Disusun oleh:
KELOMPOK 6
IPA C 2016
Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf, dapat dilakukan tes
pendengaran dengan : tes berbisik, tes garpu tala, dan audiometer.
Dekatkan kembali arloji secara perlahan sampai naracoba mendengar suara lagi
kemudian mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri.
Mengulangi prosedur yang sama dengan telinga kiri yang ditutup kapas.
Lalu bandingkan hasil percobaan antara telinga kiri dengan telinga kanan.
b. Percobaan Rinne
Menggetarkan garpu tala dan meletakkan dipuncak kepala naracoba sehingga
naracoba akan mendengarkan suara garpu tala tersebut keras, lemah, kemudian
tidak terdengar lagi.
Suara garpu tala tidak terdengar lagi, naracoba memindahkan garpu tala ke dekat
telinga kanan sehingga naracoba akan mendengar suara lagi.
Mencatat waktu dari saat naracoba mendengar sampai tidak mendengarkan lagi.
Mengulangi percobaan sebanyak lima kali dan mencatat hasil pada tabel data
hasil.
Mengulangi prosedur percobaan diatas untuk telinga kiri dan mencatat hasilnya
di tabel data hasil.
c. Percobaan Weber
Naracoba menutup lubang telinga kanan naracoba dan menanyakan pada telinga
yang mana suara garpu tala terdengar lebih keras.
E. DATA HASIL
1. Percobaan 1
2. Percobaan 2 Rinne
Kanan Kiri
No Nama
Kepala (s) Telinga (s) Kepala (s) Telinga (s)
1. Restu 5.72 19.78 3.15 16.97
5.81 19.83 3.20 16.72
5.77 19.80 3.11 16.85
2. Kidung 7.40 17.23 6.47 13.94
7.44 17.37 6.23 13.72
7.53 17.42 6.31 13.83
3. Hafizha 2.11 16.64 2.17 17.15
2.03 16.52 2.25 17.24
2.15 16.59 2.34 17.32
4. Nurul 7.35 17.18 6.82 13.98
7.11 17.03 6.73 13.83
7.26 17.23 6.84 13.99
5. Findya 3.06 18.50 6.22 20.43
3.21 18.43 6.15 20.40
3.15 18.52 6.27 20.47
3. Percobaan 3
F. ANALISIS DATA
1. Percobaan 1
Restu
Telinga Kanan Telinga Kiri
Terdengar (cm) Tidak Terdengar Terdengar (cm) Tidak Terdengar
(cm) (cm)
30 20 24 23
33 26 28 22
33 28 29 30
Rata-rata : 31 Rata-rata : 24.7 Rata-rata : 27 Rata-rata : 25
Kidung
Telinga Kanan Telinga Kiri
Terdengar (cm) Tidak Terdengar Terdengar (cm) Tidak Terdengar
(cm) (cm)
23 24 30 25
25 25 34 24
28 26 33 25
Rata-rata : 25.3 Rata-rata : 25 Rata-rata : 32.3 Rata-rata : 24.7
Hafizha
Telinga Kanan Telinga Kiri
Terdengar (cm) Tidak Terdengar Terdengar (cm) Tidak Terdengar
(cm) (cm)
22 20 30 27
19 19 32 35
25 20 40 37
Rata-rata : 22 Rata-rata : 19.7 Rata-rata : 34 Rata-rata : 33
Nurul
Telinga Kanan Telinga Kiri
Terdengar (cm) Tidak Terdengar Terdengar (cm) Tidak Terdengar
(cm) (cm)
13 14 10 11
10 13 12 13
10 13 10 15
Rata-rata : 11 Rata-rata : 13.3 Rata-rata : 10.7 Rata-rata : 13
Findya
Telinga Kanan Telinga Kiri
Terdengar (cm) Tidak Terdengar Terdengar (cm) Tidak Terdengar
(cm) (cm)
33 25 15 20
35 23 22 21
38 30 16 20
Rata-rata : 35.3 Rata-rata : 26 Rata-rata : 17.7 Rata-rata : 20.3
2. Percobaan 2 Rinne
Restu
Garpu Tala (C512 Hz)
Kepala (s) Telinga kanan Kepala (s) Telinga kiri (s)
(s)
5.72 19.78 3.15 16.97
5.81 19.83 3.20 16.72
5.77 19.80 3.11 16.85
Rata-rata : 5.77 Rata-rata : 19.80 Rata-rata : 3.15 Rata-rata : 16.85
Kidung
Garpu Tala (C512 Hz)
Kepala (s) Telinga kanan Kepala (s) Telinga kiri (s)
(s)
7.40 17.23 6.47 13.94
7.44 17.37 6.23 13.72
7.53 17.42 6.31 13.83
Rata-rata : 7.46 Rata-rata : 17.34 Rata-rata : 6.34 Rata-rata : 13.83
Hafizha
Garpu Tala (C512 Hz)
Kepala (s) Telinga kanan Kepala (s) Telinga kiri (s)
(s)
2.11 16.64 2.17 17.15
2.03 16.52 2.25 17.24
2.15 16.59 2.34 17.32
Rata-rata : 2.10 Rata-rata : 16.58 Rata-rata : 2.25 Rata-rata : 17.25
Nurul
Garpu Tala (C512 Hz)
Kepala (s) Telinga kanan Kepala (s) Telinga kiri (s)
(s)
7.35 17.18 6.82 13.98
7.11 17.03 6.73 13.83
7.26 17.23 6.84 13.99
Rata-rata : 7.24 Rata-rata : 17.15 Rata-rata : 6.80 Rata-rata : 13.93
Findya
Garpu Tala (C512 Hz)
Kepala (s) Telinga kanan Kepala (s) Telinga kiri (s)
(s)
3.06 18.50 6.22 20.43
3.21 18.43 6.15 20.40
3.15 18.52 6.27 20.47
Rata-rata : 3.14 Rata-rata : 18.48 Rata-rata : 6.21 Rata-rata : 20.43
G. PEMBAHASAN
Praktikum yang berjudul “Perambatan Bunyi Melalui Tulang Tengkorak”
dilakukan pada hari Kamis tanggal 11 April 2019 pukul 11.10 sampai 12.50 WIB di
laboratorium IPA 2. Praktikum ini mempunyai dua tujuan, yaitu mahasiswa dapat
menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan
menggunakan garpu tala dan mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garpu tala.
Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu garpu tala 512 Hz, stopwatch,
meteran, dan kapas. Garpu tala digunakan sebagai sumber bunyi, stopwatch
digunakan sebagai alat untuk mengukur waktu, meteran untuk menunjukkan panjang
rambatan bunyi yang terdengar dari telinga pada garpu tala, dan kapas untuk menutup
salah satu telinga. Praktikum ini terdapat 3 macam tes, yaitu tes pendengaran
menggunakan arloji, tes Rinne, dan tes Webber.
Untuk pengujiannya menggunakan garpu tala dilakukan 2 tes, yaitu tes rinne
dan tes weber. Namun sebelum tes tersebut dilakukan, para praktikan diuji
kepekaannya dengan diberikan tes bisik menggunakan suara detak arloji.
1. Uji Tes Bisik
Uji tes bisik dilakukan dengan mencatat jarak ketika arloji tidak terdengar
saat dijauhkan perlahan dari telinga, dan jarak ketika suara arloji terdengar
kembali ketika didekatkan ke telinga. Pengujian tersebut dilakukan bergantian
pada telinga kanan maupun kiri. Semakin jauh jarak yang tercatat menunjukkan
tingkat kepekaan telinga.
Telinga normal dapat mendengar suara berbisik dengan ton/nada rendag
misalnya suara konsonan dan palatal: b, p, t, m, n, pada jarak 5 sampai 10 meter.
Suara berbisik dengan nada tinggi misalnya suara desis/sibiland s, z, ch, shel pada
jarak 20 meter. (Soewolo, 1999).
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, praktikan melakukan 3
kali pengulangan pada tiap uji, diketahui bahwa tingkat kepekaan yang paling
tinggi ke yang paling rendah pada telinga kanan dengan data yang telah dirata-rata
berturut-turut adalah Findya pada jarak 35,3 cm, Restu pada jarak 31 cm, Kidung
pada jarak 25,3 cm, Hafizha pada jarak 22 cm, dan Nurul pada jarak 11 cm.
Sedangkan tingkat kepekaan yang paling tinggi ke yang paling rendah pada
telinga kiri dengan data yang telah dirata-rata secara berturut-turut adalah Hafizha
pada jarak 34 cm, Kidung pada jarak 32,3 cm, Restu pada jarak 27 cm, Findya
pada jarak 17,7 cm dan yang terakhir adalah Nurul pada jarak 10,7.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa jarak
terdengarnya arloji yang kembali itu lebih pendek dari pada jarak tidak
terdengarnya arloji yang menjauh. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tingkat
kepekaan telinga tersebut antara lain adalah human error dari praktikan, kondisi
lingkungan yang kurang hening sehingga meng-intervensi suara arloji yang
didengar, atau juga dimungkinkan karena memang adanya gangguan pendengaran.
Ada dua macam gangguan hilang pendengaran yaitu karena tuli konduksi atau
karena tuli syaraf/sensoriurneal. Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf
dilakukan tes pendengaran Rinne dan Weber.
2. Tes Rinne
Cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan
di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga
kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar
disebut Rinne negative. (Gabriel, 1996 : 86).
Menurut Gabriel (1996: 87), bahwa dalam keadaan normal konduksi
bunyi/suara melalui udara 85-90 detik dan konduksi melalui udara 45 detik. Tes
Rinne positif, (Rinne +) berarti pendengaran penderita baik, pada penderita tuli
konduksi maupun tuli syaraf. Sedangkan tes Rinne negatif (Rinne -) berarti pada
penderita tuli konduksi selang waktu konduksi tulang mungkin sama atau lebih
lama.
Tes Rinne dilakukan dengan cara menggetarkan garpu tala dan kemudian
tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Ketika sudah tidak terdengar, maka
garpu tala dipindah ke dekat lubang telinga. Tes Rinne positif jika konduksi tulang
sama atau lebih panjang jika dibandingkan dengan konduksi udara.
Berdasarkan table 2 Tes Rinne diketahui bahwa dari 5 probandus yang
memiliki Rinne (+) pada telinga bagian kanan ialah Restu, Kidung, Hafizha,
Nurul, dan Findya sedangkan yang memiliki Rinne (+)pada telinga bagian kiri
adalah Restu, Kidung, Hafizha, Nurul, dan Findya. Pada penderita Rinne (-)
ditandai dengan adanya tuli konduksi dimana jarak waktu konduksi tulang
mungkin sama atau lebih panjang. Sedangkan penderita Rinne (+) pendengaran
penderita baik juga pada penderita tuli persepsi (syaraf). Kelima naracoba
semuanya memiliki Rinne positif.
3. Tes Weber
Sedangkan cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai
garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, dan
di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah
teling mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
(Liston, 1997).
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
4) Normal = Jika tidak ada lateralisasi.
5) Tuli konduktif = Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sakit.
6) Tuli sensorineural = Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sehat.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dari 5 naracoba, semua
individu mengalami lateralisasi yang ditandai dengan suara garputala terdengar
lebih keras pada telinga yang di tutup daripada telinga yang terbuka berdasarkan
tes Weber.
Serta untuk percobaan Weber semua mahasiswa menyatakan bahwa untuk
telinga yang ditutup suara yang didengar jauh lebih keras dibandingkan dengan
telinga yang terbuka. Hal ini dikarenakan tidak semua gelombang suara yang
masuk ke dalam telinga akan ditransmisikan, sebagian di pantulkan kembali,
sehingga ketika telinga ditutup maka suara yang dipantulkan akan kembali masuk
ke dalam telinga mengakibatkan suara yang didengar lebih keras.
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa kemampuan mendengar setiap
individu berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang
tengkorak dengan garpu tala adalah suasana di sekitar praktikan harus diminimalisir
kebisingannya agar tetap tenang, kefokusan praktikan dalam mendengar rambatan
bunyi garpu tala, kesalahan(human error) baik dari pihak praktikan maupun penguji
perambatan bunyi yang menggetarkan garpu tala dan adanya wax(lilin) di dalam
telinga bagian tengah.
H. SIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Mekanisme perambatan bunyi melalui tengkorak dengan menggunakan garpu tala
dapat terjadi karena perambatan bunyi tidak hanya melaui syaraf saja, tetapi bisa
melalui tulang. Ini disebabkan yaitu karena tertanamnya kokhlea dalam labirin
tulang pada kavitas tulang belakang.
2. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang
tengkorak dengan menggunakan garpu tala adalah suasana di sekitar praktikan
harus diminimalisir kebisingannya agar tetap tenang, kefokusan praktikan dalam
mendengar rambatan bunyi garpu tala, kesalahan(human error) baik dari pihak
praktikan maupun penguji perambatan bunyi yang menggetarkan garpu tala dan
adanya wax(lilin) di dalam telinga bagian tengah.
I. TUGAS
J. DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima Jilid 3.
(Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli diterbitkan tahun
1999).
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UNY. Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Guyton A. C., Hall J. E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC.