BAB III
LAPORAN KASUS
RPS:
Pasien mengatakan sesak sejak 2 bulan terakhir dan memberat 2 hari yang lalu
Sesak dirasakan sejak 2 bulan dan hanya timbul setelah melakukan aktivitas berat
Selama 2 hari terakhir semakin memberat, sesak akan timbul hanya dengan berjalan
Sesak dirasakan memberat dengan posisi tidur lurus terlentang sehingga biasa tidur
dengan bantal ditinggikan atau duduk. Sejak 3 hari ini pasien tidak bisa tidur di
malam hari karena sesak dan butuh disangga bantal tinggi untuk mengurangi sesak,
sering terbangun saat malam hari karena sesak napas (Paroxysmal Nocturnal
Dyspneu +, Ortopneu +)
Sesak pada 2 hari terakhir disertai nyeri dada kanan kiri, dirasakan hilang timbul dan
terasa cenat-cenut, lama nyeri < 1 menit, nyeri tidak menjalar, tidak tembus ke
Pasien mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu, bengkak
Nyeri pada perut terasa begah terutama saat makan dan minum sedikit
2
Minum (+), makan (+) jumlah sedikit
RPD:
Hipertensi (+) pasien mengaku terkontrol (tidak kontrol ke dokter tetapi mengaku
DM (-) disangkal
Riwayat keluarga: -
RPO:
Amlodipin 5 mg
Riwayat Alergi: -
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
SaO2 : 94% on room air monitoring 15 menit SaO2 : 99% on NRBM 10 lpm
Kepala/Leher
Anemia (-), Ikterus (-), Sianosis (-), Dyspneu (+), PBI ±3/±3 mm, JVP R+3 cmH 2O
Cor
Palpasi: iktus kordis teraba di ICS V anterior axilla line sinistra, Thrill (-)
Perkusi: timpani
Pulmonal
Auskultasi:
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + + + - -
Abdomen
Inspeksi: Flat
Ekstremitas
CRT < 2 s + +
+ +
Pemeriksaan Tambahan
EKG I
Gelombang P :0,06 s
PR Interval :0,16 s
- LAHB (Left Anterior Hemi Block) : rS lead III, aVF; qR lead aVL
- LVH : 37 mm (+)
- Q patologis : (-)
- LBBB : (-)
- RBBB : (-)
QT interval : 0,32 s
Kesimpulan: Sinus takikardi, dengan HR 100 x/menit; LAD; Clockwise rotation; LVH; dan
ST depresi pada lead V6 (iskemik lateral); T inversi lead I, aVL, V6 (iskemik lateral); LAHB
Laboratorium:
LAB Hasil
GDA
K+ 4.13 (3,5-5,5)
Cholesterol 218 ↑
LDL-c 152,6 ↑
GDP 136 ↑
pH 7.534 (7.350-7.450) ↑
TCO2 23 (23-27) ↓
Catatan:
- Merah: tinggi
- Biru: rendah
Foto Toraks
- Identitas pasien sesuai
- Foto thorax PA
- Costa posterior tampak sampai costa 10, costa anterior tampak sampai costa 7, costa
dinding dada S
- Aorta: tampak dilatasi aorta (jarak aorta asenden dengan arcus aorta > 4 cm),
elongasi aorta (jarak aorta dengan ujung proksimal kalvikula < 1,5 cm), kalsifikasi
- Trakea : ditengah
- Skeletal: baik
Kesimpulan:
Penatalaksanaan:
Dari IGD
O2 NRBM 10 lpm
Inj. Furosemide 40 mg
Pasang Kateter
Nebul combivent 5 mg
ISDN 5 mg SL
Cue and Clue Problem List Initial Diagnosa Planning Planning Therapy P. Mo
Diagnosa
Tn. J/ laki-laki/ 65 tahun/ Dampit, - DOE (+) 1.1 ADHF precipiting Ekokardiografi O2 NRBM 10 lpm TTV
Malang - PND (+) factor ACS Posisi semifowler Keluhan
- Orthopneu (+) 1.2 ADHF precipiting Drip Furosemid 10 mg/ Pasien
Keluhan Utama: Sesak - Klasifikasi factor Hipertensi Urine output
jam
RPS: NYHA kelas 1.3 ADHF ec EKG Serial
III Coronary Artery Inj. Furosemid 3x40 mg
Pasien mengatakan sesak sejak SC
- Angina tipikal Disease
2 bulan terakhir dan memberat Po. Ramipril 0-0- 5 mg
pectoris 1.4 ADHF ec
2 hari yang lalu - Klasifikasi Hypertensive Heart Po. Spironolacton 25 mg
Sesak dirasakan sejak 2 bulan CCS kelas III Disease -0-0
dan hanya timbul setelah - Takipneu Po. ISDN 3x5 mg
melakukan aktivitas berat - Takikardi
Po. Digoksin 0,25 mg -0-
Selama 2 hari terakhir semakin - Hipertensi
- Rhonki basah 0
memberat, sesak akan timbul Po. Amlodipin 10 mg-0-0
halus basal
hanya dengan berjalan sedikit paru Loading ASA 4 tab
dan menaiki 3 anak tangga, - Edema pitting (besok lanjut 1x1)
napas ngongsrong ekstremitas Loading CPG 4 tab
Sesak membaik dengan inferior D/S (besok lanjut 1x1)
istirahat atau dengan posisi Inj. Arixtra 1x2,5 mg SC
duduk. Po. Atorvastatin 0-0-40
Sesak dirasakan memberat mg
dengan posisi tidur lurus
terlentang sehingga biasa tidur
dengan bantal ditinggikan atau
duduk. Sejak 3 hari ini pasien
tidak bisa tidur di malam hari
karena sesak dan butuh
12
disangga bantal tinggi untuk
mengurangi sesak, sering
terbangun saat malam hari
karena sesak napas
(Paroxysmal Nocturnal
Dyspneu +, Ortopneu +)
Sesak pada 2 hari terakhir
disertai nyeri dada kanan kiri,
dirasakan hilang timbul dan
terasa cenat-cenut, lama nyeri
< 1 menit, nyeri tidak
menjalar, tidak tembus ke
punggung, dan nyeri
berkurang dengan istirahat.
Pasien mengeluhkan bengkak
pada kedua kaki sejak 2
minggu yang lalu, bengkak
sedikit berkurang dengan
posisi tungkai ditinggikan
Batuk (+) kering jarang-jarang
sejak 2 minggu yang lalu
Nyeri pada perut terasa begah
terutama saat makan dan
minum sedikit
BAK (+), BAB (+) jumlah
sedikit
Minum (+), makan (+)
jumlah sedikit
RPD:
Hipertensi (+) pasien mengaku
terkontrol
DM (-) disangkal
Kolesterol (-) disangkal
Riwayat asma dan penyakit paru (-)
Riwayat penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-)
Riwayat keluarga: -
Faktor Risiko: merokok (-)
RPO:
Amlodipin 5 mg
Riwayat Alergi: -
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Lemas
Tanda-tanda Vital
- GCS: 456 (Composmentis)
- SaO2: 94% on room air
- RR: 52 x/menit
- HR: 110 x/menit
- TD: 166/110 mmHg
- T : 36,6 oC
Kepala/Leher
a/i/c/d -/-/-/+
JVP R+3 cmH2O
Cor
- Inspeksi: iktus kordis invisible
- Palpasi: iktus kordis teraba di ICS V
anterior axilla line sinistra, Thrill (-)
- Auskultasi: S1 S2 single reguler,
Gallop (-), Murmur (-)
- Perkusi:
- Batas Jantung kanan ICS IV
parasternal line dextra
- Pinggang jantung ICS III
midclavicular line sinistra
- Batas jantung kiri ICS V anterior
axilla line sinistra
Pulmonal
Auskultasi:
Vesikuler ronkhi
wheezing
- -
+ + - -
- -
+ + - -
- -
+ + + +
Abdomen
- Inspeksi: flat
- Palpasi: soefl, nyeri tekan (+)
regio epigastric
Ekstremitas
Akral hangat kering merah, CRT < 2
Edema (+)
- -
+ +
Kepala/Leher
a/i/c/d -/-/-/+
JVP R+3 cmH2O
Cor
- Inspeksi: iktus kordis invisible
- Palpasi: iktus kordis teraba di ICS V
anterior axilla line sinistra, Thrill (-)
- Auskultasi: S1 S2 single reguler,
Gallop (-), Murmur (-)
- Perkusi:
- Batas Jantung kanan ICS IV
parasternal line dextra
- Pinggang jantung ICS III
midclavicular line sinistra
- Batas jantung kiri ICS V anterior
axilla line sinistra
Pulmonal
Auskultasi:
Vesikuler ronkhi
wheezing
- -
+ + - -
- -
+ + - -
- -
+ + + +
Abdomen
- Inspeksi: flat
- Palpasi: soefl, nyeri tekan (+)
regio epigastric
Ekstremitas
Akral hangat kering merah, CRT < 2
Edema pitting (+)
- -
+ +
Kepala/Leher
a/i/c/d -/-/-/+
JVP R+3 cmH2O
Cor
- Inspeksi: iktus kordis invisible
- Palpasi: iktus kordis teraba di ICS V
anterior axilla line sinistra, Thrill (-)
- Auskultasi: S1 S2 single reguler,
Gallop (-), Murmur (-)
- Perkusi:
- Batas Jantung kanan ICS IV
parasternal line dextra
- Pinggang jantung ICS III
midclavicular line sinistra
- Batas jantung kiri ICS V anterior
axilla line sinistra
- -
Pulmonal
Auskultasi: - -
Vesikuler ronkhi - -
wheezing
+ + - -
+ + - -
Abdomen
+ + + +
- Inspeksi: flat
- Palpasi:
soefl, nyeri tekan (+) regio
epigastric
Ekstremitas
Akral hangat kering merah, CRT < 2
Edema (+)
- -
+ +
S O A P
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis dengan Acute Decompensated Hearth Failure (ADHF) dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa EKG dan X-Ray Thorax.
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa, pasien sudah memiliki riwayat hipertensi tidak rutin
kontrol hanya rutin meminum amlodipine 5 mg. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 166/110 mmHg, heart rate 110x/menit, dan respiratory rate 52x/menit. Dari
pemeriksaan toraks didapatkan pergeseran batas jantung kiri yang menunjukkan bahwa
terdapat pembesaran jantung kiri, dari pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi halus
minimal pada lapang bawah paru dextra sinistra.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan abdomen regio epigastrik disertai
keluhan perut begah. Pada ekstremitas didapatkan edema ekstremitas inferior dengan akral
hangat yang menunjukkan bahwa terdapat kongesti tanpa disertai hipoperfusi. Berdasarkan
klasifikasi NYHA, pasien ini masuk dalam kategori NYHA kelas II, karena pasien terdapat
batasan aktivitas ringan, pasien tidak terdapat keluhan saat kondisi istirahat tetapi aktivitas
fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, berdebar, sesak napas. Pemeriksaan EKG dan Foto
X-Ray thorax dapat membantu menegakkan diagnosis dari Acute Decompensated Hearth
Failure (ADHF). Abnormalitas pada gambaran EKG dapat membantu dalam penegakan
diagnosis Acute Decompensated Hearth Failure (ADHF).
Pada pasien ini, gambaran EKG pada sadapan kiri menunjukkan sinus takikardi
dengan HR 107 x/menit, LAD, Clockwise rotation, LVH, dan terdapat iskemik pada
regio lateral, LAHB. Gambaran abnormalitas foto X-Ray pada pasien Acute
Decompensated Hearth Failure (ADHF) dapat berupa kardiomegali, hipertrofi ventrikel,
kongestif vena paru, edema interstisial, efusi pleura, garis Kerley B, Area paru hiperlusen,
infeksi paru, dan infiltrate paru. Pada pasien ini ditemukan gambaran kardiomegali dengan
apex tertanam yang kemungkinan terjadi karena dilatasi maupun hipertrofi ventrikel kiri.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat membantu mengetahui fungsi jantung dan kelainan
anatomis jantung.
Pasien datang dengan kondisi sesak, sehingga diberikan oksigenasi dengan NRBM 10
lpm. Tatalaksana Acute Decompensated Hearth Failure (ADHF) pada pasien ini diberikan
obat diuretik berupa Furosemide 10 mg/jam yang diberikan secara drip. Furosemide
25
diberikan untuk ADHF dengan tanda overload cairan dan kongesti. Pada pasien ini ditandai
dengan adanya edema ekstremitas, dan rhonki. Furosemide bekerja dengan menghambat
reabsorbsi natrium dan clorida di lengkung henle assenden dan tubulus ginjal proksimal dan
distal sehingga menyebabkan pengeluaran cairan melalui urin. Target balance cairan adalah
negatif 500 cc-1000 cc dalam satu hari.
ACE-I diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 % maupun Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % kecuali ada kontraindikasi.
ACE-I memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. Mekanisme
kerja obat golongan ACE inhibitor adalah dengan menghambat perubahan angiotensin 1
menjadi angiotensin 2 sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan sekresi
aldosterone. Namun, pemberian obat golongan ACE inhibitor sering menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk, dan angioedema
(jarang). Oleh sebab itu, ACE-I hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat
dan kadar kalium normal.
Hasil pemeriksaan tekanan darah pasien ini 166/110 mmhg yang menunjukkan
diagnosis pasien adalah Hipertensi Grade II. Amlodipin dapat menjadi pilihan sebagai
pengontrol laju ventrikel dan mengatasi hipertensi pada pasien ini, karena amlodipine tidak
menimbulkan efek inotropic negatif seperti kebanyakan obat golongan CCB.
Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya gambaran ST Depresi pada lead, yang
menunjukkan adanya iskemik lateral. Untuk menunjang diagnosis Acute coronary syndrome
maka dilakukan pemeriksaan cardiac enzim. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Troponin
I, dimana kadar Troponin I 0,0 masih dalam batas normal. Troponin I mengalami
peningkatan setelah otot jantung mengalami iskemia selama 4-6 jam dan mencapapi puncak
dalam 24 jam, serta kembali normal setelah 4-7 hari. Sehingga pada pasien ini didiagnosis
dengan NSTE-ACS. Troponin jantung adalah biomarker yang lebih spesifik dan sensitive
untuk mendeteksi Cardiacmyocyte injury. Peningkatan Troponin dapat terjadi karena
nekrosis miosit, iskemia berkepanjangan, gagal jantung berat, miokarditis, sepsis, gagal
ginjal, emboli paru. Tatalaksana NSTE-ACS, ASA 4x80 mg loading dose, CPG 4x75 mg
loading dose, ISDN 2x5 mg, dan Atorvastatin 1x40 mg.
Hasil lab menunjukkan bahwa kadar Cholesterol pasien meningkat 218 mg/dL serta
peningkatan kadar LDL-c sebesar 152,6 mg/dL yang menunjukkan adanya dislipidemia pada
pasien ini. Hal ini merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK pada pasien ini.
Dislipidemia dapat menimbulkan PJK karena pada dislipidemia terjadi peningkatan
konsentrasi kolesterol LDL, trigliserida, kolesterol total, dan penurunan kolesterol HDL yang
bersifat anti-aterogenik, anti oksidan, dan anti inflamasi, dimana keseluruhan proses tersebut
akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah. Kondisi kekurangan anti oksidan ini akan
membuat pembuluh darah lebih rentan mengalami cedera endotel, yang merupakan cikal
bakal terjadinya aterosklerosis pada PJK. Untuk itu dislipidemia pada pasien ini perlu
dilakukan tatalaksana farmakologi pemberian Atorvastatin 40 mg. Atorvastatin memiliki
mekanisme kerja menginhibisi enzim reduktase HMG-CoA dan inhibisi sintesis
kolesterol dalam hati, meningkatkan sejumlah reseptor LDL hepar pada permukaan
sel untuk mempertinggi pengambilan dan katabolisme LDL, mereduksi LDL yang
terbentuk dan juga produksi LDL.
Hasil pemeriksaan lab menunjukkan adanya peningkatan SGOT dan SGPT, namun
dengan kadar yang tidak bermakna, hal ini bisa terjadi pada pasien dengan fatty liver,
maupun pasien dengan gagal jantung kanan. Peningkatan SGOT dan SGPT yang tidak
bermakna tidak perlu untuk diterapi, namun diatasi penyebabnya. Hasil lab menunjukkan
bahwa kadar Cl- pada pasien ini meningkat 111,6 mmol/L tetapi tidak bermakna sehingga
tidak perlu untuk diterapi.
Pemeriksaan kadar asam urat pada pasien ini menunjukkan hasil yang tinggi yaitu 12,0
sehingga pasien mengalami hiperurisemia. Ginjal merupakan organ yang berperan
megendalikan kadar asam urat di dalam darah agar selalu dalam batas normal. Organ ginjal
mengatur pembuangan asam urat melalui urin. Namun bila produksi asam urat menjadi
sangat berlebihan atau pembuangannya berkurang, kadar asam urat di dalam darah menjadi
tinggi sehingga perlu dilakukan tatalaksana farmakologi yaitu pemberian Allopurinol 1x300
mg.