Oleh :
1610070100087
Preseptor :
dr. Mindasari
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini
dengan judul “Skabies” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari
Puskesmas Tanah Garam Solok.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dr.
Mindasari selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus ini tepat waktu demi memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
memperhatikan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan serta hunian yang padat
merupakan faktor terjadinya santri terkena penyakit scabies. Berdasarkan study
pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pondok pesantren Nur Huda II Sambi
Boyolali melalui metode wawancara dan observasi pada 10 santri yang diambil secara
acak dari jumlah 250 santri dipondok pesantren Nur Huda II, didapatkan 40% atau 4
dari 10 santri yang terkena scabies. Sedangkan terdapat 60% atau 6 dari 10 santri
yang tidak terkena scabies, hal ini memiliki karakter yang berbeda diantaranya dari
perilaku hidup bersih dan sehat.2
Pasien yang menderita skabies butuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak punya
keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga membutuhkan
pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan
lingkungannya dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras,
tempat pakaian, dll.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes Scabiei var Hominis. Nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa
Yunani “sarx” yang berarti daging dan “koptein” yang berarti irisan/potongan, serta
dari bahasa Latin “scabere” yang berarti garukan. Penyakit ini dikenal juga dengan
nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di semua negara dengan
prevalensi yang bervariasi.4
2.2 Epidemiologi
Kejadian skabies sering di jumpai di daerah tropis terutam pada anak-anak dari
masyarakat yang tinggal di daerah dengan tingkat higiene, sanitasi dan ekonomi yang
relatif rendah.5 Skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering. Kasus skabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa pada zaman
penjajahan Jepang yang diakibatkan karena kesulitan penduduk untuk memperoleh
makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh. Perbandingan penderita skabies
lakilaki lebih besar dibandingkan dengan perempuan yakni 83,7% : 18,3%.6
2.3 Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes.4 Secara morfologi tungau ini
berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen dengan bagian punggung
lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350
mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki
belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan.7
3
Gambar 2.1 Morfologi Sarcoptes Scabiei
Siklus hidup tungau ini adalah dimulai dari kopulasi (perkawinan) yang
terjadi diatas kulit lalu yang jantan akan mati atau masih dapat bertahan hidup
beberapa hari dalam terowongan yang di gal oleh betina. Tungau betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum sambil meletakkan telur nya 2
atau 4 butir/hari ampai mencapai jumlah 40 atau 50. Telur akan menetas biasanya
dalam waktu 3-5 hari dan akan menjadi larva yang akan tinggal dalam terowongan
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai
2 bentuk yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai
dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.4
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan penularan oleh tungau Sarcoptes Scabiei yang
terjadi karena kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita dan
menyebabkan infeksi dan sensitasi parasit. Keadaan tersebut menimbulkan lesi
primer pada tubuh. Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur
dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan sekret
yang dapat melisiskan stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi
sehingga menimbulkan pruritus (gatal-gatal) dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa
papul, vesikel, pustul dan kadang bula. Lesi tersier dapat juga terjadi berupa
ekskoriasi, eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer.
4
Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan
pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilicus,
gluteus, ekstremitas, dan area genital. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih
abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau
berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di
ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya
sangat jarang ditemukan pada penderita yang datang pada stadium lanjut karena telah
terjadi infeksi sekunder.4
5
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau
vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf
(gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Gambar 2.2 Lesi Skabies di Pergelangan Tangan Berupa Papul, Vesikel, Erosi dan Skuama
6
Gambar 2.3 Lesi Skabies di Sela Jari Berupa Papul Eritematosa, Vesikel, Pustul, Erosi dan
Skuama
Gambar 2.4 Lesi Skabies di Telapak dan Jari Tangan Berupa Pustul, Bula Purulen dan Krusta
Hitam
7
Gambar 2.5 Lesi Skabies di Bokong, Pangkal Paha Bagian Posterior Bilateral Asimetris
Berupa Papul, Pustul, Erosi, Ekskoriasi, Krusta Merah Kehitaman dan Skuama
Gambar 2.6 Lesi Skabies di Penis dan Skrotum Berupa Papul Eritematosa, Multipel, Diskret
2.7 Diagnosis
Penetapan diagnosa skabies dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gatal
terutama pada malam hari dan adanya anggota keluarga yang sakit seperti penderita.
Pemeriksaan fisik yang penting adalah dengan melihat bentuk tonjolan kulit yang gatal
8
dan area penyebarannya. Untuk memastikan diagnosa skabies adalah dengan pemeriksaan
mikroskop untuk melihat ada tidaknya Sarcoptes scabiei atau telurnya.
Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan dengan pemeriksaan kerokan
kulit, tes tinta (Burrow ink test), dan video dermatoskopi. Kerokan kulit dilakukan
didaerah sekitar papula. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan KOH 10%, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa dibawah
mikroskop. Diagnosis skabies positif apabila ditemukan tungau, nimfa,larva, telur
atau kotoran Sarcoptes scabiei. Tes tinta dilakukan dengan menggosok tinta
secukupnya pada kulit yang mencurigakan. Hal tersebut membuat terowongan terlihat
sebagai garis penuh tinta bergelombang yang terdapat di stratum korneum. Atau
dapat juga dilakukan Uji tetrasiklin dimana pada lesi dioleskan salep tetrasiklin
yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan
menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan
memberikan efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli. Selain itu jug adapat
dilakukan biopsi eksisional dan diperiksan dengan pewarnaan HE (Hematoxylin-
Eosin ).
9
ekstremitas. Namun, dermatitis atopik tidak menimbulkan kanalikuli yang khas
terdapat pada skabies. Selain itu, pada anamnesis perlu ditekankan adanya riwayat
atopi pada pasien, sementara hal itu tidak diperlukan pada penderita skabies.
3. Pedikulosis Korporis
Pedikulosis korporis juga merupakan penyakit kulit akibat infestasi parasit.
Pada pedikulosis, penemuan telur dan titik merah pada pakaian maupun pakaian
dalam akibat darah bekas gigitan tungau dapat menjadi ciri khas. Selain itu, lesi
berbentuk kanalikuli juga tidak didapatkan pada pedikulosis korporis.
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Umum
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,
juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun
perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang
akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
10
2.9.2 Penatalaksanaan Khusus
Dengan menggunakan obat-obat anti skabies yag tersedia dalam bentuk
topikal antara lain :
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah
10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan
pada bayi di bawah umur 2 bulan
2.10 Prognosis
Dengan Memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis baik.
11
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tiswarni
Umur : 43 tahun
No MR : 101170
Pekerjaan : IRT
3.2. Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Seorang perempuan beusia 43 tahun datang ke Poli umum Puskesmas
Tanah Garam dengan keluhan muncul bintik-bintik merah disertai rasa gatal
pada bagian lengan, sela-sela jari tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu.
12
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Vital Signs :
a. Kesadaran : Compos mentis cooperatif
b. Tekanan Darah : 128/77 mmHg
c. Frekuensi Nadi : 85x /menit, Reguler
d. Frekuensi Napas : 22x /menit
e. Suhu : 36,0 ºC
2. Status Generalisata
a. Kepala
Bentuk : Normochepal, rambut tidak mudah dicabut
Wajah : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
13
Mulut : Dalam batas normal
c. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RICV linea
midclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas kiri : 2 jari di RIC V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
d. Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
e. Abdomen
14
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, venektasi (-), sikatrik
()
Palpasi :
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
Dinding perut supel (lemas), nyeri tekan(-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Lokasi : Sela jari kedua tangan, kedua lengan, punggung dan kedua
kaki
Distribusi : Regional
Bentuk : Khas
Susunan : Diskret, Konfluens
Ukuran : Milier-Lentikuler
Batas : Tegas
Effloresensi : Plak eritematosa, Pustul, Skuama kasar, Krusta kering
kecokelatan
15
3.3.3 Status Venereologikus
3.7. Penatalaksanaan
Promotif
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien, seperti penyebabnya,
cara penularannya, gejala-gejalanya, pengobatan dan cara pencegahan penularan.
Pencegahan :
1. Hindari air bersih untuk mandi, cuci, kakus dan kepentingan lain.
2. Menjaga kebersihan diri, pakaian, dan lingkungan.
3. Menghindari kontak dengan penderita (bersentuhan, tidur bersama).
16
4. Menghindari memakai pakaian, sarung, selimut dan handuk secara bersamaan.
5. Rendam semua pakaian, handuk, selimut, seprai, dll dengan air panas selama
2 jam. Setelah itu 5 menit sebelum di bilas baju yang berwarna beri wippol
dan baju putih beri bayclean, kemudian semua baju di seterika.
Preventif
Menghindari faktor risiko yang dapat menularkan penyakit dan melakukan
pencegahan terhadap penularan.
1. Tidak memadainya penyediaan air bersih
2. Menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari
3. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur dan bila perlu direndam menggunakan air panas
4. Hindari penggunaan alat mandi secara bergantian
Kuratif
Medikamentosa :
Non Medikamentosa
Edukasi:
Obati seluruh orang terdekat (keluarga/asrama)
Rendam semua pakaian, handuk, selimut dengan air panas selama 2 jam, 5
menit sebelum dibilas baju warna beri wipol dan baju berwarna putih diberi
bayclean lalu di seterika
Jemur kasur
17
3.8.Prognosis
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functuonam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
BAB IV
KESIMPULAN
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil)
yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis yang dapat ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung. Skabies dikenal sebagai penyakit “the greatest
immitator”, untuk itu diperlukan ananmesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang baik dalam menegakkan diagnosa skabies sehingga penderita dapat
diterapi dengan tepat dan cepat serta mengurangi risiko untuk menularkan penyakit
tersebut kepada orang lain. Terdapat 4 tanda kardinal yang dapat ditemukan pada
penderita skabies yaitu pruritus nocturnal, menyerang secara kelompok, adanya
terowongan ( kunikulus ) dan adanya tungau. Diagnosa skabies dapat ditegakkan
apabila ditemui 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a ubiquitous
neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769-79.
2. Sutejo, I.R., Rosyidi, V.A., & Zaelany, A.I. 2017. Prevalensi, Karakteristik
dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Skabies di Pesantren
Nurul Qamain Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 No.1.
3. Azizah IN, Setiyowati W. Hubungan tingkat pengetahuan ibu pemulung
tentang personal hygiene dengan kejadian skabies pada balita di tempat
pembuangan akhir Kota Semarang. 2011;1(1).
4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007
5. Wardhana,A.H., Manurung, J., Iskandar,T. Skabies : Tantangan Penyakit
Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. Wartazoa 2006;16(1):40-52.
6. Aina RA, Ibrohim, Suarsini E. Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dengan rimbulnya penyakit Skabies di Wilayah Kecamatan
Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Universitas Negeri Malang. 2014.
7. Siregar., 2005. Atlas Berwarna Sarzipati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC
19