Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

BAB III

PEMERIKSAAN FUNGSI INDRA PENDENGAR

Disusun Oleh :

DRAJAT ISKANDAR 207122006

NUR ALFI LAIL 207122014

ITA PUTRI RAMADHANI 207122016

SRI SUKMA WATI 207122020

AULIA MAHARANI P 207122024

KARDIONO 207122026

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI, SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP

2023
BAB I

PEMERIKSAAN FUNGSI INDRA PENDENGAR


A. TUJUAN PRAKTIKUM

1.Mahasiswa mampu menguji kepekaan indera pendengar dan jenis ketulian

B. LANDASAN TEORI
Gangguan kesehatan pada indera pendengaran yaitu penurunan nilai ambang
pendengaran yang dapat dialami sementara (temporary threshold shift) non patologi
maupun yang bersifat permanen (permanent threshold shift) karena faktor patologis
akibat berada di lokasi yang miliki bising tinggi dan adanya trauma akustik. Telinga
manusia dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu telinga dalam, telinga tengah dan telinga
luar. Bagian tengah dan luar berhubungan dengan transmisi suara ke bagian dalam telinga
yang terdapat cochea yang berfungsi sebagai pendengaran dan keseimbangan. Bagian
telinga tengah dan luar dipisahkan oleh membran timpani. Sel-sel rambut di dalam
cochea akan mengalami kerusakan yang permanen pada indera pendengaran yang
terpapar oleh suara bising. Kondisi ini mengakibatkan penurunan kemampuan
mendengar, tinitus, dan penurunan ambang pendengaran dengan gejala meningkatnya
kemampuan untuk mendengar.Ada tiga macam gangguan pendengaran yang dapat
dialami oleh manusia berdasarkan transmisi gelombang suara yang diterima oleh telinga
yaitu tuli konduksi, tuli sensorineural dan tuli campuran. Kondisi pada tuli konduksi,
telinga bagian luar dan tengah mengalami gangguan sehingga hantaran gelombang suara
tidak mencapai telinga bagian dalam dengan baik. Penderita akan mengalami kesulitan
untuk mendengar suara dengan nada rendah dan yang dibisikkan pada jarak 5 meter bila
dilakukan suatu tes pendengaran.Gangguan pendengaran jenis sensorineural terjadi
karena adanya masalah di telinga dalam bisa juga disebabkan karena adanya masalah
fungsi pada syaraf pendengaran. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah karena
mengalami paparan bising yang terus menerus antara delapan hingga sepuluh tahun.
Keadaan tuli sensorineural muncul bertahap. Dari tes audiometri didapat peningkatan
ambang dengar dengan frekuensi 4000 Herzt dan terus mengalami kenaikan ambang
dengar menjadi permanen dengan intensitas 3000 hingga 6000 Herzt bila terus terpapar
suara bising Pada gangguan pendengaran campuran adalah gabungan antara gangguan
pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Kondisi
pada gangguan pendengaran ini bisa diawali dengan masalah pada transmisi bunyi yang
kemudian menjadi sensorineural pada kondisi lebih lanjut. Bisa juga kondisinya berbalik,
dimana terjadi gangguan sensorineural dan berlanjut menjadi gangguan konduksi. Tidak
menutup kemungkinan penderita mengalami gangguan ini secara bersamaan seperti
mengalami benturan kepala yang hebat sehingga telinga dalam dan telinga tengah
mengalami cedera.(Diana Kusuma Wardhani,dkk.2020)
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan dan kenyamanan lingkungan pada tingkat dan waktu tertentu.1 Gangguan
pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan
pendengaran tipe sensorineural yang disebabkan oleh pajanan bising yang cukup /keras
dalam jangka waktu yang lama, biasanya akibat bising lingkungan kerja 2 kebisingan
yang tinggi ini terjadi di berbagai tempat kerja, termasuk pembuatan makanan, kain,
bahan cetak, produk logam, obat-obatan, jam tangan dan pertambangan.Estimasi jumlah
penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia meningkat dari 120 juta tahun 1995
orang menjadi 250 juta orang pada tahun 2004.Lebih dari 5% dari populasi dunia
memiliki gangguan pendengaran (328 juta orang dewasa dan 32 juta anak-anak). Di
Indonesia prevalensi ketulian sebesar 4,6% atau sebanyak 16 juta orang dan gangguan
pendengaran sekitar 16,8% dari jumlah penduduk Indonesia Gangguan pendengaran
dapat menimbulkan sejumlah disabilitas seperti masalah dalam percakapan, terutama di
lingkungan yang sulit, memberikan sejumlah besar keluhan. Jenis lain dari disabilitas
dapat menurunkan kemampuan untukmendeteksi,mengidentifikasi dan melokalisasi suara
dengan cepat dan tepat. Gangguan pendengaran yang tidak dikoreksi dapat menimbulkan
penurunan kualitas hidup, isolasi diri, penurunan kegiatan sosial dan perasaan seperti
tidak diikutsertakan, yang dapat meningkatkan prevalensi gejala depresi.Isi Gangguan
pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara
pada salah satu atau kedua telinga.Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai
yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran).Gangguan pendengaran akibat
bising atau Noise Induced Hearing Loss( NIHL) adalah gangguan pendengaran tipe
sensorineural yang disebabkan oleh pajanan bising yang cukup keras dalam jangkat
waktu yang lama, biasanya akibat bising lingkungan kerja.Kebisingan adalah bunyi yang
tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan
lingkungan pada tingkat dan waktu tertentu.1 Terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan penurunan ambang dengar akibat bising, yakni lama paparan bising,
frekuensi paparan bising, tingkatan/besaran paparan, dosis paparan harian, spektrum
kebisingan, temporal pattern dan faktor internal dari dalam tubuh manusia sendiri yang
mempermudah timbulnya gangguan pendengaran (kadar gula darah, hemoglobin,
viskositas darah, masa jendal darah, kadar kolesterol, kadar trigliserida, usia dan jenis
kelamin dari penderita). Lama paparan bising
lebih dari 10 tahun akan menyebabkan peningkatan NIPTS (Noise Induce Permanen
Treshold Shift) terutama pada frekuensi 4.(Yesti Mulia Eryani,dkk.2018)
Kelainan telinga tengah dan gangguan pendengaran pada pasien dengan celah langit-
langit terjadi akibat disfungsi tuba eustakius yang disebabkan oleh obstruksi fungsional
karena kegagalan otot palatal untuk membuka tuba eustakius.Dalampenelitiannya
mengatakan bahwa insidensi gangguan pendengaran banyak terjadi pada anak dengan
celah bibir dan langit-langit. Sebanyak 55% penderita celah bibir dan langit-langit
memiliki gangguan pendengaran terutama tipe konduktif mulai dari derajat ringan sampai
sedang berat. Secara prevalensi, derajat ringan adalah derajat yang terbanyak
diderita.Dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan prevalensi keadaan
telinga tengah akan sesuai dengan derajat celah langit-langit dan dapat dipengaruhi oleh
hal lain seperti otitis media efusi (OME). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Schwartz
dkk. dalam hasil penelitiannya bahwa keadaan telinga tengah akan dipengaruhi sebesar
25–74% menjadi tidak normal oleh peningkatan derajat celah langit-langit jika
dibandingkan dengan seseorang tanpa celah langit-langit.Hal yang berbeda dilaporkan
oleh Lithovius dkk. bahwa derajat celah langit-langit tidak memberikan dampak berarti
terhadap keadaan telinga tengah.Celah bibir dan langit-langit merupakan kelainan
kongenital yang paling sering terjadi di daerah mulut dan wajah yang disebabkan oleh
multifaktorial, termasuk faktor lingkungan dan genetik.6,7 Kegagalan penyatuan ini akan
menimbulkan kesulitan yang berhubungan dengan proses makan dan bicara,
perkembangan bahasa, pertumbuhan gigi, perkembangan struktur wajah, dan proses
mendengar.Celah bibir yang disertai dengan atau tanpa celah langit-langit terjadi pada 1
dari 700 kelahiran hidup dan sangat bervariasi tergantung pada letak geografs, ras, etnis.
(Shinta F. Boesoirie,dkk.2021)

C. ALAT
1. Garpu tala 112-870 Hz
2. Arloji atau stopwatch yang bersuara
3. Mistar, dan
4. Kapas
D. METODE PRAKTIKUM
Cara kerja 1
Pemeriksaan fungsi indra pendengaran
1.
- Ditutup telinga kanan naracoba 1 dan kedua matanya ditutup
- Dipenguji menggerakan arloji atau stopwatch mendekati telinga naracoba
1,sampai naracoba 1 mendengar aarloji atau stopwatch untuk pertama kali.
Ukur dan catat jarak antara arloji atau stopwatch dengan telinga kiri naracoba
1. Ulangi percobaan sampai tiga kali. Lakukan kemudian percobaan yang
sama. Juga pada naracoba 1 tetapi sekarang untuk telinga kanan (telinga kiri
disumbat dengan kapas). Catat hasil yang diperoleh pada lembar kerja.
Bandingkan hasil percobaan untuk telinga kanan dan kiri.
- Dilakukan percobaaan yang sama pada naracoba 2. Catat hasilnya pada
lembar kerja

Hasil
Cara kerja 2
Pemeriksaan jenis ketulian

Percobaan Rinne

- Dipenguji menletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada prossescus


mastoidus naracoba. Mula mula naracoba akan mendengar suara garputala
tersebut keras. Makin lama suara garputala itu masih lemah dan akhirnya tidak
terdengar lagi
- Dipada saat naracoba tidak mendengar suara garputala penguji dengan segera
memindahkan garputala itu kedekat atau didepan telinga dengan pemindahan
letak garputala itu, maka ada 2 kemunkinan y ang bisa diperoleh yaitu
a. Naracoba akan mendengar suara garputala lagi,disebut rinne positive
b. Naracoba tidak mendengar suara garputala disebut rinne negative
- Dilakukan percobaan itu untuk telinga yang satunya lagi dan juga ulangi
percobaan sebanyak tiga kali. Catatlah hasil dilembar kerja bandingkan hasil yang
diperoleh antara telinga kanan dan telinga kiri

Hasil

Percobaan weber

- Di penguji meletakan pangkal garputala yang sudah digetarkan puncak kepalanya


- Naracoba memperhatikan intensitas suara di kedua telinga dan untuk itu ada 3
kemungkinan yang dapat terjadi
a. Suara terdengar sama keras pada kedua telinga
b. Suara terdengar lebih keras pada telinga kiri ( lateralisasi ke telinga kiri)
c. Suara terdengar lebih keras pada telinga kanan ( lateralisasi ke telinga kanan )
perhatikanlah kemungkinan yang terjadi dan catatlah hasilnya dilembar kerja

Hasil
Percobaan schwabach

- Di penguji meletakan pangkal garputala yang sudah digerakan pada prosesus


mastoideus
- Dinaracoba akan mendengar suara garputala itu yang makin lama makin melemah
dan akhirnya tidak mendengar garputala lagi
- Dipada saat mencoba mengatakan tidak mendengar suara garputala,maka penguji
dengan segera memindahkan garputala itu ke prosesus mastoideus orang yang
diketahui normal ketajaman pendengarannya ( pembanding) bagi pembanding ada
dua kemungkinan dapat terjadi
a. Akan mendengar suara
b. Tidak mendengar suara
Ulangi percobaan ini sampai tiga kali dan catatlah hasil yang diperoleh
dilembar kerja

Hasil

Percobaan bing

- Dipenguji meletakan pangkal garputala yang sudah digetarkan dipuncak kepala


naracoba
- Dinaracoba memperhatikan kerasnya suara pada telinga kanan. Sebelum suara
menghilang sumbatlah telinga kanan tersebut dengan kapas atau ujung jari,
kemungkinan naracoba akan mendapatkan bahwa
a. Suara garputala kedengaran bertambah keras (percobaan bing positif)
b. Keras suara garputala tidak mengalami perubahan, (percobaan bing
indifferent)
Ulangi percobaan ini sampai tiga kali
- Dilakukan juga percobaan seperti diatas untuk telinga kiri
- Dicatat hasil yang diperoleh dilembar kerja. Bandingkan kemudian hasil yang
diperoleh

Hasil
LEMBAR KERJA
E. PEMBAHASAN
Pendengaran merupakan salah satu sistem indera manusia yang sangat penting untuk
menjalin komunikasi sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang
memiliki gangguan pendengaran, maka dia akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan orang lain, terutama bagi lingkungan di sekitarnya. World Health
Organization (WHO) telah memperkirakan bahwa saat ini terdapat 360 juta (5,3%) orang
di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah
orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anakanak.
Menurut survei dari Multi Center Study(MCS), Indonesia merupakan salah satu dari
empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi tertinggi dalam gangguan pendengaran
yaitu 4,6% bersama Sri Langka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%).Berdasarkan
hasil Riskerdas 2013, prevalensigangguan pendengaran di Indonesia secara nasional
adalah 2,6% dengan lampung menempati peringkat kedua tertinggi setelah NTT (3,7%)
yaitu sebesar (3,6%). Gangguan pendengaran dengan angka tertinggi ditemukan pada
kelompok usia ≥75 tahun sebesar 36,6%, disusul dengan kelompok usia 65-74 tahun
sebesar 17,1%, kelompok usia 55 64 tahun sebesar 5,7%, serta kelompok usia <55 tahun
sebesar 6,1%.Seringkali individu dengan gangguan pendengaran tidak menyadari jika
sedang mengalami gangguan pendengaran, sehingga mereka tetap merasa baik-baik saja
dan menjalankan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Gangguan dalam berkomunikasi
dan bersosialisasi merupakan masalah atau kecacatan yang dapat timbul akibat gangguan
pendengaran. Skrining adanya gangguan pendengaran perlu dilakukan pada suatu
individu, terutama pada usia lanjut walaupun mereka merasa baik-baik saja.3Pemeriksaan
adanya gangguan pendengaran juga dilakukan karena individu dengan usia lanjut sangat
bergantung terhadap sistem panca indera seperti pendengaran untuk mengkompensasi
kacacatan yang dialami akibat proses penuaan. Selain itu, pendengaran yang baik juga
dibutuhkan untuk berkomunikasi kepada keluarga dan menghubungkannya dengan dunia
luar melalui radio dan telepon pascapensiun.Gangguan pendengaran dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah proses penuaan yang terjadi pada manusia.
Perubahan patologik pada organ pendengaran akibat degenerasi dapat mengakibatkan
gangguan pendengaran pada individu dengan usia lanjut.Proses penuaan merupakan suatu
proses alami yang tidak dapat dicegah dimana semua individu berharap akan menjalani
hidupnya dengan tenang, damai, serta menikmati sisa hidupnya bersama sanak dan
saudaranya. Namun pada usia lanjut, seseorang akan mengalami perubahan dari berbagai
aspek dalam hidupnya, baik dari aspek fisik, kognitif, bahkan kehidupan
psikososialnyapun akan berubah. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas hidup dari
usia lanjut. Ketidakmampuan mendengar akibat ganggguan pendengaran akan berefek
terhadap fungsi-fungsi organ dari suatu individu. Perubahan fungsi tersebut akan
mempengaruhi kualitas hidup dari seseorang.(Sarah Nabila Istiqomah,dkk.2019)
Telinga yang sehat berasa dari telinga yang bersih danpendengaran yang baik berasal
dari telinga yang sehat.1 Jika terjadigangguan pada telinga maka proses penerimaan
informasi akanterganggu.Salah satu fungsi telingaadalah mendengar, yang
dapatmenyerap informasi lebih besar dibandingkan membaca.Menurut World
HealthOrganization (WHO), diperkirakansekitar 278 juta penduduk dunia mengalami
gangguan pendengaranpada tahun 2005. Dimana 75 sampai 140 jutanya adalah penduduk
AsiaTenggara. Indonesia berada pada urutan keempat di Asia Tenggara dengan
persentase sekitar 4,6%.Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi tersebut cukup
besar untuk dapat menimbulkan masalah sosial dimasyarakat. Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran di tujuh provinsi padatahun1993-1996 mendapatkan
prevalensi ketulian sebesar 0,4% dan gangguan pendengaran sebesar 16,8%.
Penyebabnya adalah infeksitelinga tengah (3,1%), presbiakusis (2,6%), tuli akibat obat
ototoksik(0,3%), tuli kongenital (0,1%), dan tuli akibat paparan bising. BalaiKesehatan
Indera Masyarakat kota Semarang mendapatkan siswa mengalami gangguan pendengaran
akibat serumen obsturan (29,55%),otitis media supuratif kronik(1,28%),dan tuli
sensorineural unilateral (0,21%).4Komite Nasional Penanggulangan Ganguan
Pendengaran dan Ketulian (PGPKT).(Tekto Yudo Frassetyo Darmito,dkk.2018)
Telinga merupakan salah satu panca indra utama pada tubuh manusia. Telinga
memiliki fungsi utama sebagai indra pendengaran yang sangat diperlukan dalam
memudahkan komunikasi antar manusia. Proses mendengar dalam telinga manusia
melibatkan mekanisme yang kompleks dimulai dari gelombang suara memasuki
liangatelinga dan menggetarkan membran timpani yang kemudian akan meneruskan
getaran untuk melewati 3 tulang pendengaran, yaitu maleus, inkus, dan
stapes.1Gelombang suara ini kemudian ditansmisikan ke otak dan diterjemahkan menjadi
suara yang kita dengar sehari–hari. Intensitas frekuensi suara yang dapat diterima oleh
telinga manusia meliputi rentang sekitar 20 Hz sampai 20kHz. Selain memiliki fungsi
pendengaran, telinga juga memiliki peranan penting dalam keseimbangan.2,3Mengingat
pentingnya fungsi telinga dalam tubuh manusia maka diperlukan perhatian khusus dalam
menjaga kesehatan telinga dan pendengaran. Namun hanya sedikit masyarakat yang
mengetahui bagaimana cara menjaga kesehatan telinga dengan baik. Kebiasaan
masyarakat dalam membersihkan telinga adalah dengan menggunakan cotton bud yang
justru dapat mengakibatkan trauma pada liang telinga. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Olajide et.al pada tahun 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 92,8% responden
menggunakan cotton buduntuk membersihkan telinganya. Alasan utama penggunaan
cotton bud ini karena adanya rasa gatal pada telinga. Sebesar 74,1% responden tidak
mendapat informasi mengenai bahaya penggunaan cotton bud untuk membersihkan
telinga mereka, yaitu dapat mengakibatkan gangguan pada telinga dan
pendengaran.4Gangguan pada telinga dan pendengaran dapat mengakibatkan beberapa
kelainan, seperti penyakit infeksi telinga, masalah keseimbangan hingga gangguan
pendengaran permanen. Gangguan pendengaran dapat terjadi diakibatkan oleh penyebab
genetik, komplikasi saat lahir, penyakit menular tertentu, infeksi telinga kronis,
penggunaan obat-obatan tertentu, paparan bising yang berlebihan, dan pertambahan
usia.4-6Menurut World Health Organisation (WHO) saat ini diperkirakan terdapat 360
juta (5%) orang di dunia yang mengalami gangguan pendengaran.Berdasarkan jumlah
tersebut terdapat 328 juta (91%) orang dewasa (terdiri dari 183 juta laki-laki dan 145 juta
perempuan) dan 32 juta(9%)anak-anak mengalami gangguan pendengaran.Sebesar 60%
gangguan pendengaran yang terjadi pada masa kanak-kanak disebabkan oleh penyebab
yang dapat dicegah.(Ilman Fathony Martanegara,dkk.2020)

F. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan pemeriksaan fungsi indra pendengaran yaitu pada
pemeriksaan ketajaman indra pendengaran mendapatkan hasil pada naracoba 1 telinga
kiri memiliki lateralisasi lebih baik dibanding telinga kanana. Sedangkan pada naracoba 2
telinga kiri memiliki lateralisasi lebih baik dibanding telinga kanan. Perbandingan
naracoba menghasilkan naracoba 1 lebih baik lateralisasinya dibanding naracoba 2. Pada
percobaan rinne menghasilkan rinne positif atau naracoba mendengar garpu tala ketika
dipindahkan didekat atau didepan telinga. Pada percobaan wibber menghasilkan pada
percobaan 1 dan 2 menghasilkan sama keras percobaan 3 menghasilkan suara terdengar
lebih keras pada telinga kanan. Pada percobaan sechwabach dihasilkan dari percobaan 3
terdengar suara semua orang menandakan bahwa prosesur mostaideus normal tanpa
terganggu.
DAFTAR PUSTAKA

Boesoirie, S. F., Aroeman, N. A., Nursyafri, D., & Gatera, V. A. (2021). Hubungan
Derajat Celah Langit-Langit dengan Keadaan Telinga Tengah Berdasarkan
Timpanogram pada Pasien Celah Langit-Langit. Indonesian Journal of Clinical
Pharmacy, 10(2), 110-118.

Darmito, T. Y. F. (2018). Hubungan Antara Gangguan Pendengaran Dengan Prestasi


Akademik Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Muhammadiyah 8 Medan.

Eryani, Y. M., Wibowo, C. A., & Saftarina, F. (2018). Faktor Risiko Terjadinya
Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Jurnal Medula, 7(4), 112-117.

Istiqomah, S. N., & Imanto, M. (2019). Hubungan Gangguan Pendengaran dengan


Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Majority, 8(2), 234-239.

Martanegara, I. F., Wijana, W., & Mahdiani, S. (2020). Tingkat Pengetahuan Kesehatan
Telinga Dan Pendengaran Siswa Smp Di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten
Bekasi. Jurnal Sistem Kesehatan, 5(4).

Wardhani, D. K., & Mukono, J. GANGGUAN TULI SENSORINEURAL AKIBAT


PAPARAN BISING KERETA API PADA PENDUDUK DI SEKITAR
PERLINTASAN REL TURIREJO LAWANG.

Anda mungkin juga menyukai