Anda di halaman 1dari 6

Telinga berfungsi untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls yang kemudian

akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Meskipun mekanisme mendengar mencakup


seluruh gelombang bunyi, namun keterbatasan ini tidak menjadi hambatan bagi seseorang
untuk dapat menanggapi berbagai macam bunyi dari lingkungannya

Telinga dibagi dalam 3 bagian yaitu, telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Telinga luar : Terdiri dari daun telinga dan kanal telinga; batas telinga luar yaitu dari daun
telinga sampai dengan membarn tympani
Telinga dalam : Batas telinga tengah mulai dari membran tympani sampai dengan tuba
eustachii. Terdiri dari 3 tulang kecil yaitu os malleulus os incus os stapes.
Telinga dalam : Berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari cochlea dan oval
window.

a) Telinga bagian luar

Berbagai binatang daun telinga berfungsi sebagai pengumpul energi bunyi dan
dikonsentrasikan pada membran tympani. Pada manusia hanya menangkap 6-8 dB.
Bagian telinga luar terdiri dari daun telinga sebagai tempat mengumpulkan dan
menyalurkan bunyi ke liang telinga dan saluran telinga lubang telinga sebagai tempat
masuknya bunyi ke liang telinga, dan liang telinga berfungsi meneruskan rangsang bunyi
ke gendang telinga. (Tim Biofisika,2019: 16)

b) Telinga bagian tengah (ruang timpani)


Pada ruang timpani terdapat selaput pendengaran atau membran timpani, tulang-tulang
pendengaran (tulang martil, tulang landasan, buluh eustachius, memungkinkan
keseimbangan tekanan udara rongga telinga (telinga tengah dengan udara luar). (Tim
Biofisika,2019: 16)
c) Telinga bagian dalam, bagian ini mengandung struktur spiral yang dikenal cochlea,
berisikan cairan. Ukuran cochlea sangat kecil berkisar 3 cm panjang, terdiri dari 3
ruangan yaitu: ruangan vestibular merupakan tempat berakhirnya oval window; ductus
cochlearis dan ruangan tympani berhubungan dengan atap spiral. Pada cochlea terdapat
8000 konduktor yang berhubungan dengan otak melalui syaraf pendengaran.

Gambar 5.2. Sumber: John.R Cameron dan James G.Skofronick (dalam Gabriel, Fisika
Kedokteran, 1996, hal 84)

Proses mendengar diawali dengan getaran suatu objek yang akan menggetarkan
molekul udara. Bila gelombang suara sampai ke telinga, maka akan masuk melalui telinga
luar terus melalui saluran pendengarandan akhirnya sampai ke membran timpani. Hal ini
akan menggetarkan membran timpani, terus ke tulang martil ke landasan dan sanggurdi.
Dari sanggurdi getaran suara dilanjutkan ke tingkap bundar. Getaran ini akan menggetarkan
cairan pada rumah siput. Bila cairan pada rumah siput bergetar maka akan mestimulus ujung
saraf. Impuls dari ujung saraf ini di teruskan di pusat saraf pendengaran di otak. Otak besar
akan memproses dan menterjemahkan sehingga timbulah persepsi suara. Karena telinga
dalam, koklea tertanam pada kavitas tulang dalam os temporalis yang disebut labirin tulang,
getaran pada tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea. (Campbell,
2004 :828)
Pada kondisi memungkinkan garpu tala diletakkan pada setiap protuberansia tulang
tengkorak, tetapi terutama pada prosesus mastoideus akan menyebabkan orang tersebut
mendengarkan suara. Dalam sistem pendengaran yang akan menterjemahkan suatu suara
adalah otak. (Guyton dan Hall, 1996 :221)

Hilangnya pendengaran
Ada 3 macam gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran karena konduksi (tuli
konduksi), gangguan pendengaran sensorineural, gangguan pendengaran campuran.
a) Gangguan pendegaran konduksi, dimana vibrasi suara tidak dapat mencapai telinga
bagain tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya sementara oleh karena adanyaa
malam/wax/serumen atau adanya cairan di dalam telinga tengah. Apabila tuli konduksi
tidak pulih kembali dapat menggunakan Hearing aid (alat pembantu pendengaran). Pada
gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga
dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal
telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra
rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak
ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus
vestibulokoklearis (N.VIII) (Lalwani, 2008). Gejala yang ditemui pada gangguan
pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.
2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan
perubahan posisi kepala.
3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut
(soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar,
perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga
luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis
terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran (Lalwani, 2008).
b) Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada
gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang
dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara
yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya
otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam
suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat
ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang
telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita
tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar
kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne
positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke
arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
c) Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif
dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis
ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan
pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran
(misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut
dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam (Liston, 1997).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan
pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi
tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural.
Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima
meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada
tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat Schwabach
memendek.

Tes Pendengaran
Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf dapat dilakukan tes pendengaran dengan
mempergunakan:
a) Tes suara berbisik, telinga dapat mendengar suara berbisik dengan tone/nada rendah.
Misalnya suara konsonan, dan paralel: b, p, t, m, n pada jarak 5-10 m. Suara berbisik
dengan nada tinggi mislanya suara desis/sibiland s, z, ch, sh, shel pada jarak 20 m.
b) Tes garputala, untuk mengetahui secara pasti apakah penderita tuli konduksi atau
persepsi, dapat mempergunakan garputala. Frekuensi garputala yang dipakai C128, C1024,
C2048. Ada tiga macam tes yang mempergunakan garputala yakni: tes Weber, tes Rinne,
dan tes Schwabach.

Tes Webber
Garputala C128, digetarkan kemudian diletakkan pada vertex dahi/puncak dahi verteks.

Pada penderita tuli konduktif (disebabkan wax atau otitis


media) akan terdengar terang/baik pada telinga yang sakit.
Misalnya telinga kanan yang terdengar baik/terang disebut
Weber lateralisasi ke kanan.

Gambar 5.3. Sumber: A.G. Likhachov,M.D. (dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996,
hal 86)

Tes Rinne
Tes ini digunakan untuk membandingkan konduksi
bunyi melalui tulang dengan konveksi bunyi melalui
udara. Caranya yaitu Garputala digetarkan (C128)
kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus (di
belakang telinga), setelah tidak mendengar getaran
lagi garputala dipindahkan di depan liang telinga;
tanyakan apakah masih mendengarnya.

Gambar 5.4. Sumber: A.G. Likhachov,M.D. (dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal
86)
Tes Webber
Tes ini dilakukan dengan menggetarkan garputala, kemudian diletakkan pada
vertex/puncak kepala. Pada penderita tuli konduksi akan terdengar bunyi nyaring pada
telinga yang sakit. Misalnya pada telinga kiri terdengar bunyi nyaring maka disebut webber
laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka webbber laterisasi ke kanan.

Anda mungkin juga menyukai