Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI DAN LAPORAN KASUS

KANDIDIASIS KUTIS

Oleh :
Anggun Putri Maulana Ahmad (210701000016)

Pembimbing:
dr. Prida Ayudianti, Sp. KK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
RSUD KARSA HUSADA BATU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022

DAFTAR ISI

1
HALAMAN DEPAN..........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
REFLEKSI KASUS............................................................................................................
1.1 Pendahuluan...................................................................................................................
1.2 Deskripsi Kasus..............................................................................................................
1.3 Perasaan Terhadap Kasus...............................................................................................
1.4 Evaluasi Kasus...............................................................................................................
1.5 Pembahasan....................................................................................................................
1.6 Kesimpulan.....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
2.1 Definisi...........................................................................................................................
2.2 Etiologi...........................................................................................................................
2.3 Klasifikasi.......................................................................................................................
2.4 Patofisiologi...................................................................................................................
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................
2.7 Diagnosis Banding.........................................................................................................
2.8 Tatalaksana.....................................................................................................................
2.9 Prognosis........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...13

REFLEKSI KASUS

2
KANDIDIASIS KUTIS
Anggun Putri Maulana Ahmad
Program Studi Profesi Dokter, FKIK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Email: anggunmaulana95@gmail.com
1.1 Pendahuluan
Kandidiasis merupakan berbagai kelompok infeksi yang disebabkan oleh
Candida albicans ataupun spesies lain dari genus Candida. Organisme ini
khususnya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan traktus
gastrointestinal, tetapi organisme ini juga dapat menyebabkan penyakit
sistemik.1 Infeksi kulit superfisial adalah salah satu bentuk infeksi dari
kandidiasis kutaneous.2 Saat ini kasus kandidiasis kutis masih sering
dijumpai.3 Di Indonesia, kandidiasis kutis menepati urutan ketiga dalam
insidensi dermato-mikosis. Tetapi pada beberapa kota, yaitu Makassar,
Medan, dan Denpasar, kandi-diasis kutis menempati urutan pertama dalam
insidensi dermatomikosis Gambaran klinik dari kandidiasis kutis tergantung
dari lokasi infeksinya; intertriginosa, generalisata, paronikia dan
onikomikosis, diaper rash, granuloma kandida.
Kasus kandidiasis kutis di Indonesia menempati urutan ketiga dalam
insidensi dermatomikosis, tetapi pada beberapa kota, yaitu Makasar, Medan,
dan Denpasar menempati urutan pertama dalam insiden dermatomikosis
(Adiguna, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Citrashanty et al (2011) di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa jumlah pasien kandidiasis
menempati urutan ketiga setelah dermatofitosis dan pitiriasis versikolor. Data
lain menyebutkan bahwa penderita baru kandidiasis kutis sebanyak 26,27%
dari 598 kasus baru penyakit jamur di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
untuk Periode 2009- 2011.

1.2 Deskripsi Kasus

Ny. S usia tahun datang ke poliklinik RSUD Karsa Husada Batu pada
tanggal 16 Desember dengan keluhan gatal dan kemerahan pada selangkangan
kanan dan kiri. Gatal dan kemerahan dirasakan sejak satu minggu yang lalu.

Gatal dirasakan setelah pasien pergi ke tempat rekreasi dan menggunakan

3
toilet umum. Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Keputihan tidak ada. Pasien biasa menggunakan sabun pembersih kemaluan.
Pasien juga sedang liburan sehingga menyebabkan duduk lama, dan
kemungkinan terdapat gesekan baju, atau pasien memakai baju ketat.

Pada pemeriksaaan fisik didiapatkan pada area inguinal dekstra dan


sinistra didapatkan macula et eritematous, berbatas tegas, disertai dengan
skuama tipis.

Pasien di diagnosis kandidiasis kutis dan dilakukan pemeriksaan KOH


dan gram untuk memestikan penyebabnya. Pasien pulang dengan diresepkan
obat berupa Flukonazole tablet 150 mg 1x1, Cetirizine tablet 10 mg 1x1 , dan
ZolaGel driaper 2x1. Pasien diminta untuk kontrol 1 minggu lagi atau kontrol
3 hari lagi apabila keluhan semakin memberat.

1.3 Perasaan Terhadap Kasus


Melihat kondisi yang dialami oleh pasien, membuat saya empati
dikarenakan pasien sebelumnya bepergian jauh untuk berekreasi tetapi
malah mendapat penyakit ini . Pasien sebaiknya diedukasi mengenai
pakaian ketat yang dipakai saat bepergian jauh, duduk dalam waktu lama,

4
kurangnya higiene pada area lesi, gesekan pada pakian yang lama ini bisa
menjadi faktor penyebab munculnya lesi. Pasien merupakan orang awam
yang tentunya memiliki wawasan terbatas mengenai penyakitnya ini
sehingga perlu adanya masukan dan edukasi dari tenaga medis untuk
mencegah timbulnya keluhan serupa dan mekanisme penanganannya.

1.4 Evaluasi Kasus


Dalam kasus ini peran dokter dibutuhkan untuk mengevaluasi, mengobati,
serta memberikan edukasi kepada pasien. Pada pasien ini yang ditekankan
adalah pola menjaga higiene pada area lesi, penggunaan pakaian yang lebih
longgar, mengurangi duduk dalam waktu yang lama, dan pengurangan
gesekan pada pakaian dalam waktu lama. Upaya-upaya ini dapat membantu
pemulihan pasien lebih cepat dan menghindari adanya kekambuhan.

1.5 Pembahasan
Tindakan pemberian terapi sudah seharusnya didasarkan oleh diagnosis
yang sudah tegak melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang tepat,
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Hal ini dijelaskan dalam profesi
kedokteran yang dikenal dengan 4 prinsip moral utama, yaitu (Sofia, 2020):
1) Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak
pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination)
 melindungi privasi pasien dengan pemeriksa bergender sama dan
pasien diperiksa di tempat tertutup
2) Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan
yang ditujukan ke kebaikan pasien  pemeriksaan KOH untuk
membantu menegakkan diagnosis sehingga bisa diberikan terapi yang
tepat
3) Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan
yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai
“primum non nocere” atau “above all do no harm”  pemilihan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan KOH yang non invasive
untuk mengurangi risiko melukai pasien

5
4) Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice) 
pasien merupakan pasien umum tetapi tetap diperlakukan sama dengan
pasien BPJS sesuai SOP.
Keempat prinsip ini telah dilakukan oleh dokter sehingga pasien bisa
sembuh dalam waktu cepat yang tidak menyebabkan penurunan performa
dan mengganggu aktivitas serta edukasi yang tepat dapat mengurangi
potensi kekambuhan.
1.6 Kesimpulan
Ditinjau dari beberapa aspek tersebut, Keempat prinsip moral
kedokteran telah dijalankan. Hal ini bisa menjadi contoh pembelajaran
untuk dokter muda dalam menangani pasien supaya tetap menerapkan
keempat prinsip moral kedokteran

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kandidosis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp
misalnya spesies C. albicans. lnfeksi dapat mengenai kulit, kuku , membran
mukosa, traktus gastrointestinal, juga dapat menyebabkan kelainan sistemik.
Jamur Candida spp, terutama C. albicans pada manusia bersifat komensal
dan berubah menjadi patogen pada kondisi daya tahan tubuh pejamu terhadap
infeksi menurun; lokal maupun sistemik. lnfeksi kandida dapat bersifat
superfisial, lokal invasif maupun diseminata.

2.2 Etiologi
Jamur kandida hidup sebagai saprofit, terutama terdapat di traktus
gastrointestinal, selain itu di vagina, uretra, kulit dan dibawah kuku . Dapat
juga ditemukan di atmosfir, air dan tanah. Agen penyebab tersering untuk
kelainan di kulit, genital dan mukosa oral adalah C. albicans, sedangkan
spesies non-albicans yang sering menimbulkan kelainan adalah C.
dubliniensis, C. glabrata, C. guillermondii, C. Krusei, C. lusitaniae, C.
parapsilosis, C. pseudotropicalis dan C.tropicalis.

2.3 Klasifikasi
lnfeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
I. Kandidosis oral
a. Kandidosis oral (oral thrush}
b. Parleche (keilitis angular atau kandidal keilosis)
II. Kandidosis kutis dan selaput lendir genital
a.Lokalisata :
1. daerah intertriginosa
2. daerah perianal dan skrotal
b. Vulvovaginitis

7
c. Balanitis atau balanopostitis
d. Diaper candidosis
e. Kandidosis kutis granulomatosa
III. Paronikia kandida dan Onikomikosis kandida
IV. Kandidosis kongenital
V. Kandidosis mukokutan kronik
VI. Reaksi Id.
Selain itu, Rex dkk. (2000) menguraikan kandidemia atau kandidosis
sistemik dalam 4 sindrom sebagai berikut: kandidosis berhubungan dengan
kateter, kandidosis diseminasi akut, kandidosis diseminasi kronik, dan
kandidosis organ dalam.

2.4 Patogenesis
lnfeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik
endogen maupun eksogen:
1. Perubahan fisiologik: usia, kehamilan, dan haid
2. Faktor mekanik: trauma (Iuka bakar, aberasi), oklusi lokal, kelembaban,
maserasi, kegemukan
3. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi zat besi, malnutrisi
4. Penyakit sistemik: penyakit endokrin (misal: diabetes mellitus, sindroma
Cushing), Down Syndrome, acrodermatitis enteropatika, uremia,
keganasan, dan imunodefisiensi
5. latrogenik: penggunaan kateter, iradiasi sinar X, penggunaan obat-
obatan (misal: glukokortikoid, agen imunosupresi, antibiotika, dll)

2.5 Manifestasi Klinis


I. Kandidosis Oral
a. Thrush Biasanya mengenai bayi, pasien terinfeksi HIV dan AIDS. Tampak
pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah, palatum
molle, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi
dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut.
Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan

8
merah.
b. Perleche Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi,
erosi, basah, dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya antara lain
adalah defisiensi riboflavin dan kelainan gigi
II. Kandidosis kutis dan selaput lendir genital
a. Kandidosis intertriginosa. Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, genitokrural,
intergluteal, lipat payudara, interdigital, dan umbilikus, serta lipatan kulit
dinding perut berupa bercak yang verbatas tegas, bersisik, basah, dan
eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel
dan pustulpustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah
erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
b. Kandidosis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini
menimbulkan pruritus ani.
c. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar
gula darah dan urin yang tinggi dan pada perubahan hormonal (kehamilan
dan siklus haid). Rekurensi dapat terjadi juga karena penggunaan cairan
pembersih genital, antibiotik, imunosupresi. Keluhan utama ialah gatal di
daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah
miksi, dan dispareunia. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia
pada labia minora, introitus vagina, dan vagina terutama bagian 1/3 bagian
bawah. Sering pula terdapat kelainan khas ialah bercak-bercak putih
kekuningan. Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia
minora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar
introitus vagina. Fluor albus pada kandidosis vagina berwarna kekuningan.
Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu
berwarna putih kekuningan.
d. Balanitis atau balanopostitis Faktor predisposisi adalah kontak seksual
dengan pasangan yang rnenderita vulvovaginitis, diabetes mellitus dan
kondisi nonsirkurnsisi. Lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang
tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis

9
e. Diaper-rash (Candida/ diaper dermatitis).
Kelainan dipicu oleh adanya kolonisasi ragi di traktus gastrointestinal.
lnfeksi dapat terjadi karena oklusi kronik area popok oleh popok yang
basah. Lesi berawal dari area perianal meluas ke perineum dan lipat
inguinal berupa eritema cerah.
f. Kandidosis kutis granulomatosa Penyakit ini sering diderita menyerang
anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna
kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat
menirnbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di
muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan larings.
- Kandidosis sistemik
Aspek klinis kandidosis sistemik sangat bervariasi, dapat berupa demam
tanpa manifestasi kelainan organ hingga sekumpulan gejala dan tanda
termasuk sepsis berat.
- Kandidosis diseminata
Kelainan dapat timbul antara lain akibat penyebaran hematogen Candida
spp. dari orofaring atau Kandidosis sistemik Aspek klinis kandidosis
sistemik sangat bervariasi, dapat berupa demam tanpa manifestasi kelainan
organ hingga sekumpulan gejala dan tanda termasuk sepsis berat.
Kandidosis diseminata Kelainan dapat timbul antara lain akibat
penyebaran hematogen Candida spp. dari orofaring atau raktus
gastrointestinal dengan barier mukosa kompromis. Lesi berupa papul
eritem dengan pustul hemoragis di bagian tengah di badan dan ektremitas.
lIl. Paronikia kandida dan onikomikosis
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan
air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan
yang tidak bemanah dan nyeri di area paronikia disertai retraksi kutikula
ke arah lipat kuku proksimal. Kelainan kuku berupa onikolisis, terdapat
lekukan transversal dan berwama kecoklatan. Penyebab onikomikosis
kandida umumnya adalah C. albicans dengan kelainan di kuku berupa
distrofi total menyerupai onikomikosis yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita.

10
IV. Kandidosis kongenital
Ditemukan kelainan pada kulit dan selaput lendir bayi baru lahir, lesi khas
berupa vesikel atau pustul dengan dasar eritematosa pada wajah, dada
yang meluas generalisata. V.
V. Kandidosis mukokutan kronik (KMK) Penyakit ditandai oleh sindrom
klinis berupa infeksi kandida superfisial pada kulit, kuku dan orofaring,
bersifat kronis, dan resisten terhadap pengobatan. Pada banyak kasus
kelainan imunitas dapat spesifik pada sistem imun selular atau bersifat
global. VI.
X. Reaksi Id (kandidid) Reaksi terjadi karena reaksi alergi terhadap jamur
atau antigen lain yang terbentuk selama proses inflamasi, klinisnya berupa
vesikel eritematosa yang bergerombol, terdapat pada lateral jari dan
telapak tangan. Bila infeksi diobati, kelainan akan menyembuh

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
20% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.
b. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu
kamar atau lemari suhu 3TC, koloni tumbuh setelah 2-5 hari, berupa
koloni mukoid putih.

2.7 Diagnosis Banding


- Kandidosis kutis lokalisata dengan:
a. Eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada
satelit, pemeriksaan dengan lampu Wood positif.
b. Dermatitis intertriginosa.
c. Dermatofitosis (tinea) dll

11
- Kandidosis kuku dengan tinea unguium
- Kandidosis vulvovaginitis antara lain dengan :
a. Trikomonas vaginalis .
b. Gonore akut

2.8 Tatalaksana
Pengobatan infeksi kandida bergantung pada spesies penyebab, sensitifitas
terhadap obat antijamur, lokasi infeksi, penyakit yang mendasari, dan status imun
pasien.
1. Upayakan untuk menghindari atau menghilangkan faktor pencetus dan
predisposisi.
2. Pengobatan topikal untuk:
a. Selaput lendir
- Larutan ungu gentian Y.-1 % untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
- Nistatin: berupa krim, suspensi (untuk kelainan kulit dan mukokutan)
- Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol
- 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik bila perlu dapat diberikan
ketokonazol 1x 200mg atau itrakonazol 2x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
b. Kelainan kulit
- Grup azol antara lain :
- mikonazol 2% berupa krim atau bedak
- klotrimazol 1 % berupa bedak, larutan, dan krim
- tiokonazol, bufonazol, isokonazol
- siklopiroksolamin 1 % larutan, krim
- antimikotik yang lain yang berspektrum luas
3. Pengobatan Sistemik:
Pengobatan ini diberikan untuk berbagai kelainan, antara lain kasus refrakter,
kandida diseminata, dan kandidosis mukokutan kronik. Flukonazol adalah lini
pertama untuk pasien non-neutropenik, dengan kandidemia atau kandidosis
invasif (dosis 100-400mg/ hari). Pilihan lain adalah itrakomazol dengan dosis
harian 200mg/hari atau dosis denyut.

2.9 Prognosis

12
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.
DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, M.S., 2004. Epidemiologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam :


Budimulja, U.,et al. Dermatomikois Superfisialis. Jakarta; Balai Penerbit
FKUI, pp: 1-5
Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba medika.

Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016
Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

13

Anda mungkin juga menyukai