Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus dan Telaah Kritisi Jurnal Diagnostik

SKABIES

Disusun Oleh :
Aqil Yuniawan Tasrif
Dian Rozani

Pembimbing :
dr. Wahyu Lestari, Sp.KK

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN - BANDA ACEH
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Laporan kasus dengan judul “Skabies” diajukan sebagai salah satu tugas
dalam menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr.
Zainoel Abidin BandaAceh.
Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada dr.
Wahyu Lestari, Sp.KK serta para dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian maupun dari segi materi.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan tulisan
ini.

Banda Aceh, November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................ v
PENDAHULUAN................................................................................................ 1
LAPORAN KASUS............................................................................................. 3
I. Identitas Pasien............................................................................................ 3
II. Anamnesis.................................................................................................... 3
III. Pemeriksaan Fisik........................................................................................ 4
IV. Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 7
V. Diagnosis Banding....................................................................................... 8
VI. Resume......................................................................................................... 8
VII. Diagnosis Klinis........................................................................................... 8
VIII. Tatalaksana................................................................................................... 9
IX. Edukasi......................................................................................................... 9
X. Prognosis...................................................................................................... 9
ANALISA KASUS ........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16
RESUME JURNAL ......................................................................................... 18
KRITISI JURNAL ........................................................................................... 26

iii
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. Foto Klinis..................................................................................... 5
Gambar 2. Foto Hasil Kerokan Kulit Pasien yang Diamati Menggunakan
Mikroskop ..................................................................................... 7

iv
DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 1. Diagnosis Banding ........................................................................... 12
Tabel 2. Pengobatan Skabies .......................................................................... 14

v
PENDAHULUAN

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi


parasit Sarcoptes scabiei pada lapisan epidermis kulit. Keluhan utamanya berupa
rasa gatal terutama di malam hari disertai dengan lesi kulit seperti papul, vesikel
dan ekskoriasi. Lesi biasanya ditemukan pada pergelangan tangan, sela-sela jari,
daerah antecubital, aksila, areola, periumbilikalis, perut bagian bawah, alat
kelamin, dan bokong. Skabies merupakan salah satu penyakit yang sering salah
didiagnosis. Rasa gatal yang sifatnya menyeluruh dan menetap merupakan suatu
pertimbangan penting dalam mendiagnosis penyakit ini.[ CITATION Liu \l 1057 ]
Skabies merupakan suatu penyakit yang lazim ditemukan pada kelompok
sosial ekonomi dan masyarakat di seluruh dunia. Skabies adalah salah satu
penyakit yang memberi stigma sosial yang tinggi, sehingga pasien ragu untuk
mencari perawatan medis. Skabies terjadi di seluruh dunia dan prevalensinya
diperkirakan berkisar 300 juta kasus per tahunnya.[ CITATION Amr \l 1057 ]
Di negara berkembang, prevalensi skabies berkisar antara 5,8 – 8,3% pada
penduduk pedesaan. Situasi ini semakin memburuk terutama pada negara-negara
terbelakang di benua Afrika, dimana prevalensinya berkisar 2 – 31%.[ CITATION Amr \l
1057 ] Skabies di Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 3 dari 12 jenis penyakit kulit
tersering.[ CITATION Mad \l 1057 ] Prevalensi kasus skabies menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2008 berkisar antara 5,60%-
12,96%, tahun 2009 menurun menjadi 4,9%-12,95% dan tahun 2013 semakin menurun
menjadi 3,9%-6%. Angka kejadian ini menunjukkan bahwa meskipun setiap tahunnya
terjadi penurunan kasus skabies, Indonesia belum benar-benar terbebas dari penyakit ini.
[ CITATION Fer \l 1057 ] Perbandingan penderita skabies laki-laki lebih besar
dibandingkan dengan perempuan yakni 83,7% : 18,3%.[ CITATION Mad \l 1057 ]
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit skabies adalah kondisi
permukiman yang berdesak-desakan, malnutrisi, bergonta-ganti pasangan seksual
dan kebersihan pribadi yang buruk.[ CITATION Wan \l 1057 ] Kurangnya
pamahaman mengenai personal hygiene, sanitasi lingkungan yang buruk dan
terbatasnya ketersediaan air bersih dapat meningkatkan angka penularan skabies.
[ CITATION Mad \l 1057 ] Infeksi pada satu individu sering menyebar ke
semua anggota keluarga. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan

1
penderita skabies dan tidak langsung melalui penggunaan pakaian, handuk dan
tempat tidur secara bersama-sama.[ CITATION 7Al \l 1057 ] Skabies dapat
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas yaitu bila ditemukan adanya
keluhan gatal pada papul eritematous yang dirasakan semakin memberat pada
malam hari, predileksi dan morfologi lesi yang khas yaitu lesi terowongan
(burrow) pada daerah yang tidak berambut dan sedikit menghasilkan keringat.
Bersamaan dengan gambaran klinis, pemeriksaan sederhana seperti tes tinta untuk
melihat terowongan dan pemeriksaan kerokan kulit menggunakan KOH untuk
melihat tungau Sarcoptes scabiei dan telurnya di bawah mikroskop dapat
memberikan diagnosis yang pasti.[ CITATION 6Sa \l 1057 ]
Pilihan terapi yang umum digunakan untuk mengatasi skabies antara lain
agen topikal permethrin 5%, benzyl benzoate 25%, crotamiton 10%, sulfur 5 –
10% dan lindane 1%. Selain obat topikal, terdapat juga obat oral, yaitu ivermectin
(200 µg/kg). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya
penularan skabies adalah semua anggota keluarga ataupun anggota komunitas
tertentu baik menderita skabies maupun tidak, diwajibkan untuk diobati secara
bersama-sama demi mencegah terjadinya penularan dan infestasi skabies.
[ CITATION RJH \l 1057 ] Hasil penelitian molekuler menunjukkan bahwa
penularan skabies lebih sering terjadi pada keluarga dibandingkan lingkungan, hal
tersebut dibuktikan dengan adanya genotipe tungau yang homogen pada anggota
keluarga dibandingkan dengan lingkungan sekitar.[ CITATION 7Al \l 1057 ]

2
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Jamal Pardi
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Menikah
Berat Badan : 78 kg
Tinggi Badan : 172 cm
Alamat : Takengon
Tanggal Pemeriksaan : 29 November2018
Jaminan : BPJS
Nomor CM : 1-01-99-64

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Gatal pada kedua tangan, ketiak kiri, badan, selangkangan dan kedua kaki
sejak 1 tahun yang lalu.

Keluhan Tambahan
Bintil-bintil berwarna kemerahan pada kedua tangan, ketiak kiri, badan,
selangkangan dan kedua kaki.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik kesehatan kulit dan kelamin RSUDZA dengan
keluhan gatal dan muncul bintil-bintil kemerahan pada kedua tangan, ketiak kiri,
badan, selangkangan dan kedua kaki sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan
keluhan gatal dan bintil-bintil pertama kali dirasakan pada bagian tangan
kemudian menyebar ke ketiak, selangkangan dan kedua kaki. Keluhan gatal
dirasakan terus-menerus dan semakin memberat terutama pada malam hari, rasa

3
gatal tidak berkurang meskipun pasien sering menggaruk. Pasien juga
mengeluhkan rasa perih pada kulit karena pasien menggaruk terlalu kuat hingga
berdarah. Keluhan yang sama juga dialami oleh nenek dan abang pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti saat
ini.

Riwayat Penyakit Keluarga


Abang pasien mengeluhkan hal yang sama. Abang pasien tidak mempunyai
pekerjaan yang tetap sehingga sering berpindah-pindah tempat tinggal dan tinggal
menumpang. Sejak satu tahun yang lalu, abang pasien tinggal serumah dengan
pasien. Beberapa minggu setelah itu, pasien dan nenek pasien juga mengeluhkan
hal yang sama. Riwayat alergi, asma dan diabetes mellitus dalam keluarga tidak
ada.

Riwayat Pemakaian Obat


Pasien minum obat cetirizine yang dibelinya sendiri di apotek.

Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien adalah seorang pedagang. Sehari-hari pasien jarang mandi sebelum
bekerja dan hanya mandi saat sore hari. Pasien tinggal di daerah pegunungan
sehingga jarang berkeringat. Pasien mengganti baju yang dipakainya 2 hari sekali.
Pasien hanya mengganti sprei sebulan sekali. Pakaian, kain dan sprei yang telah
dicuci dijemur di teras rumah yang tertutup atap sehingga tidak langsung terkena
sinar matahari.

III. Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Kesadaran : Kompos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 86 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36,8 0C

4
Foto Klinis
Foto klinis saat pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUDZA
(29 November 2018)

Gambar 1. Foto Klinis (a) lesi pada regio dorsum palmar dextra et sinistra

(b) lesi pada regio ventral palmar dextra et sinistra

5
(c) Lesi pada regio aksilaris sinistra

(d) Lesi pada regio trunk

(e) Lesi pada regio inguinal dan ekstremitas inferior dextra et sinistra

6
Status Dermatologis
Regio : dorsum et ventral palmar dextra et sinistra, aksilaris sinistra, trunk,
inguinal, ekstremitas inferior dextra et sinistra.
Deskripsi Lesi : Tampak papula dengan dasar eritematous, disertai ekskoriasi,
jumlah multiple, ukuran milier hingga lentikuler, distribusi generalisata.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan kerokan kulit menggunkan KOH 10% yang dilihat di
bawah mikroskop pada tanggal 29 November 2018, ditemukan tungau Sarcoptes
scabiei.

Gambar 2. Foto hasil kerokan kulit pasien yang diamati menggunakan


mikroskop (a) pembesaran 100x (b) pembesaran 400x.

7
Interpretasi : Tampak tungau Sarcoptes scabiei.

V. Diagnosis Banding
1. Skabies
2. Dermatitis atopik
3. Eksema dishidrotik
4. Insect bite

VI. Resume
Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien laki-laki berusia 33 tahun dengan
keluhan gatal disertai bintil-bintil berwarna kemerahan pada kedua tangan, ketiak
kiri, badan, selangkangan dan kedua kaki.
Pasien mengatakan keluhan gatal dan bintil-bintil pertama kali dirasakan
pada bagian tangan kemudian menyebar ke ketiak, selangkangan dan kedua kaki.
Keluhan gatal dirasakan terus-menerus dan semakin memberat terutama pada
malam hari, rasa gatal tidak berkurang meskipun pasien sering menggaruk. Pasien
juga mengeluhkan rasa perih pada kulit karena pasien menggaruk terlalu kuat
hingga berdarah. Keluhan awalnya dialami oleh abang pasien, kemudian menular
ke pasien dan nenek pasien.
Hasil pemeriksaan fisik kulit pada dorsum et ventral palmar dextra et
sinistra, aksilaris sinistra, trunk, inguinal, ekstremitas inferior dextra et sinistra
tampak papula dengan dasar eritematous, disertai ekskoriasi, jumlah multiple,
ukuran milier hingga lentikuler, distribusi generalisata. Hasil pemeriksaan
penunjang kerokan kulit dengan KOH 10% yang dilihat di bawah mikroskop,
tampak tungau Sarcoptes scabiei. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik kulit
dan pemeriksaan penunjang, diagnosis klinis dari kasus ini adalah skabies.

VII. Diagnosis Klinis


Skabies

8
VIII. Tatalaksana
Tatalaksana tanggal 29 November 2018 di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUDZA adalah sebagai berikut:
- Sistemik : Cetirizine tablet 1 x 10 mg
- Topikal : Permethrin 5% cream (malam)
Bedak salisil 2% (pagi)
IX. Edukasi
- Penjelasan tentang penyakit, penyebabnya dan faktor risiko.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pakaian, sprei dan handuk
direndam dalam air panas untuk mematikan tungau.
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa seluruh anggota keluarga yang kontak
dengan pasien harus diperiksa dan diobati bersamaan agar tidak terjadi
penularan kembali.
- Penyuluhan higiene perorangan dan lingkungan.
- Menjelaskan cara penggunaan obat oral dan topikal kepada pasien dan
keluarga.

X. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

9
ANALISA KASUS

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien laki-laki berusia 33 tahun dengan


keluhan gatal disertai bintil-bintil berwarna kemerahan pada kedua tangan, ketiak
kiri, badan, selangkangan dan kedua kaki. Pasien mengatakan keluhan gatal dan
bintil-bintil pertama kali dirasakan pada bagian tangan kemudian menyebar ke
ketiak, badan, selangkangan dan kedua kaki. Keluhan gatal dirasakan terus-
menerus dan semakin memberat terutama pada malam hari. Beberapa anggota
keluarga pasien juga mengeluhkan hal yang sama. Riwayat alergi, asma dan
diabetes mellitus dalam keluarga tidak ada.
Skabies didefinisikan sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
ektoparasit Sarcoptes scabiei dengan karakterikstik berukuran 300 – 400 mikron,
hampir tidak terlihat dengan mata telanjang, berwarna putih seperti mutiara,
tembus cahaya, kecil, berbentuk oval, tidak memiliki mata dan perutnya rata.
Tungau ini memiliki delapan kaki yang melekat pada cephalothorax. Tungau
jantan dan betina melakukan kopulasi di permukaan kulit. Kopulasi hanya terjadi
sekali selama hidup tungau betina. Tungau betina dapat membuat terowongan di
dalam stratum korneum epidermis kemudian meninggalkan telur-telurnya di
dalam terowongan tersebut. Ukuran telur cukup besar yaitu setengah dari panjang
betina. Selama berada di terowongan, tungau betina dewasa akan mengeluarkan
sekitar 4 telur setiap harinya selama 1 – 2 bulan, lalu tungau betina mati di dalam
terowongan. Sepanjang waktu ini, tungau akan memperpanjang terowongan
dengan kecepatan bervariasi mulai dari 0,5 – 5 mm per hari. Siklus hidup
Sarcoptes scabiei dimulai saat tungau dewasa masuk ke dalam kulit penderita dan
bertelur. Telur tersebut dapat menetas menjadi larva dalam 2 – 3 hari. Tungau
yang baru saja menetas kemudian meninggalkan terowongan dan menuju ke
permukaan kulit untuk menjadi dewasa. Waktu yang diperlukan oleh tungau
betina untuk menjadi dewasa dan menghasilkan telur adalah 10 – 11 hari. Selama
maturasi di permukaan kulit, larva mampu menggali terowongan pada epidermis
atau berpindah ke penderita yang lain. Berbeda dengan tungau betina, tungau
jantan tetap tinggal di permukaan kulit tanpa membentuk terowongan. Siklus
hidup tungau jantan cenderung singkat, diawali dengan maturasi kemudian

10
mencari tungau betina untuk dikawini. Setelah proses kawin, tungau jantan akan
mati.[ CITATION Dew17 \l 1057 ] Sarcoptes scabiei dapat bertahan hidup di luar
tubuh penderita selama 24-36 jam pada suhu 21,8 oC dan kelembaban yang relatif
berkisar antara 40-80%.[ CITATION Amr \l 1057 ]
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kathryn, et al mengenai
epidemiologi, diagnosis dan tatalaksana skabies pada sebuah klinik dermatologi di
Amerika menunjukkan bahwa skabies merupakan penyakit yang lebih sering
menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.[ CITATION Kat17 \l 1057 ]
Manifestasi yang muncul disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas penderita
terhadap produk yang dihasilkan oleh tungau seperti saliva, telur dan feses tungau.
[ CITATION Dad \l 1057 ] Manifestasi dari reaksi hipersensitivitas tipe cepat adalah
positifnya hasil pemeriksaan skin test secara intradermal, peningkatan eosinofil
pada pemeriksaan darah rutin, dan peningkatan IgE pada uji serologi, sedangkan
reaksi hipersensitivitas tipe lambat ditandai dengan munculnya papul atau vesikel
disertai bercak kemerahan dengan rasa gatal yang biasanya muncul 3 – 4 hari
setelah infestasi pertama atau 1 – 2 hari pada kasus reinfestasi, peningkatan
limfosit T pada infiltrat kulit dan peningkatan IgM dan IgG pada uji serologi.
[ CITATION Dad \l 1057 \m 10B] Rasa gatal yang berlangsung terus-menerus
muncul akibat pergerakan tungau pada daerah tersembunyi di kulit dan
intensitasnya meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas tungau. Rasa gatal
yang semakin memberat pada malam hari dipengaruhi oleh aktivitas Sarcoptes
scabiei yang meningkat pada kondisi yang lembab dan suhu yang tinggi.
[ CITATION Amr \l 1057 \m Wan] Transmisi tungau Sarcoptes scabiei paling baik
terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan waktu kurang lebih 20 menit.
Penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui kontak dengan barang
pribadi penderita seperti tempat tidur dan pakaian. Oleh karena itu, penyebaran
penyakit sangat mudah terjadi dalam keluarga.[ CITATION RJH \l 1057 ]
Hasil pemeriksaan fisik kulit pada dorsum et ventral palmar dextra et
sinistra, aksilaris sinistra, trunk, inguinal, ekstremitas inferior dextra et sinistra
tampak papula dengan dasar eritematous, disertai ekskoriasi, jumlah multiple,
ukuran milier hingga lentikuler, distribusi generalisata. Tempat predileksi skabies
yang paling sering adalah sela-sela jari, pergelangan tangan, axila, areola,

11
umbilikus, abdomen bagian bawah, genitalia dan bokong.[ CITATION Jam \l 1057 ]
Manifestasi utama skabies adalah rasa gatal yang mengakibatkan penggarukan
yang intens dan memunculkan bekas garukan (ekskoriasi). Selain itu, pada lesi
dapat dijumpai terowongan tipis berupa garis linear berlekuk dengan panjang 1-10
mm berwarna putih keabuan akibat perpindahan tungau pada stratum korneum
epidermis yang pada ujungnya terdapat papul, vesikel maupun pustul.[ CITATION
Buk12 \l 1057 ]
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang pada skabies, seperti uji tinta
pada terowongan, kerokan kulit, uji selotip perekat, dermoskopi, ELISA dan PCR.
Salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan kerokan kulit.
Pemeriksaan dilakukan dengan meneteskan minyak silikon pada lesi untuk
membantu kerokan kulit, kemudian dengan skalpel steril dilakukan kerokan kulit.
Hasil kerokan diletakkan di object glass, ditetesi KOH dan ditutup dengan cover
glass untuk diamati di bawah mikroskop.[ CITATION 6Sa \l 1057 ] Pada pasien ini
telah dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dan mikroskopik, didapatkan tungau
Sarcoptes scabiei.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dapat dijumpai empat tanda kardinal skabies pada pasien ini, yaitu pruritus
nokturna berupa rasa gatal yang intens pada malam hari, kunikulus ditandai
dengan terowongan berwarna putih keabuan disertai papul atau vesikel pada area
predileksi, terjadi pada sekelompok orang yang berdekatan dan ditemukannya
tungau, telur ataupun feses tungau dari hasil kerokan kulit.[ CITATION Han \l 1057
]
Bedasarkan gejala klinis yang muncul, diagnosis banding skabies adalah
dermatitis atopik, eksema dishidrotik dan reaksi gigitan serangga yang dijelaskan
pada tabel berikut:

Tabel 1. Diagnosis Banding


No Diagnosis Alasan Diagnosis Definisi Deskripsi Lesi Gambar

12
1 Skabies -Keluhan gatal Penyakit kulit -Tampak papul,
terutama malam yang vesikel maupun
hari. disebabkan pustul pada
-Lesi papul, oleh infestasi area predileksi
vesikel, maupun tungau disertai rasa
pustul disertai Sarcoptes gatal yang
terowongan scabiei var memberat pada
berwarna putih hominis, malam hari.
keabuan pada ditularkan - Terdapat
kulit. melalui kontak terowongan
Terjadi pada langsung pada kulit yang
sekelompok maupun tidak membentuk
orang yang langsung garis linear
berdekatan dengan berlekuk.
(keluarga) penderita
-Ditermukan skabies.
tungau dari hasil
pemeriksaan
kerokan kulit.
2 Dermatitis -Lesi papul dan Suatu penyakit -Pada fase akut
atopik vesikel kulit yang tampak papul
eritematous yang bersifat kronik dan vesikel
mirip dengan residif yang eritematous
skabies. umum terjadi yang apabila
-Tidak dijumpai pada masa bayi digaruk dapat
terowongan ataupun anak- menimbulkan
-Tidak terjadi anak dengan krusta.
bersamaan kelainan fungsi -Pada fase
dengan anggota barier kulit, kronik dapat
keluarga. sensitisasi dijumpai
-Terdapat alergen dan likenifikasi.
riwayat penyakit infeksi berulang.
[ CITATION
atopik seperti [ CITATION 12L \l 1057 ]
asma dan rhinitis 12L \l 1057 ]
alergika pada
keluarga.
3 Eksema -Lesi primernya
Suatu penyakit -Pada stadium
dishidrotik mirip dengan kulit yang akut, dijumpai
skabies yaitubersifat kronik vesikel berisi
terdapat vesikel
residif yang cairan,
dan bula, terasa
penyebabnya berkelompok
sangat gatal,belum dan kemudian
muncul tiba-tiba.
diketahui membentuk
-Sering dijumpai
secara pasti. bula. -Pada
pada orang Ada peranan stadium kronik
dengan produksi
faktor genetik, kulit kering dan
keringat yangriwayat atopik berskuama.
banyak pada dan serum IgE Erupsi simetris
yang
tangan dan kaki.[ dan sering
CITATION 13C meningkat. rekuren.
\l 1057 ] [ CITATION [ CITATION
13C \l 1057 ] 13C \l 1057 ]

13
4 Insect bite Keluhan gatal Reaksi Terdapat urtika
dan lesi papul. inflamasi yang setelah gigitan,
-Tidak ada timbul setelah kemudian
keluarga yang gigitan timbul papul
mempunyai serangga akibat persisten yang
keluhan yang bahan kimia gatal.
sama. atau toksin [ CITATION
-Tidak yang 1Ri \l 1057 ]
ditemukan diinjeksikan ke
terowongan pada dalam kulit.
lesi. [ CITATION
1Ri \l 1057 ]

Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita skabies adalah


menggunakan kombinasi antara skabisid dan kontrol fomit. Dengan semua terapi
insektisida, aplikasi kedua yang biasanya dilakukan seminggu setelah terapi awal
sangat diperlukan untuk mengurangi potensi reinfestasi dan membunuh larva yang
mungkin telah menetas. Semua anggota keluarga yang memiliki kontak erat
dengan penderita harus diobati secara simultan. Skabisid topikal diaplikasikan
malam hari ke seluruh permukaan kulit, khususnya pada area predileksi seperti
sela-sela jari tangan, sela-sela jari kaki dan bokong. Pada orang dewasa, obat
boleh tidak diaplikasikan ke bagian kepala dan wajah. Penderita yang telah diobati
biasanya merasakan pengurangan gejala dalam 3 hari, namun harus diedukasikan
bahwa lesi dan rasa gatal dapat menetap hingga 4 minggu setelah pengobatan.
Rasa gatal yang muncul selama periode ini sering disebut “postscabetic itch”.
Pasien harus diberitahu bahwa mencuci kulit mereka dengan sabun yang tajam
secara berlebihan justru dapat memperburuk iritasi pada kulit. Sebaliknya,
pemberian antihistamin oral dan emolien dapat bermanfaat bagi penderita.
[ CITATION Buk12 \l 1057 ] Pengaplikasian obat topikal dan oral secara tepat
beserta durasinya dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2. Pengobatan Skabies[ CITATION Buk12 \l 1057 ]


Jenis Obat
Instruksi Penggunaan
Topikal
Aplikasikan selama 8 jam, lalu bilas. Ulangi 7 hari kemudian.
Permethrin 5% cream Golongan obat kategori B untuk ibu hamil

Benzyl Benzoate 10- Aplikasikan selama 24 jam, encerkan pada terapi anak dan
25% bayi.

Sulfur 5 – 10% Aplikasikan selama 8 jam, lalu bilas. Aplikasikan ulang pada
hari ke-2 dan ke-3. Pilihan obat paling aman untuk ibu hamil

14
dan neonatus, harga murah.

Aplikasikan selama 8 jam, lalu bilas. Aplikasikan ulang pada


Crotamiton 10% hari ke-2, 3 dan 8. Memiliki efek antipruritus, namun
cream efektivitasnya paling rendah dibandingkan obat yang lain.

Aplikasikan selama 8 jam, lalu bilas. Ulangi 7 hari kemudian.


Lindane 1% lotion “Black box” warning oleh US Food and Drug Administration
akibat neurotoksisitasnya.

Oral  
200 µg/kg per oral, diminum pada hari pertama dan hari ke-8.
Ivermectin Sangat efektif, namun tidak direkomendasikan untuk anak-
anak dengan BB < 15 kg atau ibu hamil dan menyusui.

Pasien pada kasus diberikan terapi permethrin 5% cream. Obat topikal lini
pertama yang memiliki toksisitas rendah dan memberikan hasil yang baik adalah
permethrin 5%. Permethrin merupakan pyrethroid dan neurotoksin sintetis yang
menghambat transport sodium pada neuron arthropoda sehingga mengakibatkan
paralisis serta efektif digunakan untuk semua stadium kutu. Khusus untuk ibu
hamil dan menyusui serta anak di bawah usia 2 tahun, penggunaaan permethrin
hanya didiamkan selama 2 jam lalu dibilas, dilakukan pengulangan 7 hari
kemudian.[ CITATION Buk12 \l 1057 ]
Pasien diberikan terapi cetirizine tablet 1 x 10 mg sebagai pengendali rasa
gatal yang muncul. Cetirizine merupakan antihistamin generasi 2 dengan masa
kerja ± 24 jam yang berfungsi untuk mengurangi keluaran eosiofil yang
disebabkan oleh alergen (telur, feses dan sekresi dari Sarcoptes scabiei) atau
menghambat efek histamin pada pembuluh darah, mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai oleh pelepasan histamin endogen
yang berlebihan.[ CITATION 14S \l 1057 ]
Pasien juga diberikan bedak salisil yang digunakan pada pagi hari. Bedak
salisil memiliki kandungan asam salisilat yang berfungsi sebagai keratolitik.
[ CITATION 14S \l 1057 ]
Skabies dapat diatasi dengan mudah jika tidak terjadi infestasi sekunder dan
orang yang mengalami kontak erat dengan penderita turut diterapi. Kegagalan
terapi dapat disebabkan oleh kesalahan dalam diagnosis, dermatitis sekunder oleh
terapi atau tungau, pengaplikasian agen topikal yang salah, resistensi tungau
terhadap terapi dan reinfestasi dari lingkungan sekitar. Selain terapi

15
medikamentosa, pasien dan keluarga juga diberikan edukasi bahwa semua
pakaian, sarung bantal, handuk, dan sprei direndam dengan air panas serta
dikeringkan pada suhu 60 ºC. Dengan memperhatikan hal tersebut, penyakit ini
dapat memberikan prognosis yang baik bagi penderitanya.[ CITATION RJH \l
1057 ]

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Liu XK, Li J. Case Report: Scabies. Dep Dermatology, Peking Union Med
Coll Hosp Chinese Acad Med Sci Peking Union Med Coll. 2017;10(1):40–
1.

2. Amro A, Hamarsheh O. International Journal of Infectious Diseases


Epidemiology of scabies in the West Bank , Palestinian Territories
( Occupied ). Int J Infect Dis [Internet]. International Society for Infectious
Diseases; 2012;16(2):e117–20. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijid.2011.10.005

3. Mading M, Sopi IPB. KAJIAN ASPEK EPIDEMIOLOGI SKABIES


PADA MANUSIA Aspects of Epidemiology Studies Scabies in Human. J
Penyakit Bersumber Binatang. 2015;2:9–18.

4. Fernawan NS. Perbedaan Angka Kejadian Skabies Di Kamar Padat dan


Kamar Tidak Padat di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2008.

5. Wang C, Lee S, Huang S. Risk factors for scabies in Taiwan. J Microbiol


Immunol Infect [Internet]. Elsevier Taiwan LLC; 2012;45(4):276–80.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jmii.2011.12.003

6. Alexandra K, Golant O, Jacob O, Levitt. Scabies: A review of diagnosis and


management based on mite biology. Pediatric in Review. 2012; 3. p. 48-56.

7. Salavastru O, Chosidow, Boffa MJ, Janier M, Tiplica GS. Guideline


European Guideline For The Management Of Scabies. 2017; 10. p.1111-10.

8. RJ HAY, AC Steer, D Engelman SW. Scabies in the developing world. C


Clin Microbiol Infect [Internet]. 2012;18(4):313–23. Available from:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1469-0691.2012.03798.x/full

9. Dewi M, Nasrul W. Diagnosis dan Regimen Pengobatan Skabies. J


Farmaka. 2017; 15. p.123-125.

10. Kathryn L, Anderson, Lindsay C. Epidemiology, Diagnosis, and Treatment


of Scabies in a Dermatology Office. JABFM. 2017 January-February; 30.
p.78.

11. Dadabhoy I, Butts JF. Parasitic Skin Infections for Primary Care Physicians.
Prim Care - Clin Off Pract [Internet]. 2015;42(4):661–75. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pop.2015.07.004

17
12. Burns D. Disease caused by arthropods and other noxious animals. In Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook of Dermatology. 8th
ed. UK: Blackwell Publishing; 2010. p. 1830-40.
13. James W, Berger T, Elston D. Andrews' Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. England: Saunders Elsevier; 2011. p.442-444.

14. Bukhart CN. Scabies, Other Mites and Pediculosis. In Goldsmith L, Katz S,
Gilchrest B. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New
York: McGraw Hill; 2012. p. 2571.

15. Handoko R, Boediarja S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.

16. Leung D, Eichenfield L, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic


Eczema). In Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. New York: McGraw Hill; 2012. p. 165.

17. Craft N. Superficial Cutaneous Infections. In Goldsmith L, Katz S, Gilchrest


B. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:
McGraw Hill; 2012. p. 2128-34.

18. Richard W, John H, John S, Mark D. Clinical Dermatology. 4th ed.


Singapore: Blackwell Publishing; 2008.

19. Sher N, Siddiqu FA, Hasan N, Shafi N, Zubaird A, Mirza AZ. Simultaneous
Determination Of Antihistamine Antiallergic Drugs, Cetirizine,
Domperidone, Chlorphenamine Maleate, Loratadine, Meclizine And
Buclizine In Pharmaceutical Formulations, Human Serum And
Pharmacokinetics Application. The Royal Society of Chemistry. 2014; 10.
p.1039.

18
RESUME JURNAL DIAGNOSTIK

Perbandingan Akurasi Diagnostik antara Uji Kerokan Kulit, Uji


Plaster Perekat, dan Dermoskopi pada Penegakan Diagnosis
Penyakit Skabies

Azmy A. Abdel-Latif1, Ahmad R. Elshahed1, Omar A. Salama1, Mohamed L.


Elsaie2

Introduksi
Penyakit skabies setiap tahunnya dilaporkan sebanyak 300 juta kasus di
seluruh dunia. Gatal hebat cenderung dialami pada malam hari serta dapat
menular merupakan karakteristik penyakit ini. Penegakan diagnostik penyakit ini
seringkali hanya mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada tahapan
awal untuk menegakkan diagnosis skabies, dilakukan pengamatan telur kutu atau
kutu langsung di bawah mikroskop. Dermoskopi dianggap sebagai modalitas
diagnostik yang sensitif in vivo. Pemeriksaan tersebut memungkinkan pemeriksa
mengidentifikasi struktur berbentuk V atau segitiga yang berkaitan dengan bagian
depan tubuh kutu meliputi kepala dan kaki. Sejauh ini belum ada studi yang
membahas tentang akurasi modalitas diagnostik dermoskopi dalam penegakan
diagnosis skabies meskipun ada beberapa studi kasus yang menuturkan bahwa
penulis menggunakan metode dermoskopi dalam menegakkan diagnosis skabies.
Di samping itu, belum ada juga studi yang membandingkan akurasi diagnostik
antara uji kerokan kulit, uji plaster perekat, dan dermoskopi sehingga kami
tertarik untuk melakukan analisis ini pada studi kami.

Metodologi
Studi kami melibatkan sebanyak 100 pasien yang terdiagnosis skabies (60
pria & 40 wanita). Rentang usia antara 3 bulan – 66 tahun. Diagnosis skabies
ditegakkan melalui parameter klinis. Adanya gejala pruritus disertai ruam papular
atau krusta atau vesikel pada area predileksi seperti interdigiti, bagian fleksi dari
pergelangan tangan, bagian ekstensi dari siku, aksila, mammilae, perimammilar,
periumbilikular, penis, skrotum, atau bokong harus dicurigai sebagai penderita

19
skabies. Untuk menegakkan diagnosis, klinisi harus menemukan setidaknya 2 dari
kriteria ini; gatal malam hari, lesi menetap selama > 2 minggu, satu anggota
keluarga mengalami keluhan dan lesi yang sama.
Skor derajat keparahan di kalkulasi dengan menjumlahkan intensitas gatal
(0-4 poin), adanya infeksi sekunder (0-2 poin), dan jumlah area yang mengalami
lesi (0-4 poin). Oleh karenanya, skor derajat keparahan dapat berkisar antara 0-10
poin.
Area target dipilih berdasarkan area lesi yang paling sering memunculkan
gejala. Sebanyak 3 ahli kulit dilibatkan untuk melakukan masing-masing
pemeriksaan diagnostik. Semua pasien menjalani ketiga macam pemeriksaan
tersebut dan ahli kulit tidak mengetahui hasil pemeriksaan lainnya yang tidak
mereka lakukan (blinded) sehingga diharapkan dapat menghindari efek bias.
Berikut ini kami lampirkan tabel penilaian skor derajat keparahan skabies.
Gejala/tanda Intensitas Skor
Gatal Tidak ada 0
Ringan 1
Sedang 2
Berat 3
Mengganggu Tidur 4
Area predileksi Tidak ada 0
1-3 1
4-6 2
7-9 3
>9 4
Infeksi sekunder Tidak ada 0
Pustul, supurasi, atau abses 1
Gejala Konstitusional 2

Dermoskopi
Dilakukan menggunakan dermoskop DermLite II Pro dengan pembesaran
10x. Tidak diperlukan cairan/larutan apapun pada pemeriksaan ini. Dinyatakan
skabies jika ditemui adanya struktur berbentuk segitiga disertai dengan
terowongan disekitarnya (Gambar 1). Lensa dermoskop dibersihkan dengan
pembersih antiseptik yang mengandung gel bakterisid dan alkohol untuk
mencegah terjadinya kontaminasi antar pasien.

20
Kerokan Kulit
Minyak emersi dioles pada lesi atau pisau scalpel dan slide. Sampel
dikumpulkan dari sebanyak 3 lesi di area yang berbeda kemudian diletakkan
diatas kaca objek. Cover glass diletakkan di atas sampel. Dilakukan pemeriksaan
dengan perbesaran lensa terendah, jika dicurigai adanya kutu maka dilakukan
pembesaran ukuran lensa.

Plaster Perekat
Metode ini diperkenalkan oleh Katsumata, digunakan plaster transparan
(merk 3M) disesuaikan dengan ukuran kaca objek (25 x 50 mm). Potongan plaster
direkatkan pada lesi dan kemudian segera dicabut. Sampel dikumpulkan dari
sebanyak 3 lesi di area yang berbeda kemudian diletakkan diatas kaca objek.
Dilakukan pemeriksaan dengan perbesaran lensa terendah, jika dicurigai adanya
kutu maka dilakukan pembesaran ukuran lensa.

Hasil
Hanya sebanyak 16 kasus (16%) yang positif skabies berdasarkan hasil
pemeriksaan uji plaster perekat setelah ditemui adanya telur kutu pada sampel.
Sedangkan pada hasil kerokan kulit, 10 kasus (10%) dinyatakan positif skabies.
Satu kasus ditemui adanya tubuh kutu. Sebanyak 89 kasus lainnya negatif skabies
setelah diperiksa kerokan kulit. Pada pemeriksaan dermoskopi, sebanyak 22 kasus
(22%) positif skabies. Berikut ditampilkan data distribusi dari semua sampel.

Metode Diagnostik dan Hasilnya N (%)


Plaster Perekat
Negatif 84 (84)
Positif 16 (16)
Kerokan Kulit
Negatif 89 (89)
Positif 10 (10)
Badan kutu 1 (1)
Dermoskopi
Negatif 78 (78)
Positif Sugestif 22 (22)
Positif Absolut 10 (45,5)
Positif Meragukan 12 (54,5)

21
Dari 22 kasus yang mengarah ke skabies berdasarkan hasil dermoskopi, 10
kasus dinyatakan yang benar benar positif skabies setelah dilakukan pemeriksaan
lanjutan baik kerokan kulit dan atau pemeriksaan plaster perekat. Sebanyak 12
kasus lainnya dinyatakan negatif dikarenakan tidak ditemui adanya telur kutu
pada pemeriksaan lanjutan.
Ekskoriasi merupakan temuan yang paling sering pada dermoskopi dengan
angka 90% (90 kasus). Meskipun begitu, belum pasti suatu skabies. Bentuk
segitiga ditemui pada sebanyak 16 kasus (16%) dan lesi terowongan ditemui pada
sebanyak 9 kasus (9%). Kedua-duanya merupakan sugestif skabies.
Mikrovesikulasi ditemui hanya pada sebanyak 5% kasus. Sensitivitas metode uji
perekat lebih tinggi dibandingkan dengan metode dermoskopi dan kerokan kulit.
Sedangkan spesifisitas serta PPV untuk kedua tes, kerokan kulit dan uji perekat,
sama-sama mencapai 100%. Sensitivitas uji kerokan kulit dengan dermoskopi
terbilang sama. Dapat dilihat pada tabel berikut.
Metode Dermoskopi Uji Plaster Uji Kerokan
Diagnostik Perekat Kulit
Sensitifitas 43,47% 69,56% 43,47%
Spesifisitas 84,41% 100% 100%
NPV 83,33% 91,66% 85,55%
PPV 45,45% 100% 100%

22
Dermoskopi: dua gambar pertama menunjukkan Triangle sign dan gambar
terakhir menunjukkan lesi terowongan di area penis.

Kerokan kulit: gambar pertama menunjukkan kutu dewasa dengan lensa


perbesaran yang rendah, gambar kedua setelah lensa diperbesar. Gambar ketiga
badan kutu pada Penyakit Vagabond

Uji Perekat: gambar pertama menunjukkan kutu dewasa dengan lensa perbesaran
40x. Gambar kedua dengan lensa high power magnification.

23
Pembahasan
Penentuan diagnosis skabies terbilang penting. Lebih dari 300 kasus skabies
dilaporkan setiap tahunnya di seluruh dunia dengan angka kejadian yang lebih
tinggi di negara negara berkembang.
Pada negara dengan status sosioekonomik yang rendah, identifikasi skabies
secara klinis merupakan modalitas utama penegakan diagnosis penyakit ini.
Kriteria klinis yang telah diketahui bersama cenderung bias dikarenakan terdapat
beberapa penyakit infeksi maupun non infeksi yang gejala dan tandanya
menyerupai penyakit skabies. Diagnosis definitif ditentukan hanya melalui
identifikasi kutu dan atau telur kutu melalui pemeriksaan in vivo menggunakan
mikroskop.
Terlepas dari pemeriksaan ex vivo, identifikasi dapat dilakukan
menggunakan teknik non invasif yang disebut dengan mikroskopi epiluminens.
Bagian depan tubuh kutu dapat tervisualisasi dengan jelas melalui metode ini.
Meskipun untuk memastikan suatu penyakit merupakan skabies atau bukan harus
melalui identifikasi kutu dan atau telurnya, ketiadaan kutu dan atau telurnya pada
pemeriksaan tidak serta merta menyingkirkan kecurigaan terhadap skabies.
Banyak kasus skabies tanpa ditemui kutu seringkali salah didiagnosa sebagai
dermatitis biasa.
Hanya sebanyak 23 kasus (23%) dinyatakan definit skabies setelah ditemui
adanya kutu atau telurnya dan jika dibandingkan dengan studi sebelumnya angka
ini terbilang rendah, lihat tabel 4. Meskipun begitu, hasil studi kami sejalan
dengan hasil studi yang dilakukan oleh Palicka dkk yang menunjukkan hanya
18% dari 151 sampel mengalami scabies melalui pemeriksaan uji kerokan kulit.
Sebanyak 77% lainnya bukan skabies dan 1 sampel merupakan pengidap penyakit
Vagabond.

24
Kerok Uji Dermoskopi Pasien Terdiagnosis Interpretasi
an Plaster Skabies
Kulit Perekat

Positif Positif Positif 1 Ya TP kerokan/TP Perekat/TP


dermoskopi
Positif Positif Negatif 2 Ya TP kerokan/TP Perekat/FN
dermoskopi
Positif Negatif Positif 4 Ya TP kerokan/FN Perekat/TP
dermoskopi
Positif Negatif Negatif 3 Ya TP kerokan/FN Perekat/FN
dermoskopi
Negatif Positif Positif 5 Ya FN kerokan/TP Perekat/TP
dermoskopi
Negatif Positif Negatif 8 Ya FN kerokan/TP Perekat/FN
dermoskopi
Negatif Negatif Positif 12 Tidak TN kerokan/TN Perekat/FP
dermoskopi
Negatif Negatif Negatif 65 tidak TN kerokan/TN Perekat/TN
dermoskopi

Uji plaster perekat paling sensitif dibandingkan uji lainnya. Angka


sensitivitas mencapai 69,6% dan angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan
angka yang didapat pada studi Walter dkk, yaitu 68%. Uji plaster perekat ini
menghasilkan sampel yang merupakan kumpulan stratum korneum dan epidermis
disertai dengan kutu yang menempel diatasnya.
Angka sensitivitas uji plaster lebih tinggi dibandingkan dengan uji kerokan
kulit dan uji sensitivitas dalam satu dekade ini telah menjadi pilihan dalam
penegakan diagnosis penyakit skabies. Temuan ini juga sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Walter dkk dengan angka sensitivitas uji kerokan
kulit mencapai 46%. Hal ini dapat terjadi karena pada uji kerokan kulit, sampel
yang dimbil lebih banyak mengandung debris dibanding dengan sampel yang
diambil dari uji plaster perekat sehingga dapat mempengaruhi hasil pengamatan di
bawah mikroskop.
Sensitivitas dermoskopi pada studi kami sangat lah rendah yaitu 43,5% jika
dibandingkan dengan studi Walter dkk dengan angka 83% dan Dupuy dkk dengan
angka mencapai 91%. Hal ini mungkin terjadi karena jenis pigmen pasien kami
yang berbeda dengan jenis pigmen pasien dari kedua studi sebelumnya sehingga
menurunkan sensitivitas dari uji dermoskopi. Pigmen gelap dari kulit

25
mempengaruhi visualisasi delta wing sign yang berkaitan dengan bagian anterior
dari kutu hitam kecokelatan. Kemudian, kotoran, artefak pada kaca objek, krusta
kecil, atau bahkan titik perdarahan mikro dapat mempengaruhi penilaian sehingga
berakibat pada kesalahan diagnosis.
Angka spesifisitas dermoskop terbilang sangat tinggi jika dibandingkan
dengan studi Walter dkk. Meskipun begitu, hasil studi kami tidak jauh berbeda
dengan temuan dari studi yang dilakukan oleh Dupuy dkk. Tingginya angka
spesifisitas dermoskopi dalam menegakkan diagnosis skabies semata mata bukan
karena hasil pengamatan dari uji dermoskopi melainkan karena sedikitnya kasus
yang dinyatakan definit skabies melalui pemeriksaan ini.

Variabel Referensi Studi


Studi Kami Walter dkk Dupuy dkk
Sensitivitas 43,5% 83,0% 91,0%
Spesifisitas 84,4% 46,0% 86,0%

Uji plaster perekat dan kerokan kulit memiliki angka spesifisitas yang tinggi
namun rendahnya angka sensitivitas kedua metode tersebut tidak serta merta dapat
menyingkirkan diagnosis skabies. Aspek terpenting yang dipertimbangkan
sebagai kekurangan metode dermoskopi adalah keharusan ahli kulit dalam
mengambil kursus atau pelatihan agar dapat membedakan yang mana artefak dan
yang mana telur atau kutu itu sendiri pada saat pengamatan. Berdasarkan hasil
penelitian kami, sensitifitas dan spesifisitas metode diagnostik skabies masih jauh
dari harapan. Kami menyarankan untuk dilakukan studi mengenai uji
dermoscopy-guided tape terhadap penegakan diagnosis skabies.

26
Kritisi Jurnal

Perbandingan Akurasi Diagnostik antara Uji Kerokan Kulit, Uji


Plaster Perekat, dan Dermoskopi pada Penegakan Diagnosis
Penyakit Skabies

No Petunjuk Komentar

1. Apakah terdapat ketersamaran Setiap uji diagnosa dalam penelitian ini


dengan baku emas (gold dibandingkan dengan baku emas (gold
standart) ? standart) menggunakan tabel 2 x 2.
Nilai sensitivitas, spesifisitas, Positive
 Ya Predictive Value, Negative Predictive
Value, akurasi dan prevalensi uji
dermoskopi berturut-turut adalah
43,47%, 84,41%, 45,45%, 83,33%,
75% dan 23%, uji plaster perekat
adalah 69,56%, 100%, 100%, 91,66%,
93% dan 23%, uji kerokan kulit adalah
43,47%, 100%, 100%, 85,55%, 87%
dan 23%. Uji diagnosa yang memiliki
nilai sensitivitas, spesifisitas, Positive
Predictive Value, Negative Predictive
Value dan akurasi tertinggi adalah uji
plaster perekat.

2. Apakah sampel subyek Untuk menegakkan diagnosis, klinisi


penelitian meliputi spektrum harus menemukan setidaknya 2 dari
penyakit dari yang ringan kriteria ini; gatal malam hari, lesi
sampai berat, penyakit yang menetap selama > 2 minggu, satu
terobati dan tidak terobati? anggota keluarga mengalami keluhan
dan lesi yang sama.
 Ya
Skor derajat keparahan di
kalkulasi dengan menjumlahkan
intensitas gatal (0-4 poin), adanya
infeksi sekunder (0-2 poin), dan jumlah
area yang mengalami lesi (1-3 area = 1
poin, 4-6 area = 2 poin, 7-9 area = 3
poin, dan >10 area = 4 poin). Skor
derajat keparahan dapat berkisar antara

27
0-10 poin.

3. Apakah lokasi penelitian Lokasi pada penelitian ini tidak


disebutkan dengan jelas ? disebutkan dengan jelas.

 Tidak

4. Apakah presisi uji diagnosis Setiap uji diagnosa pada penelitian ini
dan variasi pengamat dijelaskan dideskripsikan dengan jelas. Sebanyak
? 3 ahli kulit dilibatkan untuk melakukan
masing-masing pemeriksaan diagnostik.
 Ya Semua pasien menjalani ketiga macam
pemeriksaan tersebut dan ahli kulit
tidak mengetahui hasil pemeriksaan
lainnya yang tidak mereka lakukan
(blinded) sehingga diharapkan dapat
menghindari efek bias.

5. Apakah istilah “normal” Pada penelitian ini tidak dijelaskan


dijelaskan ? istilah “normal”.

 Tidak

6. Apabila uji diagnosa yang Uji diagnosa yang diteliti bukan


diteliti merupakan bagian dari merupakan bagian dari suatu kelompok
suatu kelompok uji diagnosa, uji diagnosa.
apakah konstribusinya pada
kelompok uji diagnosa tersebut
dijelaskan ?

 Tidak

7. Apakah cara dan teknik Cara dan teknik untuk melakukan uji
melakukan uji diagnosa yang diagnosa yang sedang diteliti dijelaskan
sedang diteliti dijelaskan, dengan jelas. Kriteria diagnostik
sehingga dapat direplikasi ? penyakit ini adalah jika ditemui adanya
struktur berbentuk segitiga disertai
 Ya dengan terowongan disekitarnya
malalui pemeriksaan dermoskopi,
ditemukan telur atau tungau di bawah
mikroskop melalui pemeriksaan plaster
perekat dan kerokan kulit

8. Apakah kegunaan uji diagnosa Setiap uji diagnosa dalam penelitian ini
yang sedang diteliti berguna untuk menegakkan diagnosis

28
disebutkan ? skabies. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan akurasi diagnostik
 Ya antara uji kerokan kulit, uji plaster
perekat, dan dermoskopi

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil kritisi jurnal didapatkan 5 jawaban “ya” dan 3 jawaban “tidak”
dari 8 pertanyaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul
Perbandingan Akurasi Diagnostik antara Uji Kerokan Kulit, Uji Plaster
Perekat, dan Dermoskopi pada Penegakan Diagnosis Penyakit Skabies” ini
layak dibaca dan diadaptasikan sebagai penelitian lanjutan di RSUDZA.

29

Anda mungkin juga menyukai