Moluskum Kontagiosum
Oleh:
Rahmadaniartini Bay
Muhajir
Pembimbing:
Mimi Maulida
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Mimi Maulida., Sp.KK,
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus yang berjudul “Moluskum Kontagiosum”, serta para
dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan
arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
PENDAHULUAN
1
mengeluarkan badan moluskum. Tindakan yang dapat dilakukan adalah krioterapi,
kuretase, pembedahan laser, dan elektrodesikasi.(1) Pengobatan topikal pilihan
adalah asam trikloroasetat, benzil peroksida 10%, imiquimod, dan retinoid.
Catharidine 0,7-0,9% juga dapat digunakan untuk pengobatan topikal.(2)
Prognosis moluskum kontagiosum umumnya baik, dapat sembuh tanpa
pengobatan dengan rata-rata lesi hilang dalam 2 tahun. Pada pasien dengan
imunodefisiensi, infeksi moluskum kontagiosum dapat menjadi penanda derajat
HIV yang lebih lanjut.(1, 2)
Meskipun moluskum kontagiosum merupakan kelainan jinak yang memiliki
prognosis baik, penyakit ini sering terjadi pada anak-anak yang sehat, dan sering
dianggap sebagai penyakit yang tidak perlu diobati. Lesi dapat menyebar dan
menular bila tidak diobati. Penyakit ini juga memiliki banyak diagnosis banding,
dimana lesi sangat mirip dengan lesi pada moluskum kontagiosum. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk mendiskusikan mengenai klinis, diagnosis, dan
tatalaksana terhadap moluskum kontagiosum. Diharapkan dengan pembahasan
moluskum kontagiosum ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengenalan
klinis moluskum kontagiosum.
2
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama :Nn. AP
Umur : 9 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Subulussalam
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
HP/ Telp : 082272212841
Nomor CM : 1-10-23-54
Tanggal Periksa : 15 September 2016
Anamnesis
Keluhan Utama : Timbul bintil-bintil padat di kulit
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUDZA dengan keluhan timbul bintil-bintil padat
pada kulit sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengalami bintil-bintil di perut bagian kiri,
selanjutnya benjolan menyebar ke paha kiri, lengan
atas kiri dan wajah. Bintil-bintil yang dialami tanpa
disertai rasa gatal dan bila dipencet keluar isi
berwarna putih seperti nasi.
Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya.
Riwayat Penggunaan Obat :Prodermis
Riwayat Penyakit Keluarga :Keluarga tidak ada yang mengeluhkan sakit seperti
pasien.
Riwayat Kebiasaan Sosial :Pasien mempunyai kebiasaan berenang.
3
Pemeriksaan Fisik Kulit
Status Dermatologis
Regio : Abdomen, femoralis sinistra dan facialis
Diskripsi Lesi :Tampak lesi papula, bagian tengah terdapat lekukan
atau delle, berbatas tegas, berjumlah multipel,
tersebar diskret, distribusi generalisata.
Diagnosis Banding
1. Moluskum Kontagiosum
2. Varisela
3. Veruka Vulgaris
4. Granuloma piogenikum
5. Kista epidermal
4
Resume
Pasien datang dengan keluhan timbul bintil-bintil berwarna putih dengan
bagian tengah terdapat lekukan saat di pencet mengeluarkan massa seperti nasi.
Pada regio abdomen, femoralis sinistra dan facialis tampak lesi papul, bagian
tengah terdapat lekukan atau delle, berbatas tegas, berjumlah multipel, tersebar
diskret, distribusi generalisata.
Diagnosa Klinis
Moluskum Kontagiosum
Tatalaksana
1. kuretase
2. Asam Fusidat 2% cream pada luka post kuretase
Gambar 2. Lesi papul pada regio abdomen, regio femoralis sinistra, setelah
tindakan kuretase
5
Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien dan ibu pasien bahwa penyakit ini bisa
berulang
- Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan kulit dan
pakaian.
- Mengurangi aktifitas yang dapat mempercepat penularan infeksi
seperti berenang di kolam secara bersamaan dengan orang lain.
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
6
ANALISA KASUS
7
mengeluhkan gatal pada daerah lesi. Menurut teori, gambaran lesi pada moluskum
kontagiosum berupa papula dengan bentuk kubah, atau dengan umbilikasi atau
delle, berisi massa putih yang disebut badan moluskum, dan bila disertai dengan
infeksi sekunder, papul dapat berubah menjadi pustul, disertai tanda peradangan.
MCV bereplikasi dalam sitoplasma sel epitel, menginfeksi dan bereplikasi dua
kali dari derajat dasar. Sistem pertahanan virus dari sistem imun adalah dengan
memiliki mayor histokompabilitas I (MHC-I) yang homolog dengan sel host,
sehingga antigen virus tidak dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC).
Homolog kemokin yang dimiliki oleh MCV dapat menghambat proses inflamasi.
Homolog glutation peroksidase akan melindungi virus dari kerusakan oksidatif
oleh peroksida.(2) Proses terbentuknya lesi diawali oleh MCV yang melakukan
penetrasi pada sel basal. Proliferasi selular menyebabkan pertumbuhan epidermal
berlobus yang menekan papilla hingga terlihat sebagai suatu septa fibrotik
diantara lobulus-lobulus. Sel-sel pada bagian sentral lesi yang muncul mengalami
distorsi dan mengalami kerusakan, dan terlihat sebagai badan hialin atau yang
juga disebut sebagai badan moluskum. Badan moluskum berisi massa sitoplasmik
dari material virus. Reaksi inflamasi dapat dipicu oleh infeksi tambahan pada
daerah tersebut.(7)
Dari anamnesis, didapatkan bahwa pasien juga memiliki kebiasaan berenang.
Hal ini berdasarkan teori merupakan salah satu faktor risiko terjadinya moluskum
kontagiosum. Berenang dapat mempercepat proses penularan. Penularan pada
moluskum kontagiosum terjadi secara antrofilik atau geofilik. MCV dapat
ditularkan melalui air, kemudian mengalami kontak dengan kulit. Apabila
terdapat mikrolesi, virus akan dengan mudah melakukan penetrasi ke dalam sel
epitel, dan menginfeksi sel.(2)
Gambaran lesi dan predileksi moluskum kontagiosum sangat mirip dengan
veruka vulgaris, sehingga kedua penyakit ini menjadi diagnosis banding.
Diagnosis banding lainnya adalah varisela, pyogenik granuloma, dan kista
epidermal.(2)
8
Tabel 1. Diagnosis Banding (2, 9-11)
9
3. Veruka Berupa papul dan Penyakit Terdapat nodul
Vulgaris nodul infeksi pada hiperpigmentasi
hipopigmentasi kulit yang dengan
atau berupa permukaan
hiperpigmentasi hiperplasia verukosa,
dengan epidermis berjumlah
permukaan kasar disebabkan multiple
atau verukosa oleh virus penyebaran
human diskret distribusi
papiloma regional sampai
(HPV) generalisata.
10
Pemeriksaan penunjang pilihan untuk moluskum kontagiosum adalah
histopatologi dengan pewarnaan Giemsa. Pada moluskum kontagiosum akan
ditemukan hipertrofi dan hiperplasia epidermis. Di bagian bawah lapisan basal,
ditemukan pembesaran sel yang berisi inklusi intrasitoplasmik besar (Henderson-
Paterson bodies).(2) Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan PCR.
Dengan pemeriksaan tersebut, akan ditemukan DNA virus MCV pada bada
moluskum.(8) Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan pada kasus ini.
Berdasarkan teori, penegakan diagnosis moluskum kontagiosum dapat dengan
klinis. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan apabila gambaran lesi tidak jelas,
dan sulit untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada kasus ini, terlihat papul
papul dengan sentral delle, berisi massa putih, yang tersebar secara diskret,
dengan warna sama dengan warna kulit sekitar. Pasien sudah dilakukan ekstraksi
badan moluskum dengan metode kuretase, dan ditemukan massa putih mirip
butiran nasi. Dari pemeriksaan fisik tersebut, dapat disimpulkan diagnosis pasien
adalah Moluskum Kontagiosum.(1, 2, 7)
Pengobatan moluskum kontagiosum adalah dengan mengeluarkan badan
moluskum pada lesi. Pada infeksi MCV, badan moluskum merupakan sumber
utama penyebaran dan penularan. Pilihan terapi untuk tindakan ekstraksi badan
moluskum adalah krioterapi, kuretase, pembedahan laser, dan elektrodesikasi.(1)
Pengobatan topikal juga dapat diajukan sebagai pilihan terapi selain dari ekstraksi
badan moluskum. Pengobatan topikal bertujuan untuk menghilangkan lesi, dengan
menginduksi kerja sistem imun pada lokasi lesi. Obat-obat pilihan adalah asam
trikloroasetat, benzil peroksida 10%, imiquimod, dan retinoid. Catharidine 0,7-
0,9% juga dapat digunakan untuk pengobatan topikal. Obat topikal diberikan
bertujuan untuk memicu inflamasi pada tempat pemberian, sehingga badan
moluskum dapat mengecil secara bertahap. Terapi topikal jarang menjadi pilihan
pengobatan utama karena progresifitas penyembuhan memakan waktu yang relatif
lama.(2)
Pasien ini dilakukan tindakan ekstraksi badan moluskum dengan kuretase.
Pasien kemudian diberikan obat topikal asam fusidat 2% untuk tatalaksana
perawatan pasca tindakan. Asam fusidat 2% merupakan antibiotik topikal
11
spektrum luas, bertujuan untuk terapi pemeliharaan bekas ekstraksi dan terapi
pencegahan infeksi sekunder pada kulit yang memiliki defek setelah tindakan.(1,
12) Mekanisme kerja asam fusidat adalah dengan menghambat sintesis protein
bakteri dengan berikatan dengan EF-G pada ribosom, mencegah pelepasan EF-G
guanosine difosfat kompleks dan secara memutus sintesis protein bakteri dengan
menghambat translasi yang merupakan proses lanjutan. Asam fusidat bersifat
bakteriostatik, tetapi bila dengan dosis tinggi akan bertindak sebagai
bakterisidal.(13)
Prognosis moluskum kontagiosum umumnya baik. Lesi dapat hilang tanpa
pengobatan dalam kurun waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Pengobatan dengan
mengeluarkan semua badan moluskum dapat mempercepat proses penyembuhan
secara signifikan. Penyakit ini dapat menular dengan mudah, sehingga orang di
sekitar pasien juga perlu memperhatikan kemungkinan tertular. Angka relaps
untuk moluskum juga sangat tinggi, sehingga setelah tindakan ekstraksi, pasien
juga perlu di edukasi mengenai kemungkinan lesi yang akan timbul kembali.(2)
Pencegahan moluskum kontagiosum bersifat sekunder, dimana tindakan dan
edukasi pencegahan diberikan pada pasien yang telah menderita moluskum
kontagiosum, dengan tujuan mencegah perluasan lesi. Pencegahan tersebut berupa
menghindari trauma pada daerah sehat di sekitar lesi, termasuk trauma yang
disebabkan oleh garukan.(2)
Selain terapi medikamentosa juga diberikan edukasi berupa memberikan
informasi bahwa penyakit ini sering berulang, dapat menular dengan mudah,
sehingga pasien dan keluarga pasien dapat memahami apabila keluhan berulang.
Pasien juga diberikan edukasi mengenai perawatan luka pasca tindakan kuretase
badan moluskum, yaitu menjaga kebersihan kulit dan pakaian.(2)
12
DAFTAR PUSTAKA
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Poxvirus Infections. In: Piggott C, Friedlander SF, Tom W, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York: McGraw-Hill;
2008. p. 2402-20.
7. Burns T, Breathnach S, Cox N, ths CG. Virus Infection. In: Sterling JC,
editor. Rook’s Textbook of Dermatology. 2. New Jersey: Blackwell
Publishing; 2010. p. 33.11-33.13.
8. James WD, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Andrews’ Diseases of
the skin : clinical dermatology. 11 ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. p. 360-
413.
9. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Varicella and Herpes Zoster. In: Schmader KE, Oxman MN, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York: McGraw-Hill;
2008. p. 2383-401.
10. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Vascular Tumors. In: Mathes EF, Frieden IJ, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. New York: McGraw-Hill; 2008. p.
1456-70.
11. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Keratoacanthoma. In: Cerroni L, Kerl H, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. New York: McGraw-Hill; 2008. p.
1312-9.
13
12. A comparative study of topical 10% KOH solution and topical 25%
podophyllin solution as home-based treatments of molluscum contagiosum.
Journal of Dermatology & Dermatologic Surgery. 2016;20:107-14.
13. Musmade PB, Tumkur A, Trilok M, Bairy KL. Fusidic Acid – Topical
Antimicrobial In The Management Of Staphylococcus Aureus. Int J Pharm
Pharm Sci. 2013;5(4):381-90.
14