Anda di halaman 1dari 15

A.

Anatomi Telinga

Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam.

Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke

telinga dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara dalam proses

ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang mengandung

reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita

dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi sensasi

keseimbangan (Sherwood L, 2014).

Gambar 3.1 Anatomi Telinga (Netter, 2020)

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius

eksternus/external auditory canal (saluran telinga) dan membran timpani

(tympanic membrane). Daun telinga (pinna) adalah lipatan tulang rawan

elastis berbentuk seperti ujung terompet dan dilapisi oleh kulit. Bagian tepi

pinggiran daun telinga adalah heliks, bagian inferior adalah lobulus.

Ligamen dan otot menempelkan daun telinga ke kepala. Meatus auditorius

eksternus merupakan tabung melengkung dengan panjang sekitar 2,5cm


(1inch) terletak di tulang temporal dan mengarah ke membran timpani

(Tortora J & Nielsen T, 2012).

Membran timpani terletak di ujung medial meatus auditorius

eksternus dan membentuk sebagian besar dinding lateral rongga timpani.

Membran ini berbentuk oval dan membentuk sudut sekitar 55° dengan

lantai meatus auditorius eksternus. Meatus auditorius eksternus

memanjang dari aurikula ke membran timpani dan panjangnya sekitar

2,4cm. Tulang penyusun dinding meatus auditorius eksternus merupakan

tulang rawan di 1/3 bagian lateral dan tulang keras di 2/3 bagian medial

(Valentine P & Wright T, 2018).

Gambar 3.2 Auriculla (Netter, 2020)


Gambar 3.3 Membran timpani (Moore, 2015)

2. Telinga tengah

Telinga tengah adalah rongga kecil berisi udara di bagian petrosa

dari tulang temporal yang dilapisi oleh epitel. Telinga tengah dipisahkan

dari telinga luar oleh membran timpani dan dari telinga dalam oleh partisi

bertulang tipis yang berisi dua lubang kecil yang ditutupi membran yaitu

jendela oval dan jendela bundar. Struktur selanjutnya adalah tiga tulang

pendegaran yang terletak di dalam telinga tengah disebut osikulus, yang

dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang pendengaran tersebut dinamai

sesuai bentuknya, yaitu malleus, incus, dan stapes yang biasa disebut

martil, landasan, dan sanggurdi (Tortora J & Nielsen T, 2012).

Membran timpani akan bergetar sebagai respons terhadap

gelombang suara, rangkaian osikulus tersebut akan ikut bergerak dengan

frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran

timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang

ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan mirip-

gelombang di cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama seperti

gelombang suara asal (Sherwood L, 2014).

Osikulus (tulang – tulang pendengaran) juga disokong oleh

ligamen dan otot yang menempel pada struktur tersebut. Otot tensor

timpani, yang disuplai oleh cabang mandibular dari saraf trigeminalis (V),

membatasi gerakan dan meningkatkan ketegangan pada gendang telinga

untuk mencegah kerusakan pada telinga dalam dari suara keras. Otot

stapedius, yang disuplai oleh saraf fasialis (VII), adalah otot rangka
terkecil di tubuh manusia. Otot tensor timpani dan stapedius memerlukan

waktu sepersekian detik untuk berkontraksi, mereka dapat melindungi

telinga bagian dalam dari suara keras yang berkepanjangan, tetapi tidak

dengan suara keras yang singkat seperti suara tembakan (Tortora J &

Nielsen T, 2012).

Dinding anterior telinga tengah berisi lubang yang mengarah

langsung ke tuba auditorik (pharyngotympanic), umumnya dikenal sebagai

tuba eustachius. Tuba eustachius adalah saluran dinamis yang

menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Ukuran saluran ini

pada orang dewasa sekitar 36 mm yang biasanya dicapai pada usia 7

tahun. (Valentine P & Wright T, 2018). Pada bayi dan anak-anak

ukurannya lebih pendek dan lebih horisontal sehingga sekret dari

nasofaring lebih mudah masuk ke telinga tengah. Tuba eustakhius akan

terus berkembang bertambah panjang dan akan membentuk sudut yang

lebih besar dari bidang horisontal pada usia 5-7 tahun (Budiyono, 2011).

Tuba eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat membuka

oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan. Pembukaan ini

memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan

atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara

(Sherwood L, 2014).
Gambar 3.5 Perbedaan anatomi telinga bayi-anak dengan orang

dewasa

3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan

labirin membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan

kanalis semi sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari

utrikulus, sakulus, duktus koklearis, dan duktus semi sirkularis. Rongga

labirin tulang dilapisi oleh lapisan tipis periosteum internal atau

endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula (susunannya

menyerupai spons). Labyrinthus memiliki bagian vestibuler (pars superior)

yang berhubungan dengan keseimbangan dan bagian koklear (pars

inferior) yang merupakan organ pendengaran. Kanalis semisirkularis

saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang

tidak lengkap. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s

membran) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada

membran ini terletak organ korti. Pada skala media terdapat bagian yang

berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis

melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan

kanalis Corti, yang membentuk organ korti (Snell, 2014).


Gambar 3.5 Labirin Tulang dan Labirin Membran (Tortora J &

Nielsen T, 2012).

B. Fisiologi Pendengaran

Gelombang suara berganti-ganti daerah bertekanan tinggi dan rendah

bergerak dalam arah yang sama melalui beberapa media (seperti udara).

Gelombang suara berasal dari objek yang bergetar. Frekuensi getaran suara

adalah nada. Frekuensi getaran yang semakin tinggi akan menimbulkan bunyi

yang semakin tinggi juga. Intensitas suara yang semakin besar akan

menghasilkan suara yang semakin keras juga. Intensitas suara diukur dalam

satuan yang disebut desibel (dB). Peningkatan satu desibel mewakili

peningkatan sepuluh kali lipat dalam intensitas suara. Sebuah bunyi

memerlukan beberapa proses untuk dapat diubah dan dimengerti oleh manusia

yang mendengarnya. Peristiwa berikut ini terlibat dalam pendengaran:

1. Auricula mengarahkan gelombang suara ke meatus auditorius eksternus.

2. Saat gelombang suara menghantam membran timpani, tekanan udara

tinggi dan rendah secara bergantian menyebabkan membran timpani

bergetar bolak-balik. Gendang telinga bergetar perlahan sebagai respons

terhadap suara frekuensi rendah (nada rendah) dan dengan cepat sebagai

respons terhadap suara frekuensi tinggi (nada tinggi).

3. Area tengah gendang telinga terhubung ke malleus, yang juga mulai

bergetar. Getaran ditransmisikan dari malleus ke incus dan kemudian ke

stapes.

4. Saat stapes bergerak maju dan mundur, itu mendorong membran jendela

oval masuk dan keluar. Jendela oval bergetar sekitar 20 kali lebih keras
daripada gendang telinga karena osikulus mentransmisikan getaran kecil

yang tersebar di area permukaan yang besar (gendang telinga) menjadi

getaran yang lebih besar dari permukaan yang lebih kecil (jendela oval).

5. Pergerakan jendela oval mengatur gelombang tekanan fluida di cairan

perilimfe koklea. Ketika jendela oval menonjol ke dalam, itu mendorong

perilimfe dari scala vestibuli.

6. Gelombang tekanan ditransmisikan dari scala vestibuli ke scala tympani

dan akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya membesar ke luar ke

arah telinga tengah.

7. Gelombang tekanan juga mendorong membran vestibularis bolak- balik,

menciptakan gelombang tekanan di endolimfe di dalam saluran koklea.

8. Gelombang tekanan dalam endolimfe menyebabkan membran basilaris

bergetar, yang menggerakkan sel-sel rambut organ spiral melawan

membran tektorial. Hal ini menyebabkan pembengkokan stereocilia sel

rambut yang menghasilkan potensial aksi reseptor hingga pada akhirnya

mengarah pada pembentukan impuls saraf (Tortora J & Nielsen T, 2012).

Stereosilia setiap sel rambut tersusun dalam barisan dengan tinggi yang

berjenjang berkisar dari rendah ke tinggi yang dihubungkan oleh tip links.

Stereosilia akan menekuk ke arah membran tertingginya ketika membran

basilaris bergerak ke atas dan meregangkan tip links, sehingga membuka kanal

kation yang yang dilekatinya. Kanal kation yang terbuka akan menyebabkan

lebih banyak K+ yang masuk ke sel rambut. Proses masuknya K + tambahan ini

mendepolarisasi sel rambut. Depolarisasi membuka kanal Ca2+ di dasar sel


rambut yang memicu eksositosis vesikula sinaptik yang mengandung

neurotransmitter, yang mungkin glutamate (Sherwood L, 2014).

Pelepasan glutamate menghasilkan impuls saraf di neuron sensorik yang

menginervasi sel rambut dalam. Badan sel neuron sensorik terletak di ganglia

spiral. Impuls saraf mengalir bersama rangsangan akson neuron ini, yang

membentuk cabang koklearis dari saraf vestibulocochlear (VIII). Serabut saraf

dari ganglion spiral Corti masuk ke nuklei dorsal dan ventral yang terletak di

bagian atas medulla. Semua serat bersinaps di bagian medulla ini, dan impuls

akan melewati terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak untuk

berakhir di nucleus olivari superior dan beberapa impuls juga berpindah ke

nucleus olivari superior di sisi yang sama (Hall E, 2016).

Perbedaan waktu pada impuls saraf yang datang dari dua telinga di

nucleus olivari superior memungkinkan kita untuk menemukan sumber suara.

Akson dari nuclues olivari superior juga naik di traktus meniskus lateral dan

berakhir di colliculus inferior. Impuls saraf kemudian akan disampaikan ke

nucleus geniculate medial di thalamus dan akhirnya ke area pendengaran

primer korteks serebral di lobus temporal otak besar (area 41 dan 42) (Tortora J

& Nielsen T, 2012).


Gambar 3.5 Fisiologi pendengaran (Tortora J & Nielsen T, 2012)

C. DEFINISI
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi yang umumnya
menjadi penyebab utama dari infeksi kongenital di seluruh dunia. Virus ini
menyebar luas, dengan manifestasi mulai dari asimtomatik hingga disfungsi
organ pada pasien dengan penyakit CMV kongenital yang mengalami
gangguan sistem imun (Gupta, 2021).

Infeksi CMV juga dimasukkan kedalam infeksi TORCH (Toxoplasma


gondii, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex). Infeksi TORCH
merupakan infeksi kongenital yang dapat ditularkan secara vertikal dari ibu-
janin melalui sawar darah plasenta, kontak perineum selama perinatal, dan
melalui air susu ibu (ASI) (Britt, 2011).
D. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data epidemiologi, angka kejadian dari infeksi virus CMV
(infeksi cytomegalovirus) didapatkan lebih tinggi pada negara berkembang
dimana didapati 50-85% kasus seropositive CMV. Berbeda pada negara maju
dimana didapati 50% orang dewasa memiliki hasil seronegatif. Berbagai
faktor dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dari infeksi CMV
seperti kurangnya kewaspadaan terhadap infeksi CMV selama masa
kehamilan, kurangnya skrining kesehatan pada ibu hamil dan neonatus,
keterbatasan penatalaksanaan, dan tidak adanya vaksin yang tersedia
(Rawlinson, 2017; Akhter, 2018). Seroprevalensi CMV di Indonesia
berdasarkan data wanita pra nikah yang dilakukan pada tahun 2012 dimana
didapatkan dari 90 orang wanita pranikah memiliki kadar IgG CMV positif
mencapai 78.9%. Angka kejadian keseluruhan infeksi CMV di Indonesia
sendiri belum jelas dilaporkan (Noviar, 2017).
CMV sering menyebabkan infeksi intra-uterin dengan insidensi
mencapai 0,03-2,0% dari semua bayi lahir hidup atau 7 per 1000 kelahiran
hidup (Chen, 2012). Infeksi CMV pada umumnya didapat dalam tahun
pertama kehidupan pada negara dengan pendapatan ekonomi rendah,
sedangkan di negara maju, infeksi ini muncul pada akhir masa anak-anak
(Chen, 2012)
Infeksi cytomegalovirus (CMV) kongenital adalah penyebab utama tuli
sensorineural (SNHL), yang terjadi pada 30-65% anak bergejala saat lahir
dan pada 7-15% anak-anak dengan infeksi tanpa gejala. SNHL mungkin hadir
saat lahir atau dengan onset lambat, setelah berbulan-bulan atau bertahun-
tahun. Penyakit ini bisa mempengaruhi secara unilateral atau bilateral, dengan
berbagai tingkat keparahan dan perkembangan. Sekitar setengah dari
gangguan pendengaran akibat infeksi CMV kongenital adalah onset lambat
atau progresif (Gabrielli et al. 2013).

E. ETIOLOGI
CMV yang menginfeksi manusia disebut dengan human
Cytomegalovirus. CMV merupakan virus DNA yang termasuk dalam famili
herpesviridae. Virus ini disebut cytomegalovirus karena sel yang terinfeksi
akan membesar hingga dua kali lipat dibandingkan dengan ukuran sel yang
tidak terinfeksi. Struktur cytomegalovirus manusia terdiri dari outer lipid
bilayer envelope, terdiri dari berbagai glikoprotein virus, diikuti oleh
tegumen, matriks protein, yang memegang inti DNA linier beruntai ganda
dalam nukleokapsid ikosahedral. Virion biasanya berbentuk bola dalam
komposisi. Ukuran rata-rata dapat berkisar dari 200 hingga 300 nanometer.
Glikoprotein, termasuk glikoprotein B (gB), gH, gL, gM, gN, dan gO, terlibat
dalam perlekatan dan penetrasi sel. Tegumen mengandung dua jenis protein
utama, selain beberapa RNA seluler dan virus. Satu kelas protein memiliki
peran struktural dan merupakan bagian integral dalam pembentukan dan
perombakan virion selama entri. Kelas lain memodulasi respon sel inang
terhadap infeksi (Crough, 2009).

Gambar 2.1 Struktur human Cytomegalovirus.


F. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang terkait dengan infeksi CMV, yaitu (Marsico et al., 2017; Choo et al.,
2019):
• Usia bayi, balita, anak-anak, dan populasi usia lanjut

• Anak-anak yang sering dititipkan pada penitipan anak

• Pria dan wanita yang aktif secara seksual dengan pola perilaku berisiko seperti
berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan pelindung

• Riwayat imunokompromais, seperti penderita HIV/AIDS, atau pasien yang sedang


dalam pengobatan tumor ganas

• Riwayat transplantasi organ, umumnya pemberi donor 78% menularkan virus CMV
pada resipien. 40% resipien mengalami serokonversi menjadi seropositive dan
memasuki fase laten dari infeksi virus

• Penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, umumnya pada pasien yang memiliki
riwayat autoimun, seperti penderita lupus eritematosus sistemik, maupun pengobatan
setelah riwayat transplantasi organ

• Higienitas yang buruk

G. PATOFISIOLOGI
CMV ditransmisikan melalui kontak dengan individu yang membawa infeksi
CMV. Penyebab utama transmisi virus ke ibu hamil atau wanita muda usia produktif
adalah dari anak kecil usia pra sekolah yang bermain atau dekat dengan wanita tersebut,
namun dapat juga berasal dari pasangan atau kontak seksual (Johnson, 2012). Menurut
CDC, orang dengan CMV dapat menularkan virus dalam cairan tubuh, seperti air liur,
urin, darah, air mata, air mani, dan ASI. CMV menyebar dari orang yang terinfeksi
dengan cara berikut:
 Dari kontak langsung dengan air liur atau urin, terutama dari bayi dan anak kecil
 Melalui kontak seksual
 Dari ASI hingga menyusui bayi
 Melalui transplantasi organ dan transfusi darah

Infeksi CMV dimulai dengan interaksi virus dengan reseptor di permukaan sel
yang diikuti dengan penetrasi dan maturasi. Human Cytomegalovirus (HCMV)
memiliki glikoprotein B yang berfungsi untuk menginvasi virus ke dalam sel dan
berfusi dengan membran sel virus. Protein dari virus akan berikatan dengan nukleus sel
dan bereplikasi di dalam sel tersebut. Protein dari virus akan mengganggu aktivitas
regulasi dan metabolisme sel inang yang selanjutnya dimulai proses replikasi dari virus.
Virus HCMV sendiri memiliki sifat replikasi yang lambat disebabkan karena produksi
protein yang lambat pada tubuh virus. Setelah virus bereplikasi dalam nukleus, virus
akan keluar ke sitoplasma sel dan dilepaskan ke aliran darah sehingga terbentuk fase
viremia dalam tubuh pasien. Interaksi dan penetrasi dapat terjadi di berbagai sel. Sel
yang terinfeksi akan berubah ukuran 2-4 kali lebih besar daripada sel di sekitarnya dan
seringkali berisi inklusi intranuklear berukuran 8-10 U yang terletak agak ke tepi,
dikelilingi daerah halo yang terang sehingga tampak seperti owl’s eye. Sel yang
membesar dinamakan dengan sel sitomegalik, dapat ditemukan di berbagai organ
termasuk kelenjar air liur, paru, hepar, ginjal, pankreas, kelenjar adrenal, dan saraf pusat
(Rachmawati, 2002; Griffiths, 2015).
Respon peradangan seluler terhadap infeksi ini terdiri atas sel plasma, limfosit,
makrofag dan monosit. Reaksi granulomatosa sering kali dijumpai terutama dalam hepar.
Reaksi pembentukkan kompleks imun didapati pada bayi yang terinfeksi. Anak yang
terinfeksi CMV dapat menularkan virus melalui urin dan saliva selama bertahun-tahun
(Rachmawati, 2002). Namun, sampai saat ini, mekanisme SNHL yang diinduksi HCMV
masih belum jelas. Juga, tidak ada cara yang efektif untuk mencegah penularan HCMV
dari ibu ke bayi atau pengobatan yang efektif (Xia et al., 2021)

Gambar 2.... Infeksi CMV di koklea. A) Banyak inklusi sitomegalik di lapisan marginal stria
vaskularis (panah). B) Inklusi sitomegalik di lapisan marginal stria vaskularis (panah kecil) dan di
membran Reissner (panah besar) C) Imunohistokimia CMV di Organ Corti D) Ganglion spiral: neuron
sitomegalik yang dikelilingi oleh limfosit.(Gabrielli et al. 2013)
Pada penelitian Gabrielli et al (2013) ditemukan Infeksi CMV dapat mengubah sirkulasi ion
di seluruh stria vaskularis, merusak saluran ion dan menghilangkan potensi positif dari ruang
intrastrial. Sehingga mempengaruhi pembentukan potensial endokoklea berpotensi
menyebabkan SNHL. Misalnya, homeostasis abnormal ion lain, klorida dan natrium, atau
kerusakan gap junction. Tanpa endokoklea sel-sel rambut Organ Corti dapat mengalami
degenerasi karena konsentrasi kalsium yang berlebihan di endolimfe atau mungkin tidak
begitu saja diaktifkan karena kurangnya transmisi sinyal lebih lanjut.Sel CMV-positif juga
sering diamati pada membran Reissner. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
elektro-kimia antara endolimfe dan perilimfe. Infeksi CMV juga dapat merusak saluran
natrium dan klorida, yang berkontribusi pada potensi endokoklea.

Akhter K. Cytomegalovirus. Medscape. 2018. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/215702-overview

Britt W. Cytomegalovirus. Dalam: Remington JS, Klein JO, Wilson CB, Nizet V, Maldonado
YA, penyunting. 2011. Infectious Diseases of the fetus and newborn infant Edisi ke-7.
Philadelphia: Elsevier. h.706-55.

Chen J, et al. 2012. Kinetics of IgG antibody to cytomegalovirus (CMV) after birth and
seroprevalence of anti-cmv of a IgG in Chinese children. Virology. Vol. 9:304.

Choo, H.M.C., Cher, W.Q., Kwan, Y.H. et al. Risk factors for cytomegalovirus disease in
systemic lupus erythematosus (SLE): a systematic review. Adv Rheumatol. 2019;
59(12):1-8.

Crough, T., & Khanna, R. 2009. Immunobiology of Human Cytomegalovirus: from Bench to
Bedside. Clinical Microbiology Reviews, 22(1): 76-98

Gupta M, Shorman M. Cytomegalovirus. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459185/

Johnson J, Anderson B, Pass RF. Prevention of maternal and congenital cytomegalovirus


infection. 2012. Clin Obstet Gynecol. Vol. 55(2): 521-30.

Marsico C, Kimberlin D. Congenital Cytomegalovirus infection: advances and challenges in


diagnosis, prevention, and treatment. Italian Journal of Pediatrics. 2017; 43(38): 1-8

Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. 2015. Essential Clinically Oriented
Anatomy, 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Noviar G, Ritchie NK, Bela B, et al. 2017. Prevalensi Antibodi IgG dan DNA
Cytomegalovirus pada darah donor di Unit Tranfusi Darah Provinsi DKI Jakarta.
Journal of Health Epidemiology and Communicable Disease. Vol. 3(1).

Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition. United
States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Rawlinson WD, et al. 2017. Congenital Cytomegalovirus Infection in Pregnancy and The
neonate: Concencus Recommendation for Prevention, Diagnosis, and Theraphy. Lancet
Infect Dis. Vol. 17.

Rachmawati FJ, Rosita L. 2002. Imunitas Terhadap Cytomegalovirus. Mutiara Medika.


Vol.2 (2)

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC

Valentine P& Wright. 2018. Anatomy and Embriology of The External and Middle Ear In
Watkinson C& Clarke W, Scott Brown’s OTORHINONGOLOGY Head & Neck
Surgery Vol. 2 Pediatric The Skull Base Ed 8. USA: CRC Press

Gabrielli, Liliana; Bonasoni, Maria Paola; Santini, Donatella; Piccirilli, Giulia; Chiereghin,


Angela; Guerra, Brunella; Landini, Maria Paola; Kids, Maria Grazia; Lanari,
Marcello; Lazzarotto, Tiziana (2013). Human fetal inner ear involvement in congenital
cytomegalovirus infection. Acta Neuropathologica Communications, 1 (1), 63–. doi:
10.1186 / 2051-5960-1-63 

 Griffiths P, Baraniak I, Reeves M. The pathogenesis of human cytomegalovirus. Journal of


Pathology. 2015; 235:288-297.
Xia, W., Yan, H., Zhang, Y., Wang, C., Gao, W., Lv, C., Wang, W., & Liu, Z. (2021). Congenital
Human Cytomegalovirus Infection Inducing Sensorineural Hearing Loss. Frontiers in
microbiology, 12, 649690. https://doi.org/10.3389/fmicb.2021.649690

Anda mungkin juga menyukai