Anda di halaman 1dari 5

Pasien dengan Ileus Obstruktif

Anggun Putri Maulana Ahmad, S. Ked, dr. Iwal Reza Ahdi, Sp. PD

Program Studi Profesi Dokter, FKIK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Email: anggunmaulana95@gmail.com

Abstrak: Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus. Hernia strangulata adalah salah satu
keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi
usus terbanyak. Gejala umum berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya
ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik
yang disertai mual dan muntah. Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian
yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu
diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua

PENDAHULUAN

Penyakit saluran cerna tergolong dalam 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia. Di
Indonesia penyakit saluran cerna menempati urutan ke-5 penyakit utama penyebab kematian tahun
2008 dengan angka kematian 6.825 orang dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2.91% (Kemenkes RI,
2010). Menurut definisi ileus adalah oklusi atau kelumpuhan usus yang mencegah perjalanan ke depan
dari isi usus, menyebabkan akumulasi di proksimal ke lokasi penyumbatan (Vilz TO, 2017). Obstruksi
terjadi ketika lumen usus menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya. Obstruksi sering menyebabkan
sakit perut, mual, muntah, konstipasi-sembelit, distensi, dan mencegah pergerakan normal produk
yang dicerna (Smith DA, Nehring SM, 2018).

Ileus obstruktif menjadi salah satu bentuk kelainan pada traktus digestivus dan menjadi
kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai akibat keadaan umum yang memburuk
dalam waktu singkat. Ileus adalah gangguan pasase usus baik secara mekanik maupun fungsional
misalnya pada mekanik disebabkan oleh strangulasi, sumbatan dalam lumen usus, serta invaginasi.
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi yang disertai dengan pengeluaran
cairan dan elektrolit yang banyak dari lumen usus akibat obstruksi, melalui muntah (Behman R, 2018:
Steensel van, 2018).

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk didiagnosis ileus. Di Indonesia ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien yang dirawat jalan
(Departemen Kesehatan RI, 2010). Penyakit saluran cerna, ileus merupakan akibat dari penghambatan
motilitas usus yang disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau gangguan peristaltik dinding usus, luar
usus yang menekan, kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis pada
lumen tersebut (Sjamsuhidajat, 2014). Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh
pembedahan darurat, apabila tidak ditangani maka tingkat kematian mendekati 100%. Bila operasi
dilakukan dalam 24-48 jam dapat menurunkan angka kematian hingga kurang dari 10%. Faktor-faktor
yang menentukan morbiditas meliputi usia pasien, komorbiditas, dan keterlambatan dalam perawatan.
Data yang diperoleh, mortalitas obstruksi usus secara keseluruhan masih sekitar 5-8% (Behman R,
2018: Mellor K, 2018).

DESKRIPSI KASUS

Seorang pasien, Tn. T, berusia 60 tahun tahun datang ke Rumah Sakit Umum Karsa
Husada pada tanggal 18 Maret 2022 dengan keluhan nyeri perut disertai perut semakin
memberat. Keluhan dirasakan sejak 3 minggu yang lalu, nyeri perut dirasakan di seluruh
lapang perut disertai perut semakin lama semakin membesar. Pasien sebelumnya telah
mendatangi rumah sakit Madinah dan didagnosis asites sehingga diberikan obat untuk
memperlancar pengeluaran cairan tubuh. Ternyata pasien jatuh dalam kondisi hipokalium
berat dikarenakan kehilangan cairan yang banyak tetapi perut yang besar tidak berkurang
sama sekali. Akhirnya pasien dirujuk ke RS Karsa Husada dan dirawat di ruang ICU untuk
pemantauan terapi kalium. Pasien juga mengeluhkan sulit BAB dan sulit kentut. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan metallic sound (+), distended (+), dilakukan pemeriksaan
penunjang foto BOF 2 posisi.

Dikarenakan perut pasien semakin distended maka perawat diberi instruksi oleh dokter
untuk melakukan dekompresi lambung dengan dilakukan pemasangan NGT toler. Ketika
dilakukan follow up oleh dokter muda dan dilakukan pemeriksaan fisik kembali pasien
merasa kurang nyaman dan mengaku bahwa perawat-perawat ICU kurang bersikap baik
ketika memberikan pelayanan tindakan. Pasien adalah seorang pengacara dan tergolong orang
yang teredukasi dengan baik dan merasa tersinggung oleh karena sikap perawat yang kurang
menghargai pasien. Dokter muda sebisa mungkin melakukan pemeriksaan secara professional
dengan disertai attitude yang baik. Pasien merasa lebih nyaman dan bisa lebih tenang ketika
diperiksa.

Hasil foto BOF 2 posisi menunjukkan adanya tanda-tanda ileus obstruktif sehingga
pasien perlu diberikan observasi dan pemberian obat yang terpantau. Pasien dipuasakan dan
dilakukan dekompresi lambung dengan NGT. Pemberian obat Ketorolac untuk mengurangi
rasa nyeri dan Laxadine syr untuk membantu pasien bisa BAB dengan baik kembali. Koreksi
kalium dilanjutkan sampai kadar kalium dalam range normal.
PERASAAN TERHADAP KASUS

Melihat pasien yang merasa gelisah dikarenakan kesalahan diagnosis dan pemberian
terapi yang bukannya mengurangi keluhan pasien tetapi malah menambah masalah yang baru
terhadap pasien. Serta ketidaknyamanan pasien yang mendapatkan pelayanan kurang baik dari
perawat sehingga pasien kurang mempercayai tenaga kesehatan. Penggalian anamnesis
terhadap pasien menjadi kurang maksimal dan pemeriksaan fisik juga harus dilakukan lebih
hati-hati lagi supaya pasien nyaman dan tidak gelisah. Hal ini dapat dijadikan pembelajaran
bagi dokter muda untuk selalu melakukan tugas dengan professional serta tetap
memperhatikan perasaan dan kenyamanan pasien dikarenakan pasien bukanlah suatu objek
yang harus diperbaiki tetapi pasien adalah seorang manusia yang punya hak juga untuk
dihormati dan dihargai serta mengharapkan kesembuhan dari seorang tenaga kesehatan

EVALUASI KASUS

Pada kasus ini memang ada kemungkinan asites yang disebabkan oleh perpindahan
cairan karena perubahan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah yang dapat terlihat dengan
membesarnya perut tetapi hal ini perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan fisik yang benar
untuk menghilangkan diagnosis banding dan mengerucut pada diagnosis yang pasti. Pada
pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa perut yang membesar bukanlah suatu asites tetapi
merupakan manifestasi klinis dari adanya tanda-tanda ileus obstruktif. Penanganan yang salah
akan membuat adanya masalah baru untuk pasien dan akan menyebabkan pasien tidak
percaya dengan tenaga Kesehatan. Selain dengan tindakan yang professional perlu didampingi
dengan attitude yang baik. Pasien merasa tidak dihargai jika tenaga kesehatan melakukan
pemeriksaan atau tindakan dengan tidak menghargai pendapat pasien atau izin pasien. Hal ini
akan mempengaruhi pada tatalaksana yang diberikan kepada pasien akan terganggu dengan
pasien yang kurang kooperatif dikarenakan kepercayaan kepada tenaga kesehatan telah
menurun. Untuk itu sepatutnya sebagai tenaga kesehatan tetap menjaga attitude di depan
pasien, supaya penanganan bisa berjalan dengan baik. penurunan albumin dikarenakan
kerusakan pada liver juga kerusakan pada jantung kanan sehingga terjadi gagal jantung kanan.
Hal ini dimungkinkan karena pasien menunda-nunda pengobatan karena takut untuk datang
ke rumah sakit akibat berita mengenai COVID-19. Sehingga sebaiknya baik keluarga maupun
pasien sendiri memiliki kesadaran dan kemampatan hati untuk segera mendapatkan
pengobatan agar setidaknya tidak terjadi komplikasi pada pasien. dikarenakan kondisi pasien
yang sudah parah dan memerlukan segera tindakan dan pengobatan.

PEMBAHASAN

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi,
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian
nutrisi yang adekuat. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang
juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat
dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik
pasca-operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.
Neostigmin sering diberikan pada pasn ileus paralitik pasca operasi. Bila bising usus sudah mulai ada
dapat dilakukan test feeding, bila tidak ada retensi,dapat dimulai dengan diit cair kemudian
disesuaikan sejalan dengan toleransi ususnya

Tindakan pemberian terapi sudah seharusnya didasarkan oleh diagnosis yang sudah
tegak melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang tepat, pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Sehingga tetap dapat menyembuhkan penyakit pada pasien tanpa menimbulkan penyakit lain.
Dan dalam pemeriksaan pasien maupun pentalaksanaan pasien tetap harus menghormati dan
menghargai pasien supaya tidak menimbulkan ketidakpercayaan pasien kepada tenaga
kesehatan. Hal ini dijelaskan dalam profesi kedokteran yang dikenal dengan 4 prinsip moral
utama, yaitu (Sofia, 2020):

1) Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination),
2) Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien;
3) Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau
“above all do no harm”,
4) Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).

Terlihat pada prinsip pertama dan ketiga yaitu harus menghormati hak-hak pasien dan
dilarang melakukan tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Dalam kasus ini yaitu
pemberian obat yang salah sehingga menimbulkan masalah baru, pasien mengalami
hipokalemia dan pasien merasa kurang nyaman dikarenakan tenaga kesehatan yang kurang
menghormati dan menghargai pasien.

KESIMPULAN

Ditinjau dari beberapa aspek tersebut, masalah baru yang timbul dikarenakan penatalaksanaan
yang tidak tepat merupakan salah satu aspek profesi kedokteran yang ketiga yaitu dilarang melakukan
tindakan yang memperburuk keadaan pasien, aspek ini tidak terpenuhi. Begitu juga dengan
ketidaknyamanan yang dirasakan pasien selama dirawat di ruang ICU merupakan aspek pertama dari
profesi kedokteran yang tidak terpenuhi yaitu harus menghormati hak-hak pasien. Hal ini dapat
menjadi pelajaran untuk kita selaku dokter muda untuk tetap menambah dan mengasah kembali
kemampuan teori ataupun skill dalam menangani pasien supaya tidak menimbulkan rasa
ketidakpercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan sehingga pemeriksaan bisa berjalan dengan baik
dan dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

REFERENSI

Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI

Vilz TO, Stoffels B, Strassburg C, etc, 2017. Ileus In Adult. Deutsches Arzteblatt
International. July ; 114(29-30): 508–518.

Smith DA, Nehring SM, 2018. Bowel Obstruction. 100:651. [PubMed] [Google Scholar]

Behman R, Nathens AB, Karanicolas PJ, 2018. Laparoscopic Surgery for Small Bowel
Obstruction: Is It Safe? Adv Surg. Sep;52(1):15-27.

van Steensel S, van den Hil LCL, Schreinemacher MHF, Ten Broek RPG, van Goor H,
Bouvy ND, 2018. Adhesion awareness in 2016: An update of the national survey of
surgeons. PLoS ONE. 13(8):e0202418.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Sjamsuhidajat R., De jong wim, 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, edisi 3.

Mellor K, Hind D, Lee MJ, 2018. A systematic review of outcomes reported in small bowel
obstruction research. J. Surg. Res. Sep;229:41-50.

Anda mungkin juga menyukai