Anda di halaman 1dari 4

Hearing Loss

1. Fisiologi Gangguan Pendengaran


Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli
sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau
kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis (Kliegman, Behrman, Jenson, dan Stanton, 2004).
Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah
pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan
sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif maupun sensorineural
akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang (Lassman, Levine dan Greenfield, 1997).
2. Definisi Gangguan Pendengaran
Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu
atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan, sedang, sedang berat,
berat, dan sangat berat.
3. Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran
Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut
International Standard Organization (ISO) dan American Standard Association (ASA)
Derajat Gangguan ISO ASA
Pendengaran

Pendengaran Normal 10-25 dB 10-15 dB

Ringan 26-40 dB 16-29 dB

Sedang 41-55 dB 30-44 dB

Sedang Berat 56-70 dB 45-59 dB

Berat 71-90 dB 60-79 dB

Sangat Berat Lebih 90 dB Lebih 80 dB


4. Jenis Gangguan Pendengaran
Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Menurut Centers for
Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar
atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan
saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural.
Menurut WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (Colombo, 2002) faktor
penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik (OMSK), tuli sejak lahir, pemakaian obat
ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop.
Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara
efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang
murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan
pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII).
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.
2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala.
3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice) khususnya
pada penderita otosklerosis.
5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai. Menurut Lalwani, pada
pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang
telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga
tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang
pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada
jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala
dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari
hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512
Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang (Soepardi dan Iskandar, 2001).
Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran
jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya
lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis
hantaran, khususnya otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh
dibanding suasana sunyi.
3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat ototoksik, ataupun
penyakit sistemik sebelumnya.
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar
maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai
penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata
yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada
lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya
otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya,
mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran
(misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi
bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam
(Miyoso, Mewengkang dan Aritomoyo, 1985).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan pendengaran jenis
hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti
pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar
suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah
maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach
memendek (Bhargava, Bhargava and Shah, 2002).
5. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran
Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn,
yaitu tes bisik, tes garputala dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang. Tes bisik merupakan suatu tes
pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu.
Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat
didengar enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 6/6.
Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Menurut Guyton dan Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di
prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.
Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala diletakkan di garis tengah kepala (di
vertex, dahi, pangkal hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana bunyi terdengar
lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu
garputala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar
bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut
Schwabach sama dengan pemeriksa (Medicastore, 2006).
Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes ini meliputi audiometri nada murni
dan audometri nada tutur. Audiometri nada murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulangpenderita dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal dengan
frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita
menerima suara dari sumber suara lewat vibrator.
Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif
(pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan
gangguan pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif
(normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat) (Bhargava, Bhargava dan Shah, 2002).

6. Penyakit yang Menyebabkan Gangguan Pendengaran
Penyakit telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif, disebabkan kelainan
terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta dan osteoma liang telinga. Kelainan di telinga
tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,
timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran.
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan
oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin,
garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden
deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma
multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara
keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea.
Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan
di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran (Maqbool, 2000).

Anda mungkin juga menyukai