PEMICU
Seorang laki-laki usia 42 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan di leher kanan
sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan awalnya sebesar kacang tanah lalu bertambah besar, tidak
nyeri dan tidak merah. Gangguan menelan, penglihatan tidak ada, namun telinga kanan
kadang-kadang terasa tertutup dan pernah mimisan. Pasien riwayat merokok 1 bungkus
per hari sejak usia 20 tahun.
Pada pemeriksaan fisik, pasien compos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi
87x/menit, kuat, isi cukup, frekuensi nafas 18x/menit, regular, suhu 37 C. Konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik. Limfadenopati colli dextra, soliter, ukuran 4x3x2 cm, keras,
terfiksir, tidak ada tanda radang. Tidak ditemukan limfadneopati di tempat lain.
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Tidak ditemukan pembesaran hati dan limpa.
Ekstremitas akral hangat, tidak ada edema.
Etiologi NPC hingga saat ini masih belum dapat ditentukan dan dianggap sebagai penyakit
herediter poligenik (diwariskan atau didapat) yang melibatkan interaksi antara banyak gen
dan/atau antara gen dan lingkungan, yaitu infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dan karsinogen
kimia. Variasi genomik juga telah terbukti berkontribusi pada perkembangan NPC: beberapa
mutasi kehilangan fungsi pada regulator negatif faktor nuklir kappa beta (NF-kB), lesi genetik
berulang (termasuk hilangnya inhibitor kinase yang bergantung pada cyclin 2A/ Lokus 2B
(CDKN2A/CDKN2B), amplifikasi cyclin D1 (CCND1), mutasi protein tumor 53 (TP53), dan
mutasi pada jalur pensinyalan phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K)/MAPK (mitogen-activated
protein kinase), modifikasi kromatin, dan perbaikan asam deoksiribonukleat (DNA).3
B. Pembahasan
TERAPI FARMAKO
Terapi kanker nasofaring dapat meliputi radiasi, kemoterapi, kombinasi antar keduanya, dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala. Perlu adanya koordinasi antara bagian
THT, onkologi medik dan onkologi radiasi yang merupakan hal penting yang harus dilakukan
sejak awal. Sebelum dilakukan terapi radiasi dan kemoterapi dilakukan persiapan pemeriksaan
gigi, mata, neurologi, audiometri, dan timpanometri. Penderita yang memiliki status performa
kurang baik atau penderita dengan status performanya yang menurun selama pengobatan,
disarankan untuk dilakukan rawat inap agar dapat dilakukan pemantauan yang ketat untuk
mencegah timbulnya efek samping yang berat.4
Terdapat berbagai cara pemberian dan jenis obat kemoterapi yang tersedia, agar hasil terapi
optimal. Kemoterapi neoadjuvan merupakan pernberian terapi sebelum, konkuren diberikan
bersamaan, sedangkan adjuvan diberikan setelah terapi standart bedah atau radiasi. Kemoterapi
lini pertama adalah platinum base yang terdiri dari cisplatin atau karboplatin. Jenis terapi baru
yang sedang berkembang adalah terapi target. Salah satu yang sudah mulai digunakan adalah
targeting epidermal growth factor receptor (EGFR), terutama untuk tumor persisten atau rekuren.
Pemberian terapi ini disesuaikan dengan stadium kanker yang dimiliki oleh pasien, seperti pada
tabel 1.5
Tabel 1. Penatalaksanaan Sesuai Stadium6
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I Radioterapi
Stadium II & III Kemoradiasi
Stadium IV dengan N<6 cm Kemoradiasi
Stadium IV dengan N>6 cm Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan dengan
kemoradiasi
Secara garis besar berdasarkan prioritasnya, terdapat dua macam cara pemberian kemoterapi
yaitu, sebagai terapi utama atau mandiri dan adjuvan. Sebagai terapi utama artinya tidak ada
terapi lain yang ditambahkan. Sedangkan terapi adjuvan berarti pemberiannya menyertai terapi
utama (bedah atau radiasi). Menurut cara pemberian bisa dengan cara neoadjuvan (induksi),
konkuren (konkomiurn) dan adjuvan. Cara pemberian kemoterapi tergantung pada tujuannya,
dengan mempertimbangkan risiko dan keuntungannya.5
Keuntungan dari kemoterapi metode ini adalah; rnenurunkan risiko metastasis dcengan cara
eradikasi mikromestastasis dan mikroskopik lokoregional. Preservasi organ lebih baik,
pembedahan lebih mudah, tidak radikal, mengurangi masa tumor, memperkuat efek radiasi,
vaskulaisasi masih baik dan menjadi indikator keberhasilanpenyakit lain. Kerugiannya
adalah menurunkan kondisi pasien, ukuran tumor membesar, waktu, toksisitas dan biaya
yang meningkat, serta menunda jadwal terapi definitif.5
b) Konkuren (Konkomitan)
Kemoterapi konkuran adalah kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan radiasi
(kemoradiasi). Kelebihan cara ini adalah meningkatkan survival, kontrol lokal meningkat,
preservasi organ meningkat dan waktu terapi menjadi lebih pendek. Kekurangannya adalah
terjadinya peningaktan toksisitas dan efek samping.5
Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada pasien dengan T2-T4
dan N1-N3. Kemoterapi sebagai radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-40 mg/m2
sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi. Pada kasus
N3 > 6 cm, diberikan kemoterapi dosis penuh neoadjuvant atau adjuvan. Terapi sistemik pada
kanker nasofaring adalah dengan kemoradiasi dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvant, yaitu
cisplatin + RT diikuti dengan cisplatin/5-FU atau carboplatin/5-FU. Dosis preparat platinum
based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap seminggu sekali. Pada kasus N3 > 6 cm, diberikan
kemoterapi dosis penuh neo adjuvant atau adjuvant.4
Respon tumor terhadap kemoterapi kombinasi (multiple agents) lebih tinggi daripada kemoterapi
tunggal (single agent). Meskipun respon lebih meningkat, efek samping akibat pemberian multi
modalitas terapi kanker ini juga semakin meningkat. Indikasi pemberian kemoterapi pada
karsinoma nasofaring adalah stadium lanjut lokoregional, disertai atau dicurigai adanya
metastasis jauh, tumor persisten dan rekuren. Kemoterapi biasanya diberikan pada kasus rekuren
atau yang telah mengalami metastasis jauh sebagai alternatif terapi terakhir yang sudah diakui
sebagai indikasi standar. Obat anti kanker yang paling sering digunakan dan diteliti adalah
kombinasi Cisplatin dan 5-Fluorouracil. Pemberian bersama kedua obat ini dengan radioterapi
pada kanker nasofaring loko-regional lanjut didapatkan peluang yang tinggi yaitu 80% - 93%.
Meskipun tingkat respon carboplatin sedikit lebih rendah (tidak signifikan), tetapi carboplatin
mempunyai beberapa kelebihan yaitu tidak perlu harus masuk rumah sakit, mual-muntah derajat
ringan dan efek samping terhadap ginjal lebih kecil.4
Tabel 2. Pemberian obat kemoterapi8
2. Obat-obatan simptomatik
Keluhan utama yang biasa timbul saat sedang menjalani terapi radiasi akibat reaksi akut pada
mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan menelan. Keluhan ini bisa dikurangi dengan
obat kumur yang mengandung antiseptik dan adstringent (diberikan 3 – 4x sehari). Bila ada
tanda-tanda moniliasis, dapat diberikan antimikotik. Pemberian obat-obat yang mengandung
anestesi lokal juga dapat mengurangi keluhan nyeri menelan. Sedangkan untuk keluhan umum,
seperti anoreksia, nausea dan lainnya dapat diberikan terapi simptomatik.4
Setelah dilakukan proses pengobatan kanker dengan kemoterapi, biasanya pasien memiliki
permasalahan nutrisi yang sering dijumpai yakni malnutrisi dan kaheksia. Hal tersebut bisa
dikarenakan oleh ketidaknyamanan pada area mulut dan sekitarnya, sehingga berakibat pada
penurunan nafsu makan pasien. Secara umum, World Health Organization (WHO)
mendefinisikan malnutrisi berdasarkan IMT <18,5 kg/m2, namun diagnosis malnutrisi menurut
ESPEN 2015 dapat ditegakkan berdasarkan kriteria :8
1) Pilihan 1 : IMT <18,5 kg/m2
2) Pilihan 2 : Penurunan BB yang tidak direncanakan >10% dalam kurun waktu tertentu
atau penurunan berat badan >5% dalam waktu 3 bulan, disertai dengan salah satu pilihan
berikut :
a. IMT <20 kg/m2 pada usia <70 tahun atau IMT <22 kg/m2 pada usia ≥70 tahun
b. Fat free mass index (FFMI) <15 kg/m2 untuk perempuan atau FFMI <17
kg/m2 untuk laki-laki
Selain diagnosis malnutrisi, terdapat juga diagnosis kaheksia jika memungkinkannya tersedia
sarana dan prasarana. Kaheksia merupakan suatu sindrom kehilangan massa otot, dengan
ataupun tanpa lipolisis, yang tidak dapat dipulihkan dengan dukungan nutrisi konvensional, serta
dapat menyebabkan gangguan fungsional progresif.8
Diagnosis kaheksia ditegakkan jika terdapat penurunan BB ≥5% dalam waktu ≤12 bulan atau
IMT<20 kg/m2 disertai dengan 3 dari 5 kriteria ini: (1) penurunan kekuatan otot, (2) fatigue atau
kelelahan, (3) anoreksia, (4) massa lemak tubuh rendah, dan (5) abnormalitas biokimiawi, yang
ditandai dengan adanya peningkatan petanda inflamasi (C Reactive Protein (CRP) >5 mg/L atau
IL-6 >4pg/dL), anemia (Hb <12 g/dL), penurunan albumin serum (<3,2 g/dL).8
a. Progestin
Menurut studi meta-analisis, progestin bermanfaat dalam meningkatkan selera makan dan
meningkatkan BB pada kanker kaheksia, namun tidak memberikan efek dalam
peningkatan massa otot dan kualitas hidup pasien. Dosis optimalnya adalah sebesar 480–
800 mg/hari. Penggunaan dimulai dari dosis kecil, dan ditingkatkan secara bertahap jika
selama dua minggu tidak memberikan efek optimal. Disarankan untuk
mempertimbangkan menggunakan progestin untuk meningkatkan selera makan pasien
kanker anorektik untuk jangka pendek, tetapi dengan mempertimbangkan potensi efek
samping yang serius.8
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan zat oreksigenik yang paling banyak digunakan. Pemberian
kortikosteroid pada pasien kaheksia dapat meningkatkan selera makan dan kualitas hidup
pasien. Penggunaan kortikosteroid ini perlu dipertimbangkan dalam penggunaannya,
karena memiliki potensi efek samping (misalnya muscle wasting).8
c. Siproheptadin
Siproheptadin merupakan antagonis reseptor 5-HT3, yang dapat memperbaiki selera
makan dan meningkatkan BB pasien dengan tumor karsinoid. Efek samping yang sering
timbul adalah mengantuk dan pusing. Umumnya digunakan pada pasien anak dengan
kaheksia kanker, dan tidak direkomendasikan pada pasien dewasa.8
3. Diare
Pada kondisi diare pemberian edukasi dan terapi gizi merupakan hal penting.
Medikamentosa berupa; hidrasi melalui oral dan intravena (IV) dilakukan untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit, obat antidiare, dan suplementasi serat.8
4. Xerostomia
Pemberian edukasi, terapi gizi, serta medikamentosa berupa Moisturising
spray/moisturizing gel, untuk membantu keseimbangan cairan oral dan memberikan
sensasi basah pada mukosa mulut, dapat dipertimbangkan.8
5. Kembung
Apabila memungkinkan, pasien dapat diberikan simetikon.8
6. Konstipasi
Pada konstipasi edukasi dan terapi gizi dapat diberikan bersama suplementasi dan
medikamentosa seperti suplemen serat dan laksatif, terdiri atas golongan surfaktan (stool
softener), lubrikan, salin, stimulan, hiperosmotik, prokinetik, dan antagonis reseptor
opioid.8
7. Disgeusia
Pasien diberikan edukasi dan terapi gizi.8
8. Fatigue
Pasien diberikan edukasi dan terapi gizi.8
Antibodi terkait EBV memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi pada NPC dan dapat
digunakan untuk diagnosis NPC dan sebagai prediktor skrining. Misalnya, antibodi IgA terhadap
antigen kapsid EBV (VCA/IgA) memberikan sensitivitas dan spesifisitas hingga 90% dalam
diagnosis NPC, dan beberapa indikator memiliki hasil yang lebih baik. Evaluasi terbaru dari
biomarker anti-EBV dari antibodi VCA/IgA dan IgA dengan antigen nuklir 1 EBV berbasis
ELISA (EBNA1/IgA) mengkonfirmasi nilai tes diagnostik kombinasi yang digunakan dalam
studi kinerja retrospektif kami sebelumnya, dengan sensitivitas 95,29% dan spesifisitas 94,07%.
NPC memiliki fase pra-klinis yang panjang, dengan waktu rata-rata 38 bulan dari antibodi
VCA/IgA EBV positif hingga deteksi NPC.11
Tabel 3. Edukasi pada pasien kanker8
Berdasarkan klasifikasi stadium kanker, pasien pada kasus ini termasuk kanker stadium II
(T1N1M0). T1 yaitu terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring dan atau rongga
hidung tanpa perluasan ke parafaringeal (dibuktikan dengan tidak adanya kesulitan menelan); N1
yaitu metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di atas fossa supraklavikula (soliter, ukuran
4x3x2 cm, keras, terfiksir); dan M0 yaitu tidak terdapat metastasis jauh (tidak ada limfadenopati
di area lain). Sehingga, tatalaksana yang diberikan untuk pasien ini adalah kemoradiasi, yakni
platinum based (cisplatin atau carboplatin) 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali
2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi karena belum terjadinya metastasis jauh.
DAFTAR PUSTAKA