Pendahuluan
Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang
bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari
telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang.
Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat
mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu
tinggi terus menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak.
Jika ada kerusakan pada bagian manapun dari saluran dimana suara masuk ke sistem
pendengaran, kemampuan mendengar bisa dipertanyakan. Hanya jenis gangguan pendengaran
tertentu yang bisa ditangani dengan pengobatan atau operasi, sementara kebanyakan akan bisa
diperbaiki dengan pemakaian alat bantu dengar. Gangguan pendengaran bisa sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Faktor-faktor tertentu bisa mempengaruhi
pengaruh gangguan pendengaran pada perkembangan anak.
Seorang anak yang terlahir dengan gangguan pendengaran memiliki resiko lebih besar
untuk mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa dan wicaranya dibanding anak
yang mengalami gangguan pendengaran setelah bahasa dan wicaranya berkembang.
Tingkat gangguan juga memiliki pengaruh besar. Semakin parah gangguan pendengaran
biasanya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap perkembangan bahasa dan wicara.
Sangatlah penting bahwa gangguan pendengaran didiagnosa dan ditangani sedini mungkin
Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa kemampuan bahasa dan wicara pada anak-anak
yang mengalami gangguan pendengaran bisa berkembang seperti anak-anak yang
pendengarannya normal, jika pada mereka dipasangkan alat bantu dengar sebelum usia 6
bulan. Istilah "gangguan pendengaran" atau "kerusakan pendengaran" tidak berarti ketulian
Seseorang yang tuli adalah yang tidak bisa memproses atau ¿mendengar¿ suara dengan atau
tanpa sebuah alat bantu dengar. Karena kebanyakan gangguan pendengaran bisa diatasi secara
berhasil dengan menggunakan alat bantu dengar, gangguan pendengaran harus diistilahkan
dengan benar yaitu: gangguan pendengaran.
Lebih dari 500 juta orang di dunia menderita gangguan pendengaran. Pada tahun
2015, angka ini diramalkan meningkat menjadi 700 juta. Alasan utama dari peningkatan ini
adalah bahwa kita terekspose pada kebisingan di sekitar kita yang kian bertambah. Bukan
sekedar masalah yang dikaitkan dengan penuaan. Anggapan yang umum beredar di
masyarakat adalah bahwa gangguan pendengaran hanya terjadi pada orang-orang tua. 50%
dari penderita gangguan pendengaran berusia di bawah 65 th - dan banyak di antaranya yang
merupakan anak-anak dan orang muda. Bacalah lebih lanjut tentang bagaimana umumnya
anak-anak, orang muda dan orang dewasa yang mengalami gangguan pendengaran menjalani
hidup dan tentang bantuan yang tersedia.
Sejak awal diduga atau didiagnosa adanya gangguan pendengaran, keluarga anda
memasuki dunia informasi dan terminologi baru. Pemahaman yang jelas dan menyeluruh
mengenai gangguan pendengaran akan membantu memberikan landasan bagi penilaian dan
keputusan yang akan dilakukan. Di halaman-halaman berikut anda bisa membaca mengenai
tanda-tanda awal gangguan pendengaran, mengenai sekolah dan komunikasi, dan mengenai
bagaimana anda, sebagai orang tua seorang anak yang mengalami gangguan pendengaran,
bisa membantu anak anda berkaitan dengan masalah-masalah praktis dan emosional sekitar
gangguan pendengaran.
otosclerosis
bertambahnya usia
keturunan
penyakit
kondisi congenital
trauma akustik
Menumpuknya kotoran seperti cerumen di dalam liang telinga bisa menyebabkan gangguan
pendengaran konduktif. Kotoran harus dibersihkan oleh ahli jika diketahui menyebabkan
gangguan pendengaran. Jika tidak ada komplikasi lain, maka pendengaran biasanya kembali
normal setelah kotoran dibersihkan.
Infeksi telinga bagian tengah merupakan kelainan yang umum terjadi, terutama pada anak-
anak kecil. Infeksi akut telinga tengah sangat menyakitkan dan harus segera ditangani. Jika
tidak segera ditangani, gendang telinga bisa rusak. Gendang telinga yang sehat akan membaik
sendiri dengan menutup kerusakan tersebut dengan jaringan parut. Namun, akumulasi
jaringan parut sebagai akibat dari sering terjadinya infeksi bisa juga menyebabkan gangguan
pendengaran konduktif yang lebih sulit diatasi.
1.Congenital
Jenis gangguan pendengaran ini menyiratkan bahwa anak anda terlahir dengan gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran congenital bisa karena keturunan, yang berasal dari
sejarah keluarga yang diketahui maupun tidak diketahui. Gangguan pendengaran congenital
bisa karena sindrom genetik (mis. Sindrom Down).
Jenis gangguan pendengaran ini bisa muncul karena faktor-faktor yang mempengaruhi
kehamilan seperti alkohol, obat-obatan atau pengobatan yang dilakukan selama kehamilan,
penyakit yang diderita oleh ibu baik sebelum maupun selama kehamilan, atau komplikasi
pada saat melahirkan.
2.Trauma Akustik
Paparan ke suara keras secara terus menerus atau terpapar singkat dengan suara yang
mengejutkan bisa menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural (misalnya: petasan dan
letusan senjata api).
3.Infeksi
Kasus infeksi tertentu yang parah seperti campak, gondongan, meningitis atau batuk rejan
bisa menyebabkan berbagai tingkat gangguan pendengaran sensorineural.
Anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran seringkali belajar untuk menutupi tanda-
tanda kurangnya kemampuan mendengar dengan menjadi lebih peka terhadap tanda-tanda
informatif lain di sekitar mereka seperti perubahan cahaya saat pintu dibuka atau ditutup,
getaran di lantai, dan gerakan udara. Karena hal ini, reaksi mereka bisa kelihatan normal,
sehingga gangguan pendengaran menjadi sulit diketahui. Mengetes pendengaran bayi melalui
program screening pendengaran bagi bayi yang baru lahir adalah cara terbaik untuk
mendeteksi kerusakan pendengaran sedini mungkin. Jika screening pendengaran tidak rutin,
seringkali orang tualah yang mulai mencurigai adanya gangguan pendengaran.
Anda harus meyakini intuisi anda jika anda mencurigai anak anda memiliki kesulitan
mendengar. Jika ragu, buatlah janji untuk bertemu dengan audiologist atau konsultasikan
dengan dokter anda untuk melakukan tes pendengaran. Seorang anak tidak pernah terlalu
muda untuk dites pendengarannya, dan studi telah menunjukkan bahwa semakin awal seorang
anak diberikan alat bantu dengar, semakin baik perkembangan ketrampilan bahasanya. Tes
pendengaran merupakan sebuah tes sederhana dan tidak menyakitkan untuk mengetahui
apakah anak anda mengalami gangguan pendengaran atau tidak. Tahukan Anda...
Saat ini semakin banyak anak mengalami gangguan pendengaran. Salah satu alasan
pertumbuhan ini adalah tingkat kebisingan yang tinggi di mana anak-anak terpapar di sekolah
dan tempat-tempat penitipan anak. Sebuah penelitian seorang warga negara Denmark
mengenai gangguan pendengaran pada anak-anak menunjukkan bahwa 7% dari anak-anak
memiliki gangguan pendengaran di sekolah. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 1977,
sementara pada tahun 1997, angkanya menjadi 30%.
Diagnosa
Ada begitu banyak sumber yang ada bagi anda dan anak anda. Anda mungkin ingin
berkonsultasi dengan audiologist, dokter, atau orang tua lain atau pendidik atau anak-anak
penderita gangguan pendengaran lainnya, atau bahkan orang-orang yang didiagnosa memiliki
gangguan pendengaran sewaktu kecil. Orang-orang ini tidak hanya bisa membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan anda dan menanggapi permasalahan anda, namun pengalaman-
pengalaman mereka bisa juga membantu anda memberikan perspektif positif pada
permasalahan secara keseluruhan. Tanyakan kepada ahli perawatan pendengaran anda untuk
menginformasikan organisasi-organisasi bagi para penderita gangguan pendengaran di daerah
anda.
Tes pendengaran
Jika anda mencurigai bahwa anak anda memiliki gangguan pendengaran, atau jika ada kondisi
medis atau fisik telinga yang mengkawatirkan, tes pendengaran bisa dilakukan. Anak-anak
pada usia berapapun – bahkan yang baru lahir – bisa dites pendengarannya. Ada banyak jenis
metode tes yang ada yang dipilih menurut usia dan tingkat kedewasaan anak anda. Tes
pendengaran tidak akan menyebabkan ketidaknyamanan fisik pada anak anda.
Tes pendengaran yang umum dilakukan, di mana orang yang dites harus mengatakan apakah
dia bisa mendengar suara atau tidak, biasanya tidak berhasil untuk anak-anak karena metode
ini memerlukan respon subyektif dari anak tersebut.
Kami telah mengumpulkan daftar beberapa tes yang paling sering digunakan untuk mengetes
anak-anak.
Di beberapa negara, tes pendengaran dilakukan sebagai bagian rutin perawatan bayi. Tes ini
bisa membantu memberikan peringatan kepada orang tua mengenai kesulitan mendengar.
Audiologist yang terbiasa mengetes orang dewasa mungkin tidak memiliki peralatan penting
yang bisa digunakan untuk mengetes anak-anak secara benar. Oleh sebab itu, sebaiknya anda
pergi ke audiologist yang secara rutin melakukan pemeriksaan terhadap anak-anak.
Audiogram
Audiogram adalah gambaran grafis mengenai hasil yang diperoleh selama tes pendengaran
atau audiometri. Jika anak anda berusia lebih dari 6 bulan, hasil audiogram seharusnya dapat
tersedia bagi anda. Jika anak anda lebih muda dari 6 bulan atau jika audiogram tidak dapat
diperoleh karena anak tersebut tidak kooperatif selama pemeriksaan, seorang audiologist atau
dokter dapat mendiagnosis kelainannya bedasarkan hasil lain selain dari audiogram. Pada
kasus di atas, audiogram dapat dibuat pada saat anak anda telah berusia lebih tua atau lebih
dapat diajak bekerja sama. Mintalah selalu hasil audiogram dari audiologist anda. Hasil ini
sebaiknya tersedia jika anda ingin melihat lagi hasil tersebut di lain waktu atau jika anda ingin
membandingkan hasil tersebut dengan hasil audiogram sebelum ataupun sesudahnya.
Sumber :
1. pendengaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Pendengaran
1. DEFINISI
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi
tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging, menderu,
mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang
timbul.(Putri Amalia dalam artikel Gangguan Pendengaran ”Tinnitus”.FK Universitas Islam
Indonesia)
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun
tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu
sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di
ketahui penyebabnya.(dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga
Mendenging . Indopos Online)
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa penyebabnya anatara lain:
a) Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di bersihkan rasa berdenging akan
hilang
b) Infeksi telinga tengah dan telinga dalam
c) Gangguan darah
d) Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut merangsang saraf pendengaran
e) Penyakit meniere’s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam rumah siput meningkat,
menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus
f) Keracunan obat
g) Penggunaan obat golongan aspirin ,dsb.
3. PATOFISIOLOGI
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
-Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
-Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan
inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam
rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan
telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat
berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel
rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh
penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan
telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah
siput. Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat
berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak
bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke
otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan
mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap
bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia
telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar
89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata.
Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.
4. GEJALA
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan
mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging
yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi
sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut
nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf
pendengaran.
5. DIAGNOSIS
Tinnitus merupakan suatu gejala klinik penyakit telinga, sehingga untuk memberikan
pengobatannya perlu di tegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan penyebab, dan biasanya
memanng cukup sulit untuk di ketahui.
Untuk memastikan diagnosis perlu di tanyakan riwayat terjadinya kebisingan, perlu
pemerikasaan audio-metri nada murni (pure tone audiometry). Pada pemeriksaan nada murni
gamabaran khas berupa takik (notch) pada frekuensi 4kHz. Anamnesis merupakan hal utama
dan terpenting dalam menegakkan diagnosa tinnitus. Hal yang perlu di gali adalah seperti
kualitas dan kauantitas tinnitus, apakah ada gejala lain yangmenyertai, seperti vertigo,
gangguan pendengaran, atau gejala neurologik. Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus
secara rutin di lakukan, dan juga pemeriksaan penala, audiometri nada murni, audiometri
tutur, dan bila perlu lakkukan ENG.
6. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut:
û Hindari suara-suara yang bising, jangan terlalu sering mendengarkan suara bising(misalnya
diskotik, konser musik, walkman, loudspeaker, telpon genggam)
û Batasi pemakaian walkman, jangan mendengar dengan volume amat maksimal
û Gunakan pelindung telinga jika berada di tempat bising.
û Makanlah makanan yang sehat dan rendah garam
û Minumlah vitamin yang berguna bagi saraf untuk melakukan perbaikan, seperti
ginkogiloba, vit A dan E
û Lain-lain
7. PENGOBATAN
Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :1. Elektrofisiologik,
yaitu memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi) dengan intensitas suara yang lebih
keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinnitus masker.2. Psikologik,
yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya
tidakmembahayakan dan bisa disembuhkan, serta mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang
harus didengarnya setiap saat.3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan
yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, transquilizer, antidepresan
sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.4. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik
neuroma. Namun, sedapat mungkin tindakan ini menjadi pilihan terakhir, apabila gangguan
denging yang diderita benar-benar parah.
(http://www.radarlampung.co.id/edisi_minggu/keluarga/denging,_efek_listrik_tubuh.radar)
Pasien juga di berikan obat penenang atau obat tidur, untuk membantu memenuhi kebutuhan
istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya sangat terganggu oleh tinnitus itu sendiri,
sehingga perlu di tangani, juga perlu di jelaskan bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi,
sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut, karena penggunaan
obat penenang juga tidak terlalu baik dan hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.
Intervensi:
- Kaji tingkat kesulitan tidur
- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn,E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku
kedokteran. EGC.1999.
OTITIS MEDIA KRONIK
I. Pengertian
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering
adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang
dewasa (Soepardi, 1998). Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai
mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani.
A Streptococcus.
A Stapilococcus.
A Diplococcus pneumonie.
A Hemopilus influens.
I. Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan
a) Perforasi sentral
b) Mukosa menebal
b) Terdapat kolesteatom
II. Penyulitan
3. Komplikasi intrakranial :
- Meningitis
- Abses ekstradural
- Abses otak
III. Terapi
- Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 –
300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
- Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
- Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
2. Tipe degeneratif :
- Atikoantrotomi (5.203)
- Timpanoplastik (5.195).
Abses retroaurikuler
1. Insisi abses
2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 –
500mg oral / sup / hari.
3. Rehabilitasi.
Labiringitis
1. Tes fistel
2. Mastoidektomi urgen.
Meningitis
2. Antibiotik:
Absese ekstradural
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Pengumpulan data
1. Riwayat
a) Identitas Pasien
d) Riwayat alergi.
e) OMA berkurang.
2. Pengkajian Fisik
a) Nyeri telinga
c) Suhu Meningkat
d) Malaise
e) Nausea Vomiting
f) Vertigo
g) Ortore
3. Pengkajian Psikososial
b) Aktifitas terbatas
4. Pemeriksaan Laboratorium.
5. pemeriksaan Diagnostik
6. Pemeriksaan pendengaran
b) Tes garputala
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Atur posisi
Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal mastoidectomi
karena gangguan telinga dalam. Berikan tindakan pengamanan.
Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa karena perlukaan (injuri) saraf
wajah.
H.E
Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinu sesuai
aturan
Tekankan hal – hal yang penting yang perlu di follow up,evaluasi pendengaran
Terapi medik
Pengeluaran debris dan drainase pus untuk melindungi jaringan dari kerusakan :
miringotomy
Interfensi bedah
Indikasi jika terjadi nyeri, vertigo,paralise wajah, kaku kuduk, (gejala awal meningitis
atau obses otak)
Tipe prosedur
Radical mastoiddectomi
Posteronterior mastoiddectomi
DAFTAR PUSTAKA
Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd
Edition : WB Sauders.
Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan
Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN
GLUKOMA
A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian
tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.
(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler.( Long Barbara, 1996)
B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya
kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor
aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf
optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan
peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan
dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris
terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous
mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri
mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan
dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip
dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total
akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea
terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol
retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang
meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik
mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata
lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau
lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam
lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema,
luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan
suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang
kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah ,
kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi
radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan
keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus
manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata
sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka
panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara
lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai
keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak
karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan.
Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan
bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang
menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma
busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang.
Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata
dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-
sedikit.
D. PATHWAY GLAUKOMA
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)
c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan
bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang
gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma
akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena),
ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus
humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d
kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai
dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang
harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan,
mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju
ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA
5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan
Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998