Anda di halaman 1dari 10

SOAL UAS JANUARI FARMAKOTERAPI 1

PENGAMPU: SUNANDAR IHSAN

SOAL 1
AM seorang bapak umur 61 tahun keklinik karena batuk tanpa hemoptisis, napas pendek,
nyeri dada, BB yang mulai menurun. ISPA 2 bulan terakhir dengan sesekali hemoptysis.
Merokok 1 bungkus/hari sejak awal umur 30 tahun namun berhenti total 10 tahun lalu.
Tinggal di pinggir kota mengelola kafe sejak 10 tahun lalu.
Dia mengalami GERD terkontrol dengan lanzoprazole 30 mg/hari, hipertensi yang
terkontrol dengan lisinopril 20 mg/hari. Bapaknya menderita kanker kolorektal namun
sembuh, ibunya sehat walafiat.
TD 125/69 mmHg, RR26 x/menit, Nadi 80 x/menit, Suhu 37,20 C.
Hasil CT scan dan PET ditemukan massa 3 cm lobus kanan bawah paru dengan kelenjar
limfe bagian ipsilateral. Hasil biopsy ditemukan adenokarsinoma NSCLC. Status performen
0-1.

1. Tentukan apa factor risiko pasien dan permasalahan pasien..?


2. Tentukan bagaimana tata laksana terapi, ?
3. Bagaimana KIE dan Monitoring ?

Setelah satu tahun kemudian pasien follow up dan ditemukan sel telah metastase di otak
dan hati. Hasil diagnostic molekuler di temukan h ALK (+) atau translokasi pada AML-
EML4.

1. Tentukan apa permasalahan pasien sekarang dan tata laksana terapi, dan parameter
monitoring,
2. Tentukan bagaimana antisipasi efek samping dan follow up.

SOAL 2
Anak An. Umur 8 tahun masuk RS bersama ayahnya dengan riwayat tubuhnya nyeri,
panas dingin dan demam sejak 4 – 5 hari. Anak An juga mengalami pilek beberapa minggu
terakhir dan belum mengalami perbaikan dan mengalami nyeri tulang bagian kaki kiri.
Pemeriksaan fisik menunjukan muka pucat, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Nilai
elektrolit dan asam urat dalam batas normal. Pemeriksaan CBC menunjukan anemia
normokromik normositik.

Pemeriksaan lab:
Hb 7,0 g/dL atau 4,34 mmol/L; reference range, 11.7 - 15.7 g/dL, atau 7.26 - 9.74 mmol/L),
Hematokrit 21% (0.21; reference range, 35%–47% atau 0.35–0.47),
WBC count 4.1 × 103/mm3 (4.1 × 109/L).
Nilai diferensial WBC count; lymphocytes 65% (0.65) (reference range, 20%–40% or 0.2–
0.4), neutrophil 13% (0.13) (reference range, 55%–62% atau 0.55–0.62), dan limfoblast 22%
(0.22) (normal 0%).
Hasil sito metri jenis imunofenotipe CD19 dan CD 20 positif.

1. Apa yang menjadi penanda (terdiagnosis) ALL pada pasien dan apa yang menjadi
faktor prognosis pasien? (Identifikasi permasalahan pasien)

Hasil biopsy pada sumsum tulang 85% blast B-cell. Hasil analisis FISH pada darah
perifer menunjukkan positif translokasi BCR/ABL kromosom Ph + 5,5%. Pasien akan
menerima hidrasi dengan sodium bikarbonat dan allopurinol. Pasien di lakukan lumbar
puncture (LP) untuk mengetahui keberadaan sel di cairan serebrospinal. Selama LP pasien
diberikan sitarabin intratekal /IT.
2. Apa yang menjadi factor risiko pasien?
3. Bagaimana rencana terapi pada pasien dan apa tujuan diberikan IT sitarabin?
(Bagaimana tatalaksana terapi pasien keseluruhan?)
4. Bagiaman KIE dan Monitoring pada pasien?
Jawaban :

(STADIUM AWAL STAGE IIa)


1) Berdasarkan prinsip-prinsip Farmakoterapi I
1. Informasi Identitas pasien :
Nama : Bpk. AM
Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki (L)
2. Identitas Permasalahan Pasien :
a. Tanda dan Gejala
 Batuk tanpa hemoptisis
 Napas Pendek
 Nyeri Dada
 BB Yang Mulai Menurun
 ISPA 2 Bulan Terakhir Dengan Sesekali Hemoptysis
b. Data Laboratorium :
 Hasil Laboratorium : TD 125/69 mmHg, RR26 x/menit, Nadi 80 x/menit, Suhu
37,20 C, Status performen 0-1
 Hasil CT scan dan PET ditemukan massa 3 cm lobus kanan bawah paru dengan
kelenjar limfe bagian ipsilateral
 Hasil biopsy ditemukan adenokarsinoma NSCLC
Setelah 1 tahun pengobatan pasien melakukan flow up dan pemeriksaannya :
 Hasil diagnostic molekuler di temukan h ALK (+) atau translokasi pada AML-
EML4
 Ditemukan sel telah metastase di otak dan hati.
c. Riwayat-Riwayat Penyakit

GERD, hipertensi dan kanker kolorektal


3. Diagnosis

T = T2a
Karena Tumor >3 tapi ≤5 cm.

N = N1
Karena Metastasis dalam peribronchial ipsilateral dan/ atau kelenjar getah
bening perihilar dan kelenjar intrapulmoner, termasuk keterlibatan dengan ekstensi
langsung.

M = M0
Karena tidak ada metastasis jauh.
4. Tata laksananya
a. Tujuan Pengobatan : meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi gejala efek
samping pengobatan penyakit.
Sebagai pereda dan stabilitasi penyakit kanker paru-paru yang dialami pasien
b. Strategi Pengobatan : Operasi, Radioterapi dan Adjuvant Chemotherapy.

Berdasarkan stadium kanker paru-paru yang di alami pasien maka strategi


yang akan di gunakan adalah Operasi dan Radioterapi.

 Operasi biasanya diutamakan pada penderita kanker stadium awal I b yang

tujuannya untuk meningkatkan kelangsungan hidup untuk pasien dengan


tumor NSCLC tahap awal dan local (tahap klinis IA, IB, atau IIA). Namun,
banyak dari pasien ini tidak dapat dioperasikan karena komorbiditas
(misalnya, penyakit paru-paru dari merokok) sehingga strategi
pengobatannya hanya radioterapi dan Adjuvant Chemotherapy.
 Radioterapi dalam situasi ini, terapi radiasi dapat digunakan dengan maksud
kuratif di tempat operasi, dan tingkat keberhasilan sekitar 50% dari bedah.
dengan menggunakan radiasi stereotaktik dan/atau pemberian hiperfaksi.
 Adjuvant Chemotherapy adalah untuk memberantas mikrometastasis atau sel
tumor lain yang mungkin terlewatkan selama pengangkatan tumor primer
cisplatin-vinorelbine tampaknya merupakan rejimen dengan bukti banyak
digunakan
c. Terapi Farmakologi

Pasien Bpk. AM dengan PS/ Status performen yang baik (0–1) lebih mungkin
untuk mentolerir terapi intensif. Sehingga upaya terapinya yaitu terapi
farmakologi :

 Adjuvant Chemotherapy yang digunakan adalah Cisplatin-Vinorelbine


Cisplatin 80 mg/m2 (hari 1) dan vinorelbine 25 mg/m2 mingguan (hari 1 dan
8). Dengan siklus 21 hari setelah pemberian pertama obat. Cisplatin
sebagaimana obat lain yang digunakan untuk kemoterapi, juga mempunyai
efek samping yang berat. Efek samping yang lain adalah Neutropenia,
infeksi, anoreksia, trombositopenia, mual, muntah, dispnea, sembelit,
neuropati, dan anemia. Sebagian besar pasien tidak mengalami semua efek
samping Cisplatin yang tersebut di atas. . Cisplatin dapat diprediksi dalam
hal onset dan durasi, di mana efek samping Cisplatin hampir selalu reversibel
dan akan hilang setelah pengobatan selesai Ada banyak pilihan untuk
membantu meminimalkan atau mencegah efek samping Cisplatin. Tidak ada
hubungan efek samping Cisplatin dan efektivitas Cisplatin. Efek samping
Cisplatin bergantung pada seberapa banyak Cisplatin diberikan. Dengan kata
lain, dosis tinggi dapat menghasilkan efek samping yang lebih berat.

Terapi adjuvan telah menjadi standar perawatan di NSCLC yang dapat


dioperasi dan harus ditawarkan kepada pasien setelah reseksi, terutama
mereka dengan penyakit stadium II atau III. Meskipun rejimen pilihan tidak
jelas, studi yang mengevaluasi pemetrexed dalam histologi sel skuamosa
menunjukkan bahwa pemetrexed memiliki aktivitas minimal atau tidak ada
aktivitas dalam subtipe ini. Dengan demikian, rejimen yang mengandung
pemetrexed harus dihindari pada pasien dengan histologi sel skuamosa.
Berdasarkan uji coba prospektif acak, cisplatin-vinorelbine tampaknya
merupakan rejimen dengan bukti terbanyak terlepas dari histologi dan
genetika.
5. KIE (Komuniakasi, Informasi, dan Edukasi pada Pasien)
a) Memberitahu pada pasien bahwa kanker paru-paru yang Bpk. AM derita itu
masih stadium awal dan masih dapat sembuh.
b) Memberitahukan bahwa Bpk. AM harus menjalani operasi dan radioterapi guna
meningkatkan kelangsungan hidup, namun dikarenakan factor penyebab kanker
parunya ini adalah faktor merokok sehingga Bpk. AM hanya mendapatkan terapi
yaitu radioterapi.
c) Memberitahukan kepada Bpk. AM anda akan menerima radioterapi stereotaktik
d) Memberitahukan pada Bpk. AM untuk tetap semangat untuk menjalani
pengobatan bahwa dia akan sembuh dari penyakitnya karena dia msh bisa
beraktifitas seperti biasa
e) Tetap harus memotivasi pasien agar tidak menyerah dalam pengobatan yang dia
lakukan sekarang dan selalu memberitahu kan selalu berdoa dan mendekat diri
kepada Tuhan, selain kita berusaha dalam penanganan medis ,kita juga harus
selalu berdoa dan mendekat kan diri pada Tuhan dan tetap optimis bahwa Bpk.
AM pasti sembuh
6. Monitoring
Monitoring yang akan di beritakan adalah mengukur massa kanker paru-paru
selama pengobatan berlangsung, melihat efek samping dari radioterapi stereotaktik
yang di gunakan pada pasien, dan melihat keberhasilan radioterapi yang digunakan
pada pasien.

Setelah setahun pasien melakukan Flow Up/Check Up kembali dan ditemukan sel telah
metastase di otak dan hati. Hasil diagnostic molekuler di temukan h ALK (+) atau translokasi
pada AML-EML4.
a) Tentukan apa permasalahan pasien sekarang dan tata laksana terapi, dan
parameter monitoring,
 Permaslahan Permasalahan
 Pasien follow up dan ditemukan sel telah metastase di otak dan hati
 Hasil diagnostik molekuler di temukanh ALK (+) atau translokasi pada
AML-EML4
b) Identifikasi masalah

Stadium IV merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus
paru. Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke
otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang
1. Diagnosis

T = T2a
Karena Tumor >3 tapi ≤5 cm.
N = N1
Karena Metastasis dalam peribronchial ipsilateral dan/ atau kelenjar getah
bening perihilar dan kelenjar intrapulmoner, termasuk keterlibatan dengan ekstensi
langsung.

M = M1b
Karena metastasenya sudah jauh ke organ tubuh lain.
2. Tata Laksana Terapi
a. Radioterapi

Radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif. Namun, radioterapi bisa juga


sebagai terapi adjuvan/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, misalnya dengan
tujuan mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus. Efek
samping yang sering terjadi adalah disfagia karena esofagitis post radiasi, sedangkan
pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%).

Radiasi dosis paruh yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus
yang tidak dapat dioperasi, namun belum disokong data percobaan klinis yang sahih.
Keberhasilan memperpanjang ketahanan hidup sampai 20% dengan cara radiasi dosis
paruh ini didapat dari kasus stadium I usia lanjut, kasus dengan penyakit penyerta
sebagai penyulit operasi, atau penderita yang menolak dioperasi. Penderita dengan
metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah merambat sebatas
sayatan operasi dianjurkan untuk dilakukan radiasi post operasi.

Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar saat reseksi dapat dicapai
lebih komplit, seperti pada tumor Pancoast atau kasus stadium IIIb, dilaporkan
bermanfaat dari beberapa pusat kanker. Radiasi paliatif juga dilaporkan sangat
bermanfaat pada kasus sindrom vena kava superior, kasus dengan komplikasi dalam
rongga dada akibat kanker (hemoptisis, batuk berulang, atelektasis), serta nyeri akibat
metastasis ke tulang tengkorak dan tulang.

 Monitoring

Mengevaluasi toksistas dan efek samping pada pasien sehingga dapat dilakukan
perubahan umum termasuk proses radioterapi atau farmakologis intervensi untuk
mencegah atau mengobati keracunan, mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap
pembuluh darah/bronkus. Efek samping yang sering terjadi adalah disfagia karena
esofagitis post radias.

c) Tentukan bagaimana antisipasi efek samping dan follow up.


 Antisipasi efek samping dan follow up
 Menjalankan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui respons pasien
terhadap terapi. Jika pasien mengalami efek samping dan memberikan obat-
obatan untuk meredakan efek samping tersebut.
 Tindakan radioterapi yang akan dijalani pasien, komplikasi yang didapat
selama radioterapi maupun sesudahnya. Cara mencegah atau mengatasinya
atau sebagainya. Setelah itu mereka perlu mendapat pendidikan dan
pengarahan tentang teknik dan cara-cara melakukan pemeliharaan
kebersihan dan kesehatan gigi mulut yang optimal di rumah.
Melaksanakan program pemeliharaan dan perawatan hygiene mulut pra-
radioterapi. Meliputi pencatatan dokumen medic pasien secara lengkap dan
komprehensif, mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan gigi mulut yang ada
pada pasien, mengeliminasi focus infeksi seperti adanya karang gigi, akar gigi,
penyakit periodontal kronis.

Punya Luu_-

Anda mungkin juga menyukai