Anda di halaman 1dari 21

Ketulian : Pemeriksaan dan Penyebabnya

Setyo Wahyu Wibowo dr.MKes


Jur.PLB-FIP
UPI
PENDAHULUAN
Yang dimaksud "ketulian" disini adalah sama dengan "kurang
pendengaran", yang dalam buku-buku ditulis deafness atau
hearing loss.
Di dalam buku pedoman praktis penyelenggaraan sekolah
luar biasa Departemen P dan K, kata "tuli" menggambarkan
adanya kekurangan pendengaran 70 db atau lebih pada telinga
yang terbaik.l Dalam tulisan ini antara kata-kata "ketulian",
"kurang pendengaran" dan "tuli" mempunyai arti yang hampir
sama.
Secara garis besar ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian
dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan
terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana tulang
pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat
ditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan atau
dengan suatu tindakan misalnya pembedahan.
Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearingloss)
dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea
sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini
biasanya sulit dalam pengobatannya.
Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan,
disebut tuli campuran.

Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan


pendengaran. Dapat dari cara yang paling sederhana sampai
dengan memakai alat elektro-akustik yang disebut audiometer.
Dengan menggunakan audiometer ini jenis ketulian dengan
mudah dapat ditentukan.
Maksud dari tulisan ini adalah untuk memberi pengertian
yang lebih mendalam tentang ketulian.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN2
Dengan melakukan pemeriksaan pendengaran kita dapat
mengetahui :
Apakah seseorang kurang pendengaran atau tidak.
Sifat ketuliannya, tuli konduksi ataukah tub persepsi.
Derajat ketuliannya atau besar kekurang pendengarannya.
Dengan diketahui sifat ketulian berarti diketahui pula letak
kelainan, sehingga dapat ditentukan apakah perlu tindakan
operasi, pemberian obat-obatan saja atau hanya dapat
ditolong oleh Alat Pembantu Mendengar (APM) atau hearing
aid.
Macamnya tes pendengaran yaitu :
Tes yang paling sederhana ialah tes suara bisik dan percakapan
("konversasi").
Tes dengan garpu suara.
Di klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu
tes dengan audiometer dan,
Tes dengan Impedance meter. 1. Tes suara bisik
Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal

penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan


huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan
pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang
dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar
80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter.
Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurang
pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan katakata
dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila
tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli
persepsi.
Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites
dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal
dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.
2. Tes Garpu Suara
Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048
dan 4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh
mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak
mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila
banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli
persepsi.
Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz
dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih
jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi.
3. Tes dengan Audiometer
Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar
dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan

dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu


suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih
lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram :
Audiogram nada murni (pure tone audiogram)
Audiogram bicara (speech audiogram)
Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes :
tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler
dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau
bukan.
tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan
dibelakang koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro
coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N VIII
Keuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat
ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang menyebabkan
ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian
yang diukur dengan satu db (desibel).
4. Tes dengan "Impedance" meter
Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini
hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga
pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan
baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus
ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak
tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari
pemeriksaan dengan Impedancemeter dapat diketahui :
Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang
atau tidak.

Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?


Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang
melalui tuba Eustachii.
Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah
akibat suatu radang.
Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan
(trauma kepala) atau sebab infeksi.
Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.
DERAJAT KETULIAN3-7
Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik
sebagai dasar yaitu sebagai berikut :
Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter
Tuli ringan bila suara bisik 4 meter
Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter
Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.
Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat
ketulian ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensifrekuensi
500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut
48 Cermin Dunia Kedokteran No. 34. 1984
speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db.
Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagai
berikut :
Normal antara 0 s/d 20 db.
Tull ringan antara 21 s/d 40 db.
Tull sedang antara 41 s/d 60 db.
Tull berat antara 61 s/d 80 db.

Tull amat berat bila lebih dari 80 db.


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196912052001121SETYO_WAHYU_WIBOWO/Ketulianx.pdf

Masa bayi
Pada waktu lahir perawat dapat mengamati respons neonates terhadap stimulus
pendengaran, ditandai dengan reflex terkejut, kepala menoleh, mata berkedip, dan
penghentian pergerakan tubuh,. Intensitas bayi terhadap dapat bervariasi,
bergantung pada status kewaspadaan. Namun, tidak adanya reaksi secara
konsisten terhadap respons harus mengarah ke dugaan kehilangan pendengaran.
Kotak 19-5 meningkat manifestasi klinis lain dari kehilangan pendengaran pada
bayi.

Masa kanak-kanak
Anak yang menderita tuli dengan sangat berat lebih mungkin didiagnosis selama
masa bayi dibandingan anak yang menderita tuli tidak terlalu berat . Apabila defek
tidak dideteksi selama masa kanak-kanak awal, mungkin defek akan terlihatjelas
sewaktu masuk sekolah, ketika anakk mempunyai kesulitan dalam belajar.
Sayangnya, beberapa anak ini salah ditempatkan ke dalam kelas khusus untuk anak
yang mengalami ketidakmampuan belajar atau RM. Karenanya, penting bagi
perawat untuk mencurigai adanya gangguan pendengaran pada setiap anak yang
menunjukkan perilaku tersebut.
Salah satu makna penting adalah efek dari gangguan pendengaran pada
perkembangan kemampuan bicara. Anak yang menderita kehilangan pendengaran
konduktif derajat ringan dapat berbicara dengan sangat jelas, tetapi dengan suara
monoton dank eras. Anak yang mederita defek sensorineural biasanya mempunyai
kesulitan dengan artikulasi.
Wong donna L.2000.buku ajar keperawatan pedeatrik.edisi 6.vol 2.EGC:Jakarta

AB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN OTITIS MEDIA KRONIS (OMK)

3.1 Pengumpulan data


Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsurangsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan,
adakah keluhan seperti pilek dan batuk.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative,
provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Seperti penjabaran dari
riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan,
berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga,
keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota
keluarga.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau
tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.
6. Riwayat Psikososial

Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala
yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Pada kasus ini riwayat
psikososial dapat terjadi diantaranya :
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktifitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan
7. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area
lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan Fisik
1.

Inspeksi :
Keadaan umum.
Adakah cairan yang keluar dari telinga.
Bagaimana warna, bau, jumlah.
Apakah ada tanda-tanda radang.
Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

Pemeriksaan Diagnostik
Tes Audiometri : AC menurun
X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan
Tes garputala
3.2 Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema
( pembengkakan )
1.

2.

Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran

3.

Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi

4.

Intoleransi aktivitas b.d nyeri

3.3 Perencanaan Keperawatan


No.
1.

Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Perawatan
Rasa nyaman Kaji ulang

Gangguan rasa
terpenuhi
nyaman nyeri b.d
keluhan nyeri,
dalam
proses peradangan
perhatikan lokasi/
waktu jam
ditandai dengan
karakter dan
dengan
edema
kriteria hasil : intensitas
(pembengkakan)
Memberikan
rasa nyaman
Mengurangi
rasa nyeri

Rasional
Memberikan
informasi untuk
membantu
dalam
menentukan
pilihan/
keefektifan
intervensi

Atur posisi yang Memberikan


nyaman pada
kenyamana dan
pasien
relaksasi pada
pasien
Kompres dingin Untuk
disekitar area
meningkatkan
telinga
relaksasi

Kolaborasi dalam
Mengurangi
pemberian
aspirin/ analgesik rasa nyeri
sesuai instruki
2.

Gangguan
persepsi/sensori
(pendengaran ) b.d
penurunan
pendengaran

Gangguan
persepsi/
sensori
berkurang
atau hilang

Kaji ketajaman
pendengaran
pasien

Untuk
mengetahui
tingkat
ketajaman
pendengaran
pasien

Ingatkan klien
Karena akibat
bahwa vertigo
dan nausea dapat dari adanya
terjadi setelah
gangguan
radikal
telinga dalam.
mastoidectomi.
Berikan tindakan
pengamanan.
Perhatikan
droping wajah
unilateral atau Mengkaji
mati rasa
adanya
perlukan (injuri
) saraf wajah.
Anjurkan kepada
keluarga/ orang Untuk
terdekat klien
menghindari
untuk tinggal
perasaan
bersama klien dan terisolasi pasien
memenuhi
program terapi

3.

Gangguan harga
diri rendah b.d
stigma berkenaan
dengan kondisi

Diharapkan Kaji luasnya


gangguan
gangguan
harga diri
persepsi dan
klien teraba /
hubungan derajat
teratasi
kemampuan nya

Menentukan
faktor- faktor
secara individu
dalam
mengembangka
n intervensi

Dorong klien un
tuk
mengeksplorasi Kemungkinan
perasaan tentang
memiliki
kritikan orang
perasaan tidak
realistik saat
dikritik dan
perlu
mempelajari

Intoleransi aktivitas Diharapkan


b.d nyeri
menunjukkan
teknik /
perilaku yang
memampukan
kembali
beraktivitas

Tingkatkan tirah Meningkatkan


baring, berikan
istirahat dan
lingkungan
ketenangan
tenang, batasi
pengunjung
sesuai keperluan.
Lakukan tugas
dengan cepat dan
sesuai toleransi. Memungkinkan
periode
tambahan
istirahat tanpa
gangguan

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah
infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa
(Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang
di dalam kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan
patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.

Otitis media konik dapat disebabkan oleh Streptococcus, Stapilococcus, Diplococcus


pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus, Gram Negatif : Proteus
spp, Psedomonas spp, E. Coli. Penaganan yang terlambat pada Otitis media kronis dapat
menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis,
kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga
dalam ) dan abses otak.

1.2

Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa

calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit otitis media kronis
menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.

DAFTAR PUSTAKA
Greenberg, Michael I. 2008. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1. ECG. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Volume 3, ECG. Jakarta

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada Otitis Media Kronis


A. Pengkajian
1.

Pengumpulan Data

Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,


alamat

pekerjaan,

Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,


penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat
alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat,
kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit
telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik
2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood )

: Nadi meningkat

B3 (Brain)
: Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun,
vertigo, pusing, refleks kejut
B5 (Bowel)

: Nausea vomiting

B6 (Bone)

: Malaise, alergi

3. Pengkajian Psikososial
Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
Aktivitas terbatas
Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes audiometri : pendengaran menurun
b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
- Tes suara bisikan, tes garputala

B. Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian diatas perawat mengindentifikasi tanda-tanda perubahan
yang terjadi pada pasien, tanda-tanda ini dinilai sesuai dengan batasan karakteristik
untuk diagnosis keperawatan, menurut carpedito, 2006 antara lain sebagai
berikut :
1.

Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

2.

Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran

3.
Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di
telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
4.
Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
5.

Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk

6.

Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

Ada pun dalam bahasa diagnosa NANDA adalah sebagai berikut:


1.

nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

2.

nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis

3.

hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kondisi fisiologi

4.
gangguan persepsi sensori, pendengaran berhubungan dengan perubahan
resepsi, transmisi, dan integritas sensori
5.

ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan

6.
defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumbersumber informasi

C. intervensi dan Rasional


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
Hasil NOC :
- tingkat kenyamanan : tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan
psikologi
- pengendalian nyeri : tindakan individu untuk mengendalikan nyeri

- tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau di laporkan

Tujuan/kreteria evaluasi Contoh menggunakan bahasa NOC


Memperhatikan pengendalian nyeri, yang di buktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu) :
Batasan karateristik

Nyeri

Nyeri kronis

Durasi kurang dari 6 bulan

Durasi lebih dari 6 bulan

Respon autonomik, seperti pucat, peningkatan


tanda-tanda vital, dan diaphoresis

Perubahan kepribadian
penurunan berat badan

Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu


melakukan metode pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode
relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas
panjang
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa
mengurangi nyeri yang diderita klien
-

Kompres dingin di sekitar area telinga

Rasional : Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri


teralihkan oleh rasa dingin di sekitar area telinga
-

Atur posisi klien


Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman

Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai


indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam
2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang
Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima pesan
melalui metode pilihan ( misal: komunikasi lisan, bahasa lambang, berbicara
dengan jelas pada telinga yang baik
Intervensi keperawatan:
Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana
perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara,
bahasa isyarat.
Rasional: Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka
metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan klien
- Pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal.
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan jelas
langsung ke telinga yang baik
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu
- Dekati klien dari sisi telinga yang baik
b. Jika klien dapat membaca ucapan:
- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas
- Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat
membaca bibir anda
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien
- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis

- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya


d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua
komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri
yang langsung berbicara pada klien dengan mengabaikan keberadaan penerjemah
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima
dengan baik oleh klien.
Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman
a. Bicara dengan jelas menghadap individu
b. Ulangi jika kilen tidak memahami seluruh isi pembicaraan
c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi
d. Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan
jawaban lebih dair ya dan tidak
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat dengan klien dapat
berjalan dengan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran
Tujuan : Persepsi / sensoris baik
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran
sampai pada tingkat fungsional
Intervensi keperawatan :
Ajarkan klien menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat
Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian,
pemakaian serta perawatannya yang tepat.
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran
yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi
Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut
Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen

Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik ( baik itu


antibiotik sistemik maupun lokal )
Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan
organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut
4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang / hilang
Kriteria hasil : Klien mampu mengungakpkan ketakutan / kekhawatirannya
Intervensi keperawatan :
Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai
kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan
harapan klien dalam berkomunikasi
Rasional : Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat mengurangi
kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakkepercayaan klien terhadap perawat.
Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya
Berikan informasi tentang kelompok yang juga pernah mengalami gangguan
seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien
Rasional : Dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama
akan sangat membantu klien
Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia yang
dapat membantu klien
Rasional : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada di sekitarnya
yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi
5.

Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk

Tujuan : Tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain


Kriteria Hasil : Klien tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain
Intervensi keperawatan :
Bina hubungan saling percaya
Rasionalisasi : hubungan saling percaya dapat menjadi dasar terjadinya
hubungan sosial.

Yakinkan klien bahwa setelah dilakukan pengobatan / pembedahan cairan akan


keluar dan bau busuk akan hilang
Rasional : Klien akan kooperatif / berpartisipasi dalam persiapan pembedahan
( tympanoplasti ) dan akan mulai mengajak bicara dengan perawat dan keluarga
6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Tujuan : Klien akan mempunyai pemahaman yang baik tentang pengobatan dan
cara pencegahan kekambuhan.
Kriteria hasil : Klien paham mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Intervensi keperawatan :
Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinyu
sesuai aturan.
Rasional : pendidikan kesehatan tenyang cara mengganti balutan dapat
meningkatkan pemahaman klien sehingga dapat berpartisipasi dalam pencegahan
kekambuhan.
Beritahu komplikasi yang mungkin timbul dan bagaimana cara melaporkannya
Rasional : pemahaman tentang komplikasi yang dapat terjadi pada klien dapat
membantu klien dan keluarga untuk melaporkan ke tenaga kesehatan sehingga
dapat dengan cepat ditangani.
Tekankan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti / evaluasi pendengaran.
Rasional : follow up sangat penting dilakukan oleh anak karena dapat mengetahui
perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya kekambuhan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah
auries media, maka pasien akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut
yang tidak diobati secara tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang
ditandai denagn adanya perforasi pada membran tympani.
4.2 Saran
Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis bakteri yang
menginfeksi dan untuk pemberian antibiotik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi 10.EGC:Jakarta


George L, Adams.1997.Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6.EGC:Jakarta
Abidin, Taufik.2009.Otitis Media Akut.http:/library.usu.ac.id(10 September 2009)
Wilkinson Judith.m.2009. buku saku diagnose keperawatan .edisi 9.EGC:Jakarta
Smeltzer Suzanne C,bare Brenda G.1997. buku ajar keperawatan medical
bedah.edisi 8.vol 3.EGC:Jakarta
Wong donna L.2000.buku ajar keperawatan pedeatrik.edisi 6.vol 2.EGC:Jakarta
Prof. Dr. arsyad soepardi efiaty, Sp.THT.2007 buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorokan kepala dan leher .edisi 6. Fakultas kedokteran universitas
Indonesia:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai