Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KISTA ENDOMETRIOSIS

Penyusun:
Vanessa Wiriantono 194120022
Anna Maria Felicitas Burah 194120017

Pembimbing
dr. Achmadi, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRIK DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus dengan judul “Kista
Endometriosis” pada Stase Obsgyn di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Tugas laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di
Stase Obstetri dan Gynecologi sehingga dapat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Dokter
Muda di Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya. Selain itu, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya

2 Direktur RSUD Ibnu Sina Gresik, atas kesempatan yang diberikan sehingga
penulis dapat menimba ilmu di rumah sakit ini.

3 dr. Yuliana Arisanti, Sp.OG selaku Kepala Bagian Stase Obstetri dan
Gynecologi

4 dr. Achmadi, Sp. OG selaku dokter pembimbing stase ilmu Obstetri dan
Gynecologi di RSUD Ibnu Sina Gresik.

Penulis menyadari atas keterbatasan dalam menyusun tugas laporan kasus ini,
oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima semua kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas laporan kasus ini.

Gresik, 24 Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................v
BAB I.........................................................................................................................6
PENDAHULUAN.....................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................9
LAPORAN KASUS..................................................................................................9
2.1 Identitas...............................................................................................................9
2.2 Anamnesis...........................................................................................................9
2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................10
2.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................................12
2.5 Diagnosis.........................................................................................................14
2.6 Planning..........................................................................................................14
2.7 Komplikasi.....................................................................................................15
2.8 Follow Up Pasien...........................................................................................15
BAB III....................................................................................................................17
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................17
3.1 Definisi Kista Endometriosis........................................................................17
3.2 Epidemiologi...................................................................................................17
3.3 Etiologi............................................................................................................17
3.4 Klasifikasi Derajat dan Lokasi Lesi Endometriosis...................................18
3.4.1 Klasifikasi berdasarkan ASRM...................................................................18
3.4.2 Klasifikasi berdasarkan letaknya...............................................................19
3.5 Tanda dan Gejala Klinis...............................................................................20
3.6 Patofisiologi....................................................................................................21
3.7 Diagnosis.........................................................................................................24
3.8 Penatalaksanaan............................................................................................27
3.9 Prognosis.........................................................................................................30
BAB IV....................................................................................................................31
PEMBAHASAN.....................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)...........................................11
Tabel 2. Followup Pasien.....................................................................................13

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kista Endometriosis...........................................................................12
Gambar 2. Klasifikasi endometrioma.................................................................. 17
Gambar 3. Sonogram transvaginal menunjukkan endometrioma ovarian............23
Gambar 4. Alur Penatalaksanaan......................................................................... 25

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

Kista endometriosis atau endometrioma adalah suatu tumor dengan


permukaan licin yang pada dinding dalamnya terdapat suatu lapisan sel-sel
endometrium dan yang berisi cairan coklat yang terdiri dari sel-sel endometriosis,
eritrosit, hemosiderin, serta sel-sel makrofag yang berisi hemosiderin sehingga
sering juga disebut kista coklat. 1,2

Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung


atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek
ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan
endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-
organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-
nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian
dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista
endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat
penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran
kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur.
Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan
perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.3

Tampilannya yang khas secara ultrasonografi dan tampilan makroskopik


saat operasi sering kali begitu khas sehingga klinisi sering menjadi sangat yakin
akan diagnosis kista endometriosis ini. Padahal kista coklat ovarium dalam
terminologi histopatologi bukanlah semata hanya kista endometriosis. Kita masih
mengenal jenis - jenis kista coklat lainnya seperti kista lutein berdarah dan kista
hemoragis lainnya. 1,2

6
Tampilan mikroskopik histopatologi kista coklat ini sebenarnya cukup
khas untuk bisa menegakkan jenis dari kista coklat tersebut. Seperti contoh, untuk
menegakkan diagnosis kista endometriosis atau endometrioma, diperlukan kriteria
identifikasi kelenjar dan stroma endometrium ektopik di dalam ovarium. Namun
sering sekali terjadi, dalam sebuah specimen histopatologi, gambaran kelenjar
maupun stroma endometriosis tidaklah begitu spesifik. Begitu juga halnya dengan
jenis kista ovarium hemoragis lainnya yang memberikan gambaran yang mirip
dengan endometrioma. Pemeriksaan histopatologi rutin konvensional ini sering
memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Karena terapi dari kondisi di
atas sangat berbeda, maka penting sekali untuk dapat mengkonfirmasi diagnosis
endometriosis sehingga diperlukan metode yang lebih baik dan objektif dalam
penegakan diagnosis endometriosis. 4

Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai


40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara
perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis
berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.5
Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk
menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-
40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah
mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah
pengobatan berkisar 30%.6

Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif


tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit
tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis
hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi
merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan
operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan
sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita
endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk
mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.6

7
Tampilannya yang khas secara ultrasonografi dan tampilan makroskopik
saat operasi sering kali begitu khas sehingga klinisi sering menjadi sangat yakin
akan diagnosis kista endometriosis ini. Padahal kista coklat ovarium dalam
terminologi histopatologi bukanlah semata hanya kista endometriosis. Kita masih
mengenal jenis - jenis kista coklat lainnya seperti kista lutein berdarah dan kista
hemoragis lainnya. 1,2

Tampilan mikroskopik histopatologi kista coklat ini sebenarnya cukup


khas untuk bisa menegakkan jenis dari kista coklat tersebut. Seperti contoh, untuk
menegakkan diagnosis kista endometriosis atau endometrioma, diperlukan kriteria
identifikasi kelenjar dan stroma endometrium ektopik di dalam ovarium. Namun
sering sekali terjadi, dalam sebuah specimen histopatologi, gambaran kelenjar
maupun stroma endometriosis tidaklah begitu spesifik. Begitu juga halnya dengan
jenis kista ovarium hemoragis lainnya yang memberikan gambaran yang mirip
dengan endometrioma. Pemeriksaan histopatologi rutin konvensional ini sering
memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Karena terapi dari kondisi di
atas sangat berbeda, maka penting sekali untuk dapat mengkonfirmasi diagnosis
endometriosis sehinggadiperlukan metode yang lebih baik dan objektif dalam
penegakan diagnosis endometriosis.4

Oleh karena kejadiannya yang terus meningkat, maka diperlukan


pengetahuan tentang endometriosis, sehingga dapat dideteksi secara dini agar
dapat ditatalaksana dengan tepat dan memperbaiki prognosis serta menghindarkan
komplikasinya.7

8
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas

No RM : 076981
Nama : Ny. E O
Tanggal lahir : 04 Oktober 1985 (36 tahun)
Alamat : Perum Griya Peganden 66/5 RT 8/5, Peganden, Manyar,
Gresik
Agama : Katolik
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SMA
Tanggal periksa : 14 Juni 2022

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Muncul benjolan di perut bagian bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengatakan bahwa benjolan tersebut muncul sejak kurang lebih 4
bulan yang lalu. Benjolan tersebut awalnya dirasakan sebesar telur ayam semakin
membesar sehingga pasien melakukan pemeriksaan ke Poliklinik Kandungan RS
Ibnu Sina Gresik pada tanggal 07 Juni 2022. Selain itu pasien juga merasakan
nyeri hebat terutama saat pasien menstruasi. Nyeri dirasakan menembus ke
punggung bagian bawah dan menjalar sampai ke kaki. Pasien juga mengatakan
bahwa menstruasi teratur setiap bulan selama 7 hari dan jumlahnya banyak dari
hari 1 sampai hari ke 5. Riwayat keluhan lain seperti nyeri paska senggama, mual,
muntah, riwayat perdarahan diluar siklus menstruasi disangkal oleh pasien. Pasien
mengatakan bahwa sudah melakukan pemeriksaan USG pada tanggal 07 Juni
2022 di RS Ibnu Sina Gresik dan didapatkan hasil kista endometriosis berukuran
12 x 11 cm. Dari hasil tersebut pasien dianjurkan untuk operasi.

9
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan bahwa 6 tahun yang lalu saat pasien melakukan program
hamil, pasien melakukan pemeriksaan USG dan terdapat kista berukuran 5 cm
tetapi pasien mengatakan tidak ada keluhan sehingga pasien tidak mau dioperasi.
Riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, Penyakit Paru, Alergi obat
dan makanan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penggunaan KB :
Pasien menggunakan KB Suntik 3 bulan selama 3 tahun dan menggunakan pil
selama 1 tahun. Pasien berhenti menggunakan KB pada 6 tahun yang lalu saat
pasien hendak melakukan program hamil.

Riwayat Menstruasi :
Pasien menstruasi pertama kali saat berusia 10 tahun. HPHT pada tanggal 04
Juni 2022.

Riwayat Perkawinanm Kehamilan dan Persalinan :


Pasien menikah pada usia 25 tahun dan lama menikah 11 tahun. Pasien
memiliki 1 orang anak, berusia 11 tahun dan lahir secara SC di RS Muhammadiyah
Gresik dengan berat lahir 2520 gr. KB yang digunakan adalah KB Suntik 3 bulan.
Riwayat penyakit selama kehamilan dan riwayat keguguran disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), Riw. Sakit ginjal (-), Riw. Sakit jantung
(-), Alergi Obat (-), Alergi Makanan (-).

Riwayat Sosial :
Pasien bekerja sebagai pegawai swasta.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
10
GCS : E4 V5 M6
Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 139/86 mmHg
b. Nadi : 86 x/menit
c. RR : 20 x/ menit
d. Suhu : 36,9 oC
Kepala Leher:
a. Rambut : Normal
b. Mata : Anemis (-/-), Ikterus (-/-)
c. Telinga : Sekret (-)
d. Hidung : Sekret (-) Pernafasan cuping hidung (-)
e. Mulut : Cyanosis (-) Stomatitis (-)
f. Tenggorokan : Hiperemi (-)
g. Leher : Pembesaran KGB (-) Deviasi trakea (-)
Dinding dada : Simetris, Retraksi (-)
Jantung : S1/S2 TR, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Rhonci (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :

Inspeksi : Skar (-), dilatasi vena (-), striae (-), distensi (-), terdapat
benjolan (+).

Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal

Palpasi : Teraba benjolan cystic pada regio umbilicus sampai


regio hypogastric, imobile, nyeri tekan dan permukaan rata. Hepar dan
lien tidak teraba perbesaran, Bising usus (+), Distensi (-).
Ektremitas Atas : Akral kering hangat merah (+/+), Oedema (-/-), CRT < 2
detik
Ektremitas Bawah : Akral kering hangat merah (+/+), Oedema (-/-), CRT < 2
detik

11
Neurologis : GCS 456

Pemeriksaan Obstetri : Tidak dilakukan


HPHT : 04 Juni 2022
VT/RT : Tidak dievaluasi
Pemeriksaan Inspeculo : Tidak dievaluasi

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Laboratorium 07 Juni 2022 HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN

CA 125 13.09 < 35 u/mL

Laboratorium 11 Juni 2022 HASIL NILAI NORMAL


PEMERIKSAAN

PT 12.7 INR 1.07 11 – 15 detik INR 1,0 –


1,4

APTT 25.3 25 – 35 detik

Gula Darah Acak 101 < 200 mg/dL

BUN 6.0 8 – 18 mg/dL

Serum Creatinine 0.74 0.45 – 0.75 mg/dL

SGOT 17.0 0 – 35 U/L

SGPT 14.8 0 – 35 U/L

HIV Non Reaktif Non Reaktif

Laboratorium 14 Juni 2022 HASIL NILAI NORMAL


PEMERIKSAAN
Hemoglobin 11.2 13,2 g% - 17,3 g%
HBsAg Negatif Negatif

12
- Foto Thoraks
- Cor : Besar dan bentuk normal
- Pulmo : Tak tampak lesi aktif atau lama
- Sinus costophrenicus bilateral normal
- Tulang-tulang baik
- Soft tissue normal
Kesimpulan : Foto thorax normal

- Pemeriksaan USG

Gambar 1. Kista Endometriosis


Keterangan :
- Tampak gamabaran Hyperechoic kesan Kista Endometriosis dengan ukuran 12 x
11 cm
- Pemeriksaan Biopsi
- Bahan : Uterus, Adnexa Dexta dan Sinistra - SVH BSO

- Makroskopis :

• Diterima 1 potong jaringan SVH BSO sbb :

- Uterus ukuran 8x6x4 cm, tebal dinding 2 cm, tampak Myoma


diameter 0,6 cm

13
- Adnexa Dextra dengan Tuba dan Ovarium saling melekat. Pada
irisan tampak lumen Tuba diameter 1,5 cm, Ovarium berupa Kista
ukuran 11x10x5 cm, permukaan dalam halus berwarna coklat

- Adnexa Sinistra dengan panjang Tuba 5 cm, diameter 1,5 cm.


Ovarium ukuran 5x5x3 cm, pada irisan berupa Kista, permukaan
dalam halus berwarna coklat.

- Mikroskopis :

• Potongan jaringan menunjukan potongan jaringan yang terdiri dari


sbb :

- Endometrium kelenjar fase proliferasi

- Myometrium tampak proliferasi sel-sel otot polos dengan inti


spindle, monoton, kromatin halus yang tersusun dalam fasikel-
fasikel pendek membentuk whorl. Tidak didapatkan mitosis

- Adnexa Dextra dan Sinistra dengan dinding Tuba tampak sembab.


Pada Ovarium tampak sebaran hemosiderofag disertai area
perdarahan

- Kesimpulan :

• Uterus, Adnexa Dextra dan Sinistra - SVH BSO :

- Kista Endometriosis Ovarii Bilateral

- Leiomyoma Uteri Intramural

2.5 Diagnosis
Diagnosis utama : Kista Endometriosis

Differential diagnosis : Kista Dermoid


2.6 Planning

P. Diagnostik : - Penanda Tumor

- Fungsi Ginjal

- Fungsi Hati

14
- Faal Homeostasis

- Imunologi : HIV, HBsAg

P.Tindakan : - MRS

- Pro Histerektomi

- Biopsi jaringan

2.7 Komplikasi
- Infertilitas
- Adhesi jaringan endometriosis

2.8 Follow Up Pasien

Tabel 2. Follow Up Pasien

Hari dan Tanggal SOAP

Rabu, 15/06/2022 S: P:
Pukul 07.00 WIB Pasien mengatakan nyeri di luka Rencana Terapi
bekas operasi. Riwayat perdarahan a. Inf. RL : D5 =
dari jalan lahir disangkal oleh 2:1
pasien. b. Inj Asam
O: Traneksamat 3
Ku: baik x 500 mg
Tensi:142/92 mmHg c. Inj Ketorolac 3
Suhu: 36,5°C x1
N: 89 x/menit, d. Inj.
RR: 20 x/menit Paracetamol 4
Kepala/Leher : x 1000 mg
Anemi-, ikterus-, sianosis-, dispnu- Rencana Monitoring
Thorax: Simetris,S1S2 TR a. Observasi
Ves+/+, rh-/- wh-/- Keadaan umum
Ekstremitas : Dalam batas normal b. Observasi TTV
A: Post SVH + BSO c. Cek Hb

15
Kamis, 16/06/2022
S: P:
Pukul 06.30 WIB
Pasien mengatakan masih terasa Rencana Terapi
nyeri di luka bekas operasi tetapi e. Inf. RL : D5 =
sudah berkurang. 2:1
O: f. Inj Asam
Ku: Baik Traneksamat
Tensi:130/78 mmHg distop
Suhu: 36,8°C g. Inj Ketorolac 3
N: 80 x/menit, x1
RR: 21 x/menit h. Inj.
Kepala/Leher : Paracetamol 4
Anemi-, ikterus-, sianosis-, dispnu- x 1000 mg
Thorax: Simetris,S1S2 TR Rencana Monitoring
Ves+/+, rh-/- wh-/- d. Observasi
Ekstremitas : Dalam batas normal Keadaan umum
A: Post SVH + BSO e. Observasi TTV
f. Hb : 11,0

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kista Endometriosis

Endometriosis adalah adanya jaringan ikat endometrium yang masih berfungsi


di luar kavum uteri yang bersifat jinak serta dapat menyebar ke organ dan jaringan
sekitarnya. Di dalam miometrium disebut endometriosis interna atau adenomiosis dan
jika diluar disebut endometriosis eksterna atau endometriosis sejati. Endometriosis
eksterna ini dapat dijumpai di organ-organ genitalia interna, vesika urinaria, usus,
peritoneum, paru, umbilikus, dan bahkan mata, ginjal serta otak.1,5,6
Kista endometriosis atau endometrioma adalah suatu tumor dengan permukaan
licin yang pada dinding dalamnya terdapat suatu lapisan sel-sel endometrium dan yang
berisi cairan coklat yang terdiri dari sel-sel endometriosis, eritrosit, hemosiderin, serta
sel-sel makrofag yang berisi hemosiderin sehingga sering juga disebut kista coklat.5,6

Endometriosis ovarium adalah akibat adanya endometriosis pada ovarium akan


terbentuk kista coklat1

3.2 Epidemiologi

Kista coklat ovarium dilaporkan terjadi antara 8-18% dari wanita pre-menopaue
maupun post-menopause. Kejadian endometrioma paling sering ditemukan pada wanita
usia reproduktif yaitu 10-20%. Endometrioma paling sering tejadi pada wanita dengan
usia diatas 30 tahun.2

3.3 Etiologi
Hingga saat ini penyebab endometriosis belum diketahui secara pasti, oleh
karena belum ada satupun teori yang sempurna dan dapat menerangkan penyebab
terjadinya endometriosis,
Ada beberapa teori yang diutarakan oleh beberapa ahli mengenai penyebab
endometriosis yaitu:3
17
• Endometriosis mungkin disebabkan oleh faktor keturunan, atau beberapa
anggota keluarga mempunyai sifat yang membuat mereka terlihat seperti endometriosis.
• Tumbuhnya jaringan endometrium dibagian tubuh yang lain selain uterus
melalui sistem peredaran darah atau sistem limfa.
• Endometriosis dapat disebabkan adanya ganguan pada sistem imunitas,
endometriosis juga dapat menjadi kanker ovarium.
• Hormon estrogen dapat menjadi pemicu pertumbuhan endometriosis. Beberapa
penelitian memandang hal ini sebagai penyakit sistem endokrin, sistem kelenjar,
hormon, dan sekresi lain dari tubuh.
• Jaringan endometrium juga dapat ditemukan pada bekas luka abdominal dan
mungkin ditemukan di tempat tersebut akibat kesalahan sewaktu pembedahan.
• Sejumlah kecil jaringan saat pembentukan embrio yang kemudian berubah
menjadi endometriosis.
• Penelitian terbaru menunjukan adanya hubungan antara paparan dioksin dan
endometriosis. Dioksin adalah senyawa yang bersifattoksik yang berasal dari pembuatan
pestisida dan pembakaran sampah plastik.3

3.4 Klasifikasi Derajat dan Lokasi Lesi Endometriosis


Sistem klasifikasi telah dikembangkan oleh American Society of
Reproduction Medicine (ASRM) untuk mengelompokkan endometriosis dan
perlengketan dikarenakan endometriosis. Klasifikasi ini seringkali digunakan oleh
ginekologis untuk mendokumentasikan adanya endometriosis dan perlengketan
yang terlihat saat operasi 4.
3.4.1 Klasifikasi berdasarkan ASRM
 Kelas 1 & 2 (endometriosis tingkat minimum sampai ringan ):
Endometiosis peritoneum superfisial. Memungkinkan adanya lesi
endometriosis kecil yang dalam. Tidak ada endometrioma. Pelekatan tipis
dan ringan, jika ada (gambar 3.1).5
 Kelas 3 & 4 (endometriosis tingkat sedang sampai berat):
Adanya endometriosis peritoneum superfisial, endometriosis yang sangat
invasif dengan perlengketan moderat sampai ekstensif di antara uterus dan
saluran pencernaan dan/atau kista endometrioma dengan perlengketan

18
moderat sampai ekstensif yang meliputi ovarium dan tuba

Gambar 2. Klasifikasi endometrioma 4

3.4.2 Klasifikasi berdasarkan letaknya


1. Endometriosis peritoneum superficial
Merupakan jenis endometriosis yang paling umum ditemukan. Lesi
endometriosis yang meliputi bagian peritoneum, yaitu selaput tipis yang
menyelubungi permukaan rongga panggul bagian dalam. Lesi biasanya
datar dan tidak dalam, serta tidak menyusup ke rongga di bagian bawah
peritoneum.10,11
2. Endometriosis kista ovarium (endometrioma atau kista coklat)
Endometriosis yang berkembang menjadi endometrioma pada
ovarium jarang dialami penderita endometriosis. Endometrioma
merupakan suatu kista yang dinding kistanya memiliki area
endometriosis. Kista terisi dengan darah yang sudah tua (darah lama).
Karena cairan dalam kista yang berwarna coklat maka disebut dengan
kista coklat. Kebanyakan wanita dengan kista endometrioma juga akan
memiliki endometriosis superfisial dan/atau endometriosis dalam yang
terletak di manapun dalam panggul. 10
3. Endometriosis susukan dalam (endometriosis yang menyusup dengan
dalam)

Lesi endometriosis pada kategori ini didefinisikan sebagai lesi dalam


19
ketika lesi telah menginvasi sedikitnya 5 mm di bawah permukaan
peritoneum. Karena peritoneum sangat tipis, lesi dalam selalu melibatkan
jaringan di bawah peritoneum (rongga rertroperitoneum). Ketiga jenis
endometriosis tersebut bisa saja muncul secara bersamaan (pasien dapat
memiliki lebih dari satu jenis endometriosis di panggulnya). 10

3.5 Tanda dan Gejala Klinis


Gejala klinis pada umumnya wanita dengan endometrioma tidak memiliki
gejala. Gejala pada umumnya terjadi karena menstruasi dan bertambah hebat
setiap tahunnya karena pembesaran daerah endometrioma. Gejala yang paling
sering terjadi adalah nyeri pelvik, dismenorea (nyeri ketika menstruasi),
dispareunia (nyeri ketika senggama), dan infertilitas (gangguan kesuburan, tidak
dapat memiliki anak). Pada wanita dengan endometrioma berat, sering didapatkan
dyschezia (nyeri saat buang air besar) 3,5 .

1. Nyeri pelvik
Nyeri panggul merupakan tanda utama endometrioma, dengan ciri khas nyeri
bersifat kronis dan berulang, timbul sebagai dismenorea didapat atau sekunder.
Nyeri biasanya terjadi 24 – 48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa saat
setelah timbul menstruasi. Namun rasa tidak nyaman dapat terjadi selama
seluruh interval menstruasi. Nyeri ditandai konstan, biasanya pada pelvis atau
punggung bawah (sakrum). Namun nyeri mungkin unilateral atau bilateral dan
dapat menyebar ke tungkai bawah atau selangkang. Jika dibandingkan dengan
dismenorea primer, nyeri pelvis lebih konstan dan jarang timbul dibagian garis
tenga tubuh. Gejala-gejala pelvis lainnya dalah kejang yang berat, rasa berat
pada panggul dan tekanan pada pelvis5 .
2. Dismenorea

Nyeri haid yang disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin dalam
rongga peritoneum, akibat perdarahan lokal pada sarang endometriosis dan oleh
adanya infilrasi endometriosis kedalam syaraf pada rongga panggul. Pada
penderita endometrioma sering terjadi dismenorea sekunder yaitu nyeri haid
yang dijumpai dengan adanya kelainan pada alat-alat genital yang nyata.

20
Dismenore sekunder sering

21
terjadi pada usia >30 tahun, dimana rasa nyeri semakin bertambah seiring
bertambahnya umur dan memburuk seiring dengan waktu 5 .
3. Dispareunia

Nyeri dapat bersifat tajam, seperti terbakar atau kram. Otot – otot panggul
cenderung menjadi kencang dan membuat rasa nyeri semakin bertambah.
Dispareunia diklasifikasikan menjadi primer (nyeri muncul dari saat mulai
bersenggama) dan sekunder (rasa tak nyaman bersenggama dirasakan
setelah dimulainya sensasi bebas- nyeri saat senggama), dengan
kategorisasi lebih lanjut: komplet/lengkap (selama semua episode) atau
situasional/ sesaat (hanya selama persetubuhan tertentu atau dengan
pasangan tertentu) 5 .
4. Infertilitas

Endometrioma didiagnosa hampir dua kali lebih sering pada wanita infertil
dibanding wanita fertil. Karena itu endometrioma harus dicurigai pada
setiap kasus infertil. Efek endometrioma pada fertilitas (kesuburan) terjadi
karena terjadinya gangguan pada lingkungan rahim sehingga perlekatan sel
telur yang sudah dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu5 .
5. Dyschezia
Keluhan sakit buang air besar terjadi bila endomteriosis sudah tumbuh
dalam dinding rekto sigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus
haid.5

3.6 Patofisiologi
Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti
penyebab terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli
mencoba menerangkan kejadian endometriosis, antara lain :8,9

1. Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)


Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis.10,11 Sudah
dibuktikan bahwa dalam darah haid ditemukan sel-sel endometrium
yang masih hidup. Sel-sel yang masih hidup ini kemudian dapat
mengadakan implantasi di pelvis. 11
Teori ini paling banyak
penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus
endometriosis di luar pelvis.

2. Teori metaplasia (Rober Meyer)


Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang
berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam
pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel
itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium.11 Secara
endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium, endometrium dan
peritoneum berasal dari epitel selom yang sama. 10
Teori Robert
Meyer akhir-akhir ini semakin banyak ditentang. Disamping itu masih
terbuka kemungkinan timbulnya endometroisis dengan jalan
penyebaran melalui darah atau limfe, dan dengan implantasi langsung
dari endometrium saat operasi. 11

3. Teori penyebaran secara limfogen (Halban)


Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium
menyebar melalui saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan
kemudian diangkut ke berbagai tempat pelvis dimana jaringan tersebut
tumbuh secara ektopik. Jaringan endometrium ditemukan dalam
limfatik pelvis pada sampai 20% dari penderita endometriosis. 12

4. Teori imunologik
Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah
suatu penyakit autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih
banyak pada perempuan, bersifat familiar, menimbulkan gejala
klinik, melibatkan multiorgan, dan menunjukkan aktivitas sel B-
poliklonal. Di samping itu telah dikemukakan bahwa danazol yang
semula dipakai untuk pengobatan endometriosis yang disangka
bekerja secara hormonal, sekarang ternyata telah dipakai untuk
mengobati penyakit autoimun atas dasar bahwa danazol menurunkan
tempat ikatan IgG pada monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas
fagositik.

5. Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)


Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis.10,11 Sudah
dibuktikan bahwa dalam darah haid ditemukan sel-sel endometrium
yang masih hidup. Sel-sel yang masih hidup ini kemudian dapat
mengadakan implantasi di pelvis.11 Teori ini paling banyak
penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus
endometriosis di luar pelvis. 10,11

6. Teori metaplasia (Rober Meyer)

Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel


yang berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di
dalam pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasi dari sel-
sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium.11 Secara
endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium, endometrium dan
peritoneum berasal dari epitel selom yang sama. 10
Teori Robert
Meyer akhir-akhir ini semakin banyak ditentang. Disamping itu masih
terbuka kemungkinan timbulnya endometroisis dengan jalan
penyebaran melalui darah atau limfe, dan dengan implantasi langsung
dari endometrium saat operasi. 11

7. Teori penyebaran secara limfogen (Halban)

Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium


menyebar melalui saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan
kemudian diangkut ke berbagai tempat pelvis dimana jaringan tersebut
tumbuh secara ektopik. Jaringan endometrium ditemukan dalam
limfatik pelvis pada sampai 20% dari penderita endometriosis. 12

8. Teori imunologik
Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah
suatu penyakit autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih
banyak pada perempuan, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik,
melibatkan multiorgan, dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal.
Di samping itu telah dikemukakan bahwa danazol yang semula
dipakai untuk pengobatan endometriosis yang disangka bekerja secara
hormonal, sekarang ternyata telah dipakai untuk mengobati penyakit
autoimun atas dasar bahwa danazol menurunkan tempat ikatan IgG
pada monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas fagositik. 10

3.7 Diagnosis
 Anamnesis
Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri
pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau perdarahan yang
tidak teratur. 10,11,12
 Pemeriksaan ginekologi
Pada pemeriksaan rektal ditemukan nodul-nodul di daerah kavum
douglas dan ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri. Kadang uterus
retrofleksi dan sulit digerakkan di parametrium, dapat juga teraba massa
kistik yang nyeri pada penekanan. 10,11,12

 Ultrasonografi

o Hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista


endometriosis) >1cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-
bintik endometriosis ataupun perlengketan

o Dengan USG transvaginal dapat melihat gambaran karakteristik


kista endometriosis dengan bentuk kistik dan adanya interval eko
di dalam kista. (ground grass appearance) 10
Gambar 3. Sonogram transvaginal menunjukkan endometrioma ovarian.

Terdapat kista dengan eko yang rendah dapat dilihat.

 Magnetic resonance imaging (MRI)


 Tidak menawarkan pemeriksaan lebih superior
dibandingkan dengan USG
 Dapat digunakan untuk melihat kista, masa
ekstraperitoneal, adanya invasi ke usus dan septum
rektovagina.12
 Laparoskopi
Laparoskopi tetap merupakan gold standard dalam menegakkan
diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat langsung
ke dalam rongga abdomen. Disini akan tampak lesi endometriosis yang
berwarna merah atau kebiruan dan berkapsul, juga terlihat lesi
endometriosis yang minimal. Pada endometriosis yang tumbuh di
ovarium dapat terbentuk kista yang disebut endometrioma. Biasanya
isinya berwarna coklat kehitaman sehingga juga diberi nama kista
cokelat. 10,11
 Pemeriksaan laboratorium
Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa
pasti endometriosis. Beberapa pasien mengalami lekositosis dan
peningkatan LED. Pada penderita endometriosis yang berat akan
ditemukan kadar CA-125 yang tinggi. Namun peningkatan kadar CA-
125 saja tidak dapat menegakkan diagnosa endometriosis. 10
 Uji fungsional GnRH-a
Ini merupakan cara pemeriksaan yang sederhana untuk
mengetahui adanya endometriosis. Apabila laparoskopi belum ada atau
tidak tersedia. Dimana dengan pemberian GnRH-a satu kali saja dan
gejala menghilang, maka dikatakan uji (+) dan dapat dianggap bahwa
wanita tersebut 70-80% kemungkinan menderita endometriosis.10
3.8 Penatalaksanaan

Gambar 4. Alur Penatalaksanaan.17

Bagan : Diagnostik dan penanganan untuk perempuan dengan presumsi atau telah
dibuktikan dengan endometriosis. COCs = combination oral contraceptives; GnRH =
gonadotropin-releasing hormone; IUI = intrauterine insemination; NSAIDs =
nonsteroidal anti-inflammatory drugs.13

Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan.


Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau
memperbaiki fertilitas.14

 Endometriosis dan subfertilitas


o Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan
transportasi ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan
subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam
menyebabkan subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan motilitas
tuba, follikulogenesis, dan fungsi korpus luteum. Aromatase dipercaya
dapat meningkatkan kadar prostaglandin E melalui peningkatan
ekspresi COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas
melalui peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla
sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.
o Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang
tidak terbukti meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang
sampai berat harus dioperasi.
o Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi
intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian
case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma
intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis. Lebih
jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan kejadian kehamilan
akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis tingkat 3 dan 4
dengan agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH).11
 Terapi interval
o Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan
pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi
berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau danazol
sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang asimtomastik dan
mengatasi fertilitas subsekuen. 12
o Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapat
meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.12

 Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak
ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau
pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus. 12
 Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan
analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi
nyeri dan durasinya. 12
o Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan
memperpanjang efek progestin.
o Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi
endometrium.
 Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.
 Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
 The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna
dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis.
o Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak
berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH
menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.
o Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating
hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah
steroidogenesis di korpus luteum. 12

Penanganan pembedahan pada endometriosis

Tujuannya untuk menangani efek endometriosis itu sendiri, yaitu nyeri


panggul, subfertilitas dan kista. Pembedahan juga untuk menghilangkan gejala,
meningkatkan kesuburan, menghilangkan bintik-bintik dan kista endometriosis
serta menahan laju kekambuhan.15

 Konservatif
o Untuk mengangkat semua sarang endometriosis dan melepaskan
perlengketan dan memperbaiki kembali struktur anatomi reproduksi
o Sarang endometriosis dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter, ataupun
laser
o Kista endometriosis <3cm di drainase dan di kauter dinding kista
o Kista endometriosis > 3cm dilakukan kistektomi dengan
meninggalkan jaringan ovarium yang sehat
o Dapat dilakukan secara laparatomi ataupun laparoskopi
o Laparaskopi menawarkan keuntungan lama rawatan yang pendek, nyeri
pasca operatif minimal, lebih sedikit perlengketan, visualisasi operatif
yang lebih baik terhadap bintik-bintiuk endometriosis.
o Menjadi pilihan pada perempuan masih muda, menginginkan
keturunan, memerlukan hormone reproduksi, mengingat endometriosis
ini merupakan suatu penyakit yang lambat progresif, tidak cenderung
ganas dan akan regresi bila menopause.15,16
 Radikal
o Dilakukan histerektomi dan bilateral salfingo-oovorektomi.
o Ditujukan kepada perempuan yang mengalami penanganan medis atau
bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi reproduksi
o Setelah pembedahan radikal diberikan terapi substitusi hormone.15,16

 Simtomatis
o Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral neuroctomy
atau LUNA (laser uterosacral nerve ablation). 16

3.9 Prognosis
Meskipun endometrioma biasanya merupakan kista yang jinak, ada
tingkat transformasi maligna 1%. Tumor endometrioid ovarium dan
adenokarsinoma sel jernih adalah pola histologis yang paling umum terlihat 10.
Mereka sebagian besar terlihat pada wanita> 40 tahun setelah beberapa tahun
latensi, dengan endometrioma lebih besar dari 9 cm. Transformasi ganas
jarang terjadi pada massa <6cm. 11,12
BAB IV

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan terdapat
benjolan pada perut bagian bawah sejak 4 bulan yang lalu dan terasa nyeri terutama
saat menstruasi. Nyeri dirasakan menembus ke punggung bagian belakang dan
menjalar ke kaki. Saat ini pasien juga merasakan nyeri terutama saat beraktivitas.
Pasien mengatakan awalnya benjolan sebesar telur ayam dan semakin membesar
sehingga pasien memutuskan untuk memeriksakan keluhan tersebut ke poliklinik
kandungan RS Ibnu Sina Gresik pada tanggal 07 Juni 2022. Pasien juga mengatakan
bahwa menstruasi setiap bulan teratur, durasi 7 hari dengan jumlah yang banyak
terutama pada hari 1 sampai hari ke 5. Riwayat perdarahan diluar siklus menstruasi
disangkal oleh pasien. Pasien hamil 1 kali dengan anak hidup berusia 11 tahun.
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama 3 tahun, KB Pil selama 1
tahun tetapi pasien berhenti menggunakan KB sejak 6 tahun yang lalu karena ingin
program hamil. Tetapi saat dilakukan pemeriksaan USG, didapatkan kista berukuran
5 cm tetapi pasien tidak memiliki keluhan sehingga tidak dilakukan tindak lanjut
terhadap kista tersebut.
Dari hasil pemeriksaan fisik “Head to Toe”, dilakukan pemeriksaan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Saat dilakukan pemeriksaan palpasi pada regio
abdomen teraba massa cystic yang immobile, permukaan rata dan didapatnya nyeri
tekan. Dari pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium, foto thoraks dalam batas
normal, dan dari pemeriksaan USG didapatkan gambaran hyperechoic kista
endometriosis. Sehingga pasien di diagnosa Kista Endometriosis dan direncanakan
untuk dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan faal homestasis, fungsi liver,
fungsi ginjal dan immunologi. Pasien direncakan dilakukan Histerektomi sehingga
pasien di rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA

1. Luthan D, Adenin I, Halim B. 2017. Buku Ajar Ilmu Kandungan. Edisi ketiga.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sharma S, Jones
J.Endometrioma.Available from https://radiopaedia.org/articles/endometrioma
2. Rahmawati D.S. 2016. Gambaran Karateristik dan Pencarian Pelayanan Kesehatan
pada Penderita Endometriosis di Klinik Fertilitas Graha Amerta RSUD
Dr.Soetomo Surabaya. Surabaya. Program Studi |Pendidikan Bidan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Available from :
http://repository.unair.ac.id/54826/.
3. Djuwantono T. 2015 Manejemen Endometriosis untuk Meningkatkan Kualitas
Hidup Wanita Penderita Endometriosis. Bandung : Departemen Obstetri dan
Ginekologi Universitas Padjajaran. Available
from :http://pustaka.unpad.ac.id/wp- content/uploads/2017/01/Manajemen-
Endometriosis-Untuk-Meningkatkan-Kualitas- Hidup-Wanita.pdf
4. Luisi S, Renner S.P, Santulli P. 2013. Endometrioma: from pathogenesis to
clinical management; 5(3): 91-99
5. Van Holsbeke C, Van Calster B, Guerriero S et-al. 2010. Endometriomas:
their ultrasound characteristics. Ultrasound Obstet Gynecol;35 (6): 730-40.

6. Daly S. 2018. Imaging in Endometrioma/Endometriosis. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/403435-overview
7. Baek I.K, Kim H.S. 2007. Imaging in Endometrioma/Endometrisosis. ; 37 :
725 – 732.
8. Umaria N, Olliff JF. 2001. Imaging features of pelvic endometriosis. Br J
Radiol.;74 (882): 556-62. Br J Radiol (full text) - Pubmed citation

9. Takeuchi M, Matsuzaki K, Uehara H et-al. 2006. Malignant transformation of


pelvic endometriosis: MR imaging findings and pathologic correlation.
Radiographics;26 (2): 407-17. doi:10.1148/rg.262055041 - Pubmed citation
10. Levine D, Brown DL, Andreotti RF et-al. 2010. Management of
asymptomatic ovarian and other adnexal cysts imaged at US: Society of
Radiologists in Ultrasound Consensus Conference Statement. Radiology;256
(3): 943-54. doi:10.1148/radiol.10100213 - Pubmed citation
11. Kobayashi H. 2009. Ovarian cancer in endometriosis: epidemiology, natural
history, and clinical diagnosis. Int. J. Clin. Oncol;14 (5): 378-82.
doi:10.1007/s10147-009- 0931-2 - Pubmed citation
12. D’ Hooghe TM, Hill JA. 2010. Endometriosis. In : Berek JS editor. Novak’s
Gynecology. 13th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 931-
59.
13. Potlog-Nahari C, Feldman AL, Stratton P, Koziol DE, Segars J, Merino MJ,
Nieman LK. 2004. CD10 immunohistochemical staining enhances the
histological detection of endometriosis. Fertility And Sterility. Elsevier
Inc, American Society for Reproductive Medicine; 82 (1) : 86-92.
14. Muzii L. MD, et al. 2000. Post Operatif Administration of Monophosit Combined
Oral Conotraceptives After Laparoscopy TC Treatment of Ovarian
Endometrioma S : A Pospectives, Randomized Trial. Am J Obstet Gynecol; 183 :
588 – 92.
15. Bumpers Harvey L, et al. 2002. Endometrioma of Abdominal Wall. Am I, Obstet
Gynecol; 187 : 1709 – 10.
16. Busacca M, et al. 1999 Recurrence of Ovarian Endometrioma After Laparoscopic
Excision, Am I Obstet Gynecol; 180 : 519 – 23.
17. Vercellini p, MD, et al. 2003.Coagulation of Excision of Ovarian Endometrioma.
Am I Obstet Gynecol; 188 : 606 – 10.

Anda mungkin juga menyukai