Laporan Kasus DM Hipoglikemia Welinda
Laporan Kasus DM Hipoglikemia Welinda
DM HIPOGLIKEMIA
HALAMAN JUDUL
Penulis :
Pembimbing :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“DM Hipoglikemia” pada Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di
Stase Ilmu Penyakit Dalam dalam menyelesaikan kepaniteraan Klinik Dokter
Muda di Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya.
Selain itu, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya
2. Direktur RSUD Ibnu Sina Gresik, atas kesempatan yang diberikan
sehingga penulis dapat menimba ilmu di rumah sakit ini.
3. dr. Irma Wesprimawati, Sp.PD selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit
Dalam di RSUD Ibnu Sina Gresik
ii
4. dr. Ike R. Widuri, Sp.PD selaku dokter pembimbing yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan
tugas referat ini dengan baik.
Penulis
Welinda Febrian
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................
BAB I................................................................................................................................
PENDAHULUAN............................................................................................................
1.2 Anamnesis.........................................................................................................
iii
1.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................................
BAB II...............................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................
2.1.1 Definisi...............................................................................................................
2.1.2 Epidemiologi......................................................................................................
2.1.3 Patofisiologi.......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..........................................................................................................
2.1.5 Diagnosis..........................................................................................................
2.1.6 Penatalaksanaan.............................................................................................
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................................
2.2 Hipoglikemia...................................................................................................
2.2.1 Definisi.............................................................................................................
2.2.2 Etiologi.............................................................................................................
2.2.4 Patofisiologi.....................................................................................................
2.2.6 Komplikasi.......................................................................................................
2.2.7 Komplikasi.......................................................................................................
2.2.8 Penatalaksanaan.............................................................................................
2.2.9 Pencegahan......................................................................................................
2.2.10 Prognosis..........................................................................................................
BAB III...........................................................................................................................
PEMBAHASAN.............................................................................................................
iv
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
No. RM : 557703
Tanggal Masuk RS : 13/09/2021
Tanggal Pemeriksaan : 17/09/2021
vii
1.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Tidak sadar
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien tidak sadar sejak kemarin
Jumat malam (12/06/2021), lalu sempat sadar hanya sesaat dan tidak
sadar lagi. Kemudian hari ini (13/09/2021) tidak sadar lagi, sehingga di
bawa ke rumah sakit. Diawali saat siang hingga sore tidak sadar,
kemudian malam sempat sadar dan mengeluh sesaat lalu tidak sadar
kembali. Sudah diberikan minum oleh keluarga namun tidak bisa
karena tidak sadar. Berdasarkan ingatan keluarga pasien, terakhir
pasien minum obat glibenclamide. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut dan pinggang sejak kemarin. Pasien juga terkadang mengalami
keringat dingin disertai mual muntah namun tidak banyak. BAB dan
BAK lancar seperti biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes kurang lebih sudah 10
tahun namun tidak rutin mengonsumsi obat antidiabet.
- Pasien juga pernah mengalami stroke ringan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :-
5. Riwayat Pengobatan : Glibenclamide
viii
Telinga : Sekret (-), cairan (-)
Hidung : Sekret (-), PCH (-), Dyspneu (-)
Mulut : Hiperemis (-), Cyanosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Dinding dada : Simetris (+), Retraksi (-)
Jantung : S1 S2 TR, Murmur (-), Gallop (-).
Paru – paru : Ves +/+, ronkhi +/+, Wheezing (-)
Abdomen
Dinding perut : Soefl, distensi (-)
Liver & Lien : Tidak teraba pembesaran
Usus : BU (+) Normal
Ekstremitas
AHKM (+), edema (-), CRT < 2dtk
Genital : Tidak di evaluasi
ix
K 7.1 3.3 4.1
Cl 109 105 100
HbsAg -
Anti HCV -
x
Pemeriksaan
Penunjang
19/06/2021 :
Leukosit : 16.200
GDA : 22
BUN : 80.1
SK : 6.78
K : 7.1
21/06/2021
GDA : 97
BUN : 75.3
SK : 6.78
K : 3.3
23/06/2021
GDA : 171
BUN : 36.9
SK : 6.01
K : 4.1
- Anemis (+) CKD Planning diagnostik :
- Prehipertensi UL, Albumin
- Hiperkalemia
- BUN ↑ Planning terapi :
- SK ↑ - Amlodipin 1x5mg
- Ca gluconas 1x1
- CaCO3 3x1
Planning edukasi :
- batasi asupan garam,
kalium
- batasi cairan
Planning monitoring :
xi
- elektrolit
- urine input & output
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
xii
diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah yang dapat mengakibatkan kerusakan diberbagai
sistem tubuh manusia.
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Patofisiologi
xiii
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran
cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) 12
.
Pada diabetes Tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan 13 meningkat dan terjadi diabetes tipe 2.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe
2, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe 2. Meskipun demikian, diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan
yang kabur8.
2.1.4 Klasifikasi
xiv
1. Diabetes Mellitus tipe 1
Hasil dari kehancuran sel beta pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi
insulin yang absolut atau tubuh tidak mampu menghasilkan insulin. Penyebab
dari diabetes mellitus ini belum diketahui secara pasti. Tanda dan gejala dari
diabetes mellitus tipe 1 ini adalah poliuria (kencing terus menerus dalam 9
jumlah banyak), polidipsia (rasa cepat haus), polifagia (rasa cepat lapar),
penurunan berat badan secara drastis, mengalami penurunan penglihatan dan
kelelahan.
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar
belakang terjadinya resistensi insulin atau ketidakefektifan penggunaan
insulin di dalam tubuh. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang
paling banyak dialami oleh seseorang di dunia dan paling sering disebabkan
oleh karena berat badan berlebih dan aktivitas fisik yang kurang. Tanda dan
gejala dari diabetes mellitus tipe 2 ini hampir sama dengan diabetes mellitus
tipe 1, tetapi diabetes mellitus tipe 2 dapat didiagnosis setelah beberapa tahun
keluhan dirasakan oleh pasien dan pada diabetes mellitus komplikasi dapat
terjadi. Diagnosis klinis diabetes mellitus umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita11.
3. Diabetes tipe spesifik lain
Diabetes tipe ini biasanya terjadi karena adanya gangguan genetik pada
fungsi sel beta, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas dan dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4. Gestational Diabetes
Diabetes tipe ini terjadinya peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia
selama kehamilan dengan nilai kadar glukosa darah normal tetapi dibawah
dari nilai diagnostik diabetes mellitus pada umumnya. Perempuan dengan
diabetes mellitus saat kehamilan sangat berisiko mengalami komplikasi
xv
selama kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes memiliki risiko tinggi
mengalami diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari. Gestational diabetes
lebih baik 10 didiagnosa dengan pemeriksaan saat prenatal karena lebih
akurat dibandingkan dengan keluhan langsung yang dirasakan klien12.
xvi
pertama dan gangguan toleransi
glukosa setelah terminasi
kehamilan
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan whole blood, darah vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembekuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti dibawah ini6.
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan ini dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur dan disfungsi ereksi (pada pria) serta pruritus vulva
(pada wanita).
xvii
yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa,
merupakan tahapan sementara menuju DM (pre diabetes). Kedua keadaan tersebut
juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular
dikemudian hari6.
2.1.6 Penatalaksanaan
xviii
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes.
- Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah.
- Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
- Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
xix
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:
1. Mengikuti pola makan sehat
2. Meningkatkan kegiatan jasmani
3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman, teratur
4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan
tepat
7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada1.
xx
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot
dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
5 DPP- IV Inhibitor
xxi
golongnan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga
GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu
merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon1.
Insulin
xxii
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
basal dikenal sebagai insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Bila
sasaran glukosa darah basal telah tercapai, namun A1C belum mencapai
target pengendalian glukosa darah prandial ,digunakan insulin kerja cepat
(rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Terapi insulin tunggal
atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu,
dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan
pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai
kebutuhan tubuh untik keperluan regulasi glukosa darah3.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
9. Yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
10. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
11. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
xxiii
2.1.7. Komplikasi
xxiv
insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama,
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama unuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal
ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang).
Hipoglikrmia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering
lebih lambat dan memerlukan pengawasan lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar,
banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori
atau glukosa 15-20 gram melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon
diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat. Untuk penyandang
diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
xxv
osmolaritas serum yang akhirnya menyebabkan dehidrasi berat, yang
mengurangi air intraseluler di semua jaringan termasuk otak4.
2.2 Hipoglikemia
2.2.1 Definisi
xxvi
Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan dimana kadar glukosa dalam
darah berada pada rentang 45-50 mg/dL. Sumber lain mendefinsikan hipoglikemia
sebagai keadaan kadar glukosa darah <60 mg/dL atau <80 mg/dL disertai dengan
gejala klinis11.
Khusus pada pasien dengan diabetes, American Diabetic Association
membuat klasifikasi dan definisi khusus untuk kondisi hipoglikemia, yang
didasarkan pada derajat keparahan tanda dan gejala pada pasien7.
2.2.2 Etiologi
xxvii
- Makan dalam jumlah sedikit dari yang disarankan
- Latihan yang berat tanpa adanya kompensasi karbohidrat
- Konsumsi obat diabetes secara berlebihan dan tidak terkontrol (contoh :
insulin, insulin secretagegous, dan meglitinides)
- Konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak
2.2.4 Klasifikasi
2.2.5 Patofisiologi
xxviii
dengan tingkat pemakaiannya dalam jaringan yang perubahannya terjadi sangat
cepat dan dinamis. Sumber glukosa umumnya berasal dari asupan makanan,
namun pada periode antara makan dengan puasa, gula darah dipertahankan
umumnya melalui mekanisme pemecahan gikogen dan glukoneogenesis.
Umumnya pada tiap orang, deposit glikogen dapat mencukupi kebutuhan untuk
mempertahankan kadar gula darah selama 8 jam sampai 12 jam, dan periode ini
dipersingkat jika kebutuhan glukosa meningkat karena aktifitas atau jika
penyimpanan glikogen berkurang karena lapar atau penyakit11.
Keseimbangan produksi glukosa dan pemakaiannya pada jaringan perifer
diatur oleh kerja hormon, sistem saraf, dan sinyal metabolik. Diantara kontrol
tersebut, insulin berperan secara dominan. Pada kondisi puasa, kadar insulin
ditekan, mengakibatkan peningkatan proses glukoneogenesis di hati dan ginjal
dan meningkatkan pembentukan glukosa melalui pemecahan glikogen di hati8.
xxix
kecil dalam pengaturan glukosa dalam kondisi fisiologis. Namun, hormon ini
berperan penting dalam kondisi hipoglikemia.
Jika kadar glukosa mencapai level hipoglikemia, maka tubuh akan
meresponnya melalui mekanisme hormonal. Glukagon adalah mekanisme pertama
dan terpenting dalam respon ini. Glukagon mengaktifkan mekanisme
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin juga berperan pada hipoglikemia
akut melalui mekanisme yang serupa. Jika hipoglikemia berkepanjangan, maka
GH dan kortisol akan mengurangi pemakaian glukosa dan membantu proses
produksinya.
Kadar glukosa pemicu mekanisme hormonal ini hampir sama pada orang
normal. Namun, kadar ini dapat dipengaruhi oleh kejadian metabolisme
sebelumnya. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan memiliki kadar
glukosa yang lebih tinggi dari normal untuk memicu mekanisme ini.
Hipoglikemia berulang pada pasien diabetes atau pasien dengan insulinoma
menyebabkan perubahan respon pada kadar glukosa yang rendah untuk memicu
mekanisme ini11.
xxx
Meskipun hipoglikemia dapat terjadi karena iatrogenik, terapi dengan agen
hipoglikemik dapat menimbulkan kejadian hipoglikemia. Selain itu, banyak obat
non-antidiabetik yang lazim digunakan dapat memicu hipoglikemia sebagai imbas
obat-obatan baik pada pasien non-diabetes. Selain itu, interaksi obat da efek
samping yang kumulatif juga dapat memicu hipoglikemia yang simptomatik
ataupun asimptomatik8.
xxxi
Pada pasien DM, penyebab utama terjadinya hipoglikemia karena
penggunaan obat yang tidak teratur. Contoh obat yang dapat mencetuskan
kejadian hipoglikemia seperti : Glibenclamide, dosis disarankan 2-3 kali/hari
dalam jumlah sedikit. Jika konsumsi obat tersebut dengan berlebihan dapat
menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Mekanisme kerja obat diabetes dengan
menurunkan kadar gula darah melalui perangsangan insulin yang merupakan
hormon yang dapat mengendalikan kadar gula darah sehingga gula darah dalam
kondisi normal/stabil2.
xxxii
2.2.6 Manifestasi klinis
Hipoglikemia tidak selalu menunjukkan gejala yang sama untuk setiap orang.
Berdasarkan beratnya gejala, hipoglikemi dibagi menjadi1 :
a. Hipoglikemia ringan (gejala ringan atau tidak ada gejala)
b. Hipoglikemia sedang (terdapat gejala tapi dapat diatasi sendiri oleh pasien)
c. Hipoglikemia berat (gejala yang timbul sangat beraat sehingga
membutuhkan bantuan orang lain untuk mengatasinya)
2.2.7 Komplikasi
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Mencari penyebab
xxxiii
Penyebab hipoglikemi pada umumnya reversibel, sesuai etiologinya. Oleh
karena itu, penting untuk menentukan etiologi dari hipohlikemi. Pada pasien
DM biasanya disebabkan karena penggunaan yang tidak sesuai antara asupan
dan dosis obat.
b. Koreksi hipoglikemia
2.2.9 Pencegahan
Pada pasien DM :
xxxiv
- Memberikan penjelasan kepada pasien bagaimana mereka mendapatkan
pengobatan (dosis dan waktu pemberian obat yang tepat).
- Perencanaan makan dengan cara mengatur pola makan dan gaya hidup1.
2.2.10 Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan waktu
onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik
(dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral
glucose (dubia et malam)2. Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak
memiliki prognosis yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka
panjang4.
xxxv
Diagnosis dari CKD dapat ditegakkan dari anamnesis, yaitu : paling sering
lemas/sesak/bengkak/mual muntah, dapat juga ada keluhan seperti anemia,
uremic frost (kering, rapuh, gatal, pucat), efusi pleura (sesak nafas), mual muntah,
nafsu makan hilang, dan juga dapat memiliki riwayat penyakit lain, seperti
diabetes melitus, hipertensi, keganasan, penyakit autoimun4,7. Sedangkan dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan konjungtiva anemis, edema/uremic frost/kuku
pucat pada ekstremitas, tekanan darah tinggi, frekuensi nafas meningkat, rhonki,
wheezing. Pemeriksaan penunjang yang dapat ditemukan pada pasien CKD , dari
laboratorium : penurunan hb (anemia), BUN dan SK meningkat, gula darah
meningkat, SE (kalium dan fosfat meningkat, kalsium menurun), BGA didapatkan
gambaran asidosis metabolik, pada pemeriksaan urin didapatkan proteinuria,
hipoalbumin, hiperkolesterolemia, hiperTG, peningkatan LDL, asam urat.
Sedangkan dari foto thorax bisa ditemukan gambaran efusi pleura, edema paru,
cardiomegali, dari EKG bisa didapatkan gambaran “Tall T”(jika terjadi
hiperkalemia), gambaran LVH (left ventricular hypertrophy)5,7.
Komplikasi yang dapat dialami pasien CKD adalah penyakit tulang dan
mineral, kardiovaskular, komplikasi neurologis, infeksi, anemia, dan
hiperparatiroid sekunder1. Tata laksana untuk pasien CKD didasarkan pada
perbaikan penyakit yang mendasari, seperti pada hipertensi diberikan
ACEI/ARB/Furosemide, pada pasien diabetes bisa diberikan golongan glitazon.
Juga diberikan diet tinggi kalori, rendah protein, rendah garam, pantang sayur dan
buah, susu, yogurt, daging, air kaldu (hiperK). Diperhatikan juga balans cairan
input dan outputnya. Jika hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diberikan tab
CaCO3 3x1 tab/hari. Jika anemia idealnya diberikan EPO atau tranfusi PRC jika
memiliki perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik. Jika
hiperkalemia dapat diberikan Ca Gluconas, d40, insulin, salbutamol, diuretik kuat,
kalitake, Na bikarbonat. Selain itu, untuk rawat jalan dapat diberikan ACEI/ARB,
asam folat, kalitake, dan CaCO31,4.
BAB III
PEMBAHASAN
xxxvi
Berdasarkan hasil dari anamnesis, pasien dengan keluhan tidak sadar sejak
1 hari, diantaranya sempat sadar sebentar kemudian kembali tidak sadar. Saat ini
pasien lemas dan pusing, disertai sering keringat dingin, serta mual muntah.
Memiliki riwayat diabetes sejak 10 tahun, tidak pernah kontrol, dan minum obat
tidak teratur. Yang diingat oleh keluarga, terakhir minum obat glibenclamide.
Pasien juga akhir-akhir ini tidak mau makan, tetapi masih mau minum. Kemudian
dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda anemis, tekanan darah yang masuk
prehipertensi, keadaan umumnya lemah.
Sedangkan dari hasil laboratorium didapatkan penurunan gula darah acak,
yaitu 22 mg/dL, hiperkalemia, serta peningkatan BUN dan SK. Sehingga pasien di
diagnosa diabetes melitus tipe 2 dengan hipoglikemia dan penyakit ginjal kronik.
Kemudian diberikan terapi untuk rehidrasi yaitu D5% 2000 cc dalam 1 jam
pertama lalu dilakukan monitoring cairan berdasarkan jumlah urin dan dilanjutkan
maintenance 1000cc/24jam, disertai monitoring kesadaran. Lalu diberikan juga
injeksi ondansentron 2x8mg jika masih mual muntah,jika stabil dilakukan terapi
untuk penyakit ginjal kroniknya yakni, Amlodipin 1x5mg, Ca gluconas 1x1,
CaCO3 3x1. Dengan di monitoring juga gula darah, kalium, dan fungsi ginjal,
serta makanan dan minuman yang masuk, juga tanda-tanda vitalnya.
DAFTAR PUSTAKA
xxxvii
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.
2. Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical
Schoolavailable at emedicine.medscape 122122.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna publishing; 2009.
4. International Diabetes Federation (IDF). 2015. IDF Diabetes Atlas – 7 th
Edition.
5. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, dan Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi 19. New York NY,
McGraw Hill Education. 2015. P : 1325.
6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis: Terapi Insulin
Pada Pasien Diabetes Melitus, PB, PERKENI. Jakarta. 2011.
7. American Diabetes Association (ADA). 2014. Standards of medical care
in diabetes 2014, Diabetes Care; 37 (Suppl 1): S14-80.8.
8. National Diabetes Information Clearinghouse. 2008.Hypoglicemia. New
York: American Diabetes Association.Vol09-3926.
9. World Health Organization, 2011. Diabetes Mellitus. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html
10. PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, PERKENI, Jakarta. P : 51-93.
11. Clayton, D. Woo, V. Yale, J.F. 2013. Clinical Practice Guidelines
Hypoglicemia. Can J Diabetes Vol. 37. S69-S71
12. American Diabetes Association (ADA). 2012. Standarts of Medical Care in
Diabetes-2012. Diabetes Care. 35(1) : 64-71
xxxviii