Anda di halaman 1dari 22

DIAGNOSIS

Evaluasi penilaian suara serak meliputi penilaian faktor anatomi, fisiologis, dan
perilaku yang mempengaruhi produksi vokal secara keseluruhan. Penilaian dimulai
dengan deskripsi dari suara, simtomatologi, dan riwayat medis dan sosial. Visualisasi
laring diperlukan untuk menentukan status dari pita suara. Secara umum,
pemeriksaan laring harus dilakukan setiap kali suara serak berlangsung lama lebih
dari 2 minggu6. Pada kasus-kasus khusus, prosedur diagnostik yang lebih canggih
dapat diindikasikan.

Kualitas vokal dapat dideskripsikan menggunakan berbagai istilah subjektif


termasuk serak, parau , keras, atau desah.. Namun, tidak ada dari seluruh istilah ini
merupakan diagnostik. Sebaliknya, tingkat keparahan disfonia dapat dinilai dengan
mengamati abnormalitas pada pitch, kenyaringan, atau fluktuasi dalam kualitas
vokal.1

Anamnesa

Evaluasi pasien dengan disfonia dimulai dengan anamnesa yang cermat. Anamnesa
yang rinci sangat membantu untuk menggambarkan secara spesifik karakteristik
suara dan faktor sosial dan medis yang berkontribusi. Hampir setiap sistem tubuh
dapat menyebabkan keluhan suara; karena itu, anamnesa harus menyelidiki seluruh
bidang. Persepsi pasien mengenai suara serak sebagai perubahan dalam kualitas
suara mungkin sama sekali berbeda dari pemahaman dokter mengenai gejala
tersebut. Minta pasien untuk menggambarkan perubahan kualitas suara sespesifik
mungkin, karena kualitas vokal mungkin menunjukkan etiologi spesifik (Tabel 2) 6.
Pastikan onset, durasi, dan waktu perubahan suara, serta apakah ada fluktuasi vokal
dan kelelahan suara. Gejala akut lebih mungkin terkait dengan penyalahgunaan
vokal, infeksi atau inflamasi, atau cedera akut.

Tanyakan pasien tentang pola pengunaan suara dan permintaan vokal dalam
pekerjaan dan lingkungan. Pasien dapat menggunakan suara mereka cukup berbeda
di tempat kerja dibandingkan dengan ketika bersosialisasi atau berada di rumah.
Berbicara lebih dari kebisingan latar belakang yang berlangsung dalam waktu lama,
bekerja atau merawat anak-anak muda, bersorak di acara olahraga, atau bernyanyi
tanpa menggunakan teknik yang optimal dapat menyebabkan gangguan suara
hiperfungsional1.

Menanyakan informasi mengenai segala obat atau zat yang dapat


berkontribusi untuk pengeringan selaput lendir saluran vokal adalah penting. Zat-zat
ini termasuk antihistamin, diuretik, obat psikotropika, tembakau, produk yang
mengandung kafein (kopi, teh, soda, dan cokelat), alkohol, dan dosis tinggi vitamin
C. Selain itu, obat anti-inflamasi nonsteroidal (NSAID) seperti ibuprofen atau aspirin
dapat berkontribusi untuk terjadinya perdarahan pita suara karena sifat antikoagulan
dari agen ini1.

Semua pasien dengan suara serak yang menetap selama lebih dari dua
minggu yang tidak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, memerlukan
evaluasi. Anamnesa dapat menghasilkan informasi penting untuk mempersempit
diagnosis banding. Setiap pasien dengan suara serak dan riwayat penggunaan
tembakau, diagnosis pertama yang perlu dipertimbangkan adalah kanker kepala dan
leher, karena suara serak sering menjadi satu-satunya gejala yang muncul7.

Tanyakan mengenai gejala lain yang menyertai seperti nyeri, sulit menelan,
batuk atau sesak napas, gejala gastroesophageal reflux, seperti rasa asam di mulut di
pagi hari; penyakit sinonasal yang berkaitan (rhinitis alergi atau sinusitis kronis).
Pasien juga harus ditanya tentang riwayat operasi di kepala dan leher sebelumnya
atau operasi lain yang membutuhkan intubasi7.

TABEL 2. Petunjuk klinis yang menunjukkan penyebab spesifik dari suara serak

Kualitas vokal Kemungkinan penyebab

Desah Arthritis, disfonia spasmodik atau fungsional, masa pada


pita suara, paralisis pita suara

Ragu-ragu. tercekik Disfonia spasmodik


Parau, serak, teredam, Parkinson disease
atau sengau

Serak memburuk pada Laryngopharyngeal reflux(LPR)


pagi hari

Serak memburuk pada Myasthenia gravis, penyalahgunaan vokal


akhir hari (sore)

Seperti klakson Sarkoidosis


(Honking)

Bernada rendah Hipotiroid, laryngopharyngeal reflux, leukoplakia,


muscle tension dysphonia, edema Reinke, edema pita
suara, paralisis pita suara

Keras (raspy) Laryngopharyngeal reflux, muscle tension dysphonia, lesi


pita suara

Scanning speech dan Multiple sclerosis


disartria

Lemah (volume suara Paralisis pita suara, Parkinson disease


menurun)

Suara menghilang, Conversion aphonia


tetapi suara bisikan
baik

Tegang, artikulasi Muscle tension dysphonia


dipaksakan

Tegang Laryngopharyngeal reflux, muscle tension dysphonia,


disfonia spasmodik

Tebal, suara dalam Akromegali


dan berbicara lamban

Kelelahan vokal Muscle tension dysphonia, myasthenia gravis, Parkinson


disease, penyalahgunaan vokal

Pemeriksaan Klinik

Pemeriksaan klinik pada pasien dengan disfonia meliputi pemeriksaan umum (status
generalisata) dan pemeriksaan THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorok). Pemeriksaan
fisik dilakukan secara teliti dengan perhatian khusus pada bagian kepala dan leher,
dilanjutkan dengan penilaian ketajaman pendengaran, mukosa saluran napas atas,
mobilitas lidah dan fungsi saraf kranial. Jika kecurigaan klinis tinggi, pasien juga
harus diperiksa untuk tanda-tanda penyakit sistemik seperti hipotiroidisme, atau
disfungsi neurologis, seperti tremor, penyakit Parkinson atau multiple sclerosis7,8.

Pemeriksaan Penunjang

A. Visualisasi laring

Visualisasi laring memungkinkan penilaian pita suara dan melihat apakah


terdapat lesi, atau eritema, atau edema mukosa, serta gerakan abnormal yang
mungkin menunjukkan masalah sistemik yang mendasari.

Laringoskopi tidak langsung (indirek). Visualisasi laring dapat dilakukan


melalui pemeriksaan laringoskopi tidak langsung dengan menggunakan kaca
laring.

Gambar 13. Laringoskopi indirek menggunakan kaca laring.

Laringoskopi langsung (direk). Apabila diperlukan visualisasi yang lebih


detail, pencahayaan, dan pembesaran, dapat dilakukan laringoskopi langsung
dengan menggunakan teleskop laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat
optik (fiberoptic telescope atau nasofaringoskopi fleksibel) atau mikroskop
(mikrolaringoskopi). Pada laringoskopi langsung dapat juga dilakukan biopsi
tumor dan menentukan perluasannya (staging) atau bila diperlukan tindakan
(manipulasi) bagian tertentu pada laring seperti aritenoid, plika vokalis, plika
ventrikularis, daerah komisura anterior atau subglotik. Pengunaan teleskop ini
dapat dihubungkan dengan alat video (video-laringoskopi) sehingga akan
memberikan visualisasi laring yang lebih jelas baik dalam keadaan diam (statis)
maupun pada saat bergerak (dinamis).1,8

A B A
B
Gambar 14. Gambar A menunjukkan laringoskopi direk menggunakan laringoskop dan
Gambar 12. teleskop
Gambar laring
A menunjukkan laringoskopi
kaku (rigid). Gambar Bdirek menggunakan
menunjukkan laringoskop
laringoskopi direk dan
menggunakan
teleskop laring kaku (rigid). Gambar B menunjukkan laringoskopi direk menggunakan
nasofaringoskopi fleksibel atau fiber optic.
nasofaringoskopi fleksibel atau fiber optic.

Video-stroboskopi (Strobovideolaryngoscopy). Pita suara biasanya bergetar


selama berbicara, bernyanyi atau bersenandung pada tingkat 80 sampai 400 kali
per detik. Getaran ini terlalu cepat untuk dapat dilihat dengan mata telanjang,
karena itu, tidak dapat sepenuhnya dievaluasi dengan laringoskopi tidak langsung
(kaca laring).Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas
dengan menggunakan video-stroboskopi dimana gerakan pita suara dapat
diperlambat (slowmotion) sehingga dapat dilihat getaran (vibrasi) pita suara dan
gelombang mukosanya (mucosal wave). Video-stroboskopi dilakukan dengan
menggunakan teleskop yang kaku dengan sudut 700 atau nasofaringoskopi
fleksibel. Video-stroboskopi ini penting terutama dalam mengevaluasi kasus lesi
halus yang mempengaruhi getaran pita suara. Mode ini memungkinkan untuk
penemuan lesi kecil seperti bekas luka pada pita suara, perdarahan, kista
intracordal, atau invasi epitelial pada awal karsinoma glotis.7,8

B. Penilaian Suara dan Aliran Udara


1. Penilaian Suara Objektif
Selain secara anatomis fungsi laring dan pita suara juga dapat dinilai dengan
menganalisa produk yang dihasilkannya yaitu suara. Analisa suara dapat
dilakukan secara perseptual yaitu dengan mendengarkan suara dan meilai
derajat (grade), kekasaran (roughness), keterengahan (breathyness),
kelemahan (astenitas), dan kekakuan (strain). Penilaian suara secara objektif
mendokumentasikan status suara pada saat evaluasi dan menetapkan dasar
untuk perbandingan lebih lanjut setelah pengobatan. Hasilnya juga dapat
dibandingkan dengan data normatif yang telah ditentukan. Cara sederhana
mendokumentasikan suara adalah melalui rekaman suara. Namun,
perekaman (audiotape) masih bersifat subjektif. Perubahan halus dalam
produksi suara sulit untuk dinilai. Analisis yang lebih canggih meliputi
analisis akustik dan aerodinamis1,8.

2. Analisis akustik
Analisis akustik memeriksa energi dalam sinyal listrik yang mewakili suara.
Pengukuran spesifik dapat diambil untuk mengukur keteraturan getaran pita
suara. Istilah frekuensi dasar mengacu pada jumlah getaran pita suara per
detik dan berkorelasi dengan persepsi pitch. Pita suara pria dewasa bergetar
antara 100 dan 130 Hz, sedangkan pita suara perempuan bergetar antara 200
dan 230 Hz. Tingkat nada tinggi abnormal untuk usia dan jenis kelamin
mungkin berhubungan dengan hiperkontraksi dari otot krikotiroid dan
mungkin merupakan disfonia fungsional atau kompensasi. Rentang pitch
dapat diukur dan berkorelasi dengan fleksibilitas dari otot intrinsik laring.
Orang dewasa sehat mampu menghasilkan rentang tiga oktaf, meskipun
biasanya hanya empat sampai lima nada yang digunakan dalam percakapan
umum. Sekarang ini analisis akustik dilakukan dengan menggunakan
program komputer seperti CSL (Computerized Speech Laboratory),
Multyspeech, ISA (Intelegence Speech Analysis), dan MDVP (Multi
Dimensional Voice Programe). Hasil pemeriksaan ini berupa parameter-
parameter akustik dan spektrogram dari gelombang yang dianalisis, yang
kemudian dapat dibandingkan antara suara yang normal dan yang
mengalami gangguan.

3. Analisis aerodinamika
Suara tergantung pada dukungan napas yang konstan, dengan demikian,
bahkan masalah pernapasan halus dapat mengakibatkan disfungsi suara.
Pengukuran aerodinamika berguna dalam mengukur aliran udara selama
respirasi dan fonasi. Skrining fungsi paru dapat dilakukan untuk
menyingkirkan segala masalah yang mendasari pada paru-paru yang
mungkin mencegah kapasitas yang memadai untuk aliran udara yang teratur
selama mengeluarkan suara. Waktu fonasi maksimum (Maximum Phonation
Time - MPT) adalah ukuran jumlah waktu pasien dapat mempertahankan
suara vokal pada satu napas. Orang dewasa sehat biasanya dapat
memperpanjang vokal untuk antara 15 dan 25 detik. Penurunan nilai MPT
biasanya berhubungan dengan penutupan glotis yang tidak sempurna dan
kehilangan udara dan/atau penggunaan yang tidak efisien (yaitu, suatu
kelainan) dalam mendukung paru-paru. Penyanyi, pelari jarak jauh, dan
perenang sering mampu mempertahankan suara yang lebih lama dari 25
detik; namun nilai tersebut masih berada dalam batas normal dan merupakan
penurunan fungsi saat pasien ini hadir dengan gangguan suara.

4. Penilaian aliran udara glotal (glottal airflow)


Penilaian aliran udara glotal adalah pengukuran sensitif yang menangkap
jumlah udara yang melewati pita suara selama fonasi. Aliran udara glotal
(cc/detik) yang diukur dengan membagi total volume udara yang melewati
pita suara selama fonasi oleh jumlah waktu dalam detik. Aliran glotal
memberikan informasi mengenai fungsi sumber daya dan efisiensi pita suara
dalam mengendalikan aliran udara. Peningkatan aliran udara glotal biasanya
dikaitkan dengan penutupan glotis yang tidak sempurna. Pasien biasanya
datang dengan suara desah atau bisikan. Peningkatan aliran udara glotal
sering terlihat pada pasien dengan kelumpuhan pita suara unilateral.
Penurunan aliran udara glotal lebih biasanya ditemukan pada pasien
denganhiperaduksi pita suara (disfonia spasmodik).
C. Pemeriksaan penunjang lainnya

Ketika imobilitas pita suara terdeteksi, diferensial diagnosis termasuk cedera


denervasi atau fiksasi krikoaritenoid. Ketika dilakukan dalam 6 bulan dari
cedera, elektromiografi (EMG) mungkin dapat menjelaskan etiologi: cedera
denervasi biasanya menunjukkan tanda-tanda denervasi pada EMG, dan fiksasi
krikoaritenoid menunjukkan aktivitas listrik normal.1

Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan meliputi pemeriksaan


laboratorium, pemeriksaan radiologi, mikrobiologi dan patologi anatomi.8

6. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

1 Lesi Laring Jinak (Benign Laryngeal Lesions) 1,5

a. Sering
- Laryngitis
Laringitis (akut atau kronis) mungkin etiologi yang paling umum dari
suara serak. laringitis akut biasanya virus dan bersifat self-limiting.
Tatalaksananya ialah dengan peningkatan hidrasi dan konservasi suara.
Ketika gejala laringitis disertai dengan infeksi saluran pernapasan bagian
atas, dekongestan sangat membantu. Nilai antihistamin terbatas karena
mereka efek pengeringan, yang kontraproduktif dengan yang diperlukan
pelumasan laring. Laringitis kronis lebih mungkin berhubungan dengan
hyperfungsi kronis dan paparan iritasi. Dalam beberapa kasus, radang
tenggorokan bisa menjadi prekursor untuk pengembangan nodul pita
suara.

- Nodul dan polyp pita suara (Vocal cord nodules and polyps)
Lesi jinak yang paling umum dijumpai pada orang dewasa adalah polip.
Nodul, polip, dan kista intracordal biasanya terkait dengan hiperfungsi
vokal dan paparan iritan. Lesi ini mengganggu penutupan glottic dan
memungkinkan udara melarikan diri selama fonasi sehingga
menghasilkan suara serak. Nodul dan polip terbentuk di persimpangan
dari dua pertiga anterior vibrating edge pita suara, yang merupakan titik
kekuatan maksimal dengan menyuarakan. Granuloma prosesus vokalis
(Vocal process granuloma/intubation granuloma)
Granuloma dan ulkus kontak ditemukan di bagian posterior dari laring
sekitar proses vokal dan arytenoids. Granuloma dan ulkus kontak sering
berkaitan dengan penyakit refluks laryngotracheal dan berkaitan dengan
pembersihan tenggorokan kronis dan kebiasaan nada rendah. Baik
granuloma dan ulkus kontak mengakibatkan stress berlebih pada bagian
tulang rawan pita suara, sehingga terjadi ulserasi traumatis dan
pembentukan granuloma sekunder.

- Edema Reinke (Reinke Edema)


Meskipun mekanisme pasti edema Reinke belum teridentifikasi, ada
hubungan yang sangat kuat antara merokok dengan perkembangan
edema Reinke. Fitur yang membedakan dari kondisi ini adalah sifat
berdifusi pembengkakan, yang merupakan akumulasi cairan di lapisan
superfisial lamina propria dari lipatan vokal. Pasien hadir dengan
pembengkakan difus dari pita suara, yang biasanya bilateral. Pita merasa
berlumpur ketika dimanipulasi selama microlaryngoscopy, dan
pembengkakan dapat digulung di bawah instrumen.

- Kista Intrakordal
Kista Intracordal dapat berupa kista retensi lendir atau kista sederhana
yang mengandung keratin epidermoid. Laringoskopi menunjukkan kista
unilateral biasanya dari sepertiga tengah pita suara dengan luas sesuai
hiperkeratosis pada pita suara yang berlawanan. Stroboscopy
menunjukkan hilangnya gelombang mukosa di lokasi lesi.

- Kista Sakular
Kista sakular laring muncul sebagai divertikulum dari ujung anterior
ventrikel laring. Ini memanjang ke atas antara lipat vokal palsu dan
permukaan bagian dalam kartilago tiroid dan mengandung kelenjar
mukus. Sebuah kista sakular terjadi sebagai akibat dari obstruksi kelenjar
ini, yang mungkin sekunder dari sebuah anomali kongenital atau didapat.
Pemeriksaan menunjukkan perluasan lipatan aryepiglottic oleh kista di
dalamnya, yang dapat meluas ke leher melalui membran thyrohyoid. CT-
Scan menunjukkan kista memperluas ke supraglottis, dan tidak adanya
udara di dalam lesi membedakannya dari suatu laryngocele. Jaringan
mesodermal mungkin tidak terlihat di dinding kista sakular kongenital
dan dapat mempengaruhi pendekatan bedah.

- Laryngocele
Laryngocele adalah ekspansi abnormal dari ventrikel laring, yang dapat
dibatasi oleh kartilago tiroid (internal laryngocele) atau meluas melalui
membran krikotiroid ke leher (eksternal laryngocele). Perkembangan
laryngocele sering dikaitkan dengan aktivitas yang menyebabkan
peningkatan tekanan intralaryngeal –secara klasik adalah bermain
terompet-tetapi dapat terjadi sekunder diakibatkan keganasan dalam
ventrikel laring, yang harus disingkirkan.

- Papilomatosis
Recurrent Respiratory Papilomatosis (RRP) ditandai dengan
perkembangan lesi berkutil eksofitik, terutama dalam laring, tetapi yang
dapat ditemukan di hidung, faring, dan trakea. Kondisi ini jinak tetapi
terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Ada distribusi
bimodal; RRP onset remaha umumnya didiagnosis antara usia 2 dan 4
tahun dan lebih agresif dari onset RRP dewasa, yang puncak pada dekade
ketiga.
RRP disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV), subtipe 6 dan 11,
dan kurang sering oleh subtipe 16 dan 18. HPV 6 dan 11 juga merupakan
penyebab paling umum dari papilomatosis genital, dan transmisi dari
saluran genital diyakini menjadi penyebab utama dari RRP. Transmisi
vertikal virus dari ibu ke anak terjadi baik sebagai infeksi rahim
ascending atau melalui kontak langsung di jalan lahir. Namun, risiko
seorang anak berkembang RRP setelah melahirkan per vaginam
bersamaan kehadiran acuminatum kondiloma diperkirakan hanya 1 dari
400. Faktor yang menimbulkan kerentanan masih berada dalam
penyelidikan.

b. Jarang5
- Kondroma
Kondroma adalah tumor jinak dari kartilago laring sering mempengaruhi
laki-laki di dekade keempat dekade keenam. Pasien hadir dengan
disfonia perlahan progresif, dispnea, dan disfagia, karena itu,
pertumbuhan ini bisa meniru neoplasma jinak ganas dalam presentasi
mereka. Kondroma biasanya muncul sebagai firm lesion yang halus dari
laring subglottic atau salah satu kartilago lainnya. Kadang-kadang,
mereka hadir sebagai benjolan di leher. CT scan berguna dalam
menggambarkan tingkat neoplasma sedangkan laser CO2 berguna dalam
melakukan biopsi. Namun, pengobatan definitif bergantung pada bedah
eksisi tumor total melalui pendekatan terbuka. Eksisi endoskopik
dipergunakan untuk tumor berukuran kecil.

- Neoplasma Neuronal : Schwanomma dan Neurofibroma


Neoplasma Neurogenik adalah tumor langka dan biasanya entah
schwannomas atau Neurofibroma. Ini telah dikonfirmasi bahwa
neoplasma sel granular juga berasal dari selubung saraf. Schwannoma
berasal dari sel Schwann yang menutupi serat saraf di luar sistem saraf
pusat. Lesi ini soliter, neoplasma dibungkus kapsul yang jinak dan,
meskipun mereka dapat tumbuh lambat mengalami perubahan
sarkomatous. Neurofibroma adalah proliferasi jinak serabut saraf dan
sering multipel (misalnya, dalam penyakit von Recklinghausen). Berbeda
dengan schwannomas, mereka tidak dibungkus kapsul.
Karena neoplasma neurogenik yang tumbuh dengan lambat, pasien
datang dengan perubahan suara, kliring tenggorokan, dan sensasi
benjolan di tenggorokan. Batuk dan gangguan pernapasan akan
mengikuti.
Neoplasma neurogenik terletak di submukosa dan seringkali berada di
lipatan aryepiglottic. CT scan secara akurat dapat menentukan luasnya
lesi sebelum perawatan. Tumor kecil mungkin direseksi dengan
endoskopi, tetapi tumor yang lebih besar memerlukan pendekatan bedah
terbuka.

- Amyloidosis
Laring adalah situs yang paling umum di saluran pernapasan untuk
deposisi amiloid. Presentasi pasien ditandai oleh adanya massa
submukosa, yang mungkin timbul di mana saja di laring dan dapat
mengganggu mobilitas pita suara. Diagnosis dikonfirmasi oleh kehadiran
birefringence "hijau apel" dilihat dengan mikroskop polarisasi setelah
pewarnaan dengan pewarna merah Kongo. Pengobatan melibatkan
reseksi lokal, biasanya dilakukan endoskopi. Amiloid laring biasanya
primer dan lokal, tetapi telah dikaitkan dengan keterlibatan jantung dan
evaluasi sistemik menyeluruh sangat penting.

- Sarcoidosis
Satu sampai lima persen pasien dengan sarkoidosis hadir dengan lesi
dalam laring. Epiglottis adalah situs pada organ fonasi yang paling sering
terlibat. Umumnya granuloma kecil dan non-caseating yang nampak
secara histologis, tapi kondisi granulomatosa lain seperti infeksi jamur
atau mikobakteri harus disingkirkan. Remisi spontan terjadi, sehingga
pengobatan umumnya simtomatik, reseksi endoskopik dan steroid
sistemik hanya digunakan dalam kasus khusus.

- Granulomatosis Wegener (Wegener’s Granulomatosis)


Wegener granulomatosis adalah penyakit autoimun multisistemik yang
mungkin melibatkan granulomata nekrotik pada saluran pernapasan,
vaskulitis luas, dan glomerulonefritis. Penyakit fokal mungkin timbul
pada seluruh pohon laryngotracheobronchial, tetapi sangat terkait dengan
wilayah subglottic. Presentasi biasanya dengan gejala obstruktif,
meskipun disfonia mungkin hadir. Penyakit sistemik diatasi dengan agen
imunosupresif. Penyakit lokal tanpa keterlibatan sistemik secara optimal
dikelola dengan pengobatan lokal, termasuk kortikosteroid intralesi.

2 Lesi Laring Ganas (Malignant Laryngeal Lesions)5

- Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)


Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring didiagnosis di Amerika
Serikat (1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga akan
meninggal karenanya. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan untuk
kanker laring adalah 4:1, namun persentase relatif wanita yang menderita
kanker laring telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Kanker
laring paling umum ditemukan pada dekade keenam dan ketujuh dalam
kehidupan dan lebih umum di antara kelompok sosial ekonomi rendah,
yang sering mengalami keterlambatan diagnosis. Lebih dari 90% kanker
laring adalah karsinoma sel skuamosa (KSS) dan secara langsung terkait
dengan tembakau dan penggunaan alkohol yang berlebihan. Karena sifat
kompleks dan beragam penyakit ini, rencana perawatan yang terbaik
disampaikan melalui format papan tumor multidisiplin.
Jika lesi berasal dari pita suara, suara serak persisten adalah tanda
paling awal. Kadang-kadang, pasien datang dengan dispnea, stridor,
disfagia, odinofagia, hemoptisis, penurunan berat badan disebabkan oleh
nutrisi yang buruk, dan halitosis disebabkan oleh nekrosis tumor, yang
menandakan penyakit sudah berada pada tahap lanjut. Pasien juga
mungkin datang dengan massa di leher akibat metastasis ke kelenjar getah
bening regional. Temuan laringoskopik konsisten dengan gambaran tumor
berbentuk jamur yang rapuh dengan tepi yang menumpuk dan penampilan
granular dengan beberapa daerah nekrosis pusat dan / atau daerah
hiperemia (erythroplasia) atau hiperkeratosis (leukoplakia). Trakeostomi
darurat kadang-kadang diperlukan jika tumor cukup besar untuk
menyebabkan obstruksi saluran napas atas. Pada tahap awal KSS dapat
diobati dengan terapi radiasi atau laser cordectomy dengan persentase
tingkat kesembuhan lebih dari 90%. Pasien dengan penyakit yang lebih
lanjut mungkin menjadi kandidat untuk dikombinasikan kemoterapi /
radiasi terapi (protokol konservasi laring) dan / atau laryngectomy parsial
atau total.

- Keganasan lain pada laring


Dapat berupa karsinoma kelenjar liur (salivary gland carcinoma), sarkoma,
dan neoplasma lain (metastasis, invasi keganasan tiroid, tumor karsinoid,
dan limfoma) yang hadir dalam insidens yang lebih rendah dibandingkan
KSS.

3 Paralisis Pita Suara (Vocal Cord Paralysis)1

Dalam kasus paralisis pita suara unilateral, ketiadaan gerak pada salah satu pita
suara dapat diamati pada pemeriksaan. Tergantung pada posisinya, penutupan
glotis yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya udara. Pasien
dengan paralisis pita suara unilateral paling sering mengeluhkan suara
mendesah, kualitas vokal serak dengan volume menurun dan kelelahan jika
berbicara dalam waktu lama. Perlindungan jalan napas saat menelan
merupakan proses yang melibatkan lipat banyak lapis epiglotis, gerakan
anterior dan superior dari seluruh laring, kontak antara kartilago arytenoid dan
epiglotis, penutupan lipat palsu, dan penutupan lipat benar vokal. Penutupan
glotis yang tidak lengkap yang dapat menyebabkan aspirasi cairan. Pasien
kadang-kadang batuk ketika minum cairan karena kesulitan ini melindungi
jalan napas. Etiologi yang paling umum dari paralisis pita suara unilateral
adalah iatrogenik, yaitu operasi toraks, kepala-leher, dan basis kranii dimana di
saraf laring mengalami kompresi, regangan, ataupun terpaksan dikorbankan.
Pada beberapa kasus tidak ditemukan penyebab khusus (idiopatik).
Paralisis pita suara bilateral dapat menyebabkan fiksasi lipat vokal dalam
abduksi atau posisi adduksi. Paralisis pita suara bilateral yang posisinya
terlateralisasi menghasilkan kualitas vokal yang terdengar sangat mendesah
dan menyebabkan angka aspirasi yang sangat tinggi. Paralisis pita suara
bilateral dalam posisi median menimbulkan bahaya obstruksi jalan nafas yang
perlu ditangani segera, pada kasus ini suara pasien terdengar normal. Etiologi
paralisis pita suara bilateral termasuk penyakit neurologis, trauma, dan
intubasi. Membedakan antara kelumpuhan sebenarnya dan imobilitas
disebabkan oleh dislokasi arytenoid atau proses lain yang mengganggu
mobilitas sendi adalah penting. Laringoskopi direk, palpasi sendi, dan
pemeriksaan EMG berguna selama pengkajian. Pasien dengan onset baru dari
paralisis pita suara bilateral perlu diperiksa dengan CT-Scan untuk
menyingkirkan lesi neoplastik sepanjang perjalanan saraf laringeus rekuren
pada sisi ipsilateral. CT dari dasar tengkorak ke mediastinum biasanya
diperlukan.

4 Disfonia Spasmodik (Spasmodic Dysphonia)1

Disfonia spasmodik. Disfonia spasmodik adalah distonia fokal dimana spasme


pita suara dalam posisi aduksi selama fonasi. Kualitas vokal yang dihasilkan
adalah karakteristik tegang dan seolah-olah dicekik. Pasien tampak seperti
sedang mencoba untuk berbicara sementara sedang tersedak. Laring biasanya
normal pada pemeriksaan, meskipun hiperaduksi dari lipatan vokal sejati dan
struktur supralaryngeal dapat dilihat.
Kadang-kadang, pasien mungkin juga hadir dengan distonia yang lebih
umum dalam kelompok otot yang lain dari mulut, wajah, dan / atau leher.
Penyakit ini pernah dianggap gangguan psikogenik, namun kini dianggap
sebagai gangguan suara neurologis, meskipun dapat diperburuk oleh stres.
Disfonia spasmodik paling sering menyerang perempuan di pada dekade
keempat dan kelima dari kehidupan. Belum ada pengobatan untuk
penyembuhan total sampai saat ini. Injeksi toksin botulinum ke dalam otot
thyroarytenoid mengurangi gejala secara temporer dengan menyebabkan
chemodenervation sementara dan melemahnya resultan dari vokal lipat
adduction.12 Hasil -13 biasanya berlangsung rata-rata 4 bulan, dan karena itu
pengobatan harus diulang secara berkala.

5 Disfonia Fungsional (Functional Dysphonia)1

Dalam gangguan suara fungsional, kelainan suara pasien tidak sesuai dengan
pengamatan laring. Dalam kebanyakan kasus, pita suara dan gerakan pita suara
mereka normal meskipun terdapat berbagai tingkat disfonia. Gangguan
fungsional dapat disebabkan faktor psikogenik atau teknis. Gangguan konversi
mempengaruhi gangguan bicara dan suara mungkin termasuk aphonia, suara
serak, hembusan nafas berat, nada terlalu tinggi, prosodi yang abnormal, bisu,
batuk kebiasaan, dan paradoks gerakan pita suara. Pemeriksaan laring
menunjukan gambaran normal. Bukti terkuat untuk disfonia fungsional adalah
reversibilitas gejala psikologis dimana tiba-tiba disfonia menghilang dan / atau
berulang tanpa perubahan status medis pasien. Selama evaluasi, pasien-pasien
ini sering diamati melakukan tugas non-fonasi seperti membersihkan
tenggorokan dengan kualitas vokal yang relatif normal meskipun aphonic atau
sangat dysphonic. Dalam kasus ini, pasien biasanya menekan kebutuhan
psikologis yang mendasari, dan keuntungan sekunder sering dijumpai.

6 Trauma Laring (Laryngeal Trauma)5

Laring memiliki tiga fungsi penting: perlindungan jalan nafas, pengaturan


pernapasan, dan fonasi. Cedera pada laring yang dihasilkan dari trauma akan
sangat membahayakan. Untungnya, trauma laring jarang terjadi yaitu hanya
dalam persentase kecil dari korban trauma. Standar protokol telah
dikembangkan untuk membantu memandu evaluasi yang akurat dan
identifikasi cedera yang memerlukan intervensi operasi. Diagnosis dini dan
pengobatan sangat penting untuk mencegah konsekuensi yang mengerikan,
termasuk kematian.

Trauma laring dapat disebabkan cedera eksternal, cedera penetrasi, dan


intubasi. Tubuh mempunyai mekanisme refleks untuk melindungi saluran
pernafasan, yaitu refleks menundukan kepala. Selain itu juga terdapat otot-otot
leher, sternum, dan mandibula sehingga relatif sedikit daerah saluran nafas
yang tidak terlindungi. Cedera eksternal dapat terjadi ketika mekanisme tubuh
tidak sanggup melindungi yaitu misalnya pada kecelakaan kendaraan bermotor
dan kegiatan olah raga yang keras. Cedera penetrasi terjadi pada kasus
penembakan dan seringkali melibatkan kerusakan multistruktur. Cedera
intubasi terjadi pada pemakaian ventilator jangka panjang yang dapat
menyebabkan fibrosis dan/atau stenosis laring, paralisis pita suara, dan
pembentukan granulasi.

7. TATALAKSANA

Penatalaksanaan disfonia atau disebut juga suara serak diawali dengan diagnosis
yang tepat dan terapi yang sesuai dengan diagnosis dan etiologi tersebut. Diagnosis
disfonia berupa anamnesis, pemeriksaan klinik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi
dapat berupa medikamentosa, vocal hygiene, terapi suara dan bicara serta tindakan
operatif.3
Peranan Terapi Suara
Kebanyakan gangguan suara memiliki etiologi multifaktorial yang terkait dengan
iritasi dari refluks , alergi, merokok, hidrasi yang tidak memadai, penyalahgunaan
vokal,dan / atau vokal kronis yang berfungsi berlebihan. Nodul pada pita suara
jarang disebabkan oleh episode berteriak ; adapun kombinasi paparan iritasi dan
penyalahgunaan merupakan penyebab lebih sering. Rehabilitasi diarahkan untuk
membangun keseluruhan kebersihan vokal dan mendidik pasien tentang konservasi
vokal. Komponen utama dari terapi suara melibatkan tentang edukasi pasien tentang
anatomi dasar dan fisiologi mekanisme produksi vokal. Pasien harus memahami
hubungan antara gangguan suara yang spesifik dan faktor penyebab. Pemahaman ini
memfasilitasi kerjasama dengan regimen terapi.

Konservasi Vokal
Pasien dengan gangguan suara yang disebabkan karena fungsi berlebihan harus
dinasehati mengenai metode-metode konservasi vokal. Mengistirahatkan suaranya ,
jarang diperlukan kecuali dalam kasus-kasus perdarahan pita suara akut. Sedangkan
istirahat vokal memungkinkan perbaikan pembengkakan jaringan ,namun perbaikan
suara bersifat sementara dan disfonia dapat kembali sampai perilaku vokal lebih
tepat dipelajari.
Konservasi vokal adalah metode yang lebih praktis dan realistis mengurangi
penggunaan vokal, terutama pada pasien dengan penyalahgunaan vokal perilaku.
Mengurangi sumber yang jelas dari penyalahgunaan vokal (misalnya, berteriak dan
menjerit) hanya bagian dari program. pembersihan tenggorokan berulang seperti
berdeham adalah iritan plika vokalis dan harus dihindari.
Metode konservasi vokal bersifat individu dengan gaya hidup spesifik
pasien. Berbicara melebihi latar belakang suara harus dihindari (imsalnya, musik di
mobil atau televisi) adalah sumber umum dari contoh yang tak perlu. Dalam
beberapa kasus, suara kerja tidak dapat dihindari, namun pasien dapat mengambil
manfaat dari menggunakan ‘ amplifier’ misalkan pada guru sekolah yang harus
mengeluarkan suara mereka untuk mendapatkan perhatian para siswa muda mereka
dapat menggunakan peluit untuk mencapai tujuan yang sama.

Terapi Perilaku Suara


Terapi perilaku suara juga dapat diindikasikan untuk meningkatkan aspek teknis
penggunaan suara. Terapi perilaku mencakup dukungan napas perut, penggunaan
level intensitas ‘pitch’ yang tepat, memperbaiki kalimat, dan teknik khusus lainnya.4
Umpan balik sangat penting untuk proses terapi untuk memberikan pasien
kemampuan untuk membedakan antara target perilaku vokal dan perilaku yang tidak
tepat. Auditori, visual, sensorik, dan isyarat kinestetik semua digunakan untuk
meningkatkan kemampuan pasien untuk memantau suara dalam sesi latihan. Mesin
‘biofeedback’ yang canggih juga tersedia untuk menyediakan tampilan visual
mewakili sinyal vokal. Tergantung pada dasar etiologi dan keparahan dari gangguan
suara, terapi mungkin memerlukan minggu ke bulan. 

Intervensi Medis
Indikasi untuk penggunaan antibiotik dan / atau antihista-dekongestan pada pasien
dengan suara serak adalah sangat jarang kecuali pasien dengan rinosinusitis
bersamaan atau laryngotrakeitis bakterial, yang dapat menyebabkan atau komplikasi
suara serak pasien. Kortikosteroid harus digunakan konservatif dan hanya pada
pasien yang memiliki yang penting kepentingan berbicara atau bernyanyi dan yang
tidak memiliki kecenderungan untuk penyalahgunaan vokal kronis.4
Kortikosteroid dengan mengurangi edema pada tingkat glotik sehingga
mengurangi tingkat suara serak. Oleh karena itu, perlu diagnosis yang sepatutnya
adalah penting dalam rangka untuk mengobati penyebab suara serak pasien dan
untuk mengurangi kesempatan berulang suara serak. Kortikosteroid harus diresepkan
untuk tidak lebih dari 4 sampai 5 hari di samping konservasi suara. Biasanya, pasien
diberitahu untuk menggunakan suara mereka hanya untuk panggilan suara mereka
selama periode waktu. Selain itu, pentingnya pemanasan sebelum pertunjukan harus
menekankan kepada penyanyi.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat menyebabkan suara serak. Penting
pemantauan pasien untuk tidak menggunakan produk yang dapat menyebabkan
disfonia.

Intervensi Bedah

Peran intervensi bedah tergantung pada penyebab suara serak pasien. Pasien dengan
nodul pada plika vokalis atau polip biasanya memiliki riwayat penyalahgunaan
vokal yang harus diatasi. Penghilangan lesi tanpa mengatasi penyalahgunaan vokal
dapat menyebabkan kekambuhan dalam 1 tahun eksisi. Pada pasien yang
membutuhkan intervensi bedah, terapi suara harus dimulai sebelum operasi untuk
meminimalkan penyalahgunaan vokal dantrauma sekunder pada periode pasca
operasi. Teknik phonosurgikal untuk menghilangkan lesi jinak fokus pada
pelestarian mukosa yang normal sementara menghapus daerah yang terkena saja.
Pasien dengan paralisis pita suara dan disfonia yang tidak membaik selama 3 bulan
dan menunjukkan tanda-tanda prognostic miskin pada mungkin ‘reinnervation’ pada
EMG (yaitu fibrillation potentials or absent activity ) adalah kandidat untuk
medialization laryngoplasty (thyroplasty tipe I). Injeksi pita suara dengan lemak,
kolagen, atau polytef tergantung pada preferensi ahli bedah dan pengalaman.
Namun, injeksi polytef kurang dimanfaatkan oleh sebagian laryngologists karena
kesempatan meningkat untuk Granuloman dan distorsi permanen integritas struktur
pita suara.4

8. PENCEGAHAN

Pasien harus dikonseling tentang pentingnya hidrasi yang memadai dan tindakan
pencegahan antirefluks.

Pencegahan Hidrasi
Lubrikasi saluran vokal sangat penting untuk produksi vokal yang jelas. Oleh karena
itu pasien harus menghilangkan produk yang mengeringkan mukosa termasuk
produk berkafein, alkohol, dan antihistamin. Meskipun pengering atau diuretik obat
tidak dapat dihilangkan, hidrasi meningkat dapat membantu untuk melakukan
serangan balik efek obat itu dehidrasi. Pasien harus disarankan untuk minum cairan
yang memadai sampai warna urine mereka relatif jernih (yaitu, "pee-pale”).

Tindakan Pencegahan Antirefluks


Tindakan pencegahan antirefluks, pasien tidak perlu memiliki bukti terdokumentasi
bahwa pasien memiliki penyakit refluks gastroesofageal untuk menerima
pencegahan konservatif pengobatan. Sebuah rencana pencegahan menekankan pada
pola kebiasaan makanan sehat dan perilaku yang tidak biasanya tidak memfasilitasi
refluks dapat diberikan kepada pasien. Pasien dinasehati tentang pentingnya makan
yang teratur seperti makan siang hari dibandingkan tidak makan dan kemudian
sering kelaparan di malam hari. Selain itu, pasien harus menghindari produk yang
diketahui untuk relaksasi sfingter esophagus (misalnya, kafein dan coklat). Pasien
juga harus menghindari makan atau minum sebelum tidur; pasien harus menunggu 2
sampai 3 jam setelah makan terakhir mereka sebelum pergi tidur. Pada pasien yang
lebih bergejala, mengangkat kepala tempat tidur sekitar 6 sampai 8 membantu untuk
memungkinkan gravitasi untuk menjaga sekresi lambung turun saat pasien sedang
tidur. Selain itu, konsumsi antasida 30 menit setelah makan dan sebelum tidur
membantu untuk menetralisir asam. Kadang-kadang histamin- antagonis seperti
omeprazol dan ranitidine dapatjuga sangat membantu. Praktek konservasi vokal yang
baik juga dapat berfungsi sebagai langkah preventif untuk menjaga baik kualitas
vokal. Pasien harus dianjurkan untuk menghindari jelas sumber penyalahgunaan
vokal seperti berteriak dan menjerit. Selain itu, pasien harus dikonseling sumber-
sumber lain mengenai penggunaan vokal berlebihan termasuk berdeham.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Lundy SD, Casiano RR. Diagnosis and Management of Hoarseness. 1999.


[dikutip 2011 Desember 25]. Available from: http://www.turner-
white.com/pdf/hp_oct99_hoarse.pdf.
2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. -6.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. h. 369-376.
3. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FK U I .
2 0 0 7 . h. 194-198.
4. Surgery, A. A.-H. (2011). Health information : Hoarseness. Retrieved 12 28,
2011, from American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Web
site: http://entmd.org/HealthInformation/hoarseness.cfm
5. Wareing M., Obholzer R. (2008). Chapter 29. Benign Laryngeal Lesions. In A.K.
Lalwani (Ed), CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology—Head &
Neck Surgery, 2e. Retrieved December 27, 2011 from
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=2827547
6. Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in Adults [Internet]. 2009 [updated 2009
August 15, cited 2011 December 26]. Available from:
www.aafp.org/afp/2009/0815/p363.html

Anda mungkin juga menyukai