Penatalaksanaan limfoma non hodgkin bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe
limfoma (jenis histologi), stadium, sifat tumor (indolen/agresif), usia, dan keadaan umum
pasien. Tatalaksana yang dipaparkan berikut ini adalah tatalaksana secara umum pada subtipe
limfoma yang sering ditemukan. Pasien yang menjalani terapi kemoterapi perlu dirawat
dalam ruang isolasi untuk menghindari infeksi pada fase anaplasia kemoterapi (ESMO, 2020)
European Partnership for Action Against Cancer (EPAAC) dan The European Society
for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN menyatakan bahwa pasien kanker perlu
dilakukan skrining gizi untuk mendeteksi gangguan nutrisi, asupan nutrisi, penurunan berat
badan, dan indeks makssa tubuh sedini mungkin sejak pasien didiagnosis kanker. Pada pasien
yang mengalami hasil skrining abnormal, perlu dilakukan penilaian objektif dan kuantitatif
asupan nutrisi, kapasitas fungsional, dan derajat inflamasi sistemik (Donohue et al., 2011)
Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) adalah subtipe limfoma non hodgkin tersering.
Kemajuan manajemen DLBCL terpenting dalam dua dekade terakhir adalah penambahan
rituximab pada kemoterapi mengandung antrasiklin, yang meningkatkan hasil pengobatan
secara signifikan. Regimen tersebut terdiri dari: siklofosfamid, doxorubicin, vincristine,
prednisone, dan rituximab (CHOP-R). Regimen diberikan setiap 3 minggu. Regimen lainnya
yang juga dilaporkan adalah doxorubicin, siklofosfamid, vindesine, bleomycin, prednison,
dan rituximab (ACVBP-R) lebih baik dari CHOP-R pada pasien usia muda. Penggunaan
regimen etoposide, prednison, vincristine, siklofosfamid, doxorubicin, dan rituximab
(EPOCH-R) lebih baik dibanding CHOP-R (masih dalam uji klinis fase 2) (Armitage et al.,
2017).
DLBCL dibagi menjadi dua subtipe, germinal center B-cell like (GCB) dan non-
GCB/activated B-cell like (ABC). Namun, penggunaan gene expression profiling (GEP)
masih sulit diaplikasikan, sehingga international prognostic index (IPI) masih memiliki peran
penting dalam menentukan prognosis.Positron emission tomography (PET)
direkomendasikan untuk staging awal dan restaging setelah terapi sistemik, namun tidak
direkomendasikan untuk restaging interim, modifikasi tatalaksana, serta pemeriksaan tindak
lanjut rutin. Berikut adalah rekomendasi tatalaksana DLBCL berdasarkan usia pasien, skor
IPI, ada/tidaknya bulky disease, dan komorbiditas (Bruce et al., 2013):
Pasien usia muda dengan skor IPI low atau low-intermediate, tanpa bulky disease :
regimen R-CHOP 21 sebanyak 6 kali
Pasien usia muda dengan skor IPI low atau low-intermediate, dengan bulky disease :
regimen R-CHOP 21 sebanyak 6 kali dengan radioterapi pada lokasi bulky disease,
atau regimen R-ACVBP
Pasien usia muda dengan skor IPI high-intermediate atau high : regimen R-CHOP21
mungkin tidak cukup, dapat diberikan regimen lain seperti R-CHOEP14, R-ACVBP,
konsolidasi dengan high dose therapy (HDT) ditambah autologous stem cell
transplant (ASCT)
Pasien lansia (>60 tahun) dengan kondisi sehat : regimen yang diberikan adalah R-
CHOP21 sebanyak 8 siklus, atau R-CHOP14 sebanyak 6 siklus dengan 8 siklus
rituximab (R-CHOP 14 x 6 dengan 8R)
Pasien usia muda : rituximab dan regimen berbasis platinum (contoh: cisplatin)
sebagai regimen salvage
Pasien kemosensitif: konsolidasi remisi dengan HDT dan ASCT (Bruce et al., 2013)
Pasien stadium Ia dan Iia terbatas: radioterapi (RT) lokal, dengan dosis 24 Gy dalam
12 fraksi.
NMZL: tidak ada terapi spesifik, namun umumnya terjadi diseminasi. Tatalaksana
sesuai prinsip pada limfoma folikuler (FL). Pada stadium lanjut, imunokemoterapi
merupakan terapi pilihan
Respons Komplit
Penurunan infiltrasi dan perbaikan cadangan hemopoietik pada biopsi sumsum tulang
Progresi:
Relaps:
Pasien usia muda dengan MCL: rituximab diberikan pada induksi regimen kemoterapi
MCL dengan regimen R-Hyper-CVAD
(rituximab, hyperfractionated cyclophosphamide, vincristine, doxorubicin,
dexamethasone), bergantian dengan R-MC (rituximab, methotrexate, cytarabine)
Pasien usia muda dengan MCL: R-FC (rituximab, fludarabine, siklofosfamid) atau R-
CHOP
Transplantasi autologous stem cell perlu dilakukan sebagai terapi lini pertama,
dengan total body irradiation (TBI) sebagai regimen conditioning
Pasien dengan relaps tingkat lanjut: Temsirolimus (inhibitor mTOR) 75 mg sebagai
monoterapi, bortezomib 1,3 mg/m2 per dosis, dan lenalidomide dengan dosis
berdasarkan fungsi ginjal
Penggunaan allogeneic stem cell transplant tidak direkomendasikan pada MCL,
namun dapat dipertimbangkan pada pasien fit yang mengalami relaps atau refrakter
setelah pengobatan yang sesuai (ESMO, 2020)
Limfoma Sel-T Perifer (PTCL)
Limfoma sel-T perifer mencakup 15% dari kasus limfoma. PTCL dibagi menjadi 2
kelompok klinis: limfoma sel-T kulit (mycosis fungoides, sindroma Sézary) dan PTCL
sistemik. Kelompok PTCL terbagi menjadi beberapa tipe, dengan perbedaan prognosis,
seperti limfoma sel-T angioimmunoblastic (AITL), anaplastic large-cell limfoma, dan yang
tidak dapat dikategorikan yaitu PTCL-NOS. Limfoma sel-T kulit dapat ditatalaksana secara
topikal, dan PTCL menggunakan kemoterapi kombinasi. Prediksi prognosis menggunakan
skor IPI pada PTCL (Ansel et al., 2015)
Rekomendasi tatalaksana PTCL adalah sebagai berikut:
Seluruh tipe TCL, kecuali NK/TCL dan tipe nasal: Regimen berbasis antrasiklin,
seperti CHOP/CHOEP.
TCL dengan prognostik buruk (IPI atau PIT ≥2) yang bersifat kemosensitif perlu
mendapatkan autologous stem cell transplant (ASCT)
Pasien dengan TCL relaps: terapi lini kedua yang mengandung platinum, gemcitabine
ASCT dapat dipertimbangkan pada TCL-NOS relaps/refrakter, anaplastic lymphoma
kinase negative (ALK-negatif) ALCL dan AITL
Allogeneic-SCT merupakan satu-satunya terapi kuratif pada pasien dengan TCL
relaps/refrakter (TCL-NOS, AICL, ALK-negatif, dan AITL)
Pasien refrakter juga dapat dilibatkan pada studi klinis fase I atau II(ESMO, 2O2O)
Pembedahan
Pembedahan bukan merupakan tatalaksana yang sering digunakan pada limfoma non
hodgkin, mempertimbangkan kemanjuran kemoterapi, radioterapi, dan transplantasi stem cell.
Pembedahan mungkin berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis radiologis dengan biopsi,
mengurangi keluhan dari organ yang terlibat (Armitage et al., 2017)
Edukasi
KOMPLIKASI
Berikut komplikasi yang paling sering muncul pada pasien Limfoma non hodgkin
diantaranya (Dehgani et al., 2015):
Lymphadenopathy terutama cervical lymphadenopathy
Cytopenias seperti neutropenia, anemia dan thrombocytopenia sekunder karena
infiltrasi bone marrow
Autoimmune hemolytic anemia
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Gangguan jantung sekunder akibatefusi pericardial masif
Cardiac arrhythmias sekuder e.c cardiac metastases
Gangguan pernapasan sekunder e.c efusi pleura
Superior vena cava (SVC) syndrome sekunder e.c large mediastinal tumor
Kompresi medula spinalis sekunder e.c metastasis vertebrae
Lymphocytosis pada fase leukemi penyakit
Ansell SM. Non-Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment. Mayo Clinic Proceedings.
2015 Aug 1;90(8):1152–63.
Armitage JO, Gascoyne RD, Lunning MA, Cavalli F. Non-Hodgkin lymphoma. The Lancet.
2017 Jul 15; 390(10091):298–310.
Bruce D. Cheson MD. Bone Marrow Biopsy for the Initial Staging of Patients With
Lymphoma: It’s Time to Eliminate This Procedure in Selected Patients [Internet].
Cancer Network. 2013 [cited 2021 Des 5]. Available from:
https://www.cancernetwork.com/leukemia-lymphoma/bone-marrow-biopsy-initial-
staging-patients-lymphoma-its-time-eliminate-procedure-selected-patients
Marginal Zone Lymphoma, Mantle Cell Lymphoma, Peripheral T-cell Lymphoma | ESMO
[Internet]. [cited 2021 Des 5].
Ramadas, A., Jose, Renju, Varma, Beena et al. 2017. Cervical lymphadenopathy: Unwinding
the hidden truth. Dental Research Journal vol 14. doi:10.4103/1735-3327.201136