Anda di halaman 1dari 6

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT yang atas izinya kita dapat menyelesaikan
laporan praktikum pemeriksaan pendenganran laboratorium faal blok SSS ini.
Laporan ini bertujuan untuk memeriksa dan mengukur fungsi pendengaran manusia
serta mengetahui tingkat kebisingan sumber suara. Harapannya mahasiswa dapat
lebih memahami sistem pendengaran setelah melakukan praktikum ini. Mohom maaf
bila pada laporan praktikum ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga laporan
praktikum ini dapat menjadi bahan telaah dan dapat membantu untuk memahami
sistem pedengaran manusia.
Jakarta, 19 Februari 2016
Tim penulis
PENDAHULUAN
Pendengaran adalah suatu organ yang menakjubkan, sebab reseptornya
dapat melakukan transduksi getaran suara dengan amplitudo yang sangat kecil
(sekecil diameter atom emas; 0,3 nm) menjadi sinyal listrik dengan kecepatan 1000
kali lebih cepat dari fotoreseptor merespon cahaya. Organ pendengaran dapat
membedakan nada, intensitas suara denagn kisaran yang lebar, serta mengenali warna
suara.
TUJUAN
Setelah mengikuti praktikum, mahasiswa dapat:
1. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan audiometer
2. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran menurut cara: Rinne, Webwer,
dan Swabach
3. Mengukur tingkat kebisingan sumber suara
ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Audiometer
2. Garputala berfrekuensi 256 Hz
3. Sound level meter
PEMERIKSAAN PENDENGARAN DENGAN GARPUTALA

Cara Rinne

1. Getarakan pelana dengan cara memukul salah satu ujung jarinya ke


telapak tangan
2. Tekanlah ujung tangkai pelana pada procesus mastoideus salah satu
telinga op
3. Tanyakan kepada op apakah ia mendengar bunyi pelana mendengung
di telinga yang diperiksa, bila demikian op harus segera memberi
tanda bila dengungan bunyi itu menghilang
4. Pada saat itu, pemeriksa mengangkat pelana dari procesus mastoideus
op dan kemudian ujung jari pelana ditempatkan sedekat-dekatnya di
depan liang telinga yang sedang diperiksa itu
5. Hasil pemeriksaan Rinne:
Positif: bila op masih mendengar dengungan secara hantaran
aerotimpanal
Negatif: bila op tidak lagi mendengar dengungan secara
hantaran aerotimpanal
Cara Weber
1. Getarkan pelana (frekuensi 256 Hz) seperti pada cara Rinne
2. Tekanlah ujung tangkai pelana pada dahi op di garis median
3. Tanyakan kepada op apakah ia mendengar dengungan bunyi pelana
sama kuat di kedua telinganya ataukah terjadi lateralisasi
4. Bila pada op tidak terjadi lateralisasi, maka untuk menimbulkan
laterasisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas
dan ulangilah pemeriksaannya
Cara Swabach
1. `getarakan pelana (frekuensi 256 Hz) seperti cara Rinne
2. Tekanlah ujung pelana pada procesus mastoideus salah satu telinga op
3. Suruhlah op mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi
menghilang
4. Pada saait itu dengan segera pemeriksa memindahkan pelana dari
procesus mastoideus op ke procesus mastoideus sendiri. Pada
pemeriksaan ini telinga pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan
pelana setelah dinyatakan berhenti oleh op masih didengar oleh
pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah Swabach memendek
5. Bila dengungan pelana setelah dinyatakan berhenti oleh op juga tidak
dapat didengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin
Swabach normal atau Swabach memanjang. Untuk memastikan hal itu
maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: pelana digetarkan, ujung
tangkai pelana mula-mula ditekankan ke procesus mastoideus
pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian uung tangkai pelana
segera ditekankan ke procesus mastoideus op. Bila dengungan (setelah
dinyatakan berhenti oleh pemeriksa) masih dapat didengar oleh oleh

op, hasil pemeriksaan ialahh Swabach memanjang. Bila dengungan


setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksan juga tidak dapat didengar
oleh op maka hasil pemeriksaan ialah Swabach normal.

Landasan Teori

Tes Rinne
o Hantaran tulang berjalan lebih lama atau sama seperti hantaran udara.
Walaupun hantaran udara lewat telinga luar atau tengah teganggu,
getaran lewat tulang akan memintas gangguan ini untuk mencapai
koklea. Penyebabnya meliputi: obstruksi kanalis auditorius, otitis
media, membran timpani yang mengalami perforasi atau yang relatif
terimobilisasi, dan otosklerosis (fiksasi osikel oleh peertumbuhan
tulang yang berlebihan).
o Hantaran udara berjalan lebih lama atau sama dengan hantaran tulang.
Telinga dalam atau nervus koklearis kurang mampu meneruskan
impuls tanpa tergantung pada bagaimana bunyi mencapai koklea.
Terdapat pola yang normal. Penyebabnya meliputi: pajanan yang terus
menerus dengan bunyi yang keras, penggunaan obat-obatan, infeksi
telinga dalam, trauma, tumor, kelainan kongenital serta herediter, dan
proses penuaan (prebikusis).

Tes Weber
o Bunyi mengalami lateralisasi ke telinga yang terganggu. Karena tidak
dipengaruhi oleh suara dari ruangan, telinga ini dapat mendengar
getaran garpu tala dengan lebih jelas daripada telinga normal.
Lateralisasi ini akan hilang pada ruangan yang benar-benar tenang
(tanpa bunyi).
o

Bunyi mengalami lateralisasi ke telinga yang baik. Telinga dalam atau


nervus koklearis yang terganggu kurang mampu meneruskan impuls
tanpa tergantung bagaimana bunyi mencapai koklea. Dengan
demikian, bunyi tersebut terdengar pada telinga yang baik.

Tes Swabach

o Tes swabach membandingkan konduksi suara lewat tulang pada pasien


dengan pemeriksa. Jika pasien sudah tidak mendengar lapi suara
sedangkan pemeriksa masih dapat mendengar suara, ini menujukkan
adanya kemungkinan penurunan pendengaran akibar gangguan
sensoris. Jika pasien mendengar lebih lama dari pemeriksa, ini
menujukkan kemungkinan penurunan pendengaran akibat gangguan
konduktif.

Tabel 1. Gangguan Pendengaran Konduktif dan Sensorineural


Gangguan konduktif
Distorsi
bunyi
mengganggu

yang Relatif ringan

Sering ditemukan sebagai


gangguan pada kata-kata
bernada tinggi yang tidak
proporsional

Pemahaman kata-kata
Pengaruh lingkungan yang Pendengaran
berisik
menjadi baik

Gangguan sensorineural

seolah-olah Pendengaran secara tipikal


bertambah parah

Suara pasien sendiri

Cenderung
menjadi
perlahan: suara pasien
dihantarkan lewat tulang
ke telinga dalam dan
nervus koklearis yang
normal

Usia awitan yang lazim

Paling sering pada usia Paling sering pada usia


kanak-kanak dan dewasa pertengahan atau lanjut
muda hingga usia 40 tahun

Kanalis auditorius
membran timpani

Mungkin menjadi keras:


pasien
mengalami
gangguan
dalam
mendengarakan suaranya
sendiri

dan Biasanya
terlihat Permasalahannya
abnormalitas, keculai pada tampak
otosklerosis

Tabel 2. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pendengaran


Rinne

Weber

Swabach

Hasil

tidak

Positif

Tidak
lateralisasi

ada Sama
dengan Normal
pemeriksa

Negatif

Lateralisasi
ke Memanjang
telinga yang sakit

Tuli konduktif

Positif

Lateralisasi
ke Memendek
telinga yang sehat

Tuli sensorineural

Catatan: pada tuli konduktif <30 db, Rinne bisa masih positif

Pembahasan

Tes Rinne
o Normalnya, hantaran udara berjalan lebih lama dari hantaran tulang.
Namun, pada tuli konduksi, hantaran suara ke dalam liang telinga atau
telinga tengah terganggu. Menurunkan hantaran suara lewat udara.
Sehingga hantaran tulang menjadi lebih panjang. Pada tuli neural,
kerusakan pada nervus koklearis, sehingga baik konduksi suara lewat
tulang maupun udara keduanya menurun. Mungkin ini lah yang
menyebabkan tes Rinne pada tuli sensoris menghasilakan hasil yang
positif (konduksi udara lebih lama dari konduksi tulang) yang
sebenarnya adalah hasil dari penurunan konduksi suara lewat udara
dan tulang yang sama besar.

Tes Weber
o Pada tes ini normalnya tidak ditemukan lateralisasi. Lateralisasi ke
arah telinga yang sakit menunjukkan adanya tuli konduksi. Hal ini
terjadi karena suara dari luar sulit untuk masuk lewat liang telinga
karena adanya kerusakan pada telinga luar (sumbatan) atau telinga
tengah (perforasi membran timpani, dll) yang mengakibatkan sistem
saraf memperbesar suara pada telinga yang bermasalah ini dengan
membuat koklea lebih peka terhadap transduksi dari tulang. Dapat
dibuktikan dengan penutup salah satu telinga pada op yang sehat,
telinga yang disumbat akan mendengar suara lebih keras (lateralisasi
ke telinga yang disumbat). Pada lateralisasi ke telinga yang sehat pada
tuli sensorineural, nervus koklearis mengalami gangguan sehingga

tidak dapat menuruskan impuls. Akibatnya, telinga yang terkena tidak


dapat mendengar dengan baik, sehingga lateralisasi mengarah pada
telinga yang sehat (nervus koklearis yang tidak terganggu). Nervus
koklearis bergantung pada suara yang didapat melalui udara, ketika
suara yang didapat bersumber dari getaran pada tulang, nervus
koklearis kurang mampu untuk mendeteksinya.

Tes Swabach
o Tes ini untuk membandingkan pendengaran pasien dengan pemeriksa
yang sehat. Pada tes Swabach yang memanjang, pasien mengalami
gangguan pendengaran konduktif. Hal ini terjadi karena pada telinga
pasien yang bermasalah tidak adanya suara dari luar (lewat udara)
yang menganggu. Pada tes Swabach yang memendek, nervus
koklearis mengalami gangguan sehingga kurang mampu melanjutkan
impuls dan juga tanpa adanya hantaran dari udara membuat hasil tes
Swabach menjadi memendek pada penderita gangguan pendengaran
sensorineural.

Sumber
Bickey LS & Szilagyi PG. 2013. BATES: Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
American-hearing.org
Dartmouth.edu

Anda mungkin juga menyukai