Anda di halaman 1dari 18

Lampiran

Peraturan Direktur RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

Nomor: 445/Kep.6355 –RS Ihsan /2019

Tentang Panduan Pelayanan Kemoterapi

PANDUAN PELAYANAN KEMOTERAPI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh
mutasi genetik dari DNA seluler, sel kanker menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh
akses ke limfe dan pembuluh darah, melalui pembuluh darah tersebut sel-sel kanker
menyebar ke bagian tubuh yang lain (metastase).
Pengobatan kanker harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
metastase. Pengobatan kanker meliputi operasi, kemoterapi, radiasi dan juga hormonal terapi.
Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker yang paling banyak menunjukkan
kemajuan dalam pengobatan kanker. Obat kemoterapi merupakan obat yang toksik untuk semua
sel sehingga selain membunuh sel kanker juga menggaggu sel-sel yang normal. Manifestasi klinis
dari kerusakan sel-sel tubuh yang normal adalah alopesia(kebotkan), mual dan muntah, diare,
stomatitis, perubahan status hematologi dan beberapa efek samping lainnya yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Permintaan pelayanan kemoterapi di RSUD Al Ihsan semakin lama terus meningkat.
Peningkatan kuantitas pelayanan tentu harus diimbangi dengan peningkatan kualitas
pelayanan. Pelayanan yang prima, tim yang profesional, kompeten dan telah menjalani
pelatihan khusus merupakan suatu keharusan dalam menjalankan pelayanan sehingga
tercapai kualitas pelayanan yang prima.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Sebagai panduan/acuan bagi petugas dalam memberikan pelayanan kemoterapi yang
sesuai dengan standar RSUD Al Ihsan Baleendah Prov Jabar.
2. Tujuan Khusus
Agar seluruh petugas kesehatan terkait memiliki pengetahuan tentang obat-obatan
sitostatika dan bahaya yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Antara lain pengetahuan
tentang :
a. Pemberian kemoterapi secara aman.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 1


b. Mencegah dan mengatasi ekstravasasi
c. Deteksi dini penyakit akibat kerja di unit kemoterapi
d. Penanganan tumpahan kemoterapi pada pasien atau petugas
e. Pengelolaan limbah kemoterapi
f. Proteksi petugas kemoterapi

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 2


BAB II
GAMBARAN UMUM

A. DEFINISI
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk
membunuh sel kanker. Strategi pemberian dapat sebagai terapi adjuvan, konsolidasi,
induksi, intensifikasi, pemeliharaan, neoadjuvan maupun paliatif.
Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :
1) Sebagai neo-adjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi.
2) Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada
kasus karsinoma stadium lanjut.
3) Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan pasca pembedahan
4) Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada
kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan
limfoma).

B. TUJUAN KEMOTERAPI
a. Kuratif sebagai pengobatan
b. Mengurangi massa tumor selain dengan pembedahan atau radiasi.
c. Meningkatkan kualitas hidup penderita.
d. Mengurangi komplikasi akibat metastase

C. CARA PEMBERIAN
Cara pemberian obat kemoterapi antara lain:
a. Intra vena
Pemberian intravena untuk terapi sistemik, dimana obat setelah melalui jantung dan hati
baru sampai ke tumor primer. Cara intravena ini yang paling banyak digunakan untuk
kemoterapi. Dalam pemberian intravena usahakan jangan ada ekstravasasi obat.
b. Intra arterial
Pemberian intra arteri adalah terapi regional melalui arteri yang memasok darah ke daerah
tumor dengan cara infus intra arteri menggunakan catheter dan pompa arteri. Infus intra
arteri digunakan untuk memberikan obat selama beberapa jam atau hari.
c. Intra oral
d. Intra cavitas/intra peritoneal
Obat disuntikkan atau di instalasi ke dalam rongga tubuh, seperti infra: pleura, peritoneum,
pericardial, vesikal atau tekal.
e. Sub kutan
f. Topikal.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 3


D. RUANG LINGKUP
Pelayanan Pasien Kemoterapi dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dan mencakup pasien
rawat inap, dilakukan oleh dokter, perawat dan tenaga farmasi yang berkompeten dalam
memberikan asuhan kepada pasien yang menjalani kemoterapi.

E. INDIKASI KEMOTERAPI
1. Adjuvan kanker stadium awal atau stadium lanjut lokal setelah pembedahan.
2. Neo adjuvan (induction chemotherapy), kanker stadium lanjut lokal sebelum
pembedahan.
3. Paliatif, kanker stadium lanjut.
4. Sensitisizer, kemoterapi yang dilakukan bersama-sama radioterapi.

F. KONTRAINDIKASI KEMOTERAPI
1. Kontra Indikasi absolut
a. Penyakit stadium terminal.
b. Hamil trimester pertama, kecuali akan digugurkan.
c. Sepsis.
d. Koma.
2. Kontra Indikasi Relatif.
a. Usia lanjut, terutama untuk tumor yang pertumbuhannya lambat dan sensitivitasnya
rendah.
b. Status performance yang jelek.
c. Gangguan fungsi organ vital yang berat seperti : hati, ginjal, jantung, sumsum tulang,
dll.
d. Dementia.
e. Penderita tidak dapat datang ke klinik secara teratur.
f. Pasien tidak kooperatif.
g. Tumor resisten terhadap obat.

G. SCREENING PASIEN YANG MENJALANI KEMOTERAPI


1. Screening Umum
Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan
kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut:
a. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan < 2 atau karnoffsky > 60.
b. Leukosit > 4000/ml.
c. Trombosit > 100.000/ul.
d. HB > 10m1/d1.
e. Creatinin Clearence diatas 60m1/menit (dalam 24 jam)
f. Bilirubin < 2 mg/di, SCOT dan SGPT dalam batas normal

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 4


g. Elektrolit dalam batas normal.
h. Usia <70 tahun.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnosa dan Stadium
1) Diagnosa keganasan harus sudah confirmed (tipple diagnostic) yang terdiri dan :
pemeriksaan fisik, imaging dan patologi atau sitologi.
2) Penentuan stadium : foto thorax, USG abdomen, mamografi kontra lateral, bone
scan dan lain-lain sesuai dengan jenis kankernya.
3) Laboratorium dasar : Darah Lengkap, SGOT,SGPT, BUN.
4) Tinggi badan dan berat badan : mengukur luas permukaan tubuh untuk menentukan
dosis obat.
b. Pemeriksaan Tambahan (Creatinin Clearence, EKG ataupun Echocardiografi, asam
urat, serum elektrolit, tumor marker).

H. STANDAR KETENAGAAN
1. Syarat petugas
a. Telah mendapatkan pendidikan/pelatihan kemoterapi.
b. Mengetahui cara persiapan, pemberian dan pencegahan resiko obat, dan penanganan
efek samping obat.
c. Mengikuti perkembangan onkologi.
d. Menggunakan APD selama menangani obat-obatan sitostatika.
2. Petugas yang tidak diperkenankan menangani obat sitostatika
a. Wanita hamil
b. Wanita/ibu yang sedang menyusui.
c. Wanita yang sedang merencanakan kehamilan.
d. Petugas yang belum mengikuti pelatihan khusus.
e. Petugas magang/sedang praktek.
3. Hak petugas
a. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap, urine lengkap, fungsi hati dan fungsi ginjal.
b. Melaporkan kondisi atau gejala yang diduga berhubungan dengan paparan obat-obatan
sitostatika.
c. Rotasi petugas minimal dua tahun sekali untuk meminimalkan resiko paparan.
4. Petugas pelayanan kemoterapi sesuai profesi:
a. Dokter
Bertindak sebagai penanggung jawab adalah Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP), yaitu dokter spesialis yang telah memiliki kompetensi untuk melakukan pelayanan
kemoterapi. DPJP dapat memberikan sendiri obat kemoterapi secara langsung kepada
pasien atau dapat didelegasikan kepada dokter jaga/perawat terlatih dengan mekanisme
pelimpahan wewenang/pendelegasian. Tanggung jawab pelayanan kemoterapi walaupun
telah didelegasikan tetap oleh DPJP yang bersangkutan.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 5


b. Perawat
Perawat pelaksana pelayanan kemoterapi adalah perawat yang telah mengikuti
pelatihan khusus kemoterapi baik secara internal maupun pelatihan di luar Rumah Sakit.
c. Farmasi
Pencampuran sediaan sitostatika dilakukan oleh tenaga farmasi. Setiap tenaga
farmasi yang melakukan pencampuran sediaan sitostatika harus mengikuti pelatihan khusus
kemoterapi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penanganan sediaan
sitostatika termasuk prinsip teknik aseptis.

I. RUANGAN DAN PERALATAN


1. Ruangan
Ruang Pencampuran sediaan sitostatika. Pencampuran sediaan sitostatika memerlukan
ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
a. Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan bahan obat (etiket,
pelabelan, penghitungan dosis, dan volume cairan).
b. Ruang cuci tangan dan ganti pakaian
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai
alat pelindung diri.
c. Ruang antara (Ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril harus melalui suatu ruang antara.
d. Ruang steril (Clean room)
Ruangan steril hams memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Jumlah pertikel berukuran 0,5 macron tidak lebih dad 350.000 partikel
2) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara
3) Suhu 18-22°C
4) Kelembaban 35-50%
5) Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter
6) Tekanan udara di dalam ruang lebih negatif daripada tekanan udara di luar ruangan
7) Terdapat pass box yang merupakan tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan
obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran.
2. Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan sitostatika meliputi:
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan sitostatika meliputi :
- Baju Pelindung
Baju pelindung ini terbuat dari bahan yang impermeable (tidak tembus cairan), tidak melepaskan
serat train, lengan panjang, dan tertutup di bagian depan.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 6


- Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal sehingga dapat
memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang untuk menutup pergelangan
tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak berbedak (powder free).
- Kacamata pelindung
Kacamata pelindung (google) digunakan untuk melindungi area mata saat melakukan
pencampuran sediaan sitostatika.
- Masker pelindung
Masker pelindung hanya digunakan untuk satu kali pemakaian (disposable)
- Hair cap
- Shoes cover
b. Cytotoxic Drug Safety Cabinet (CDSC)
Cytotoxic Drug Safety Cabinet (CDSC) merupakan suatu kabinet yang digunakan sebagai
barier utama terhadap paparan obat berupa aerosol yang dihasilkan selama proses penyiapan,
rekonstitusi dan dispensing obat sitostatika. CDSC menggunakan laminar air flow (LAF) vertikal yaitu
aliran udara langsung mengalir ke bawah dan jauh dari petugas sehingga menjamin perlindungan
terhadap produk (obat) dan petugas pencampuran.

J. KEBIJAKAN PELAYANAN KEMOTERAPI RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat


RSUD AL Ihsan menyelenggarakan pelayanan kemoterapi sesuai dengan ketersediaan tenaga
sumber daya dan sarana yang dimiliki. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) bertindak sebagai
penanggung jawab pelayanan kemoterapi di RSUD Al Ihsan. Tenaga paramedis yang meliputi perawat
dan farmasi juga telah menjalani pelatihan khusus sebelum menjalankan tugas di ruang kemoterapi.
Beberapa kebijakan rumah sakit terkait pelayanan kemoterapi antara lain:
1. Segala bentuk pemberian obat kemoterapi di RSUD Al Ihsan harus mengikuti panduan dan Standar
Prosedur Operasional (SPO) yang ditetapkan Rumah Sakit.
2. Pelayanan kemoterapi di RSUD Al Ihsan saat ini (sesuai indikasi) meliputi: Ca Mammae, Ca Paru,
Ca Nasofaring, Ca. Kolon, Limfoma Maligna, Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL), Ca buli-buli, Ca.
Servik/Rahim, Ca. Otak.
3. Penanganan kemoterapi di RSUD Al Ihsan dapat dilakukan baik di ruang ODC (One Day Care) atau
ruang rawat inap sesuai indikasi dan instruksi DPJP.
4. Pemberian obat kemoterapi dapat dilakukan baik oleh DPJP secara langsung ataupun oleh perawat
terlatih/dokter jaga yang diberi wewenang oleh Rumah Sakit melalui prosedur pendelegasian oleh
DPJP.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 7


BAB III
TATA LAKSANA

A. Pemeriksaan Pasien
1. Aspek pasien dan keluarga, meliputi :
a. Penjelasan tentang tujuan dilakukan kemoterapi
b. Penjelasan mengenai macam dan jenis obatnya, jadwal pemberian dan persiapan setiap
siklus obat kemoterapi.
c. Penjelasan mengenai efek samping yang mungkin terjadi pada pasien.
d. Penjelasan mengenai harga obat kemoterapi, bila pasien berstatus umum
e. Informed Concent tindakan kemoterapi
2. Aspek Onkologis, meliputi:
a. Diagnosa keganasan telah tegak, baik secara klinis, radiologis dan patologis (triple diagnostic),
bila memungkinkan diperiksa juga tumor marker.
b. Tentukan stadium (klinis, imaging) dengan sistem TNM.
c. Buat dengan lengkap dalam formulir protokol terapi / pengendalian pelayanan jaminan
kesehatan nasional (JKN) bila status pasien merupakan pasien JKN.
d. Tentukan tujuan terapi (neoadjuvan, adjuvan, terapeutik atau paliatif).
e. Tentukan regimen kombinasi terapi, dosis, siklus, dan prosedur pemberianya.
f. Buat resep obat kemoterapi sebanyak 2 (dua) rangkap
g. Isi lembar kendali regimen kemoterapi pasien dengan identitas lengkap pasien, nama obat,
dosis, beserta interval dan silclus terapi
3. Aspek Medis
a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik mengenai adanya komorbiditas yang mungkin ada yang
dapat mempengaruhi pemberian kemoterapi seperti usia lanjut, penyakit jantung, hipertensi,
diabetes, kelainan fungsi ginjal atau hati, infeksi dan kehamilan.
b. Pemeriksaan penunjang pada kemoterapi siklus pertama yang terdiri dari pemeriksaan
laboratorium (darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah sewaktu), pemeriksaan radiologi
(chest XRay) dan pemeriksaan EKG sesuai indikasi. Pada pemberian kemoterapi silklus
berikutnya bila tidak ada kelainan pada pemeriksaan fisik cukup diperiksa darah rutin saja (HB,
lekosit, trombosit, hematokrit).
c. Penentuan status performance (karnoffsky atau ECOG).
d. Pemberian premedikasi

B. Kelengkapan Berkas Pelayanan Obat Kemoterapi


Setiap pasien yang akan memperoleh tindakan kemoterapi, harus menyerahkan
berkas-berkas yang lengkap ke bagian farmasi, yaitu :
1. SEP (Surat Elegibilitas Peserta) yang berwarna kuning untuk pasien JKN
2. Resep Asli
3. Protokol terapi yang sudah di isi lengkap dan ditandatangani oleh DPJP
4. Lembar kendali regimen terapi yang telah terisi lengkap terkait rencana terapi

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 8


5. Foto Copy Hasil Laboratorium/penunjang lain jika diperlukan (sesuai retriksi fomas),
seperti basil BM dan PA.
Bila berkas tidak lengkap, maka tindakan kemoterapi bagi pasien JKN dapat
ditunda/tidak dapat dilakukan terlebih dahulu sampai persyaratan lengkap.

C. Pelayanan Obat
1. Pengkajian Resep / Regimen kemoterapi Pengkajian resep meliputi aspek :
a. Administratif
 Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
 Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dolcter;
 Tanggal Resep; dan
 Ruangan/unit asal Resep.

b. Farmasetik
 Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
 Perhitungan Luas Permukaan Tubuh (LPT);
 Dosis dan Jumlah Obat;
 Stabilitas; dan

c. Klinis
 Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
 Duplikasi pengobatan;
 Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
 Kontraindikasi; dan
 Interaksi Obat.
2. Penjadwalan kebutuhan obat kemoterapi
Setelah resep dikaji, farmasi akan menjadwalkan obat kemoterapi dan persediaan
farmasi lainnya yang dibutuhkan oleh pasien pada dokumen penjadwalan order
pencampuran obat kemoterapi sesuai dengan penjadwalan yang telah dilakukan oleh
DPJP.

3. Konseling
Konseling dilakukan Apoteker kepada pasien dengan tindakan kemoterapi yang
pertama dari siklus kemoterapi yang akan diljalaninya.

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Kegiatan PIO untuk pasien yang mendapat kemoterapi dilakukan oleh Apoteker di :
a. Rawat Jalan, pada saat penyerahan obat di kegiatan dispensing
b. Rawat Imp, pada saat penyerahan obat ketika pasien pulang rawat pada jam kerja
Apoteker.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 9


5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Kegiatan MESO dilakukan untuk pasien yang mendapat kemoterapi di rawat inap
dan rawat jalan.

D. Pencampuran sediaan sitostatika


Pencampuran sediaan sitostatika harus dilakukan terpusat di ruangan khusus dengan teknik
aseptis oleh tenaga farmasi yang terlatih. Teknis aseptis adalah prosedur kerja yang meminimalisir
kontaminan mikroorganisme dan dapat mengurangi risiko paparan terhadap petugas.
Obat-obatan kemoterapi yang akan dikelola dan diberikan kepada pasien berasal dari instalasi
farmasi yang telah terjamin mutu dan keamanan produknya. Sediaan sitostatika siap pakai harus diberi label
label high alert. Sediaan sitostatika siap pakai yang harus terlindung dari cahaya ditutup menggunakan
plastik berwarna hitam.
Pengiriman sediaan sitostatika yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin sterilitas dan
stabilitasnya dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Wadah
 Tertutup rapat dan terkunci dua sisi.
 Untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu, ditempatkan dalam wadah
yang mampu menjaga stabilitas suhunya.
2. Rute pengiriman
Pengiriman sediaan sitostatika melalui jalur umum dan menggunakan cool box untuk
menghindari terjadinya paparan atau tumpahan obat dan menjaga stabilitas dari obat. Penanganan
tumpahan dan kecelakaan kerja dilakukan sesuai dengan standar prosedur. Limbah sediaan sitostatika
harus dimasukan ke dalam plastik berwarna ungu.

E. Persiapan Pemberian Obat


Keamanan penanganan obat sitostatika merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan oleh
dokter, perawat, farmasi, penderita, gudang/distribusi. Oleh karena itu persiapannya harus sesuai prosedur.
1. Persiapan Obat
a. Dosis : ditentukan dengan menggunakan luas permukaan tubuh (body surface area /BSA) yang
diketahiu dengan mengukur TB dan BB.
b. Penyimpanan dan Stabilitas
Baca petunjuk mengenai penyimpanan dan stabilitas masing-masing obat sehingga tetap dalam
keadaan baik. Obat yang tidak mengandung preservasi setelah dibuka/dilarutkan (oplos) harus
segera dibuang dalam waktu 8-24 jam.
c. Preparasi (pelarutan)
Pelarut untuk masing-masing obat biasanya disebutkan dalam penjelasan pemakaian masing-
masing obat. Kadang ada pelarut yang incompatible terhadap obat-obat tertentu. Secara umum
pelarut yang biasa dipakai adalah Dextrose 5% atau NaCl fisiologis.

2. Persiapan provider
a. Memakai gaun khusus.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 10


b. Memakai masker dispossible.
c. Memakai handscoon.
d. Memakai topi pelindung kepala.
e. Memakai kacamata pelindung terhadap percikan obat, tanpa menghalangi lapangan
penglihatan (google).

3. Persiapan peralatan dan cairan


a. Jarum suntik yang kecil, abocath no 20 atau 24 (disesuaikan dengan ukuran vena).
b. Spuit disposibel 3cc, 5cc, 20cc.
c. Infus set ( pada obat golongan taxan telah disediakan infus set khusus).
d. Larutan NaCl 0,9% 100 cc, NaCl 0,9% 500 cc dan aquadest 25/50cc.
e. Syringe pump/infuse pump.
f. Alas penyuntikan, untuk menghindari kontak obat dengan laken.

4. Penyuntikan
a. Penyutikan atau pemberian obat sitostatika dilakukan oleh petugas terlatih yang telah ditentukan
b. Pastikan 5 Benar pemberian obat (benar obat, benar pasien, benar dosis, benar rute pemberian,
benar waktu pemberian)
c. Pilih vena yang paling distal dan lurus (biasanya metacarpal bagian distal) dan kontralateral
dengan kankernya. Pastikan tidak terjadi ekstravasasi yaitu dengan memasang infus dan drip
cepat.
d. Setelah penyuntikan selesai, alat-alat atau botol bekas dan obat sitostatika dimasukkan ke dalam
kantong plastik dan diikat serta dimasukkan dalam wadah sampah medis khusus.
e. Buat catatan pada rekam medik penderita, catat semua tindakan.

F. Penilaian Respon (Treatment Outcome)


Pengertian respon disini adalah perubahan yang terjadi pada tumor menurut kepekaannya terhadap
kemoterapi.
Respon kemoterapi dapat didefinisikan sebagai :
1. Respon lengkap (complete response)
Adalah tidak tampaknya semua bukti adanya penyakit dan tidak tampaknya penyakit baru untuk selang
waktu yang ditentukan (biasanya empat minggu).
2. Respon sebagian (partial response)
Adalah berkurangnya ukuran tumor paling sedikit 50% dari dua diameter terpanjang dari semua
lesi dalam waktu tidak kurang dari empat minggu dan tidak ditemukan adanya lesi baru.
3. Respon minimal (no change)
Ukuran tumor mengecil kurang dari 50%, biasanya tidak dilaporkan dalam uji klinis.

4. Progression (progressive disease)


Didapatkan peningkatan ukuran tumor lebih dari 25%, dan adanya pertumbuhan penyakit atau
tampaknya penyakit baru selama kemoterapi.
Pada pemberian kemoterapi neoadjuvan, setelah pemberian siklus ke-3 dilakukan penilaian
respon terapi dan resektibilitasnya. Bila didapatkan respon parsial dan menjadi resektabel

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 11


maka dilanjutkan dengan tindakan operasi. Bila respon terapi menunjukkan respon minimal
atau tidak resektable, maka dilanjutkan dengan radioterapi atau kombinasi kemoterapinya
ditingkatkan menjadi second line chemotherapy.
Penilaian respon kemoterapi meliputi:
a. Penilaian respon objektif
1) Ukuran tumor.
2) Tumor marker.
3) Objektif kualitatif adalah perubaban gejala klinis misal pada tumor otak dalam hal
ini gejala neurologis.
b. Penilaian respon subjektif.
Biasanya ditentukan dengan adanya peningkatan status performance dari
pasien. Ada dua skala status penampilan pasien yaitu menurut kamoffsky dan ECOG
(Eastern Cooperative Oncology Group).

Skala status penampilan menurut KARNOFFSKY


Skala Derajat Aktifitas Kemampuan Fungsional
100 Normal tanpa keluhan, Tidak Mampu melaksanakan aktifitas
ada kelainan normal
90 Keluhan gejala minimal Tidak perlu perawatan khusus

80 Normal dengan beberapa keluhan gejala

70 Mampu merawat diri Tidak mampu bekerja


Tidak mampu melakukan aktifitas normal Bisa tinggal di rumah
atau bekerja Perlu bantuan dalam banyak hal
60 Kadang - kadang perlu bantuan tetapi umumnya
dapat melakukan untuk keperluan sendiri

50 Perlu bantuan dan umumnya perlu obat-


obatan
40 Perlu bantuan dan perawatan khusus Tidak mampu merawat din Perlu
perawatan di rumah sakit
30 Perlu pertimbangan-pertimbangan
masuk rumah sakit
20 Sakit berat, perawatan rumah sakit,
pengobatan aktif suportif sangat
perlu
10 Mendeteksi ajal
0 Meninggal

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 12


Skala status penampilan menurut ECOG :

Grade ECOG
. ..
0 Masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas
sehari-hari
1 Hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja
kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.
2 Hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50% waktunya untuk tiduran dan
hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan
pekerjaan lain.
3 Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%
waktunya untuk tiduran.
4 Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya
di kursi atau tiduran terus.

c. Survival
Sebagai pengobatan palliative yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum
meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakit
yang dideritanya.

G. Pemantauan Efek Samping


Pemantauan efek/respon dan efek samping harus secara benar dilaksanakan dan harus dilakukan
standardisasi. Mendapatkan efek yang maksimal dan efek samping yang minimal adalah keadaan ideal
yang diharapkan. Sebagaimana sifat dari obat kemoterapi maka semakin tinggi dosis akan semakin kuat
daya toksisitasnya namun akan semakin merusak/menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu harus dicari dosis tertinggi yang masih dapat ditolerir efek sampingnya sehingga akan didapatkan
efek yang optimal (Maximal Tolerated Dose/MTD).
Efek samping kemoterapi :

1. Immediate side effects


Efek samping yang segera terjadi. Timbul dalam 24 jam pertama, misalnya mual dan muntah, reaksi
alergi obat dan ekstravasai (biasanya terjadi selama kemoterapi berlangsung).
2. Early side effects
Efek samping yang awal terjadi, timbul dalam beberapa hari sampai minggu kemudian, misalnya :
mual dan muntah, stomatitis, dehidrasi, hematologi (anemia, leukopenia, trombositopenia).
3. Delayed side effects
Efek samping yang timbul beberapa minggu sampai bulan, misalnya : nefropati,
cardiotoksik, neurotoksik, alopecia.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 13


4. Late side effects
Efek samping yang timbul beberapa bulan sampai tahun. Misalnya : keganasan
sekunder.
Pemeriksaan Darah Lengkap satu minggu paska kemoterapi untuk mengetahui adanya efek
samping hematologi (neutropenia, leukopenia, anemia) dan untuk memberikan terapi yang sesuai
agar saat kemoterapi berlkutnya dapat sesuai jadwal.

H. Penanganan Efek Samping


Prinsip penanganan efek samping:
1. Antisipasi dan prevensi
2. Monitoring efek samping yang berhubungan dengan dosis.
3. Early treatment dari efek samping.

Efek samping yang sering terjadi dan penanganannya :


1. Reaksi pada gastrointestinal
a. Stomatitis dan disfagia
Kemoterapi akan menyebabkan iritasi pada mukosa mulut dan dapat menyebabkan
kesulitan menelan (disfagia).
Penanganannya :
 Hindari mukosa mulut kering dengan sering berkumur atau sering mengunyah
permen karet.
 Hindari makanan dan minuman yang mengandung kadar asam tinggi.
 Hindari makanan yang terlalu dingin atau panas.
b. Anoreksia dan perubahan pengecapan Cara mengatasinya :
 Hindari makan 1 jam sebelum pemberian dan 2 - 3 jam setelah pemberian obat.
 Cegah terjadinya stomatitis.
 Hindari mulut dan kekeringan.
c. Nausea dan vomiting Cara mengatasinya :
 Hindari makanan yang terlalu manis, asin, berlemak, dan beraroma kuat.
 Makanlah dalam porsi kecil tetapi sering.
 Berikan suasana yang menyenangkan pada waktu pemberian kemoterapi.
 Berikan obat anti emetik sebelum dan sesudah pemberian obat.

d. Diare dan konstipasi


Diare : disebabkan karena destruksi dari sel-sel mukosa gastrointestinal yang aktif membelah
sehingga fungsi pencernaan dan absorpsi terganggu. Cara mengatasinya :
 Makan makanan yang rendah serat, tinggi kalori dan protein.
 Hindari makanan yang mengiritasi mukosa.
 Minum paling sedikit 3 liter.
e. Konstipasi : keluarnya tinja secara tidak enak, nyeri, lebih jarang dan keras. Cara mengatasinya :
 Makan tinggi serat.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 14


 Minum minuman yang hangat sebelum BAB.
 Minum 3 liter setiap hari, kecuali ada kontra indikasi.

2. Reaksi pada sel darah


Efek samping yang memerlukan intervensi adalah efek samping hematologi.
a. Anemia
Cara penanganan :
 Periksa kadar hemoglobin dan hematokrit penderita.
 Perhatikan masalah nutrisi, bila perlu tambahkan suplemen zat besi.
 Bila diperlukan terapi medikamentosa atau tranfusi PRC.
b. Leukopenia
Penderita kanker sering mengalami immunosupresi ski-bat dan penyakitnya atau karena
pengobatannya. Keadaan tersebut sering ditandai dengan neutropenia. Pada penderita yang
mengalami neutropeni diberikan GCSF.
c. Trombositopenia Cara penanganan :
 Atur istirahat yang cukup
 Pertahankan status gizi yang optimal, terutama asupan protein.
 Bila perlu tranfusi platelet.

3. Reaksi pada kulit dan jaringan lainnya.


Reaksi pada kulit biasanya berupa urtikaria, eritema, hiperpigmentasi, folikulitis. Penanganan :
pemberian kemoterapi sementara dihentikan, berikan obat anti alergi, lalu nilai respon. Bila keluhan
alergi semakin berat pertimbangkan untuk menghentlkan kemoterapi atau mengganti dengan
regimen lain. Alopecia biasanya bersifat sementara dan bervariasi mulai dari yang ringan
sampai botak total.

4. Kedaruratan pada pemberian kemoterapi


a. Reaksi hipersensitivitas
 Immediate hypersensitivity reaction
Manifestasinya : reaksi anafilaksis, reaksi sitolitik
 Delayed hypersensitivity reaction
Terjadi reaksi dengan T-limfosit, manifestasi klinis : dermatitis.
b. Ekstravasasi
Adalah terjadinya kebocoran obat sitostatik ke jaringan subkutan. Merupakan salah satu
komplikasi yang memerlukan perhatian khusus.

Parameter pengkajian ekstravasasi :


 Nyeri : nyeri sekali atau rasa terbakar
 Kemerahan : di sekitar area penusukan, tidak selalu terjadi pada awal.
 Luka : terjadi setelah beberapa minggu.
 Bengkak : terjadi segera.
 Perubahan kualitas tetesan infus.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 15


Faktor resiko terjadinya ekstravasasi :
 Pembuluh darah yang rapuh dengan diameter kecil
 Integritas vaskuler berkurang
 Trauma penusukan kanul dan jenis kanul
 Pembengkakan pada ekstrimitas akibat pembedahan atau terapi penyinaran.
 Jumlah obat terinfiltrasi
 Konsentrasi dari obat.
Pencegahan :
 Penggunaan pelarut yang sesuai dengan obat sitostatik .
 Gunaka vena yang tepat.
 Hindari penusukan berulang pada tempat yang sama.
 Gunakan penutup yang mudah terlihat.
 Cek kepatenan vena dengan cairan fisiologis.
 Observasi daerah yang diinfus.
 Komunikasi selama pemberian terutama via bolus.
 Lakukan pembilasan.
Penatalaksanaan :
 Stop infus kanul jangan dicabut.
 Aspirasi darah dari kanul dan jaringan sub kutan sebanyak-banyaknya.
 Beri antidot sesuai jenis obatnya secara IV.
 Cabut kanul, ben antidot secara subkutan dengan spuit 1 cc searah jarum jam.
 berikan kortikosteroid salep di sekitar area ekstravasasi.
 Hindari perabaan pada area ekstravasasi.
 Lakukan pemotretan
 Berikan kompres sesuai dengan jenis obat.
 Istirahatkan ekstrimitas dan tinggikan selama 48 jam.
 Observasi secara teratur terhadap nyeri, bengkak, kemerahan, keras atau
nekrosis.
 Berikan terapi nyeri.
 Lakukan dokumentasi : tanggal, waktu, jenis vena, ukuran kateter, urutan pemberian
obat, jumlah obat yang masuk, keluhan pasien, tindakan yang dilakukan, keadaan area
ekstravasasi, segera lapor dokter.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 16


BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi rekam medis adalah suatu bukti pencacatan dan pelaporan baik oleh dokter, perawat,
maupun petugas kesehatan lainnya yang berguna bagi kepentingan pasien, serta memudahkan dalam
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan. Tujuan
pendokumentasian rekam medis, antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai media informasi mengenai kondisi penyakit, perjalanan, dan penanganan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan di rumah sakit beserta hasilnya.
2. Sebagai data yang dibutuhkan secara administratif, hukum, dan legal formal.
3. Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan kepada pasien.
4. Untuk memberikan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan penelitian.
Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien akan didokumentasikan pada rekam medis,
termasuk tindakan kemoterapi, monitoring, dan penangangan efek samping bila ditemukan. Persetujuan
tindakan medis juga termasuk salah satu syarat sebelum dilakukan suatu tindakan medis terhadap pasien
dokter.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 17


BAB V

PENUTUP

Demikian Buku Pedoman Pelayanan Kemoterapi dibuat sejalan dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit, maka pelaksanaan kegiatan pelayanan
kemoterapi di rumah sakit sangatlah penting. Melalui pedoman pelayanan kemoterapi ini
diharapkan terjadi penurunan resiko cedera bermakna pada pasien jika obat yang digunakan
secara salah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap RSUD Al
Ihsan.

RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Page 18

Anda mungkin juga menyukai