TINJAUAN PUSTAKA
gejala atau tanda TB. Kasus TB definitif yaitu pasien TB dengan ditemukan
(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok) dan kultur (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2021).
Indonesia, 2021):
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena
yang kuat maka tetap terdiagnosis dan di tatalaksana sebagai pasien TB.
mengarah TB
9
10
o Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
yang menderita TB paru maupun ekstra paru tetap masuk dalam klasifikasi
TB paru.
sudah pernah menelan OAT dengan total dosis kurang dari 28 hari
- Kasus pengobatan gagal: kasus yang pernah diobati dengan OAT dan
Sedangkan menurut hasil uji kepekaan obat, klasifikasi TB antara lain sebagai
- Poliresisten : bakteri resisten terhadap lebih dari satu OAT lini pertama
atau tidak
Menurut status HIV pada pasien TB, maka dapat diklasifikasikan menjadi
2.1.2 Epidemiologi
diperkirakan terdapat 10 juta (8,9-11 juta) kasus penderita TB pada tahun 2019
dengan angka mortalitas pada TB dengan HIV positif sebanyak 208.000 (177.000-
242.000) dan 1,2 juta (1,1-1,3 juta) pada TB dengan HIV negatif (WHO, 2020
2.1.3 Patogenesis
nukleus percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian
bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam sekali di dalam
tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi. Bakteri kemudian akan
terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan mencapai 103-104, yang
merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan sebuah respon imun seluler
yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin skin test. Bakteri kemudian
akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan
sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah dan
menyebar ke organ lain. Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki resistensi
terhadap replikasi basili ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan hampir
atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ tersebut
1. TB primer
Infeksi primer terjadi pada paparan pertama terhadap tuberkel basili. Hal
ini biasanya terjadi pada masa anak, oleh karenanya sering diartikan sebagai
TB anak. Namun, infeksi ini dapat terjadi pada usia berapapun pada individu
yang belum pernah terpapar M.TB sebelumnya (Kemenkes, 2020). M.TB yang
yang dihasilkan dan bermigrasi menuju fokus infeksi dan memproduksi respon
imun. Area inflamasi ini kemudian disebut sebagai Ghon focus. Basili dan
antigen kemudian bermigrasi keluar dari Ghon focus melalui jalur limfatik
menuju nodus limfe di hilus dan membentuk kompleks (Ghon) primer. Respon
nodus limfe, limfosit T akan membentuk suatu respon imun spesifik dan
terdapat makrofag yang mengandung basili terisolasi yang akan mati jika
sistem imun host adekuat. Beberapa basili tetap dorman di dalam fokus primer
untuk beberapa bulan atau tahun, hal ini dikenal dengan “kuman laten”
(Kemenkes, 2020).
tuberkulin positif dalam 4-6 minggu setelah infeksi. Dalam beberapa kasus,
dan basili akan menyebar dari sistem limfatik ke aliran darah dan menyebar
2. TB pasca primer
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang
yang memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal ini
terjadi ketika basili dorman yang menetap di jaringan selama beberapa bulan
atau beberapa tahun setelah infeksi primer, mulai kembali bermultiplikasi. Hal
ini mungkin merupakan respon dari melemahnya sistem imun host oleh
terpapar kembali oleh kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit TB aktif.
Dalam sebagian kecil kasus, hal ini merupakan bagian dari proses infeksi
penyakit intra-torakal lebih sering terjadi pada anak dibanding pada orang
mempengaruhi parenkim paru namun dapat juga melibatkan organ tubuh lain.
Karakteristik dari dari TB post primer adalah ditemukannya kavitas pada lobus
superior paru dan kerusakan paru yang luas. Pemeriksaan sputum biasanya
2.1.4 Diagnosis
berupa batuk berdahak ≥ 2 minggu dan gejala tambahan yaitu sebagai berikut
1. Batuk darah
2. Sesak napas
3. Badan lemas
6. Malaise
Namun gejala diatas dapat tidak muncul secara khas pada pasien dengan
koinfeksi HIV.
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah kasar/halus, dan/atau
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan şegmen
posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6) (Perhimpunan Dokter
banyaknya çairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak,
pada auskultasi ditemukan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran
diagnosis TB yaitu untuk menentukan ada tidaknya kuman TB pada tubuh pasien.
Pemeriksaan spesimen dahak atau bahan lain (cairan pleura, cairan serebrospinal,
dan tes cepat molekuler (TCM) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2021).
Asam (BTA) atau acid-fast bacilli (AFB). Hasil positif jika minimal ditemukan
Indonesia, 2021).
Biakan M.TB pada media cair memerlukan waktu yang singkat minimal 2
proyeksi postero anterior (PA). Pemeriksaan lain atas indikasi klinis misalnya foto
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif yaitu bayangan berawan
atau nodular, kavitas, bercak milier, dan adanya efusi pleura. Sedangkan
gambaran TB paru inaktif yaitu fibrotik, kalsifikasi dan schwarte atau penebalan
pleura. Gambaran TB paru lainnya yaitu gambaran luluh paru (destroyed lung)
yang terdiri dari atelekasis, multikavitas. dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut
cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif, kesan cairan eksudat,
biopsi atau otopsi. Sedangkan uji tuberkulin tidak direkomendasikan sebagai alat
TCM negatif dengan gambaran foto thoraks dan klinis yang mendukung TB dapat
2.1.5 Tatalaksana
Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap
a. Tahap awal
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
(R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) selama 2 bulan. Untuk
dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Satu tablet KDT RHZE untuk fase
intensif berisi Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg, dan
Etambutol 275 mg. Jumlah tablet KDT yang diberikan dapat disesuaikan
menggunakan OAT KDT dapat dilihat pada Tabel 2 (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2021).
b. Tahap lanjutan
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat
4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari (Kemenkes
20
RI, 2019). Pada fase lanjutan pemberian obat yaitu Isoniazid (H) dan
mg diberikan setiap hari. Jumlah tablet KDT yang diberikan dapat disesuaikan
Pasien dengan kasus baru diasumsikan peka terhadap OAT kecuali: pasien
tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resisten isoniazid atau; terdapat riwayat
kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien kasus baru seperti ini cenderung
memiliki pola resistensi obat yang sama dengan kasus sumber. Pada kasus ini
sebaiknya dilakukan uji kepekaan obat sejak awal pengobatan dan sementara
menunggu hasil uji kepekaan obat maka paduan obat yang berdasarkan uji
2019).
dengan metode cepat atau rapid test (TCM, LPA lini 1 dan 2), dan metode
konvensional baik metode padat (LJ), atau metode cair (MGIT) (Kemenkes
RI, 2019).
berdasarkan uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari maka hasil
ini digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila laboratorium hanya
dapat melakukan uji kepekaan obat konvensional dengan media cair atau padat
yang baru dapat menunjukkan hasil dalam beberapa minggu atau bulan maka
menunggu hasil uji kepekaan obat. Pada daerah tanpa fasilitas biakan, maka
pengiriman bahan untuk biakan dan uji kepekaan (Kemenkes RI, 2019).
22
2.1.6 Pencegahan
sebagai berikut.
(TB milier dan meningitis TB). Sebaliknya pada anak dengan HIV, vaksin
buruk dan lainnya, yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa dengan
BTA sputum positif (+). Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 10
Obat diminum 1-2 jam sebelum makan. Durasi pemberian selama 6 bulan
minggu. Studi menunjukkan kepatuhan pasien lebih baik pada regimen 3HP
2.2.1 Definisi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan diantara kavum pleura, rongga
antara parietal pleura dan visceral pleura. Efusi pleura dapat terjadi dengan
sendirinya atau akibat dari penyakit parenkim di sekeliling pleura seperti infeksi,
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pulmonar (Krishna & Rudrappa, 2021).
24
antara produksi cairan pleura dengan pembuangan cairan pleura. Akumulasi dari
macam gangguan paru-paru, pleura, dan gangguan sistemik (Karkhanis & Joshi,
2012).
2.2.2 Epidemiologi
Efusi pleura mempengaruhi lebih dari 1,5 juta orang di Amerika Serikat
setiap tahun dan disebabkan oleh beragam kondisi medis. Penyebab tersering dari
efusi pleura adalah Congestive Heart Failure (CHF), infeksi pleura, serta
keganasan. Sepertiga dari seluruh kasus efusi pleura tiap tahun di Amerika Serikat
disebabkan karena CHF. Efusi pleura bilateral paling umum terjadi, melibatkan 15%
kasus pada pasien yang tidak kritis, dan 55% kasus pasien di ruang intensif
bahwa penyebab tertinggi efusi pleura adalah karena keganasan (33%), gagal
2.2.3 Etiologi
Dari dua bentuk efusi pleura, efusi pleura transudatif mencakup lebih dari
50% kasus efusi pleura. Penyebab paling umum terjadinya efusi pleura transudatif
adalah congestive heart failure (CHF) (80% kasus) diikuti dengan hepatic
paling umum terjadinya efusi pleura eksudatif adalah akibat infeksi (Community
2.2.4 Patofisiologi
Pada manusia sehat, terdapat cairan dengan jumlah minimal pada cavum
pleura yang bertugas sebagai pelumas dua permukaan pleura. Jumlah cairan
pleura yang ada berkisar antara 0,1ml – 0,3 ml/kgBB dan secara berkala diganti.
Cairan pleura berasal dari pembuluh darah permukaan pleura parietal dan diserap
bergantung pada pleura parietal. Tekanan hidrostatik dari pembuluh sistemik yang
rongga pleura sehingga cairan pleura memiliki kandungan protein yang lebih
tekanan hidrostatik dan onkotik antara pleura parietal dan visceral dan rongga
pleura. Karena tekanan hidrostatik lebih tinggi pada pleura parietal daripada pada
26
pleura visceral dan tekanan onkotik pada pleura parietal dan pleura visceral setara,
cairan pleura terutama dihasilkan dari pleura parietal. Demikian juga, pembuluh
limfatik pada pleura parietal bertanggung jawab atas sebagian besar resorpsi
Efusi pleura dapat terjadi jika ada produksi yang berlebihan atau
pada efusi pleura juga bisa berasal dari peritoneum melalui lubang pada diafragma.
sehingga menyebabkan efusi pleura eksudatif. Efusi pleura juga dapat disebabkan
dengan ruptur pada fokus kaseosa subpleural di rongga paru. Efusi pleura pada
cairan yang dapat diserap pada rongga pleura. Adanya tambahan cairan dari
2.2.5 Diagnosis
Suatu efusi pleura dapat diketahui berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, atau dari pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis pasien bergantung dari
jumlah cairan efusi yang ada serta adanya suatu underlying cause. Kebanyakan
pasien tidak memunculkan gejala ketika efusi pleura ditemukan. Gejala yang dapat
muncul berupa nyeri dada pleuritic, sesak, dan batuk kering tanpa produksi dahak.
Nyeri dada akibat efusi pleura berhubungan dengan adanya inflamasi pada
27
parietal pleura akibat adanya gesekan antara dua permukaan pleura akibat
pergerakan. Nyeri dada pleuritic yang terjadi dapat terlokalisasi atau menjalar.
Nyeri yang muncul biasanya terasa tajam dan memberat dengan pergerakan dari
permukaan pleura, seperti pada inspirasi dalam, batuk, dan bersin. Nyeri biasanya
mereda dengan penekanan pada dada atau pada tempat terkumpulnya cairan.
Karena sesak dan nyeri dada merupakan suatu gejala yang tidak khas, perlu
menentukan etiologi serta dalam penentuan terapi. Pada kasus efusi pleura
paru 10 cm H2O atau lebih), penurunan tekanan osmotik koloid dalam sirkulasi
sistemik, atau keduanya. Membran pleura utuh dalam skenario ini dan tidak terlibat
langsung dalam etiologi efusi. Permeabilitas kapiler pleura terhadap protein tidak
29
permeabilitas membran pleura atau dinding kapiler, dengan atau tanpa gangguan
pembuluh darah yang terlibat (termasuk saluran toraks), atau obstruksi parsial
atau lengkap dari drainase limfatik dari ruang pleura. Dalam pengaturan ini
baik itu inflamasi atau ganas. Permeabilitas kapiler pleura terhadap protein
berdasarkan komposisinya (Karkhanis & Joshi. 2012; Cohen & Light. 2015).
Pada pasien TB dengan efusi pleura, keluhan muncul paling sering dalam
waktu kurang dari 1 bulan. Keluhan paling sering berupa batuk tanpa dahak dan
nyeri dada (biasanya nyeri pleuritik). Kebanyakan pasien juga akan mengeluhkan
demam, meskipun Sebagian kecil bisa tidak timbul demam. Keluhan sessak bisa
muncul bila efusi yang terjadi cukup banyak. Pada beberapa kasus less acute, bisa
muncul nyeri dada ringan dengan demam ringan, batuk tanpa dahak, penurunan
volume paru, penurunan stem fremitus, perkusi redup, shifting dullness, serta
apabila efusi terlokalisasi atau masif. Apabila efusi pleura masif, dapat terjadi
gangguan pernafasan (nafas lebih berat) dan tanda – tanda mediastinal shift.
Beberapa temuan lain dapat berhubungan dengan penyakit sistemik. Efusi yang
Kebanyakan kasus efus pada TB akan mengisi 2/3 bagian hemithorax atau hanya
1/3 bagian hemithorax sehingga akan terjadi penurunan stem fremitus, perkusi
redup, dan lain sebagainya pada area tersebut pada saat pemeriksaan paru
pleura adalah dengan X-Ray Thorax PA/Lateral. Pada Foto X-Ray Thorax PA,
dapat ditemukan apabila terdapat cairan sebanyak 50mL. Gambaran yang umum
costophrenicus serta adanya pelengkungan pada batas atas yang disebut Ellis –
S shaped curve. Bisa juga muncul gambaran atipikal karena adanya efusi
empiema, hemotoraks, atau TB. Foto X-Ray dekubitus lateral terkadang dapat
digunakan karena cairan bebas dapat berpindah ke bagian yang paling terlihat
biasanya dijelaskan sebagai meniscus sign (Karkhanis & Joshi. 2012; Cohen &
Light. 2015).
pleura dengan jumlah sedikit dengan akurat. Gambaran USG pada efusi pleura
pleura parietal. USG thorax berguna untuk konfirmasi diagnosis dan untuk
membedakan antara cairan dengan lesi padat. Jenis cairan efusi juga dapat
X-Ray thorax atau USG thorax. Gambaran CT Scan yang dapat ditemui pada efusi
pleura adalah split pleura sign yang menunjukkan adanya penebalan pleura
yang lebih dari minimal dengan penyebab yang belum diketahui. Aspirasi cairan
pleura tidak disarankan untuk dilakukan pada kasus efusi bilateral dengan curiga
cairan pleura transudatif, kecuali terdapat gejala atipikal atau terdapat kegagalan
pemeriksaan lebih lanjut. Kriteria Light merupakan salah satu kriteria yang
32
digunakan pada kasus tersebut, dimana kadar serum albumin >1,2 g/dl dari kadar
albumin serum pleura normal menunjukkan cairan pleura transudatif. Pada kasus
tersebut, cairan pleura disebut dengan cairan efusi transeksudatif (Karkhanis &
Joshi. 2012).
pada pasien dengan efusi eksudatif yang tidak terdiagnosis dan sitologi
maligna, dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 100% (Karkhanis & Joshi. 2012).
i.
33
2.2.5 Tatalaksana
Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita efusi pleura adalah
bedah adalah pilihan terapi untuk efusi pleura (Karkhanis & Joshi, 2012).
transudatif. Efusi yang terkait dengan gangguan jaringan ikat seperti rheumatoid
arthritis dan lupus eritematosus sistemik diobati dengan steroid, dan resolusi dapat
dan etambutol, diikuti oleh 4 bulan isoniazid dan rifampisin. Uji coba terkontrol tidak
bilateral yang ukurannya tidak sama, memiliki efusi yang tidak berespon terhadap
terapi, datang dengan nyeri dada pleuritik, atau demam. Torakosentesis berulang
akan mengakibatkan penipisan volume dan protein. Oleh karena itu, tidak lebih
dari 1,5 L cairan harus dikeluarkan pada satu waktu untuk menghindari edema
untuk pasien yang mengakumulasi kembali efusi pleura secara perlahan setelah
terapi dengan resolusi efusi terkait, mereka yang tampaknya tidak mungkin
bertahan lebih dari 1-3 bulan, dan mereka yang tidak dapat mentolerir efusi lain.
2. Drainase
pernapasan. Sesak napas pada efusi pleura terutama disebabkan oleh gerakan
menghasilkan gerakan paradoks pada sisi yang terkena. Kapasitas vital dan
atau selang melekat pada saluran pembuangan bawah air yang terdiri dari unit
urobag/urosac sebagai kantong pengumpul cairan pleura yang murah dan mudah
mereka. Studi lain menunjukkan perbaikan pertukaran gas sebagai akibat dari
yang sebelumnya berventilasi buruk tetapi perfusi (Karkhanis & Joshi, 2012).
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak
dapat menimbulkan edema paru yang ditandai yang ditandai denghan batuk dan
pleura.
3. Pleurodesis
Pleurodesis mengacu pada insersi chest tube dan instilasi zat kimia sclerotik
ke dalam rongga pleura dan produksi adhesi antara pleura visceral dan parietal
cavum thorax, untuk mencegah akumulasi cairan atau udara di rongga pleura.
doksisiklin, bleomisin, kinakrin, bedak, dan povidone iodine (Karkhanis & Joshi,
2012).
Prosedur ini adalah yang paling efektif dan paling tidak invasif dari semua
prosedur bedah yang tersedia untuk mengontrol efusi pleura, terutama yang
berulang. Pasien dengan obstruksi jalan napas dari tumor endobronkial, massa
tumor intrapleural yang luas, atau lokulasi pleura multipel yang mengakibatkan
menghasilkan pleurodesis yang efektif pada 71% -97% pasien (Karkhanis & Joshi,
2012).
pendek. Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi unutk dapat melakukan
pleurodesis yaitu: efusi harus simtomatik; adanya paru-paru yang kolaps harus
36
ada alternatif terapi lain atau terapi lain yang gagal. Meskipun indikasi utama untuk
dalam kondisi jinak tertentu yang bertanggung jawab untuk efusi berulang, seperti
gagal jantung, sirosis hati, sindrom nefrotik, chylothorax, atau lupus eritematosus
4. Manajemen bedah
keterlibatan pleura ganas, empiema dengan atau tanpa fistula bronkopleural, dan
fibrotoraks.
terhadap antibiotik dan drainase yang tepat, bersama dengan demam yang
pemulihan fungsi paru dalam beberapa bulan, dan dekortikasi tidak perlu dilakukan.
rutin.
37
Komplikasi
menimbulkan rasa sakit yang sangat. Pemberian lidokain 200 mg mungkin dapat
mengatasi rasa sakit ini untuk sementara waktu. Dapat timbul infeksi ringan yang
ditandai dengan panas yang subfebril setelah 48 jam dilakukan tindakan sklerosis,
Prognosis
Secara teoritis tingkat kegawatan pleuritis eksudatif ditentukan oleh tiga faktor
(Keperawatan, 2014):
fungsi restriktif.
c) Jenis cairan. Sero hemoragik lebih berbahaya dari non sero hemoragik.
Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk