Anda di halaman 1dari 12

TATALAKSANA KARSINOMA PROSTAT

1.1. Tatalaksana kanker sesuai stadium

Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa factor yaitu grading


tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup saat diagnosis.
Menurut NCCN tahun 2015 disebutkan, kelompok resiko tinggi adalah T3a atau Score
Gleason 8 s/d 10, atau PSA > 20 mg/mL. Diberikan terapi inisial dengan:

1. External Beam Radiotherapy (EBRT) + Androgen Deprivated Therapy ( ADT) selama 2-3
tahun (Kategori 1)

2. EBRT + Brakhiterapi ± ADT (2-3 tahun) dengan monitoring PSA setiap 6-12 bulanselama
5 tahun.

3. Radical Prostatectomy (RP) + Pelvic Lymph Node Dissection (PLND)

a) Jika ditemukan margin positif, invasi ke vesikula seminalis, extensi extra kapsular, atau
PSA terdeteksi maka ditambahkan EBRT atau dilakukan observasi. Dengan monitoring PSA
setiap 6-12 bulan selama 5 tahun

b) Jika didapatkan metastasis ke nodus limpatik, ditambahkan ADT dengan atau tanpa EBRT
atau observasi. Dengan monitoring PSA setiap 6-12 bulan selama 5 tahun

Kelompok resiko sangat tinggi adalah T3b sampai T4, score Gleason primer 5 atau Score
Gleason 8 s/d 10, dengan inti lebih dari 4 diberikan terapi inisial dengan:

1. EBRT + ADT 2-3 tahun (kategori 1) Dengan monitoring PSA setiap 6-12 bulan selama 5
tahun.

2. EBRT + Brachytherapi ± ADT (2-3 tahun) Dengan monitoring PSA setiap 6-12 bulan
selama 5 tahun.

3. RP + PLND

a) Jika ditemukan margin positif, invasi ke vesikula seminalis, extensi extra kapsular, atau
PSA terdeteksi maka ditambahkan EBRT atau dilakukan observasi. Monitoring PSA setiap 6-
12 bulan selama 5 tahun.
b) Jika didapatkan metastasis ke nodus limpatik, ditambahkan ADT dengan atau tanpa EBRT
atau observasi. Dengan monitoring PSA setiap 6-12 bulan selama 5 tahun. (NCCN
Guidelines, 2015)
Gambar 1 Tatalaksana sesuai risiko kanker (J. Mcconnels, 2006)
1.2. Penatalaksanaan kanker yang telah metastasis

Androgen Deprivation Therapy (ADT) merupakan baku emas terapi Kanker prostat
lanjut setelah penemuan Huggins dan Hodges di tahun 1941.Terapi ini dapat berupa kastrasi
dengan obat atau pembedahan (orkhidektomi). Tingkat kastrasi yang diinginkan adalah kadar
testosteron < 20ng/dL. Pemberian Lutenising Hormone Releasing-Hormone (LHRH) agonis
seharusnya disertai pemberian anti-androgen untuk mencegah flareup sedikitnya 14 hari
(Huggins, C., 2002).

Bermacam-macam strategi yang digunakan dalam penggunaan ADT ini, menurut jenis
blokadenya dapat komplit (Complete Androgen Blokade/CAB) LHRH agonis ditambah anti-
androgen ataupun tunggal (hanya LHRH agonis saja). Menurut lama waktu pemberian
terbagi atas: kontinyu dan intermiten. Menurut awal waktu pemberian: segera (immediate)
atau ditunda (deferred). Berdasarkan hasil studi review maupun meta-analisis keuntungan
blokade komplit (CAB) terhadap terapi tunggal hanya < 5%. Pemberian CAB jangka panjang
akan menginduksi terjadinya sel independen androgen, dalam jangka waktu rata-rata 2 tahun.
Oleh karena itu disarankan penghentian pemberian obat secara berkala (intermiten) yang
dibuktikan dari beberapa penelitian penting bahwa hasilnya tidak berbeda. Pemberian ADT
segera akan menurunkan progresi penyakit dan komplikasi secara bermakna dibandingkan
ditunda. Tetapi hal ini tidak meningkatkan cancer-specific survival (N. Bruchovsky, et al.,
1990).

1.3. Kanker Prostat dengan Kastrasi dan Hormon Refrakter (Castration and Hormone
Refractory Prostate Cancer / CRPCHRPC)
Timbulnya resistensi terhadap terapi hormonal merupakan isu yang penting pada
pemberian terapi hormonal. Mekanisme resistensi terhadap terapi hormonal masih belum
diketahui secara pasti. Kanker prostat saat ini memiliki sel-sel yang bersifat heterogen
(androgen dependen dan androgen independen). Berbagai istilah yang berbeda telah
digunakan untuk menggambarkan Kanker prostat yang kambuh setelah terapi ablasi
hormonal awal, termasuk HRPC, androgen-independen kanker dan hormone independen
kanker.
CRPC masih responsif terhadap terapi hormon lini kedua, termasuk penghentian anti-
androgen, estrogen dan kortikosteroid. Sedangkan HRPC adalah resisten terhadap semua
tindakan hormonal. Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat refrakter hormon, harus
memenuhi kriteria di bawah ini: Peningkatan PSA atau peningkatan lesi tulang atau jaringan
lunak walaupun sudah diberikan terapi hormonal sekunder dan Anti androgen withdrawal
minimal 4 minggu dimana kadar testosteron serum telah mencapai ambang kastrasi (<
20ng/dL) (Isaacs JT, Coffey DS, 1980).
1. Penatalaksanaan Kemoterapi (Cytotoxic Therapy)
a. Pada penderita yang hanya mengalami peningkatan PSA, maka 2 kali peningkatan
PSA berturut-turut di atas batas kadar nadir yang sebelumnya harus diketahui.
b. Sebelum pengobatan, kadar PSA serum harus di atas > 5 ng/mL untuk memastikan
interpretasi efek pengobatan secara pasti.
c. Keuntungan dan efek samping pengobatan sitotoksik harus didiskusikan dengan
setiap individu penderita.
d. Pada penderita dengen metastasis HRPC, dan kandidat untuk terapi sitotoksik,
docetaxel 75 mg/m2 + Prednison 3x 10mg/hari dengan interval 3 minggu sampai 6
siklus. Terapi ini memberikan keuntungan survival yang bermakna.
Gambar 2. Algoritma Kemoterapi Ca Prostat (PPKP, 2011)

1.4. Pemantauan
Pemantauan pasca terapi Kanker prostat perlu dilakukan sebagai bagian dari
penatalaksanaan penderita yang baik dan bertanggung jawab. Pemantauan yang
dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing penderita. Secara umum,
pemantauan penderita Kanker prostat dapat dibagi menjadi (Heidenreich A., 2011):
1. Pemantauan setelah terapi kuratif
Terapi kuratif meliputi operasi prostatektomi radikal atau radioterapi, baik
EBRT atau Brakiterapi permanen, atau kombinasi keduanya. Terapi hormonal
diberikan pada penderita dengan metastasis atau stadium lanjut lokal (locally
advanced). Kegagalan biokimia pada penderita tersebut seringkali berhubungan
dengan progresi simtomatis yang cepat. Oleh sebab itu, pemantauan diperlukan
untuk mendeteksi progresi secara dini. Rekurensi dapat terjadi pada setiap saat
setelah terapi kuratif. Oleh karena itu tindakan pemantauan diperlukan
mengingat beberapa hal berikut:
- Adanya kemungkinan terapi lini kedua dengan tujuan kuratif jika terjadi
kegagalan terapi lini pertama.
- Adanya kemungkinan terapi hormonal dini. Pemeriksaan yang secara
rutin digunakan untuk mendeteksi progresi atau residual Kanker prostat
adalah pemeriksaan fisik (termasuk colok dubur) dan kadar PSA.
Anamnesis spesifik juga perlu dilakukan, meliputi aspek psikologis,
tanda-tanda progresi penyakit, dan komplikasi terkait terapi.
2. Pemantauan setelah terapi hormonal
Tujuan pemantauan pasca terapi hormonal adalah untuk memantau
respons terapi, menjamin compliance terapi, mendeteksi komplikasi terapi
hormonal, menentukan modalitas terapi paliatif sesuai pasca gagal terapi
hormonal. Waktu pemantauan minimal 3-6 bulan sekali. Hal-hal yang perlu
dipantau selama terapi hormonal adalah:
- Pemantauan kadar kreatinin, hemoglobin, dan fungsi hati.
- Kadar testosteron serum.
- Pemantauan komplikasi metabolic.
- Sidik tulang, ultrasonografi, dan foto thoraks.
- Bone Mass Density.
1.5. Terapi Paliatif
Terapi paliatif merupakan terapi aktif terhadap penderita stadium lanjut yang
sudah tidak memberi respon terhadap terapi kuratif. Terapi ini bersifat holistik,
mengontrol gejala yang timbul baik itu secara fisik, psikologis, sosial, spiritual dan
melibatkan keluarga pasien (PPKP, 2011).
1. Kontrol nyeri
Pada penderita Kanker prostat lanjut nyeri akan dirasakan terutama di daerah
tulang yang termetastasis, pelvis. Terapi yang dapat digunakan: bifosfonat (asam
Zoledronat), analgetik (parasetamol sampai opioid) dan radiasi lokal.
2. Obstruksi saluran kemih bawah dan atas
Obstruksi saluran kemih bawah dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal
bila tidak ditangani. Pada kasus tertentu dapat dilakukan pemasangan kateter,
sistostomi maupun stent uretra. Tidak sedikit penderita dengan gangguan fungsi
ginjal yang disebabkan sumbatan ureter karena ekstensi kanker ke trigonum,
pemasangan nefrostomi perkutan dianjurkan.
3. Kompresi medulla spinalis
Sepuluh persen penderita HRPC mengalami kompresi medulla spinalis.
Terapi yang disarankan berupa stabilisasi tulang belakang baik bedah maupun non
bedah, pemberian kortikosteroid dan radiasi.
4. Limfedema
Patofisiologi lymphedema melibatkan dua proses, ketidakseimbangan
produksi dan pengeluaran limfa, serta kerusakan jaringan. Ketidakseimbangan
antara produksi limfa dan pengeluarannya menjadi proses yang sangat penting
pada patogenesis dan patofisiologi lymphedema. Lymphedema muncul akibat
kegagalan pengeluaran limfa akibat gagalnya transpor limfatik. Hal ini dapat
disebabkan oleh kerusakan kongenital, destruksi anatomi akibat tumor, operasi,
dan radioterapi, serta defisiensi fungsional. Edema muncul sebagai manifestasi
klinis dari kegagalan transpor tersebut. Edema pitting disebabkan oleh
terkumpulnya cairan di ruang interstisial. Kerusakan jaringan pada lymphedema
disebabkan oleh inflamasi kronis yang dimediasi monosit, makrofag, limfosit, dan
sel dendritik, kurangnya tekanan oksigen akibat cairan yang penuh protein, serta
proliferasi jaringan stroma dan parenkim dengan peningkatan penyimpanan
substansi pada matriks ekstraseluler. Selain itu, kerusakan yang terus menerus
dapat menyebabkan kegagalan kapasitas transport limfatik. Hal ini lama-kelamaan
akan menyebabkan penebalan jaringan kutan serta hiperselularitas, fibrosis, dan
peningkatan jaringan adiposa subfascial dan jaringan subkutan yang patologis
(International Society of Lymphology, 2016).
Limfedema dapat menimbulkan nyeri dan mudah terinfeksi. Edema penis dan
skrotum menyebabkan keterbatasan penderita untuk berdiri maupun berkemih.
Edema pada tungkai bawah dapat diterapi dengan drainase manual (tungkai
ditinggikan), pemasangan balutan elastic.
Gambar 3. Algoritma tatalaksana Ca Prostat (PPKP, 2011)
1.6. Edukasi

Tatalaksana edukasi penting diterapkan saat proses pelaksanaan terapi pada kanker
prostat, dikarenakan edukasi mencakup dalam proses pengobatan serta efek samping
dari pengobatan tersebut.

Tabel 1 topik edukasi pasien (PPKP, 2011)

Topik Edukasi kepada Pasien


Kondisi Informasi dan Anjuran saat Edukasi
1 Radioterapi Efek samping radiasi akut yang dapat
. muncul
(gangguan pada kulit tempat radiasi
eksterna
diberikan)
2. Kemoterapi Efek samping kemoterapi yang mungkin
muncul (mual,
muntah, dsb)
3 Nutrisi Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara
. pemberian nutrisi
sesuai dengan kebutuhan
4. Metastasis - Kemungkinan fraktur patologis sehingga
pada pasien
pada yang berisiko diedukasi untuk
tulang berhati-hati saat aktivitas
atau mobilisasi.
- Mobilisasi menggunakan alat fiksasi
eksternal dan/atau
dengan alat bantu jalan dengan
pembebanan bertahap
5. Lainnya - Anjuran untuk kontrol rutin pasca
pengobatan
- Anjuran untuk menjaga pola hidup yang
sehat
KOMPLIKASI KARSINOMA PROSTAT

Apabila karsinoma prostat tidak terkendali dengan baik, kondisinya dapat bertambah parah
dan menyebabkan kondisi berikut ini:

a. Metastasis : kanker prostat dapat menyebar pada sepanjang pembuluh limfatik


menuju kelenjar getah bening di sekitarnya, hingga mencapai tulang atau organ jauh
lainnya.
b. Rasa nyeri: jika terjadi metastasis hingga tulang, pasien mungkin akan mengalami
rasa sakit yang teramat parah.

Berdasarkan tindakan pengobatan yang dilakukan dapat terjadi komplikasi sebagai berikut:

a. Inkontinensia urin.
b. Impotensi (ketidakmampuan ereksi dan mempertahankan ereksi untuk melakukan
hubungan seksual yang memuaskan): penyebabnya dapat dikarenakan kankernya,
tindakan pembedahan, radioterapi atau terapi hormonal bisa menyebabkan impotensi
pada beberapa pasien.
c. Perdarahan rektum atau ulkus: sering disebabkan oleh radioterapi (NCCN,2011).

DAFTAR PUSTAKA

1. Isaacs J, Coffey D. Adaptation vs selection as the mechanism responsible for the


relapse of prostatic cancer to androgen ablation therapy as studied in the Dunning R-
3327-H adenocarcinoma. Cancer Res 1981; 41: 5070–5.
2. Kaya E, Feuer D. Prostate cancer: palliative care and pain relief. Prostate Cancer and
Prostatic Dis 2004; 7:311-315
3. Lutz S, Berk L, Chang E. Palliative radiotherapy for bone metastases: an ASTRO
evidence based guideline. Int J Radiat Oncol Bio Phys 2011; 79: 965–976.
4. Panduan penatalaksanaan kanker Prostat. 2017. Komite penanggulangan kanker
nasional. Kemenkes RI; 6-24.
5. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. SIGN Control of pain in adults with
cancer.
6. Thompson JC, Wood J, Feuer D. Prostate cancer: palliative care and pain relief. Br
Med Bulletin 2007; 83: 341-354
7. National Comprehensive Cancer Network. V.2. 2011
8. International Society of Lymphology. The diagnosis and treatment of peripheral
lymphedema: 2016 consensus document of the International Society of Lymphology.
Lymphology. 2016 Dec;49(4):170-84.

Anda mungkin juga menyukai