LATAR BELAKANG
Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabies. Penyakit ini sering dijumpai ditempat-tempat yang padat penduduknya dengan
keadaan hygiene yang buruk. Di Indonesia penyakit skabies merupakan penyakit kulit biasa
yang banyak dijumpai didaerah tropis terutama berasal dari masyarakat yang hidup dalam
lingkungan atau keadaan hygiene sanitasi dan social ekonomi yang sangat rendah.
Kurangnya pengetahuan dan hygiene perorangan dapat memicu terjadinya penyakit
scabies serta tradisi kebiasaan buruk misalnya sering berganti-ganti pakaian dengan orang
lain. Misalnya di kalangan mahasiswa yang tinggal di tempat – tempat seperti asrama,
pesantren maupun di tempat – tempat kost. Banyak diantara mereka yang sering bertukar
handuk, pakaian dalam dan sebagaunya dengan teman sekamar mereka. Selain itu adanya
kebiasaan para mahasiswa yang malas mengganti alas tempat tidur sehingga memicu
hewan peliharaan yang terinfeksi oleh sarcoptes scabiei, karena penyakit ini selain
menyerang manusia juga menyerang hewan sehingga anak – anak mudah terjangkit penyakit
ini.
Skabies merupakan penyakit kulit yang terabaikan, dianggap biasa saja dan lumrah
terjadi pada masyarakat di Indonesia, bahkan di dunia karena penyakit ini tidak
membahayakan jiwa tetapi perlu di ketahui bahwa jika terjadi infeksi sekunder setelah
infestasi scabies akan menimbulkan masalah yang lebih parah pada kulit bahkan
menyebabkan kematian. Pada dasarnya pengetahuan tentang faktor penyebab scabies masih
kurang, sehingga penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang biasa saja karena tidak
membahayakan jiwa. Masyarakat tidak mengetahui bahwa luka akibat garukan dari penderita
scabies menyebabkan infeksi sekunder dari bakteri Stapilococos sp ataupun jamur kulit yang
1
berakibat kerusakan jaringan kulit yang akut. Untuk itu masyarakat memerlukan pengetahuan
mengenai penyakit ini agar supaya mereka lebih memahami bagaimana penyakit scabies
dapat terjadi dan menularkan kepada orang lain sehingga mereka boleh menghindari penyakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Segitiga Utama
1. Karakteristik Host
Orang yang pernah terkena infeksi lebih tahan terhadap infeksi ulang
walaupun tetap masih bisa terkena infeksi dibandingkan dengan mereka yang
respon imun yang lemah akan gagal dalam mengontrol penyakit dan megakibatkan
invasi tungau yang lebih banyak bahkan dapat menyebabkan crusted scabies yaitu
dimana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkan pengerasan kulit yang
semakin besar resiko orang tersebut tertular scabies bahkan bisa menderita scabies
lebih berat.
2
Karena gejala penyakit tidak langsung timbul ketika terjadi infeksi sehingga
individu yang sudah terinfeksi belum mengetahui agen penyakit yang sudah berada di
dalam tubuhnya. Aktivitas individu yang sering berinteraksi dengan orang lain
seksual dan kontak tidak langsung seperti lewat pakaian, handuk, alas tidur, karpet
2. Karakteristik Agen
hanya pada kulit manusia. Penyakit skabies terjadi karena S. scabiei menginfeksi
hospes, masuk ke dalam lapisan tanduk kulit (stratum corneum). Siklus hidup tungau
paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga tungau-tungau tersebut berada
terowongan dimana saat itu juga terjadi aktivitas makan dan pelekatan telur pada
melangsungkan siklus hidup setelah perkawinan antara jantan dan betina, parasit yang
bunting dapat ditemukan di bagian kulit pada terminal terowongan (tunnel) dalam
Kutu betina melubangi stratum corneum dalam waktu 20 menit lalu bertelur
sekitar 3 butir perharinya. Telur itu kemudian menetas setelah hari ke 4. Lalu larva
kutu betina dan jantan kawin. Kutu betina lalu kembali melubangi stratum corneum.
Kutu jantan, yang tubuhnya lebih kecil dari betina, terjatuh dari kulit dan mati.
3
Jumlah kutu yg terdapat pada inang biasanya kurang dari 20 ekor, kecuali pada
"crusted scabies" yg bisa mencapai lebih dari 1 juta ekor. Di luar tubuh manusia, kutu
dijumpai didaerah tropis terutama berasal dari masyarakat yang hidup dalam
lingkungan atau keadaan hygiene sanitasi dan social ekonomi yang sangat rendah.
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu
tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak
bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita
jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu tempat tidur
masyarakat luas.
4
2.2 SEGITIGA DISTRIBUSI EPIDEMIOLOGI
A. Distribusi
1. Orang
Skabies menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan
ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia.
Berdasarkan penelitian Deskriptif Retrospektif yang telah dilakukan di Bagian
Poliklinik Kulit Kelamin dan Pusat Rekam Medik RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado
periode Januari – Desember 2012 pada pasien skabies didapatkan berjumlah 41 pasien
(3,47%) dari total 1096 pasien yang datang berobat. Adapun variabel yang diteliti
5
≥65 2 4.88
TOTAL 41 100
Jumlah Penderita
Jenis Kelamin %
Skabies
Laki - Laki 26 63.41
Perempuan 15 36.59
TOTAL 41 100
c. Berdasarkan Pekerjaan
2. Tempat
Tersebar di seluruh dunia.Penyebaran scabies di AS dan Eropa yang terjadi tanpa
melihat faktor usia, ras, jenis kelamin atau status kesehatan seseorang. Scabies endemis
dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim
B. Frekuensi
Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan 5,6%skabies menduduki urutan ke-3 dari
12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988,
dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan (5,77%) dari seluruh kasus baru. Pada tahun
1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada
6
lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang
seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Scabies di Indonesia menduduki urutan
ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (Azizah 2011). Insiden dan prevalensi scabies masih
C. Determinan
yang tinggi, rendahnya sanitasi, kepadatan penduduk, personal higiene yang buruk,
pengetahuan, sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat, ketersediaan air
bersih, . Rendahnya status gizi mempengaruhi sistem imun, sehingga menurunkan sistem
Kebiasaan tidur, berbagi baju, handuk, praktek higiene yang tidak benar, sering
berpergian ke tempat yang beresiko dan berpotensi sebagai sumber penularan scabies
merupakan faktor ganda yang menyebabkan scabies (Raza et al. 2009). Sanitasi lingkungan
yang buruk merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka
I. Tahap Pre-Patogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of
7
suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara
penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti
bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai
sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun
memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan
langsung dengan orang ataupun hewan yang sudah menderita penyakit ini, orang yang sehat
akan beresiko terkena penyakit ini bila melakukan kontak langsung tersebut. Kebanyakan
terjadi di kalangan anak-anak yang suka bermain dengan anjing peliharaan ataupun yang ada
di lingkungan tempat tinggalnya. Kontak langsung juga terjadi pada saat orang yang sehat
bersalaman atau bersentuhan dengan orang lain yang menderita penyakit ini. Karena
Selain itu juga di kalangan mahasiswa yang tinggal di asrama ataupun tempat-tempat
kost dan sering bertukar-tukar pakaian dengan orang lain yang tanpa diketahui sudah terkena
penyakit ini. Tanpa disadari orang itu telah melakukan kontak tidak langsung dengan agen
penyakit skabies sehingga dapat dipastikan orang tersebut akan terkena penyakit skabies.
Tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit , tetapi interaksi
ini terjadi di luar tubuh manusia , dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia,dan
belum masuk ke dalam tubuh . pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda
8
penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak penyakit keadaan ini
disebut sehat .
a. Tahap Inkubasi
Masa inkubasi berlangsung 2 sampai 6 minggu sebelum serangan gatal
muncul pada orang yang sebelumnya belum pernah terpajan. Orang yang sebelumnya
pernah menderita scabies maka gejala akan muncul 1 – 4 hari setelah infeksi ulang.
b. Tahap Dini
Pada tahap ini penderita skabies mulai mengalami gatal-gatal di malam hari
atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat (Sudirman, 2006). Gatal pada malam
hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu
meningkat (Mawali, 2000). Bagian tubuh yang gatal yaitu, tangan, kaki, siku, ketiak,
Di tahap ini, telah muncul gejala-gejala yang lebih nampak yaitu mulai
muncul bintik merah seperti bekas gigitan serangga dan gatal pada pergelangan
Penderita skabies ada yang berakhir dengan sembuh sempurna dimana sudah
tidak terdapat lagi agen penyakit yaitu Sarcoptes Scabiei di dalam tubuh penderita. Tetapi
adapula yang berakhir dengan kondisi sembuh tapi cacat. Penderita sudah bebas dari
penyakit ini tetapi terdapat bekas-bekas luka ataupun iritasi kulit yang disebabkan oleh
9
aktivitas agen pada saat infestasi pada penjamu. Bagi penderita yang tidak ditangani
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
2005.h.11 – 18
Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies. Universitas Sumatra
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
30846/4/Chapter%20II.pdf
Audhah N, Umniyati S, Siswati A. Faktor resiko skabies pada siswa pondok pesantren Darul
10
Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies, Other Mites, and Pediculosis. Dalam : Goldsmith L,
11