Anda di halaman 1dari 30

Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

ANAMNESIS KELUHAN DAN PEMERIKSAAN THT


dr. Nur Qomariah, M.Kes, Sp.THT
dr. H. M. Bakhriansyah, M.Kes, M.Med.Ed

Nyeri Telinga
Pendahuluan
Nyeri telinga merupakan keluhan yang sering ditemukan pada pelayanan praktek primer,
baik untuk anak maupun dewasa. Pada sampel random dari 411 orang di Finlandia, 7,5% laki-
laki dan 23,4% perempuan pernah mengalami nyeri telinga yang tidak berhubungan dengan
infeksi telinga dalam 6 bulan. Penyebab nyeri telinga mungkin dapat berasal dari telinga, di
sekitar telinga atau nyeri hantar dari tempat lain. Pada sebagian besar kasus, anamnesis yang
tepat mempersempit kemungkinan factor penyebab. Pemeriksaan fisik sangat penting.
Sebagian besar penyebab nyeri telinga local menghasilkan temuan fisik yang spesifik,
sedangkan pemeriksaan telinga dan struktur langsung di sekitarnya pada umumnya normal
pada kasus nyeri hantar.
Sebagian besar kasus, penyebab nyeri telinga dapat dilokasisakan dan terbagi dalam
masalah telinga luar dan masalah telinga dalam. Masalah telinga luar berlokasi di luar membran
timfani. Masalah ini bisa berupa otitis eksterna, benda asing di liang telinga, serumen dan
mastoiditis. Kadang-kadang, furunkel dapat menyebabkan nyeri telinga. Masalah telinga dalam
terletak pada membran timfani atau lebih dalam. Masalah ini termasuk otitis media akut -
penyebab utama nyeri telinga -, disfungsi tuba eustachii. Cedera membrane timfani, yang dapat
terjadi akibat barotraumas atau cedera langsung pada telinga juga dapat menyebabkan nyeri
telinga.
Nyeri telinga dapat berasal dari tempat yang jauh. Pada beberapa kasus, nyeri yang
menjalar ke telinga berasal dari saraf. Persarafan sensoris telinga adalah hal yang kompleks,
melibatkan saraf vagus, glosofaringeus, trigeminus, fasialis, dan komponen akar saraf sensoris
servikal (C2 dan C3). Hal ini menyebabkan berbagai kondisi dapat menyebabkan nyeri yang
menjalar ke telinga termasuk disfungsi sendi temporo-madibular, proses pada gigi, gangguan
saraf cranial, dan penyakit di dasar lidah, laring atau hipofaring.

Anamnesis
 Seperti biasa, pendekatan awal harus open-ended. Biarkan pasien atau orangtua
menceritakan keluhannya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

 Dengan anak-anak, orang tua atau perawatnya dapat menjadi sumber anamnesis. Tanyakan
mengapa dia yakin bahwa anak tersebut mengalami nyeri telinga.
 Pastikan lama nyeri telinga, gejala yang berhubungan dan factor pencetus karena berbagai
penyebab nyeri telinga sering dapat dibedakan dari 3 faktor ini.
Penting untuk membedakan nyeri telinga akut dan sub akut dari nyeri telinga kronis.
Secara umum, pasien dengan nyeri hantar mengeluhkan nyeri selama berbulan-bulan atau
tahunan. Pengecualian untuk nyeri hantar dari abses molar 3, yang memiliki onset akut.
Karena beberapa penyebab umum nyeri telinga adalah infeksi, pertimbangkan infeksi
pada awal anamnesis. Adanya demam mempersempit kemungkinan diagnosis. Adanya gejala
lain dari infeksi saluran napas atas (seperti nyeri tenggorokan, kongesti hidung, atau batuk)
mengindikasikan otitis media atau otitis serous. Alergi musiman dapat menjadi faktor
predisposisi pada otitis serous dan otitis media yang membahayakan fungsi tuba eustachii.
Umur pasien adalah pertimbangan yang penting dalam menentukan kemungkinan
penyebab paling mungkin dari nyeri telinga. Otitis media akut sampai saat ini merupakan
penyebab utama nyeri telinga pada anak tetapi jarang ditemukan pada orang dewasa. Nyeri
hantaran sangat jarang pada anak, tetapi relatif sering pada orang dewasa dan meningkat sesuai
dengan usia.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Kehilangan Pendengaran
Pendahuluan
Kehilangan pendengaran merupakan kondisi kronis paling sering ketiga pada orang
Amerika usia tua setelah hipertensi dan arthritis. Prevalensinya meningkat sesuai dengan usia;
antara 25% dan 40% pasien berusia lebih dari 65 tahun terkena. Penyebab utama kehilangan
pendengaran - presbikusis dan kehilangan pendengaran akibat bising – jarang dilaporkan,
jarang terdiagnosis dan jarang diterapi. Penyebab kehilangan pendengaran ini, jarang dikenali,

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

dapat menyebabkan penurunan fungsi, isolasi social, dan depresi.


Pendekatan pada kehilangan pendengaran melibatkan 2 langkah kunci. Pertama,
menentukan adanya kehilangan pendengaran dan keparahannya menggunakan kuisioner.
Kedua, memfokuskan pada gejala yang membahayakan dan menentukan etiologi melalui
serangkaian pertanyaan spesifik.
Kehilangan pendengaran dikategorikan menjadi 2 tipe utama: konduktif dan
sensorineural. Sebagian besar pasien dewasa dengan kehilangan pendengaran di AS
mengalami tuli neurosensoris (>90% kasus). Presbikusis sejauh ini merupakan penyebab utama
tuli neurosensoris, diikuti dengan tuli akibat kebisingan. Tuli konduktif terjadi pada <10%
kasus ketulian. Penyebab utama tuli konduktif adalah serumen, otoskelorosis, kolesteatoma,
dan perforasi membrane timfani akibat otitis media kronis.

Anamnesis
 Pertama, mintalah pasien untuk mendeskripsikan tentang tuli yang dia alami.
 Kuisioner The Hearing Handicap Inventory for The Elderly Screening(HHIE-S)
merupakan alat standar untuk mengkonfirmasi dan mengetahui tingkat ketulian.
Diperlukan 2-5 menit untuk mengisi dan divalidasi dengan menggunakan audiometri.
Gunakan kuisioner ini dan nilai total mengindikasikan tingkat keparahan ketulian.
 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pertanyaan global: “apakah anda mengalami
gangguan pendengaran?” mungkin lebih efektif dari HHIE-S dalam mengidentifikasi
ketulian pada orang tua.
 Sebelum menanyakan pertanyaan khusus, lihat kembali latar belakang pasien, yang
memungkinkan factor predisposisi tipe tertentu dari ketulian, seperti: umur, jenis kelamin,
dan factor lain (riwayat penyakit dahulu, pengobatan, riwayat keluarga, riwayat social dan
factor risiko presbikusis).

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

HEARING HANDICAP IN THE ELDERLY SCREENING QUESTIONNAIRE (HHIE-S)

No Gejala Ya Tidak Kadang-


kadang
1 Apakah masalah pendengaran menyebabkan anda 4 0 2
malu bertemu dengan orang baru?
2 Apakah masalah pendengaran menyebabkan anda 4 0 2
merasa frustasi ketika berbicara dengan anggota
keluarga?
3 Apakah anda mengalami kesulitan jika seseorang 4 0 2
berbisik?
4 Apakah anda merasa cacat dengan masalah 4 0 2
pendengaran anda?
5 Apakah masalah pendengaran menyebabkan kesulitan 4 0 2
ketika anda mengunjungi teman, saudara atau
tetangga?
6 Apakah masalah pendengaran menyebabkan anda 4 0 2
lebih jarang dari yang anda inginkan?
7 Apakah masalah pendengaran menyebabkan anda 4 0 2
berselisih pendapat dengan anggota keluarga?
8 Apakah masalah pendengaran menyebabkan anda 4 0 2
sulit untuk mendengarkan TV atau radio?
9 Apakah anda merasa bahwa pendengaran anda 4 0 2
membatasi kehidupan pribadi dan social anda?
10 Apakah masalah pendengaran menyebabkan kesulitan 4 0 2
ketika di restoran bersama keluarga atau teman?

Angka 0-8 : tidak ada kecacatan


Angka 10-24 : cacat ringan – sedang
Angka 26-40 : cacat berat

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Tinnitus
Pendahuluan
Tinnitus adalah gejala yang umum ditemukan di pelayanan kesehatan, dengan
heterogenitas yang besar dalam hal kondisi, tingkat keparahan, dan etiologi. Tinnitus
dilaporkan oleh pasien sebagai berdering, berdengung, bersuit, berdenyut, bergumam, atau
bunyi pluit. Tinnitus dapat menyebabkan insomnia; kesulitan mendengar, kecemasan,
gangguan, frustasi, dan merasakan tidak adekuat, kecemasan social, atau kehilangan control.
Hanya 4-8% pasien dengan tinnitus melaporkan tinnitus sedang-berat yang mempengaruhi
kehidupan harian mereka.
Persepsi tinnitus sangat umum terjadi pada semua kelompok umur. Secara keseluruhan,
9% populasi di AS melaporkan tinnitus yang meningkat sesuai dengan usia. Tinnitus dan
ketulian berhubungan erat, meskipun ketulian 2-3 kali lebih banyak daripada tinnitus. Tinnitus
sangat berhubungan dengan depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian lainnya. Tetapi,
masih belum jelas apakah depresi merupakan reaksi terhadap kecacatan yang berhubungan
dengan tinittus, atau jika depresi membuat persepsi terhadap tinnitus menjadi makin buruk.
Persepsi tinnitus pada pasien berubah oleh suara, tingkat stress, dan tingkat bising.
Kerusakan system pendengaran konduktif dapat menyebabkan tinnitus bilateral jika
penyebabnya adalah lingkungan (paparan terhadap bising yang lama) atau sistemik (obat yang
merusak rambut kohlear). Biasanya, penyebab ini berhubungan dengan ketulian. Tinnitus
unilateral dengan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan membran timfani, infeksi telinga
unilateral berulang, kerusakan tulang pendengaran, atau trauma. Tuba eustaschii mencembung
menyebabkan tinnitus tiup, karena membran timfani bergerak saat siklus respirasi.
Beberapa gangguan kohlear berhubungan dengan tinnitus, seperti Meniere disease dan
labirintitis post infeksi kohlear. Selain itu, beberapa obat dapat merusak stereosilia kohlear.
Kerusakan stereosilia kohlear dapat bersifat revesibel. Emisi otoakustik spontan kohlea dapat
didengar dengan menempatkan mikrofon kecil pada saluran telinga pasien.
Semakin dekat fokal patologi ke telinga, semakin besar kemungkinan tinnitus terjadi
unilateral. Sebagai contoh; tumor yang tumbuh dari myelin saraf cranial 8 menyebabkan
tinnitus unilateral dan ketulian neurosensoris progerif. Lesi myelin atau akson otak dapat
menyebabkan tinnitus bilateral, ketika jalur auditorius bergabung dengan korteks, kondisi ini
sering ditemukan dengan deficit neurologis lainnya.
Setelah trauma kepala atau infeksi saraf pusat, tinnitus dapat terjadi karena sensitivitas
sesudah reorganisasi korteks. Normalnya, manusia menjadi terbiasa dengan kebisingan melalui
mekanisme umpan balik sentral negative; sehingga disinhibisi auditori dapat menyebabkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020
Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

tinnitus bilateral sentral. Tinnitus sesudah paparan bising dapat menyebabkan dukungan pada
emosi negative (takut, cemas dan tegang), memicu system limbic dan saraf otonom,
menyebabkan episode takut berulang. Akhirnya, kadar serotonin yang rendah dapat berperan
pada tinnitus dan depresi.

Anamnesis
 Pertanyaan awal harus pertanyaan terbuka
 Biarkan pasien atau (orangtua) bercerita
 Selama anamnesis, tentukan apakah tinnitus bilateral atau unilateral, berdenyut atau tidak.
Tentukan apakah pasien mengalami ketulian. Pada riwayat pengobatan, ingatlah bahwa
baik kecemasan maupun depresi telah berhubungan dengan tinnitus persepsi. Tanyakan
riwayat infeksi telinga kini atau masa anak. Tentukan kondisi yang berhubungan seperti
aterosklerosis. Apakah pasien hamil? Jika mungkin, minta pasien untuk membawa seluruh
obat yang dikonsumsi termasuk obat yang dibeli bebas dan obat tradisional. Pada riwayat
social, tentukan hobby pasien, music yang disenangi, dan pekerjaan. Tentukan tingkat,
kekerasan dan tingkat kronisitas paparan terhadap bising dan apakah pasien menggunakan
alat pelindung telinga. Pada anamnesis kerja, tentukan apakah pasien terpapar terhadap
bahan kimia ototoksik. Kadang-kadang, riwayat keluarga dapat menunjukkan otosklerosis
atau sindrom neurofibromatos.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Nyeri Tenggorokan
Pendahuluan
Nyeri tenggorokan merupakan alas an ke enam tersering untuk mencari perawatan oleh
pasien rawat jalan tahun 2000, 2,1% dari seluruh pasien rawat jalan di AS. Meski istilah nyeri
tenggorokan dihubungkan dengan faringitis, nyeri tenggorokan sering disebabkan oleh sebab
lain. Sebagian besar kasus adalah jinak dan dapat sembuh sendiri, tetapi nyeri tenggorokan
dapat menunjukkan gejala dari kondisi yang dapat mengancam jiwa dan berbahaya.
Identifikasi dan pengobatan faringitis akut oleh streptococcus B hemoliticus group A
(GAS) mencegah gejala sisa supuratif yang jarang (abses peritonsiler, infeksi parafaring, abses
retrofaring, otitis media, sinusistis dan mastoiditis), mengurangi transmisi infeksi ini, dan
memperpendek waktu sakit 1-2 hari. Tetapi, meski tanpa antibiotic, sebagian besar kasus
faringitis GAS dapat sembuh setelah 7-10 hari. Faringitis GAS dapat menyebabkan demam
rematik akut (ARF) dan antibiotic telah terbukti menurunkan risiko ini. Glomerulonefritis
paska streptococcus adalah komplikasi yang sangat jarang akibat faringitis GAS, tetapi
antibiotic belum terbukti menurunkan insidensi ini.
Gejala klasik faringitis GAS adalah onset mendadak nyeri tenggorokan, odinofagi,
demam >1010F, nyeri abdomen, nyeri kepala, mual dan muntah. Batuk, rinorrhoea, dan diare
tidak ditemukan. Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah faring eritem dengan
eksudat, petike pada palatum, dan adenopati servikal. Sayangnya, ada manifestasi klinis yang
tumpang tindih antara faringitis GAS dan non streptococcus.
Diagnosis banding untuk nyeri tenggorokan sangat banyak. Prevalensi untuk semua
kasus belum diketahui dengan baik. Sebagian besar kasus faringitis non GAS bersifat jinak,
tetapi ada pengecualian yang sering dilupakan. Dokter harus memperhatikan bahwa gejalanya
kompleks. Komplikasi infeksi orofaring supuratif berat dapat memunculkan gejala nyeri
tenggorokan. Biasanya ada riwayat infeksi mulut dan faringitis. Infeksi ini biasanya dapat
menyebar ke ruang peritonsil, ruang parafaring, ruang sub mandibula dan ruang retrofaring.
Penyebab nyeri tenggorokan non infeksi adalah iritasi asam pada faring dan laring karena
penyakit refluk gastroesofaeal, post nasal drip (karena sinusitis atau rhinitis alergi) dan
keganasan leher dan kepala. 15-50% pasien mengeluh nyeri tenggorokan paska operasi.

Anamnesis
 Gunakan pertanyaan terbuka untuk menentukan gejala dan kronologis penyakit

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

 Jika pasien mengeluhkan demam, rinorrhoe, adenopati, malaise, mialgia atau sakit kepala,
pikirkan kemungkinan infeksi. Arahkan pertanyaan kita untuk menentukan penyebab
infeksi spesifik dan keparahan penyakit:
 Tanyakan tentang gejala yang mengancam (contoh trismus, hipersalivasi, dan napas
pendek)
 Tanyakan tentang riwayat hubungan seks untuk menentukan apakah pasien memiliki
risiko terkena penyakit akibat seks (herpes, go, sifilis, HIV akut)
 Lakukan pemeriksaan sistemik untuk mendeteksi gejala lain yang mungkin
berhubungan dengan penyakit sistemik yang menyerupai penyakit infeksi.
 Selalu tanyakan riwayat pengobatan di masa lampau, dan riwayat social termasuk
penggunaan obat, tembakau, dan bahan lainnya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

DAFTAR TILIK
ANAMNESIS GANGGUAN DAN PENYAKIT THT
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Aspek komunikasi
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
Aspek anamnesis
1 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan
2 Menanyakan keluhan utama pasien (nyeri telinga, penurunan
pendengaran, tinnitus dan nyeri tenggorokan)
3 Nyeri telinga:
 Apakah bersifat akut atau kronis?
 Apakah ada demam, ISPA dan anak menarik telinga?
 Apakah nyeri :
o Nyerinya hebat? Akibat penjalaran?
o Apakah ada nyeri pada sendi rahang?
o Apakah disertai bengkak di belakang telinga?
 Apakah keluar cairan?
 Apakah ada riwayat trauma?
 Apakah ada tanda yang membahayakan (penurunan berat badan,
cairan telinga yang menetap, kaku rahang)?
4 Penurunan pendengaran:
 Apakah bersifat mendadak atau perlahan-lahan?
 Apakah satu atau dua sisi?
 Apakah disertai demam?
 Apakah ada riwayat trauma?
5 Tinnitus:

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

 Apakah berdenyut atau tidak?


 Apakah satu atau kedua sisi?
 Apakah menetap atau temporer?
 Apakah ada gangguan saraf otak?
 Apakah ada tanda-tanda infeksi telinga?
 Apakah disertai dengan penurunan pendengaran? Berlanjut atau
menetap?
6 Nyeri tenggorokan:
 Apakah ada tanda-tanda infeksi faring?
 Apakah aktif secara seksual?
7 Menggali riwayat penyakit/pengobatan:
 Ada tidaknya penyakit sistemik (diabetes, hipertensi, dll)
 Ada tidaknya penggunaan obat topikal dan sistemik
8 Membuat resume anamnesis

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang benar
2 = dilakukan dengan benar

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN THT


dr. Nur Qomariah, M.Kes, Sp.THT
dr. H. M. Bakhriansyah, M.Kes, M.Med.Ed

TELINGA
A. INSPEKSI TELINGA LUAR (AURIKULA ATAU PINNA)
Kedua telinga harus simetris dalam hal kesejajarannya pada kepala dan ukuran serta
bentuknya. Perhatikan telinga sebagai salah satu pasangan dan kemudian periksa setiap telinga
secara tersendiri lihat gambar 1 (untuk terminologi anatomis dan hubungan normalnya).
Telinga luar sebagian besar tersusun dari tulang rawan yang tertutup dengan kulit dan
merupakan struktur yang setengah kaku. Lobus telinga bebas dari tulang rawan dan dibuat dari
jaringan penyambung lunak dan kulit. Amati adanya pembengkakan, kemerahan, atau lesi
kulit. Lihat dengan cermat di belakang tiap aurikula adanya retakan, eritema atau ekskoriasi.
Penampilan telinga luar (aurikula/ pinna)sangat bervariasi

Gambar 44. Anatomi Telinga luar

Sedikit tidak simetris merupakan hal yang biasa. Sejumlah malformasi kongenital tidak
mempunyai arti dalam fungsi. Hal ini meliputi pinna yang sangat kecil (makrotia), protrusi
kedua pinna pada sudut kanan kepala, dan variasi-variasi dalam bentuk dari masing-masing
bagian-bagian telinga luar. Normalnya, manipulasi pada pinna tidak normal.
Pendengaran secara normal sama pada kedua telinga. Dengan melengkapi riwayat
medis, pemeriksa harus mempunyai perasaan yang baik tentang ketajaman pendengaran
pasien, baik dari diskusi langsung tentang persoalan dan dari pengamatan yang dibuat selama
riwayat. Jika dari pertanyaan tentang ketajaman pendengaran, pemeriksaan secara kasar dapat
menyokong adanya kehilangan pendengaran; tugas kemudian berubah utnuk menentukan
apakah kehilangan pendengaran ini bilateral atau unilateral dan apakah ini berhubungan dengan
kerusakan saraf disfungsi osikel, atau penyakit pada telinga tengah. Ingat bahwa beberapa

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

penurunan pendengaran biasanya ditemukan akibat penuaan; keadaan ini menjadi lebih dari
suatu variasi yang normal bila mengganggu fungsi pasien. Gangguan pendengaran pada orang
dewasa sehat yang paling sering adalah disebabkan oleh akumulasi serumen (lilin) dalam
saluran telinga. Variasi yang normal ini dengan mudah ditemukan dan diperbaiki selagi
pemeriksaan otoskopik dimulai.

B. PALPASI TELINGA LUAR (AURIKULA ATAU PINNA)


Palpasi tiap aurikula untuk mengetahui adanya nyeri tekan, nodul, atau perasaan tidak
enak pada manipulasi. Rasakan daerah di belakang dan bawah aurikula untuk nodul
subkutaneus, kesan akan adanya pembesaran limfonodus.

C. PEMERIKSAAN OTOSKOPIK
C.1 Saluran Telinga
Saluran telinga merupakan perluasan kedalam dari pinna, kurang lebih 2,5 cm
panjangnya. Saluran ini berakhir sebagai jalan buntu yang diblok oleh membran timpani.
Inspeksi awal dengan penarikan pinna ke atas dan ke belakang serta ujung spekulum otoskop
tepat pada pinggir saluran akan menampakkan lapisan halus saluran yang normal berwarna
merah muda. Ketajaman sudut pada saluran telinga bervariasi menurut individu, dan jadi
jumlah “tarikan” pinna dan manipulasi-spekulum (selalu di bawah pengawasan langsung)
akan bervariasi. Tidak ada bagian dari pemeriksaan ini yang nyeri. Jika nyeri, berarti tekniknya
tidak benar, spekulum yang digunakan terlalu besar, atau kondisi patologik. Jika pandangan
saluran dihambat oleh serumen yang sangat lunak dan cair, serumen itu dapat dikeluarkan
dengan halus dengan memakai ujung kapas lidi. Jika serumen masih tidak dapat dikeluarkan
dengan cara seperti itu dan masih menghalangi pandangan saluran dan atau membran timpani,
prosedur sebagai berikut dapat diindikasikan: (a) pengeluaran serumen yang mengental dengan
spatula telinga; atau (b) perlunakan serumen dengan zat kimia dengan produk seperti Debrox
dan sesudahnya irigasi air hangat dengan semprit. Tidak ada dari prosedur ini untuk dilakukan
oleh pemeriksa yang tidak berpengalaman tanpa supervisi langsung dari seorang yang
berpengetahuan banyak tentang metode-metode ini, kontraindikasi potensial untuk
penggunaannya, serta komplikasi-komplikasinya.
Sebuah spekulum otik ditempatkan dimuka otoskop. Pasien diperingatkan bahwa pada
pemeriksaan ini diperlukan penginserasian spekulum dan diminta untuk memberitahukan jika
merasa tidak enak (Gambar 2). Pemeriksaan liang telinga pada orang dewasa mulai dengan
memegang heliks aurikula dan menariknya ke arah belakang atas. Kedua pergerakan ini
Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020
Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

menurunkan lengkungan liang telinga luar untuk memudahkan pemasukan spekulum otik dan
memberikan petunjuk terhadap adanya nyeri tekan yang menunjukkan adanya peradangan
saluran telinga. Dengan aurikula yang cukup teregang, spekulum dimasukkan, dibawah
pengamatan yang langsung dan tetap, melalui apertura ke dalam liang telinga (Gambar 3).
untuk mengadakan gerakan sekeliling struktur lunak saluran anterior, spekulum pada awalnya
diarahkan 10 derajat posterior terhadap bidang koronal dan digeser sebagaimana ditunjukkan
oleh angulasi saluran sampai membran timpani (gendang telinga) terlihat (Gambar 4).
Selagi saluran telinga dilewati, diinspeksi adanya sisik, eritema, titik perdarahan, atau
sekret. Serumen setiap saat dapat sebagian atau seluruhnya menghalangi pandangan terhadap
saluran atau membran timpani.

Gambar 44. Posisi otoskop pada inspeksi telinga; perhatikan traksi keatas dan kebawah, pada
aurikula untuk memudahkan insersi spekulum kedalam liang telinga luar

Gambar 45. Gambaran skematik potongan coronal telinga kanan

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

C.2 Membran Timpani


Membran timpani yang normal berkilau, berwarna abu-merah muda, dan condong ke
arah anterior dan inferior. Tembus cahaya sedemikian sehingga beberapa osikel telinga tengah
dapat terlihat, khususnya maleus sementara maleus menekan membran timpani dari belakang
membran. Pembuluh jarang dapat terlihat pada permukaan membran, dan jika terlihat jelas
biasanya menunjukkan adanya proses peradangan. Membran timpani harus sepenuhnya tidak
perforasi. Konturnya kerucut minimal, dengan sedikit cekung pada umbo. Kadang-kadang,
terdapat jaringan parut putih, biasanya akibat perforasi pada masa anak-anak karena ruptur
spontan atau insisi pembedahan selama menderita otitis media. Membran timpani secara
normal bergerak dengan bebas pada insuflasi udara lembut melalui alat berbentuk bulat (seperti
bulbus). Indikasi untuk pemeriksaan gerakan membran timpani terbatas pada orang dewasa dan
mungkin harus dilakukan oleh seorang ahli dalam bidangnya untuk menilai penyakit telinga
tengah yang dicurigai atau tuli konduktif yang tidak dapat dijelaskan.
Inspeksi membran timpani yang baik membutuhkan inserasi spekulum yang penuh dan
tanpa rasa nyeri, juga adanya kesadaran akan petunjuk-petunjuk yang harus dicari. Membran
timpani normal translusen terletak secara oblik sebagai sebuah bendungan yang melintasi liang
telinga dan memisahkan bagian telinga luar dengan telinga tengah. Berwarna abu-abu coklat
sampai merah muda putih, dengan ujung tulang maleus (umbo) terlihat sebagai titik pusat yang
putih terang. Pada arah inferoanterior dari umbo adalah refleks cahaya membran timpani
normal yang berbentuk kerucut. Hal ini juga terlihat sebagai “sepotong pie” yang putih dan
bersinar yang memancar dari “cheri putih” yang terbentuk pada apeks maleus. Anterio-superior
terhadap handle maleus merupakan bagian flasid dari membran, sementara pada bagian
posterior terhadap handle maleus terletak pars tensa. Istilah-istilah ini menerangkan mobilitas
dibandingkan dengan struktur-struktur yang secara anatomis benar-benar terpisah (Gambar 4).
Inspeksi liang telinga dan membran timpani harus meliputi pengamatan terhadap warna,
translusen dengan opasitas, petunjuk anatomis normal yang dapat dilihat, nyeri pada
manipulasi, sekret, atau perbedaan antara satu sisi dengan sisi lainnya yang dapat dilihat
gambaran ketidaksimetrisan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Gambar 46. Skematik pandangan otoskopik membran timpani kanan

HIDUNG
Kisaran bentuk normal hidung sangat luas, dengan hidung yang menjadi satu dari
karakteristik wajah yang menampilkan rupa tersendiri. Hidung yang “bengkok” dapat
kongenital atau akibat dari fraktur lama. Tes penciuman akan membantu untuk menentukan
apakah dan dimana deviasi hidung telah menyebabkan deviasi disfungsi (obstruksi) dari satu
jalan napas dan diindikasikan secara khusus jika septum terlihat tidak di tengah. Kedua cuping
hidung harus kurang lebih sama dalam hal potensi untuk jalan udara. Diskrepansi menunjukkan
pemeriksaan untuk menginspeksi dengan cermat adanya deviasi septum yang ekstrim, polip,
atau konka yang melebar sebagai dasar gangguan pergerakan udara.
Mukosa hidung normal berwarna merah muda dan bercahaya. Kubah hidung
mempunyai bulu yang terlihat, tetapi harus tidak ada sekret selain daripada lapisan tipis dari
mukus yang jelas pada permukaan mukosa. Selama infeksi saluran napas atas, mukosa hidung
dapat bengkak dan nampak teriritasi dengan adanya mukus kuning bilateral; rinitis alergika
tampak sebagai mukosa yang sangat pucat dan sembab dengan peningkatan sekret encer.
Konka berwarna sama dengan mukosa di sekelilingnya dan harus tidak cukup besar untuk
mengobstruksi jalan napas. Pembesaran konka tidak simetris yang nyata dapat, sesungguhnya,
menjadi polip ketika pemeriksaan yang lebih cermat dengan spekulum. Pus dalam rongga
hidung memberi kesan adanya sinusitis purulenta.
Hidung memungkinkan lewatnya, pelembaban, dan penghangatan udara yang dihirup
ke dalam nasofaring; sensor pada hidung mengirimkan data kepada saraf olfaktorius mengenai
bau; merupakan jalan keluar dari drainase sinus paranasal dan nasolakrimalis.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

INSPEKSI
Perhatikan hidung akan sentralitasnya, konfigurasi umum, dan permukaan kulitnya.
Hidung jarang simetris sebagai struktur dari wajah. Sebagian besar hidung berdeviasi ringan
pada satu sisi atau sisi lainnya atau mempunyai sebuah tonjolan tulang atau tulang rawan pada
garis tengah. Dokter memperhatikan septum nasi dan hubungannya dengan jalan udara bebas
pada kedua sisi. Dengan menekan masing-masing lubang hidung secara bergantian dan
meminta pasien untuk menghirup udara melalui lubang hidung sebelahnya yang terbuka dibuat
perkiraan kepatenan hidung. Lubang hidung diperhatikan akan adanya sekret atau lesi kulit.
Inspeksi jalan napas dipermudah dengan meminta pasien untuk menengadahkan
kepalanya kebelakang selagi pemeriksa dengan lembut menekan ujung hidungnya keatas.
Tindakan ini akan membentangkan cuping hidung dan melebarkan lubang hidung. Cahaya
yang disorotkan kedalam lubang hidung akan menampakkan warna dan konsistensi mukosa
hidung, deviasi septum mayor, dan sekret mukosa.
Inspeksi lebih lanjut rongga hidung dapat dilakukan dengan spekulum hidung berujung
tumpul-juga ditambahkan plastik sekali pakai yang dimasukkan pada lampu optik atau
spekulum logam terpisah dengan sumber cahaya eksternal. Lubang hidung dengan lembut
dibentangkan dan selanjutnya dilakukan pengamatan :
 Mukosa : akan warna, sekret, tempat perdarahan
 Septum : akan sentralitas atau deviasi, akan integritas, akan karakteristik mukosa.
 Dinding lateral : akan konka; kedua konka yang terletak di bawah (konka inferior dan
konka medial) biasanya terlihat. Meatus di bawah tiap-tiap konka dipelajari untuk
mendeteksi adanya sekret. Karakteristik mukosa diperhatikan juga.
(Perhatikan : Pemeriksaan sinus-sinus wajah tidak dipertimbangkan secara umum sebagai
bagian dari pemeriksaan penyaring pada orang dewasa yang asimtomatik).

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

Gambar 47. A. Anatomi hidung luar, B. Gambar dinding lateral dari hidung bagian kanan
untuk menggambarkan hidung dan struktur yang berhubungan

TENGGOROKAN

Rongga Mulut dan Isinya


BIBIR
Inspeksi pada bibir yang normal harus menampakkan kulit yang tidak pecah tanpa
terlihat adanya lesi. Kadang-kadang, rekahan atau retakan superfisial kulit pada bibir dapat
disebabkan oleh pemajanan terhadap angin, khususnya jika pasien berulang kali menjilat
bibirnya dengan maksud untuk melembabkannya. Bibir harus diinspeksi(rias wajah dihapus
semua) untuk memperhatikan warna normal bibir, merah muda sampai magenta dan kehalusan
tepi dan permukaan bibir. Beberapa orang dengan maloklusi gigi akan mempunyai keilosis
angularis (retakan sudut mulut) sekunder yang intermiten karena maserasi dari akumulasi
saliva. Jika fisura yang seperti itu diperhatikan, biasanya tidak mungkin untuk membedakan
keilosis karena gigi atau karena defisiensi riboflavin atau infeksi kandida. Jika anda ragu-ragu
tentang etiologi keilosis angularis, khususnya jika pasien malporkan bahwa keilosis ini telah
berlangsung lama dan tidak sembuh, konsultasi dan / atau biopsi dapat diindikasikan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

LIDAH
Permukaan dorsal lidah yang normal sangat bervariasi. Papil pada beberapa lidah
menonjol; pada lainnya berbentuk beludru yang merata. Lidah yang disebut lidah geografik
merupakan satu variasi lidah yang mempunyai penampilan seperti sebuah peta – dengan
bercak-bercak putih permukaan lidah yang atrofi yang tersebar di antara daerah papil-papil
yang berwarna merah muda. Berdasarkan pengalaman, dengan inspeksi variasi yang normal
ini dapat dibedakan dari lidah berlapis dengan bercak-bercak karena jamur atau glositis yang
terlihat lainnya. Alur yang dalam dan tidak teratur pada permukaan dorsum lidah juga terlihat
sebagai variasi anatomis; pasien akan dapat melaporkan bahwa lidahnya selalu terlihat seperti
ini.
Sisi bawah lidah halus dan berkilau, dengan muara saluran kelenjar ludah yang terlihat
sebagai karunkula merah muda pada dasar frenulum. Bebasnya penjuluran dan pengangkatan
lidah merupakan fungsi dari panjangnya lidah dan perlekatannya pada mulut. Individu yang
lahir dengan frenulum yang pendek mungkin menjadi “lidah yang terikat”, yaitu, mempunyai
penjuluran yang terbatas. Hanya jika frenulum yang ketat dan pendek menghambat cara bicara
labial karena ketidakmampuan untuk menempatkan lidah dibelakang gigi atas, maka kelainan
ini harus dipertimbangkan untuk dikoreksi. Pada setiap kejadian, penjuluran lidah harus
simetris dan pada garis tengah. Pada keadaan,vena-vena kecil dan berwarna hitam-ungu
(kadang-kadang disebut “bintik-bintik kaviar”) dapat menonjol pada sisi bawah lidah; ini
dianggap normal kecuali jika ada dalam konteks indikasi lain obstruksi vena lokal atau sindrom
vena kava superior.

PALATUM
Mukosa atap dari mulut secara keseluruhan berwarna merah muda pucat berkilau.
Harus tidak ada lesi yang terlihat pada palatum. Suatu perkecualian adalah torus palatinus,
sebuah pertumbuhan tulang berlebihan yang jinak pada garis tengah palatum, biasanya terjadi
sejak masa anak-anak. Uvula, anggota palatum molle posterior yang menggantung dengan
panjang yang bervariasi dan biasanya pada garis tengah, kadang-kadang sebagian membelah
sebagai anomali kongenital (yang sangat berhubungan dengan submukosa palatum yang
membelah dalam berbagai derajat). Uvula mempunyai warna dan permukaan halus yang sama
seperti bagian palatum molle lainnya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

PERMUKAAN GINGIVA DAN BUKAL


Permukaan gingiva dan bukal pada bagian dalam mulut ditutupi dengan mukosa yang
berwarna merah muda pucat, bebas lesi atau variasi warna yang bermakna, kecuali “garis
gigitan” putih yang berjalan secara horizontal. Sembab (bogginess), eritema, nyeri tekan,
pembengkakan lokal atau purulen dari mukosa gingiva dapat merupakan tanda-tanda utama
untuk penyakit periodontal dan mungkin menunjukkan keperluan rujukan ke dokter gigi. Papila
di mana kelenjar parotis mengosongkan sekresinya kedalam mulut (melalui duktus Stenson)
terlihat pada sisi yang berhadapan dengan gigi molar atas kedua pada permukaan mukosa
bukal. Normalnya berwarna merah muda, sedikit menonjol, dan tanpa sekret yang terlihat.
Ulkus, vesikel, bercak putih, petekia, tempat perdarahan, atau nodul-nodul pada tiap
permukaan mukosa harus dianggap sebagai hal yang abnormal sampai dibuktikan sebaliknya.
GIGI
Inspeksi gigi harus meliputi penilaian kelengkapan gigi geligi, kebersihan mulut secara
umum, malformasi, dan perubahan warna. Riwayat gigi yang baik akan membantu pemeriksa
nondental dalam menentukan kesehatan gigi pasiennya dan adanya kebutuhan untuk intervensi.
Pengamatan yang cermat dan dokumentasi dari variasi gigi geligi yang tidak dapat dijelaskan
diperlukan selama pemeriksaan penyaring oleh tenaga medis juga dalam pemeriksaan yang
dilakukan oleh dokter gigi.
Rongga mulut merupakan seperangkat struktur yang kompleks yang semuanya terlalu
sering diabaikan oleh dokter klinik dengan asumsi yang salah bahwa rongga mulut merupakan
wilayah dokter gigi. Berikut ini adalah uraian sistematik pendekatan pemeriksaan penyaring
dasar rongga mulut pada orang dewasa.

Gambar 48. Struktur anatomi rongga mulut seperti yang terlihat pada inspeksi
Inspeksi dan palpasi struktur mulut membutuhkan : (a) sumber cahaya yang terang, juga
lampu senter yang dapat dipegang atau lampu lantai; (b) spatel lidah untuk retraksi jaringan

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

lunak; (c) kasa segi empat untuk membantu inspeksi lidah; dan (d) sarung tangan untuk palpasi
struktur mulut.
Pasien duduk setinggi mata pemeriksa, dan sumber cahaya yang terang harus
dipersiapkan. Persediaan harus siap terletak dalam jangkauan.
Langkah-langkah inspeksi sebagai berikut :
1. Mulut pasien sedikit terbuka, bibirnya diinspeksi warnanya, lesi dan perdarahan.
Perhatikan sudut mulut akan integritas hubungan mukosa.
2. Mulut pasien terbuka lebar, rongga mulutnya dinilai sinar yang diarahkan ke belakang
menuju tenggorokan. Perhatikan permukaan dorsal lidah, palatum, durum dan
palatum molle, serta permukaan gingiva medial.
3. Gunakan spatel lidah, periksa tiap kuadran mukosa bukal dan gingiva. Perhatikan juga
keadaan umum gigi. Apakah ada karies atau bukti lainnya adanya perawatan gigi yang
buruk? Apakah ada permukaan mukosa yang pecah? Adakah eksudat?
4. Dengan cahaya yang disorot kepusat, minta pasien untuk mengangkat lidahnya menuju
atap mulut. Perhatikan warna dan vaskulator permukaan bawah mulut. Amati adanya
ulkus atau lapisan yang mengalami perubahan warna pada daerah ini dan pada dasar
mulut yang terpajan.
5. Dengan cahaya yang disorotkan ke posterior, pasien diminta untuk bernapas pendek
atau mengatakan “haaat”, dengan maksud untuk mengangkat palatum molle dan
mengkontraksikan otot orofaring.
6. Kenakan sarung tangan. Dengan tangan yang tidak dominan, pegang lidah dengan kasa
segi empat dan gerakkan lidah ke lateral untuk mengamati permukaan lateralnya .
Langkah-langkah palpasi adalah sebagai berikut :
1. Dengan jari pemeriksa yang bersarung tangan, lidah dipalpasi untuk mengetahui
adanya pembengkakan, ketidakteraturan, atau nyeri tekan.
2. Pasien diminta untuk mengangkat lidahnya menuju atap mulut, dan dasar mulut secara
sistematik dipalpasi untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.
3. Jari telunjuk menyusuri sepanjang gingiva dan tepi palatum, mencari adanya massa atau
nyeri tekan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

Orofaring
Orofaring merupakan penandaan suatu bentuk bulatan yang merupakan bagian
posterior dari rongga mulut yang dibatasi pada bagian anterior oleh arkus tonsilaris, inferior
oleh dasar lidah, posterior oleh otot-otot faring, dan superior oleh palatum molle dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020
Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

nasofaring. Seluruh permukaan mukosa yang terlihat halus berwarna merah muda, berkilau,
dan tidak mempunyai lesi maupun eksudat. Pada beberapa orang dewasa normal jaringan
tonsil yang masih ada terlihat menonjol dari belakang arkus tonsilaris anterior. Jaringan massa
limfoid ini dapat berbintik-bintik dengan kripta-kripta yang terlihat tetapi harus tidak
bereksudat (purulen) atau menjadi merah dan tidak mempunyai pembuluh darah yang
mencolok pada permukaan. Selama menderita penyakit infeksi virus saluran pernapasan atas,
mungkin didapatkan pembengkakan mukosa faring posterior dengan sedikit bercak-bercak
jaringan limfoid reaktif (adenoid). Hal-hal ini harus menghilang setelah infeksi sembuh,
walaupun pada beberapa orang dewasa jaringan kecil adenoid residual terlihat masih ada.
Sekret purulen yang jatuh ke dinding posterior faring memberi kesan adanya patologi pada
sinus atau nasofaring yang tidak terlihat.
Orofaring orang dewasa biasanya tanpa jaringan tonsil atau adenoid yang bermakna.
Arkus tonsilaris anterior memberi batas terpenting rongga mulut di mana tonsil terletak.
Biasanya, ada sedikit jaringan glandular atau tidak ada sama sekali pada penekanan di mana
pada satu waktu menjadi tempat tonsil. Faring posterior biasanya halus, berkilau, dan berwarna
merah muda. Elevasi subepitel yang ada pada dinding faring posterior biasanya menunjukkan
hiperplasi limfoid sekunder akibat infeksi virus lokal yang baru.

INSPEKSI
Perhatikan warna mukosa faring poterior, adanya vaskular hiperemi atau eksudat, dan
kehalusan permukaan mukosa.

PERSYARATAN PEMERIKSAAN THT

PEMERIKSAAN
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan Telinga, Hidung, Mulut dan
Tenggorok disamping beberapa jenis instrumen (alat-alat) tertentu juga beberapa
persyaratan tertentu diantaranya:
1. Tempat / ruangan yang agak gelap.
Hal ini berbeda dengan pemeriksaan fisik pada umumnya dimana dibutuhkan tempat yang
cukup terang, tetapi untuk pemeriksaan THT yang terdiri dari bagian-bagiah tubuh
yang kecil dan letaknya tersembunyi, maka disamping diperlukan teknik
pemeriksaan yang tertentu, tempatnyapun harus agak gelap.

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

2. Seberkas sinar.
Hal ini dapat diperoleh dari alat-alat seperti:
a. Lampu kepala, besar kecilnya berkas sinar dapat diatur dengan lensa.
b. Cermin kepala, suatu Cermin sedikit cekung dengan lobang ditengah dan dilengkapi
dengan lampu. Kerugiannya dengan alat ini kita kurang dapat melihat dimensi
yang sempurna karena melihat hanya dengan satu mata
c. Alat-alatnya sendiri dilengkapi dengan lampu, yaitu merupakan alat pemeriksaan
secara langsung (direct) diantaranya Otoskopi Elektrik, Nasopharyngoskop,
Laryngoskop,Bronchoskop dan Oesophagoskop.
3. Posisi penderita dan pemeriksa.
Penderita dan pemeriksa duduk di kursi berhadapan menyerong dengan kedua lutut masing-
masing rapat. Penderita cukup memutar badan/kepala saja ke samping ke arah sesuai
dengan posisi yang diperlukan.

4. Fiksasi penderita.
Untuk memudahkan pemeriksaan perlu fiksasi penderita. Hal ini dapat dikerjakan
oleh pembantu atau dapat memakai headrest. Untuk penderita anak-anak apalagi yang
tidak kooperatif, fiksasi penderita penting selama pemeriksaan, demikian juga untuk
penderita bayi. Cara fiksasi penderita anak-anak yaitu :
 Anak dipangku oleh pembantu menghadap pemeriksa.
 Kedua kaki anak dirapatkan dan ditahan oleh kaki pembantu dengan cara menjepitnya
supaya tidak bergerak.
 Kedua tangan anak dipegang oleh satu tangan pembantu dengan cara menempatkan
kedua tangan tersebut dibelakang badan penderita, sedangkan satu tangan pembantu
yang lain memegang kepala anak pada posisi pemeriksaan yang diperlukan.

5. Alat-alat (instruments)
Pada pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok diperlukan alat-alat tertentu tergantung
pada jenis pemeriksaannya.

I. Telinga
1. Pemeriksaan morfologis
a. Bagian luar : inspeksi dan palpasi
b. Bagian dalam, otoskopi merupakan pemeriksaan canalis auditorius extemus
Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020
Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

dan membrana tympani (Gambar 9).


2. Pemeriksaan fungsional, meliputi:
a. Tes pendengaran, terdiri dari :
 Voice test (tes bisik).
 Instruments test, terdiri dari Tes Garpu Tala berupa Tes Weber, Tes Rinne dan Tes
Schwabach, Audiometri dan Tympanometri
b. Tes keseimbangan, meliputi Tes statik, Tes kinetik dan Tes Rotasi
c. Tes fungsi tuba, meliputi Tes Valsave dan Tes Toynbee
3. Pemeriksaan penunjang, misalnya : Rontgenografi

Gambar 49. Pemeriksaan Otoskopi dan Pneumatoskopi.

Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan telinga di antaranya adalah:


 Lampu kepala (Voorhoofd lamp)/ head lamp
 Spekulum telinga dengan berbagai ukuran (Oortrechter)
 Alat-alat pembersih canalis auditorius externus seperti Cerumen spoon (Oor
lepel),Cerumen haak (Oor haak) dan Waten drager (applicator)
 Zulger apparaat (pompa isap)/ suction pump
 Otoskop
 Pneumatoskop
 Garpu Tala

II. Hidung dan sinus paranasal


1. Pemeriksaan hidung
a. Bagian luar meliputi inspeksi dan palpasi

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

b. Bagian dalam :
Rhinoskopi anterior, yaitu pemeriksaan rongga hidung dari depan (nares anterior) (Gambar
10). Adapun urutan pemeriksaan adalah
 pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
 spekulum di pegang dengan tangan kiri, agar tangan kanan bebas untuk manipulasi peralatan
 Tangan kanan pemeriksa di tempatkan pada puncak kepala pasien, sehingga kepala dapat di
dongakkan dan digerakkan untuk memudahkan inspeksi pada vestibulum dahi.
 Spekulum dipegang dengan tangan yang sama saat memeriksa rongga hidung sebelahnya.
 Memeriksa keadaan intranasal seperti vestibulum nasi, mukosa hidung

Gambar 50. Rhinoskopi anterior


Rhinoskopi posterior, yaitu pemeriksaan rongga hidung dari belakang (nares posterior).

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan hidung dan sinus paranasal di antaranya
lampu kepala, cermin tenggorok, spekulum hidung, spatel lidah, pinset hidung, lampu spiritus,
tang tampon, retractor palatum, pompa isap, dan spray tenggorok
2. Pemeriksaan sinus paranasal
a. Inspeksi dengan Rhinoskopi anterior, Rhinoskopi posterior dan Inspeks (cavum oris)
b. Palpasi dan perkusi
c. Alat elektrik dan rontgenologi berupa Transilluminasi/Diaphanoskopi dan Rontgen foto
sinus paranasal

III. Mulut dan Tenggorok


a. Inspeksi Mulut/Oropharynx, dengan menggunakan alat spatel lidah dan lampu kepala.
b. Inspeksi Nasopharynx, pemeriksaan secara tidak langsung dengan cara Rhinoskopi
posterior .

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

c. Inspeksi Hypopharynx/Laryngo-pharynx, pemeriksaan secara tidak langsung dengan


Laryngoskopi Indirek. Alat-alat untuk pemeriksaan Laryngoskopi Indirek, yaitu lampu
kepala, cermin tenggorok, lampu spiritus, kasa pemegang lidah dan spray tenggorok.
d. Inspeksi langsung metode lainnya dengan alat-alat elektrik, diantaranya Laryngoskopi Direk
dengan Laryngoskop, Bronchoskopi dengan Bronchoskop dan Oesophagoskopi dengan
oesophagoskop
e. Palpasi daerah Mulut dan Leher, biasanya dilakukan untuk memeriksa adanya
benjolan/tumor di daerah lidah, dasar mulut dan leher (Gambar 11).

.
Gambar 51. Palpasi dasar mulut, lidah dan leher

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

DAFTAR TILIK
PEMERIKSAAN THT

I. Persiapan
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Mengetahui tempat ruangan pemeriksaan
2. Menggunakan sumber cahaya (lampu kepala)
3. Mengatur posisi pemeriksa dan fiksasi penderita
4. Mengenal alat-alat dan penggunaannya
II. Pemeriksaan Telinga
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Mengatur posisi pemeriksaan
2. Melakukan inspeksi daun telinga dan jaringan
sekitarnya
3. Melakukan palpasi pada telinga luar dan daerah
belakang telinga (mastoid)
4. Mengatur posisi auricula
5. Memasukkan spekulum dengan lembut dengan arah
sedikit ke bawah dan ke depan.
6. Tangan yang memegang otoskop bersandar pada kepala
penderita (bila menggunakan otoskop atau mengarahkan
sumber cahaya dengan lubang telinga)

III. Pemeriksaan hidung dan sinus paranasal


SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Melakukan inspeksi pada hidung bagian luar
2. Melakukan palpasi pada hidung bagian luar
3. Memilih spekulum hidung yang sesuai
4. Mengatur posisi kepala penderita.
5. Memasukkan spekulum dengan lembut, dengan

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020


Blok Keterampilan Klinik Dasar 2

pegangan otoskop di sisi penderita (bila menggunakan


otoskop atau mengarahkan sumber cahaya dengan rongga
hidung)
6. Melakukan pemeriksaan rhinoskopi anterior
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Mempalpasi sinus frontalis dgn menekan tulang
di daerah alis ke arah atas tanpa menekan bola mata
dengan ibu jari.
2. Mempalpasi sinus maxillaris dengen menekan daerah
pipi dengan menggunakan ibu jari.
IV. Pemeriksaan Mulut dan Faring (Orofaring)
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Inspeksi sistematik pada cavum oris, yang diperhatikan:
mukosa, gigi, ginggiva, lidah, palatumdurum,
palatummole, muara glandula parotis, glandula
sublingualis
2. Menekan 2/3 bagian depan lidah dengan spatula, tanpa
lidah harus di keluarkan dari mulut
3. Lakukan pemeriksaan Orofaring dan Nasofaring
Perhatikan : dinding belakang faring, hiperami, granula,
uvula, plica tonsilaris anterior et post, tonsila palatina,
peri tonsila infiltrat, peritonsilair absces, tumor cavum
oris
4. Lakukan pemeriksaan refleks muntah dengan membuka
Orofaring dengan menekan menggunakan spatula
kemudian menyentuhkan kapas pada daerah uvula dan
area palatummole
Keterangan :
2 = dilakukan dengan benar .
1 = dilakukan, tetapi kurang benar
0 = tidak dilakukan

Kurikulum Berbasis Kompetensi TA 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai