Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

PENATALAKSANAAN KASUS MUKOKEL TIPE MUKUS


EKSTRAVASASI

Nama Mahasiswa : Agustia Fardeli

Nim : 31101300331

Nama Dosen : drg. Rina Kartika Sari, Sp.PM

BAGIAN ORAL MEDICINE

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2019
PENATALAKSANAAN KASUS MUKOKEL TIPE MUKUS
EKSTRAVASASI

(Laporan Kasus)

Agustia Fardeli1, Rina Kartika Sari2


1. Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sultan Agung
Semarang
2. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sultan Agung
Semarang

ABSTRAK
Pendahuluan: Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat
rupturnya duktus glandula saliva minor dan terjadi penumpukan mucin pada
sekeliling jaringan lunak. Mukokel biasanya timbul akibat dari trauma pada
duktus saliva. Mukokel diklasifikasikan sebagai mukus ekstravasasi, mukus
retensi. Tujuan: Melaporkan bagaimana penatalaksanaan pasien dengan
mukokel. Kasus: Pasien laki-laki usia 19 th datang dengan keluhan benjolan
pada bibir bawah kanan sejak 3 bulan lalu. Awalnya pasien mengaku sering
tergigit yang kemudian muncul sariawan dibibir bawah kanan. Semakin lama
benjolan tersebut membesar sehingga mengganggu saat proses makan dan
berbicara. Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit pada benjolan tersebut
pada saat di sentuh. Pasien mengaku awal mula munculnya benjolan tersebut
setelah pasien sering menggigit bibir pada daerah benjolan tersebut. Pasien
sempat mencoba menusuk sariawannya menggunakan jarum dimaksudkan agar
benjolan bisa mengempis, saat di tusuk terasa sakit dan dari benjolan pasien
mengaku mengeluarkan darah dan cairan berwarna putih bening. Benjolan sempat
mengempis tetapi selang 3 hari benjolan kembali membesar dan ukurannya
semakin bertambah. Pasien sempat berobat ke puskesmas terkait keluhanya
tersebut namun keluhan tidak membaik dan pasien di rujukkan ke rumah sakit.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik maupun alergi. Pada pemeriksaan
penunjang, didapatkan hasil menunjukan keping-keping jaringan tersusun atas
jaringan fibromiksoid dan fibrovaskuler sembab, hiperemis, mengandung foamy

1
histiosit. Disertai kelenjar yang hiperplastik. Tak tampak tanda ganas. Diagnosa
kasus adalah mukokel tipe mukus ekstravasasi.
Penatalaksanaan: Eksisi biopsi. Edukasi pada pasien agar tidak menggigit bibir.
Kata Kunci: Mukokel, mukus ekstravasasi, menggigit bibir.

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar saliva merupakan salah satu struktur anatomi rongga mulut yang

sering dikaitkan dengan penyakit pada rongga mulut. Salah satu penyakit yang

sering terjadi pada glandula saliva adalah kista. Kista adalah suatu kantong

tertutup, berdinding membrane yang berlapis epitel dan berisi cairan atau semi

cairan, tumbuh tidak normal di dalam rongga suatu organ. Salah satu kista rongga

mulut yang berasal dari glandula saliva adalah mukokel. namun mukokel

merupakan pseudocyst (kista semu) karena dinding mukokel tidak dilapisi oleh

epitel. 2

Mukokel adalah lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang

diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin

kejaringan lunak di sekitarnya. Mucocele merupakan kista benigna atau

pseudocyst tetapi dikatakan bukan kista yang sesungguhnya, karena tidak

memiliki epithelial lining pada gambaran histopatologisnya.3

Frekuensi insidensi mukokel yang terjadi di Amerika yaitu 2,5 lesi tiap

1000 orang per populasi dengan lebih sering terjadi pada kelompok ras caucasia.8

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa mukokel

yang terjadi pada jenis kelamin perempuan adalah 72,2% dan 27,8% terjadi

pada laki-laki. Lokasi yang paling sering terjadi adalah mukosa labial yaitu

sebesar 83,3%, kemudian pada ventral lidah 8,3%. Mayoritas terjadi pada umur

sekitar dekade pertama sampai ketiga.9 Rekurensi terjadinya mukokel setelah

perawatan juga dilaporkan yaitu 27,78% kasus. Secara klinis, mukokel dibagi

3
menjadi 2 yaitu mukokel ekstravasasi dan mukokel retensi. Umumnya kasus

mukokel yang terjadi yaitu 5% dari seluruh mucocele yang di rongga mulut

adalah mucocele retensi sedangkan 95% lainnya adalah mucocele ekstravasasi.10

Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mukokel ekstravasasi mukosa yang sering

disebut sebagai mucocele superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau

mekanik, dan mukokel retensi mukosa dimana etiologinya plug mukus akibat

sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut yang menyebabkan duktus glandula

saliva tertekan dan tersumbat secara tidak langsung.1

Gambaran klinis khas mucocele yaitu massa atau pembengkakan lunak

yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu

dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut

apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit.

Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter.1

Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai mukokel tipe mukus

ekstravasasi pada seorang pasien yang datang ke Rumah Sakit Islam Sultan

Agung Semarang. Manfaat dari laporan kasus ini adalah sebagai dasar

pengembangan ilmu selanjutnya dibidang kedokteran gigi mengenai mukokel tipe

mukus ektravasasi karena kebiasaan trauma lokal tergigit.

4
BAB II
KASUS DAN TATA LAKSANA KASUS
1. Kunjungan 1 (2 Agustus 2019) Hari ke-1
Pasien laki-laki usia 19 th datang dengan keluhan benjolan pada
bibir bawah kanan sejak 3 bulan lalu. Awalnya pasien mengaku sering
tergigit yang kemudian muncul sariawan dibibir bawah kanan. Semakin
lama benjolan tersebut membesar sehingga mengganggu saat proses
makan dan berbicara. Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit pada
benjolan tersebut pada saat di sentuh. Pasien mengaku awal mula
munculnya benjolan tersebut setelah pasien sering menggigit bibir pada
daerah sariawan tersebut. Pasien sempat mencoba menusuk sariawannya
menggunakan jarum dimaksudkan agar benjolan bisa mengempis, saat di
tusuk terasa sakit dan dari benjolan pasien mengaku mengeluarkan darah
dan cairan berwarna putih bening. Benjolan sempat mengempis tetapi
selang 3 hari benjolan kembali membesar dan ukurannya semakin
bertambah. Pasien sempat berobat ke puskesmas terkait keluhanya tersebut
namun keluhan tidak membaik dan pasien di rujuk ke rumah sakit. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit sistemik maupun alergi.
Pada pemeriksaan objektif didapatkan keadaan umum pasien baik,
tekanan darah 110/70 mmHg, respiration rate 18x/menit, nadi 72x/menit.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak didapatkan deformitas wajah,
tidak ada pembengkakan wajah.
Pada pemeriksaan intra oral terdapat lesi berbentuk tumor
berjumlah satu sewarna dengan mukosa ukuran ±1 cm dengan konsistensi
kenyal pada bagian labioinferior dextra. Diagnosa sementara adalah
suspek mukokel. Differential diagnosis Ranula

5
Gambara 1.1 Gambaran klinis lesi
Rencana perawatan dilakukan edukasi pada pasien untuk
menghilangkan factor penyebab berupa kebiasaan menggigit bibir, control
plak DHE, dan menjaga OH dan merujuk pasien ke bedah mulut untuk
dilakukan eksisi biopsi setelah itu jaringan dikirim ke laboraturium
patologi anatomi. Kontrol H+7.
2. Kunjungan 2 (9 Agustus 2019) Hari ke-8
Pasien laki-laki usia 19 th datang keluhan terdapat benjolan pada
bibir bawah kiri sejak ±3 bulan yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat
sistemik maupun alergi.
Pada pemeriksaan objektif didapatkan keadaan umum pasien baik,
tekanan darah 132/74 mmHg, respiration rate 18x/menit, nadi 78x/menit.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak didapatkan deformitas wajah,
tidak ada pembengkakan wajah.
Pada pemeriksaan intra oral terdapat lesi berbentuk tumor
berjumlah satu sewarna dengan mukosa ukuran ±1 cm dengan konsistensi
kenyal pada bagian labioinferior dextra. Diagnosa sementara adalah
mukokel.

Gambar 1.2 Pasca eksisi mukokel

6
Perawatan eksisi biopsi setelah itu jaringan dikirim ke laboraturium
patologi anatomi, kontrol h+7, Pemberian antibiotic amoxicilin tablet 3
kali sehari dan asam mefenamat 500 mg jika nyeri. Edukasi pada pasien
untuk tidak memainkan atau menggigit bekas luka.
3. Kunjungan 3 (21 Agustus 2019) Hari ke-20
Pasien laki-laki usia 19 tahun datang untuk control paska eksisi
pada bibir bawah kanannya yang 12 hari lalu dilakukan pengambilan
benjolannya. Pada bibir pasien mengaku masih tersa sakit dan seperti
sariawan. Masih sedikit bengkak dan terasa sakit, benang jahit telah lepas
sendiri.
Pada pemeriksaan objektif didapatkan keadaan umum pasien baik,
tekanan darah 132/74 mmHg, respiration rate 18x/menit, nadi 78x/menit.
Pemeriksaan ekstra oral terlihat sedikit pembengkakan pada bibir
bawah, kelenjar limfe saat dipalpasi tidak sakit.
Pemeriksaan intra oral, terdapat luka bekas penjahitan, erosi,
bewarna putih dengan tepi kemerahan, berjumlah tunggal, berukuran kurang
lebih 1cm, sakit saat dipalpasi pada mukosa labialis inferior dextra. Rubor
(+), tumor (+), kalor (-), dolor (+), fungsiolaesa (-).

Gambar 1.3 Kontol post hecting up


Post eksisi mukokel H+12 disertai hematoma.
Perawatan diberikan obat oles asam hyaluronic dioleskan pada bibir 3 kali
sehari dan KIE.

7
4. Kunjungan 4 (27 Agustus 2019) Hari ke-26
Pasien laki-laki usia 19 tahun datang untuk mengontrolkan bibirnya
yang 18 hari lalu dilakukan eksisi pengambilan benjolannya. Pasien
mengaku bekas luka dan kemerahan pada bibirnya sudah sembuh dan tidak
ada keluhan nyeri saat ini.
Pada pemeriksaan objektif didapatkan keadaan umum pasien baik,
tekanan darah 132/74 mmHg, respiration rate 18x/menit, nadi 78x/menit.
Pemeriksaan ekstra oral terlihat sedikit pembengkakan pada bibir
bawah, kelenjar limfe saat dipalpasi tidak sakit.
Pemeriksaan intra oral, terdapat luka bekas jahitan, bewarna putih,
tidak sakit saat dipalpasi.

Gambar 1.4 Perawatan selesai


Proses penyembuhan luka post eksisi mukokel H+18
Hasil PA menunjukan keping-keping jaringan tersusun atas jaringan
fibromiksoid dan fibrovaskuler sembab, hiperemis, mengandung foamy
histiosit. Disertai kelenjar yang hiperplastik. Tak tampak tanda ganas.
Diagnosa : Mukokel.
Edukasi kepada pasien untuk tidak menggigit-gigit daerah mukosa.
Perawatan selesai.

8
BAB III
PEMBAHASAN
Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya

duktus glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan

lunak.1 Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik.

Kebanyakan kasus melaporkan insidensi tertinggi mukokel adalah usia muda.

Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak tertutup

kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor atau yang juga

disebut ranula.11

A. Klasifikasi

Mukokel diklasifikasikan menjadi ekstravasasi dan retensi. Mukokel

extravasasi merupakan lesi yang sering dijumpai pada mucosa oral sebagai akibat

dari rupturnya ductus glandula salivarius dan tercurahnya mucin ke jaringan

lunak disekitarnya.1 Tercurahnya mucin ini biasanya sebagai akibat dari adanya

trauma. Sedangkan, mukokel retensi merupakan penyumbatan yang disebabkan

oleh plug mucus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut yang menekan

ductus kelenjar saliva. Mukokel retensi lebih jarang terjadi jika dibandingkan

dengan mukokel ekstravasasi, biasanya terjadi pada pasien usia tua dan jarang

ditemukan pada bibir bawah. Daerah yang paling sering terkena adalah bibir atas,

palatum, pipi, dasar mulut, dan sinus maksilaris.3

9
B. Etiologi

Mucocele disebabkan oleh 2 hal, yaitu trauma lokal, misalnya bibir yang

sering tergigit pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga

disebabkan karena adanya penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar saliva

minor.4 Mucocele yang disebabkan karena penyumbatan ductus kelenjar saliva

dapat terjadi akibat penggunaan obat-obatan yang menimbulkan efek

mengentalkan ludah atau saliva. Pembengkakan terjadi jika duktus kelenjar saliva

tersumbat dan saliva mengumpul didalam saluran. Penyempitan duktus dapat

terjadi pada pasien yang senang berkumur dengan obat kumur yang mengandung

hidrogen peroksida, atau larutan antiplak yang dapat mengiritasi duktus. Pasta gigi

yang mengandung tartar juga dapat menyebabkan iritasi pada duktus.5

C. Patofisiologi

Terjadinya mukokel ekstravasasi diawali terjadinya trauma pada saluran

ekskretoris kelenjar saliva, mengakibatkan duktus glandula saliva minor

mengalami kerusakan dan ruptur. sehingga mukus terekstravasasi ke dalam

jaringan ikat submukosa dan di sekitarnya. Cairan mukus lalu terdorong dan

mengakibatkan sekresi saliva tertahan dengan begitu terbentuk inflamasi. Reaksi

inflamasi neutrophil diikuti oleh makrofag yang terdiri dari hystiosit kemudian,

penumpukkan jaringan granulasi membentuk dinding mengelilingi genangan

mucin, dan kemudian kelenjar saliva minor mengalami perubahan akibat

inflamasi. Pada akhirnya, terbentuk jaringan parut di sekitar kelenjar yang

mengalami pembengkakkan.6

10
Retensi mukus dihasilkan karena adanya obstruksi duktus atau

terganggunya mukus di dalam duktus yang disebabkan oleh adanya sialolithiasis

atau plug mukus dan inflamasi pada mukosa. Penyempitan duktus membuat aliran

saliva tidak dapat mengalir dengan baik karena tertekannya duktus glandula saliva

minor, kemudian terjadi penyumbatan. terbentuklah dilatasi akibat cairan dan

genangan yang menumpuk dan mengelembung. Duktus yang rupture pada lapisan

subepitel yang digenangi oleh cairan mukus yang tampak seperti pembengkakan

mukosa. Obstruksi duktus dapat juga menyebabkan pembesaran glandula

salivarius.6

D. Gambaran Klinis

Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau

pembengkakan lunak atau terdapat pembesaran mukosa berbrntuk kubah yang

berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam

letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila

massa sudah terletak lebih dalam, Berfluktuasi karena berisi cairan mukus apabila

dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1-2 mm hingga beberapa

sentimeter, diameter mukokel umumnya kurang dari 1 cm. 5

11
A B

Gambar 2.1 (A) Mukokel tipe ekstravasasi;


(B) Mukokel tipe retensi

E. Pemeriksaan Histopatologis

Pemeriksaan histopatologis yang didapat pada mukokel umumnya terdapat

area yang mengandung musin dengan bagian tepinya berupa jaringan granulasi

Pada inflamasi terdapat infiltrasi foamy histiocytes (makrofag). Sedangkan pada

pemeriksaan histopatologis mukokel retensi dilapisi epitel toraks bertingkat

dengan sel goblet.11

Pada kasus ini hasil yang didapatkan dari pemeriksaan penunjang dengan

patologi anatomi menunjukkan keping-keping jaringan tersusun atas jaringan

fibromiksoid dan fibrovaskuler sembab, hiperemis, mengandung foamy histiosit.

Disertai kelenjar yang hiperplastik. Tak tampak tanda ganas. Jaringan

fibromiksoid dan fibrovaskuler yang sembab dan hiperemis menggambarkan

struktur susunan sel dari jaringan mukokel berdasarkan penilaian dibawah

mikroskop. Foamy histiocytes menggambarkan adanya gangguan yang

melibatkan makrofag. Kelenjar saliva yang hiperplastik menunjukan adanya

peningkatan jumlah sel. 9

12
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk kasus mukokel yaitu eksisi mukosa dan sekitarnya,

jaringan kelenjar kemudian ke lapisan otot. Pada kasus mucoceles lebih besar,

marsupialisi dilakukan akan menghindari kerusakan struktur vital. Secara klinis

tidak ada perbedaan antara kedua jenis mukokel, dan karena itu diperlakukan

dengan cara yang sama. Namun ketika obstruksi mukokel retensi terdeteksi

pengobatan melibatkan pengambilan bagian puncak mukokel.7

Tahapan yang pertama dilakukan anastesi lokal, dibuat insisi berbentuk

elips di mukosa sekitar untuk memfasilitasi diseksi pada lesi. Dinding superior

kista digenggam bersama dengan mukosa di atasnya dan dipisahkan dari jaringan

sekitarnya menggunakan gunting. Selama pembedahan kista harus diambil dengan

hati-hati, karena kista bisa dengan mudah pecah dan mengerut, yang akan

mepersulit pengangkatan lesi. Setelah pengangkatan lesi, mukosa pada jaringan

yang diinsisi dijahit (hanya pada mukosa), untuk menghindari cedera pada

kelenjar ludah.12 Pada kasus ini hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan

eksisi yaitu ketika memisahkan antara dinding mukokel dengan mukosa diatasnya

karena pada kasus ini mukokel yang ada lumayan besar sehingga insisi yang

dilakukan lebar yang menyebabkan bleeding yang cukup banyak dan dapat

menutupi batas antara diding kista dan mukosa sehingga harus berhati-hati. Selain

itu posisi kista yang lumayan dalam menyulitkan operator untuk memotong batas

mukokel agar dapat terangkat kelenjar saliva. Penting untuk mengangkat kelenjar

saliva yang terlibat agar tidak terjadi rekurensi.12

13
Pemberian obat setelah pembedahan juga diperlukan, yaitu pemberian

amoxicillin dan asam mefenamat. Amoksisilin adalah salah satu senyawa

antibiotik golongan beta-laktam dan memiliki nama kimia alfa-amino-

hidroksilbenzil-penisilin. Amoksisilin berspektrum luas dan sering diberikan pada

pasien untuk pengobatan beberapa penyakit seperti pneumonia, otitis, sinusitis,

infeksi saluran kemih, peritonitis, dan penyakit lainnya. Obat ini tersedia dalam

berbagai sediaan seperti tablet, kapsul, suspensi oral, dan tablet dispersible. Asam

mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgetik dan anti inflamasi. Asam

mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan

juga kerja perifer. Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan menghambat

kerja enzim sikloogsigenase.8 Pemberian asam hyaluronic 0,1% diberikan pada

kasus ini karena pasien mengalami kemerahan pada bibir ujung bekas

pembedahan. Asam hyaluronat merupakan anti inflamasi, pemicu proliferasi dan

migrasi sel, angiogenesis, reepitelisasi (melalui proliferasi sel basal) dan juga

mempunyai efek anti mikroba. Sifat antibakteri atau antimikroba disebabkan

karena pada asam hyaluronat mempunyai sifat viskoelastik yaitu kemampuan

mengisi celah antar sel dan melindungi permukaan sel atau jaringan sehingga

menghambat penetrasi bakteri dan virus pada luka.14

G. Rekurensi

Mukokel merupakan lesi jinak pada mukosa mulut yang dapat sembuh

dengan sendirinya, namun dapat timbul kembali walaupun lesi telah diangkat

melalui tindakan pembedahan. Trauma pada tempat yang sama dimana lokasi

mukokel yang telah kempes dengan sendirinya ataupun pada lokasi mukokel yang

14
telah dibedah dapat menjadi pemicu kambuhnya mukokel. Rekurensi juga dapat

dikarenakan pengangkatan mukokel melalui pembedahan tidak tuntas

dilaksanakan (kelenjar saliva minor yang terkait mukokel tidak diikutsertakan

dalam pengangkatan mukokel). Sayatan pembedahan atau penempatan jahitan

yang tidak dilakukan dengan hati-hati dapat menyebabkan luka atau sobekan baru

pada duktus kelenjar saliva minor yang lain sehingga mukokel baru dapat timbul

akibat kesalahan yang dilakukan saat pembedahan tersebut.9

H. Differential Diagnosis

Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang

letaknya di dasar mulut. Merupakan pembengkakan dasar mulut yang melibatkan

glandula sublingualis atau submandibula, dapat juga melibatkan glandula salivari

minor. Ukuran ranula dapat membesar, jika tidak diatasi akan memberikan

dampak yang buruk, karena pembengkakannya dapat mengganggu fungsi bicara,

mengunyah, menelan, dan bernafas.5

Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma,

obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Trauma pada

glandula sublingual atau submandibula akan menyebabkan ekstravasasi mukus,

sehingga terbentuk pseudokista.5

Seperti mukokel, gambaran klinis ranula merupakan massa lunak yang

berfluktusi dan berwarna translusen kebiruan, yang membedakannya dengan

mukokel adalah letaknya di dasar mulut atau bagian bawah lidah. Apabila

dipalpasi, massa ini tidak akan berubah warna menjadi pucat. Jika massa ini

terletak agak jauh ke dasar mulut, maka massa ini tidak lagi berwarna kebiruan

15
melainkan berwarna normal seperti mukosa mulut yang sehat. Diameternya mulai

dari 1 sampai dengan beberapa sentimeter. Ranula tidak diikuti rasa sakit.

Keluhan yang paling sering diungkapkan pasien adalah mulutnya terasa penuh

dan lidah terangkat ke atas. Apabila tidak segera diatasi akan terus mengganggu

fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas.5

Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu gambaran radiologis

akan ditemui adanya massa yang radiopak dan berbatas tegas. Secara

histopatologi, kebanyakan ranula tidak mempunyai lapisan epitel dan dinding dari

ranula terdiri dari jaringan ikat fibrous yang menyerupai jaringan granulasi.

Penemuan histopatologi menunjukkan ruang dalam kista dan dindingnya

didominasi oleh histiosit, dan juga dijumpai mucin.5

16
BAB IV

KESIMPULAN

Mukokel dapat salah didiagnosis sebagai patologi lain yang ada dirongga

mulut. Mengenai etiologi dan patogenesis pada kasus ini berawal dari trauma

menyebabkan rupture dari ductus saliva yang menyebabkan mucin saliva keluar

dan berada disekeliling jaringan dan memicu respon inflamasi sehingga

terbentuknya jaringan granulasi sebagai pembungkus dari mukus yang keluar dari

ductus.4 Dalam kasus klinis yang dilaporkan di sini, didapatkan hasil menunjukan

kelompok kelenjar saliva yang hiperplastik disertai granuloma tersusun atas sel-

sel foamy histiosit pada hasil pemeriksaan histopatologis sehingga kasus ini

didiagnosa sebagai mukokel tipe mukus ekstravasasi. Biasanya mukokel kelenjar

liur minor terletak di mukosa bibir bawah, mukosa bukal, langit-langit lunak, dan

daerah trigon retromolar, tanpa predileksi menurut jenis kelamin. Teknik

pembedahan yang dilakukan pada kasus ini adalah eksisi jaringan mukokel.7

Kesimpulannya, mukokel dapat ditemukan di bibir bawah pasien yang

dikaitkan dengan beberapa jenis trauma lokal lesi tersebut, lesi dapat dihilangkan

dengan eksisi biopsi yang memberikan keuntungan seperti pelepasan seluruh lesi

untuk menyediakan bahan untuk pemeriksaan histopatologis untuk

mengkonfirmasi diagnosa klinis.5

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Glick M, William M. Burket’s Oral Medicine. USA : People’s Medical


Publishing House; 2015
2. Mandel L. Multiple superficial oral mucoceles: case report. J Oral
Maxillofac Surg 2001;59:928-930.
3. Regezi, Scuiba, Gorzan. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations.
6th Ed. St. Louis : Elsevier sandeur; 2012
4. Rao, Prasanna Kumar, et all. Oral Mucocele – Diagnosis and
Management. Journal of Dentistry, Medicine and Medical Sciences 2012
Vol. 2(2) pp.30.
5. Tamin S, Yassi D. Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran Sialoendoskopi
untuk Diagnostik dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta; p.2-3
6. Valerioo, Rodrigo Alexandre, et all. M u c o c e l e a n d F i b r o m a :
Treatment and Clinical Features for Differential Diagnosis. Brazilian
Dental Journal (2013) 24(5): 540.
7. Whelton H. Ranula introduction: anatomy and physiology of salivary
glands; 2010 : 1-16
8. Selim AM. Mncous Cyst. eMedical J November 14, 2001; 2; 1 l:sl-10
9. Nico, Marcello & Park, Jee & Lourenço, Silvia. (2008). Mucocele in
Pediatric Patients: Analysis of 36 Children. Pediatric dermatology. 25.
308-11.
10. Jani DR, Chawda J, Sundaragiri SK, Parmar G. Mucocele - a study 36
cases. Indian Journal of Dental Research 2010;21:337-40.
11. Regezi, Joseph A; et al. 2003. Oral Pathology. Missouri : Saunders
12. Ata - Ali, J ; et al. 2010. Oral Mucocele: Review of the Literature. J Clin
Exp Dent 2(1): e 10-13
13. Sapna, N. et Vandana, K. 2011. Evaluation of hyaluronan gel (Gengigel)
as a topical applicant in the treatment of gingivitis. Journal of Investigative
and Clinical Dentistry ;2: 162–170

18

Anda mungkin juga menyukai