Kelainan dalam Mulut Petunjuk bagi Klinisi.

2.

Jakarta. EGC. Hal 245-246.


Lewis MAO, Lamey PJ. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta: Widya Medika.

3.

Hal: 48-49.
Darmanta AY, Suling PL, Tumewu E, Soewantoro JS. Angka kejadian lesi yang diduga
sebagai Stomatitis Aftosa Rekuren pada mahasiwa Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Fakultas jurnal Kedokteran Universitas

4.

Sam Ratulangi :Manado.


Pindborg, J. J. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Penerjemah : Kartika Wangsaraharja.
Binarupa Aksara. Tanggerang. Hal 181-182.

5.

Langlais, R. P & Miller, C. S. 2009. Atlas bewarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan

6.

Ed 4. Editor : Lilian Juwono. EGC: Jakarta. Hal 172


Birnbaum W Dunne SM. 2009. Diagnosis Kelainan dalam Mulut Petunjuk bagi Klinisi.
Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai