Menurut data Kementerian Kesehatan RI, terdapat sekitar 360 juta orang yang mengidap tuli di seluruh
dunia. Sekitar 180 juta di antaranya berada di Asia Tenggara. Indonesia menempati urutan ke-4 untuk
jumlah kasus tuli terbanyak.
Apakah penyebabnya?
Penyebabnya beragam, di antaranya adalah faktor usia, cacat bawaan lahir, paparan suara terlalu keras,
gendang telinga pecah, cedera kepala atau telinga, penumpukan kotoran telinga, efek samping
pengobatan, dan penyakit infeksi (seperti infeksi telinga kronis, meningitis, campak).
Apakah kamu sering salah dengar ketika sedang melakukan percakapan via telepon?
Apakah kamu sering tidak bisa menangkap informasi saat dua orang berbicara padamu dalam waktu yang
bersamaan?
Apakah orang-orang di sekitarmu sering komplain karena kamu menonton TV dengan suara yang terlalu
keras?
Apakah kamu baru bisa mendengar dengan jelas ketika suasana sepi?
Apakah kamu harus berkonsentrasi penuh baru bisa mendengar panggilan jarak dekat yang ditujukan
padamu?
Apakah kamu sering meminta orang lain mengulangi pembicaraannya?
Apakah kamu sering salah mendengar sehingga bereaksi salah?
Apakah kamu sering merasa orang-orang bicara seperti bergumam padamu?
Apakah kamu bisa membedakan suara wanita dengan anak-anak?
Apakah orang lain sering protes karena kamu salah mendengar sehingga salah mengartikan?
Saat tes berlangsung, petugas akan membantu kamu memainkan berbagai suara, seperti bunyi dan
ucapan, pada interval yang berbeda ke satu telinga pada satu waktu. Tujuannya untuk menentukan
rentang kemampuan pendengaran pada masing-masing telinga. Seringkali, petugas memberikan instruksi
(seperti mengangkat tangan atau mengulang ucapan) saat suara dari mesin terdengar. Hal ini bertujuan
untuk mengevaluasi kemampuan seseorang dalam mengenali kata dan membedakan bunyi ucapan
dengan suara sekitar.
Pemeriksaan audiometri biasanya berlangsung selama satu jam. Tes ini tidak membutuhkan persiapan
khusus sebelumnya dan jarang menimbulkan efek samping berbahaya. Hasil pemeriksaan langsung
terlihat dan kamu bisa mendiskusikannya dengan petugas. Melalui hasil tes tersebut, dokter
memberitahu tindak lanjut atau pencegahan yang dilakukan untuk mencegah gangguan pendengaran
yang lebih serius.
Jenis gangguan pendengaran pertama adalah tuli konduksi. Pada kasus ini, kamu tidak bisa
mendengarkan suara dengan sempurna, karena transmisi gelombang suara yang tidak masuk ke dalam
telinga secara efektif. Akibatnya, suara yang kamu dengar akan lebih pelan dan tidak terlalu jelas.
Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran konduksi adalah adanya cairan di
telinga bagian tengah, terlalu banyak kotoran telinga, masuknya benda asing ke saluran telinga bagian
luar, atau terjadinya infeksi pada telinga bagian tengah. Pengobatan gangguan pendengaran ini bisa
dilakukan melalui serangkaian tes fisik, seperti penggunaan garputala.
Gangguan pendengaran terjadi pada telinga bagian dalam lebih tepatnya pada saraf telinga bagian dalam
yang terhubung langsung ke otak. Gangguan sensorineural adalah gangguan pendengaran yang paling
fatal karena kondisi ini menyebabkan tuli permanen. Seseorang yang mengalami tuli permanen tidak
dapat diobati dengan obat-obatan, berbagai tes fisik, atau pembedahan.
Pengidap gangguan pendengaran ini hanya mampu mendengar suara dalam volume rendah, meski
sebenarnya volume sumber suara telah ditinggikan. Beberapa hal yang menyebabkan gangguan
pendengaran ini, yaitu trauma kepala, malformasi di telinga bagian dalam, faktor usia, sampai faktor
genetik.
Jenis gangguan pendengaran ini adalah campuran dari gangguan pendengaran konduksi dan
sensorineural. Gejala awalnya ditandai dengan tuli konduksi yang kemudian berkembang menjadi tuli
sensorik. Meskipun begitu, gangguan telinga ini bisa terjadi secara bersamaan, misalnya pengidap
mengalami trauma kepala yang sekaligus mengenai telinga bagian tengah dan dalam.
Gangguan pendengaran simetris terjadi ketika kedua telinga mengalami derajat penurunan kemampuan
mendengar yang sama. Sedangkan, tuli asimetris terjadi ketika derajat penurunan kemampuan
mendengar terdapat perbedaan antara kedua telinga. Kondisi ini sangat memungkinkan, terlebih jika
pengidap pernah mengalami benturan yang cukup keras pada salah satu sisi telinga.
Jika kamu mengalami gangguan pendengaran yang kondisinya semakin lama semakin memburuk, artinya
kamu mengidap penyakit gangguan pendengaran jenis progresif. Gangguan telinga ini terjadi secara
bertahap, mulai dari tahap ringan hingga akut.
Salah seorang peneliti mengungkapkan kepada International Herald Tribune bahwa efek mendengarkan
pemutar musik personal secara terus menerus dalam volume yang tinggi mungkin tidak akan langsung
terasa, tapi kelak, kemampuan mendengar bisa menurun hingga menghilang. Berikut dampak negatif dari
menggunakan headset terlalu lama:
2. Infeksi Telinga
Pernahkah kamu meminjamkan earphone atau headphone ke orang lain? Ternyata meminjamkan
earphone kepada orang lain dapat menyebabkan infeksi telinga, lho. Bakteri dari telinga orang lain dapat
dengan mudah berpindah melalui earphone. Jadi, lain kali kamu meminjamkan earphone ke orang lain,
pastikan kamu membersihkannya dulu sebelum digunakan.
4. Tuli Sesaat
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang-orang yang memakai earphone atau headphone hampir
sepanjang waktu dan dalam volume yang kencang, merasakan telinga mereka mati rasa. Mereka tuli
untuk sesaat waktu, tapi kemudian kembali normal. Tuli sesaat ini bisa berbahaya dan berujung kepada
tuli permanen. Karena itu, usahakan untuk tidak menggunakan headset selama 4 jam terus menerus.
Jika telinga pernah mengalami gangguan atau menunjukkan gejala-gejala penurunan tingkat
pendengaran, segera bicarakan keadaan telinga ke dokter. Kamu bisa menghubungi dokter MPC