KOMDA PGPKT
Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran &
Ketulian
“Hearing Care for All”
1
1. JUDUL KEGIATAN
Pandemi Corona virus disease 19 (Covid 19) telah melanda seluruh dunia.
Indonesia termasuk Negara dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi di
Asia Tenggara. Pandemi covid 19 ini telah melumpuhkan tidak hanya sektor
kesehatan namun seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat saat ini,
pelaksanaan kegiatan dilakukan secara daring/ ”work from home”. Keuntungan
pengurangan kontak dan risiko terpapar covid 19 menjadi keuntungan utama model
pembelajaran ini untuk masyarakat saat ini. Namun beberapa risiko gangguan
kesehatan pun dapat terjadi, seperti kelelahan pada mata serta paparan bising dari
speaker maupun headset/earphone.
Gangguan pendengaran pada masyarakat dewasa dan anak perlu dideteksi
sedini mungkin mengingat pentingnya peranan fungsi pendengaran dalam proses
komunikasi dan perkembangan bicara. Keterlambatan dalam diagnosis berarti pula
terdapat keterlambatan untuk memulai intervensi dan akan membawa dampak serius
dalam perkembangan selanjutnya. Pada bayi baru lahir dengan menemukan
gangguan pendengaran sedini mungkin sehingga dapat dilakukan habilitasi segera,
menggunakan pemeriksaan elektrofisiologik yang bersifat obyektif, praktis, otomatis
dan non invasif. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dapat dilakukan
dengan cara mengamati reaksi anak terhadap suara atau tes fungsi pendengaran
dengan metode dan peralatan yang sederhana. Tes pendengaran pada anak tidak bisa
ditunda hanya dengan alasan usia anak belum memungkinkan untuk dilakukan tes
pendengaran. Tes pendengaran secara obyektif dibidang audiologi dengan peralatan
elektrofisiologik sudah banyak dikembangkan di beberapa Rumah Sakit seperti
ABR, ASSR, elektroakustik imitans dan OAE yang sangat berharga dalam
diagnostik fungsi pendengaran secara dini tidak tergantung usia.
Kegiatan webinar ini mengangkat judul “Hearing Safety During Work from
Home in Pandemic Covid 19 Era”.
2. ANALISIS SITUASI
Gangguan pendengaran menjadi suatu permasalahan global dan dapat terjadi
pada setiap tingkatan dalam hidup manusia. Penyebab dari gangguan pendengaran
sendiri dapat dibagi atas penyebab kongenital dan didapat. Menurut data WHO
(World Health Organization) diketahui bahwa 15% dari populasi dunia menderita
2
gangguan pendengaran, 91% di antaranya adalah populasi dewasa, dimana laki-laki
mendominasi kasus tersebut, yaitu 56% berbanding 44%. Enam puluh persen
gangguan pendengaran yang terjadi pada anak didasari oleh penyebab yang dapat
dicegah. Daerah yang paling banyak ditemukan kasus dengan gangguan pendengaran
adalah Asia Selatan (27%), diikuti dengan Asia Timur (22%) dan Asia Pasifik
(10%), sementara di benua Amerika, Afrika, Eropa, serta Asia Tengah angka
kejadian gangguan pendengaran adalah sekitar 9%. Prevalensi juga didapatkan
meningkat seiring dengan peningkatan usia, yaitu 1.7% pada anak-anak di bawah 15
tahun, kemudian meningkat menjadi 7% pada usia 16-65 tahun, serta hampir
mencapai 50% pada usia lebih dari 65 tahun. Dari seluruh kasus gangguan
pendengaran, yang paling banyak ditemukan terjadi adalah derajat ringan. Di
Indonesia sendiri gangguan pendengaran didapatkan pada 4.2% populasi, dimana
penyebab paling sering adalah karena adanya impaksi serumen (18.7%) dan
presbiakusis (10.3%). Penyebab lainnya adalah infeksi telinga tengah (5.4%), trauma
membran timpani (0.6%), maupun kongenital (0.2%).
Dalam rangka menanggulangi kasus gangguan pendengaran yang terjadi
secara luas, di Asia Tenggara secara khususnya, maka WHO mencanangkan program
“Sound Hearing 2030” pada Oktober 2005 dimana dijalankan oleh South East Asia
Forum for Sound Hearing dengan Indonesia sebagai salah satu anggotanya.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia kemudian membentuk badan yang
bertugas membantu kelancaran program tersebut, yang dikenal dengan Komite
Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas PGPKT)
pada 14 Desember 2007. Badan ini memiliki program utama berupa pembentukan
komite serupa tingkat daerah, integrasi program PGPKT di Puskesmas, memberikan
pelatihan pada kalangan medis dan paramedis untuk dapat mendeteksi gangguan
pendengaran sedini mungkin, serta peningkatan upaya vaksinasi Rubella untuk
mencegah terjadinya ketulian kongenital. Sementara program khususnya mencakup
Indonesia BBT (skrining dan Baksos Bersih Telinga), Helping Hands on Ear Micro
Surgery, Bright Future for Deaf Babies, Save Vocational Students from NIHL, Hear
Well & Life Happy for the Elderly, Kabupaten Telinga Sehat, dan distribusi ABD
(Alat Bantu Dengar). Tujuan dari program tersebut semata-mata mengacu pada
tujuan “Sound Hearing 2030”, yaitu eliminasi dari penyebab gangguan pendengaran
3
yang dapat dicegah serta menurunkan prevalensinya sampai 50% pada tahun 2015,
dan 90% pada tahun 2030.
Angka kejadian gangguan pendengaran di wilayah Asia Tenggara yaitu
Negara Indonesia 4,2 %, Bangladesh 9%, India 6%, Maldive 6%, Myanmar 8%,
Nepal 16,6%, Sri Lanka 9% dan Thailand 13,3%.
4
4. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Tabel 1. Kerangka Pemecahan Masalah
Era pandemi
covid 19
5. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Anatomi Telinga
5.1.1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan KAE dan dipisahkan dari telinga tengah
oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu pengumpulan
gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian
tengah melalui KAE. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi
temporo-mandibular. KAE panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga luar
merupakan tulang rawan dengan lapisan epitel kulit dan submukosa yang
5
mengandung kelenjar apokrin, sebasea, pembuluh darah, dan sel-sel rambut yang
berfungsi untuk menghasilkan serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan
memberikan perlindungan bagi kulit. Sedangkan dua pertiga medial tersusun atas
tulang yang dilapisi kulit tipis yang melekat pada periosteum. KAE berakhir pada
membrana timpani.
6
Gambar 3. Anatomi Telinga Tengah1,4
7
saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan
sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung
datar yang dikenal sebagai membrana tektoria.
9
7. KHALAYAK SASARAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat pada semua usia di Kota
Palembang. Masyarakat pada zaman sekarang rentan mengalami gangguan
pendengaran diakibatkan karena pola gaya hidup zaman sekarang yang berubah
menjadi sedentary life seperti mendengar musik dengan head set, bermain game
dengan suara yang kencang.
8. METODE KEGIATAN
Penyuluhan
Penyuluhan diberikan untuk memberi gambaran mengenai kesehatan
telinga dan gangguan pendengaran serta pencegahannya melalui kegiatan webinar,
dengan target peserta 250-300 peserta.
Materi
Gangguan pendengaran pada pemahaman masyarakat kota Palembang dan
Sumatera Selatan
9. RANCANGAN EVALUASI
Kegiatan webinar ini akan dilakukan evaluasi menilai pemahaman
masyarakat kota Palembang dan Sumatera Selatan tentang materi webinar serta
penerapan sehar-hari di rumah sebelum webinar serta rencana penerapan setelah
webinar.
10
11. ORGANISASI PELAKSANA
11
dr. Veni Rosita Dewi
dr. M Fahreza Saputra
Sie Acara : dr. Ropi A, Sp.T.H.T.K.L.
dr. Apriyanza Akbar, Sp.T.H.T.K.L.
dr. Nyayu Syarah Agustina
dr. Priscilla Ralahayu
dr. Rian Hasni
dr. Nilam Kusuma Anggraeni
dr. Rama Mandela
dr. Resti Ramdani
Sie. Dana : dr. Ronaldi, Sp.T.H.T.K.L.
dr. Depi Jupri, Sp.T.H.T.K.L.
dr. Ki. Agus.Dedy, Sp.T.H.T.K.L
dr. Meilina, Sp.T.H.T.K.L.
dr. Dewi Sinaga, Sp.T.H.T.K.L.
dr. Friska Meutia Lubis
dr. Fani Paulina
dr. Riezki Indrina Pratiwi
12
PENUTUP
Demikian proposal ini dibuat dengan harapan pihak-pihak terkait dapat
membantu kegiatan ini dan dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
13