Anda di halaman 1dari 13

DASAR TEORI

Telinga adalah organ tubuh manusia yang digunakan untuk mendengar. Adapun
mekanisme mendengar adalah sebagai berikut. Getaran suara ditangkap oleh cuping telinga
yang dialirkan ke telinga dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani
bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama
lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli kemudian getaran
diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah,

Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen
rotundum) terdorong kearah luar. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion
kalium dan ion Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian
neneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di
lobus temporalis.

Kelainan pendengaran adalah keadaan dimana seorang kurang dpat mendengar dan
mengerti suara atau percakpan yang didengar. Jenis kelainan pendengaran yang ada antara
lain kelainan pendengaran jenis hantaran (tuli konduktif), jenis sensorineural, dan jenis
campuran. Kelainan jenis hantaran yaitu lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga
luar dan atau telinga tengah. Kelainan pendengaran jenis sensorineural yaitu lokalisasi
gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea dan N.VIII). kelainan
pendengaran jenis campuran yaitu lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah
dan telinga dalam.

Adapun tes atau pemeriksaan fungsi pendengaran untuk mengetahui gangguan fungsi
pendengaran. Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan kepekaan pendengaran,
pemeriksaan Rinne, pemeriksaan Webber, pemeriksaan Schwabach, dan pemeriksaan Bing.
Pemeriksaan kepekaan pendengaran adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengukur
jarak antara benda berbunyui (missal jam tangan/arloji) dengan telinga ketika benda tersebut
pertama kali terdengar berbunyi. Tes Rinne bertujuan untuk membandingkan atara hantaran
tulang dengan hantaran udara pada telinga pasien. Tes Webber bertujuan untuk
membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Tes Scwabach bertujuan untuk
membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus. Sedangkan Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi,
dimana garpu tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.
Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi telinga luar, tengah dan dalam.

1. Telinga luar : sepertiga luar telinga dibentuk oleh kartilago dan dua pertiga dalamnya
adalah tulang. Dilapisi oleh kulit dan glandula seruminosae (lilin).

2. Telinga tengah : cavum timpani.


Di dalam cavum timpani terdapat sekumpulan tulang kecil yang berfungsi dalam
pendengaran, yakni maleus, inkus, dan stapes. Tulang – tulang kecil ini berfungsi untuk
meneruskan getaran mekanis yang dihasilkan dari membran timpani ke telinga dalam. Cavum
tympani memiliki 6 sisi yakni empat dinding, atap dan dasar :

 Dinding lateral ( Membrana tympanika )

 Dinding medial ( Labyrinthi )

 Dinding anterior ( Caroticus )

- Tuba auditorius (Eustachii) bermuara ke dinding anterior dan arahnya turun ke


nasofaring. Fungsinya untuk menyamakan tekanan antara telinga tengah dengan
faring.

 Dinding posterior ( Mastoidea )

- Aditus ad antrum mastoideum, suatu rongga dalam os mastoid yang mengarah ke


selulae mastoideae.

 Atap ( Tegmentalis )
- Tegmen timpani, suatu lempeng tulang tipis yang memisahkan telinga tengah
dengan fosa kranii media.
 Dasar ( Jugularis )
- Memisahkan telinga tengah dari a.karotis interna dan v.jugularis interna.

3. Telinga dalam
Telinga dalam memiliki fungsi untuk pendengraan dan keseimbangan. Terdiri atas dua
komponen :
 Labirin osseus : terdiri atas vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea.
 Labirin membranosa : terdiri atas utrikulus dan sakulus (dalam vestibulum), duktus
semisirkularis (dalam kanalis semisirkularis) dan duktus koklea (dalam koklea).
Semuanya dipersarafi oleh n. Vestibulokoklearis (auditorius).
( Moore, K.L., A.F Dalley, A.M.R Agur. 2010 )
Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan


mengenai memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran
ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama
lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli
kemudian getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe
dan membran basilaris ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani
akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong
kearah luar.

Getaran yang mendorong endolimfe dan membran basilaris ke arah


bawah, akan menyebabkan membran basilaris juga ikut bergetar. Dimana
pada permukaan membran basilaris terdapat ogran corti ( sel – sel rambut
( stereosilia dan kinosilium ) dan membran tectorial ), oleh karena itu getaran
dari membran basilaris akan membuat sel – sel rambut saling bergesekan
yakni antara stereosilia yang bergeser ke arah kinosilium mengakibatkan
kanal K+ akan terbuka sehingga K+ masuk menyebabkan depolarisasi. Akibat
dari depolarisasi, kanal Ca2+ akan terbuka dan Ca2+ akan masuk
menginduksi neurotransmitter. Neurotransmitter akan di terima oleh neuron
afferent dan terjadi potensial aksi , lalu neuron –neuron aferent akan menuju
ke ganglion spiralis corti yang terdapat dalam pusat koklea. Dari pusat koklea
impuls akan di jalarkan menuju ke cortex area auditoris primer. ( Guyton, C.
Arthur and Hall, John E, 2006 )

Kelainan atau Gangguan Fisiologi Telinga

1. Tuli konduktif adalah tuli karena kelainan ditelinga luar atau di


telinga tengah

a. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia


liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta,
osteoma liang teling.

b. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah


sumbatan tuba eustachius, dan dislokasi tulang pendengaran.

2. Tuli perseptif adalah tuli yang disebabkan oleh kerusakan koklea (N.
audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit system saraf pusat dari telinga.
Orang tersebut mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total
untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada :

a. Organo corti

b. Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais

c. Pusat pendengaran otak

3. Tuli campuran

Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna


sehingga infeksi skunder dan menyebabkan tuli persepsi.

Gangguan Pendengaran dapat di sebabkan karena di didapat ( bukan


kongenital ). Penyebab utama Acquired hearing loss yaitu

1. Acoustical trauma  yang merusak sel – sel rambut karena suara


yang sangat keras.
2. Infeksi telinga bagian dalam.
3. Obat – obatan ototoksik

 Aminoglycoside antibiotics ( gentamycin dan kanamycin )


 Ethacrynic acid

4. Presbyacusis

( Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri
Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. EGC. 2000 )

Tes Penala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne,
tes Weber, tes Schwabach, dan tes Bing.

I. Tes Rinne

Tujuan : Membandingkan pendengaran melalui tulang dan melalui udara pada


probandus.

Dasar Teori : Bila garputala digetarkan, maka getaran melalui udara dapat didengar dua
kali lebih lama dibandingkan melalui tulang. Normal getaran melalui udara dapat
didengar selama 70 detik, maka getaran melalui tulang dapat didengar selama 40 detik.
II. Tes Weber
Tujuan : untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.

III. Tes Swabach

Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan probandus.

Dasar : Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang


datang melalui udara dan getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Positif Tidak ada latelarisasi Sama dengan Normal


pemeriksa

Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli konduktif


yang sakit

Positif Latelarisasi ke telinga Memendek Tuli sensori-neural


yang sehat

Catatan : pada tuli konduktif 30 dB, Rinne bisa masih positif.

( Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati, Sp.THT & dr.
Sri Sukesi, Sp.THT. EGC. 2000 )
BAB III
METODOLOGI

A. Alat dan bahan


 Garpu tala

 Arloji/jam tangan (yng bersuara)

 Mistar/alat pengukur

 Kapas

B. Cara Kerja

1. Pemeriksaan kepekaan indera pendengar

Salah satu telinga ditutup dengan kapas dan naracoba ditutup matanya

Penguji menggerakkan arloji mendekati telinga yang tidak disumbat secara perlahan
hingga naracoba mendengar bunyi jam untuk perama kallinya

Dicatat jaraknya dan diulangi pada telinga yang lainnya

Diulangi sampai 3 kali

2. Tes Rinne
Garpu tala digetarkan pada prosessus mastoideus hingga naracoba mendengar suara

Ketika suara garpu tala menghilang, garpu tala dipindahkan di depan telinga
Di nilai apakah suara masih dapat didengarkan atau tidak

Dilakukan percobaan yang sama pada telinga yang satunya

3. Tes Weber

Garpu tala digetarkan pada Puncak kepala (os frontalis)

Dinilai intensitas suara untuk kedua telinga, apakah terjadi lateralasasi atau tidak

Dilakukan pengulangan 3 kali

4. Tes Schwabach

Garpu tala digetarkan pada prosessus mastoideus hingga naracoba mendengar suara

Ketika suara garpu tala menghilang, garpu tala dipindahkan Prosessus


mastoideus orang normal sebagai pembanding

Ketika suara garpu tala menghilang, garpu tala dipindahkan Prosessus


mastoideus orang normal sebagai pembanding

Diperiksa apakah pembanding masih dapat mendengar suara atau tidak

Dilakukan pengulangan 3 kali

5. Tes Bing

Garpu tala digetarkan pada Puncak kepala (os frontalis)

Sebelum bunyi garpu tala hilang, salah satu telinga disumbat dengan kapas

Diperiksa apakah naracoba mendengarkan suara lebih keras (pada telinga yang
disumbat) atauDilakukan pengulangan
suara yang 3 kali
didengarkan tidak berubah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pemeriksaan Fungsi pendengaran

Telinga Grace Pepe Johan Yuyun

Kiri 237 128 128 125

242 127 123 119

230 129 99 116

Kanan 243 128 151 106

244 129 125 98

227 130 169 100

2. Percobaan Rinne

Frekuensi Garpu Telinga kanan Telinga kiri


Nama
Tala (Hz) Tulang Udara Tulang Udara
Grace 288 + + + +

Pepe 288 + + + +

Johan 288 + + + +

Yuyun 288 + + + +

3. Percobaan Weber

Nama Frekuensi Garpu Kanan-kiri sama Lateralisasi


Tala (Hz) Keras
Telinga kanan Telinga kiri
Grace 512 - + -

Pepe 512 + + -

Johan 512 - + -

Yuyun 512 - + -

4. Percobaan Schwabach

Pembanding mendengar
Nama Frekuensi Naracoba tidak mendengar
(+)/Pembandng tidak
Probandus garpu tala (Hz) suara (+)
mendengar (-)
Grace 288 + + + - - -

Pepe 288 + + + - - -

Johan 288 + + + - - -

Yuyun 288 + + + + + -

5. Percobaan Bing

Mendengar Lebih keras


Frekuensi Garpu
Nama
Tala (Hz)
Telinga kanan Telinga kiri
Grace 288 + + + + + +

Pepe 288 + + + + + +

Johan 288 + + + + + +

Yuyun 288 + + + + + +

B. Pembahasan
Pada pratikum kali ini, kita melakukan pengujian kepekaan indera pendegar dan pengujian
jenis – jenis ketulian. Dalam pratikum kali ini kita melakukan beberapa pengujian yakni pengujian
fungsi pendengaran, pengujian Rinne, pengujian Weber, pengujian Schwabach dan pengujian
Bing. Sebelum kita mengetahui pengujian kepekaaan indera pendengar dan pengujian jenis
ketulian maka kita harus mengetahui apa itu suara ? bagaimana konduksi suara melalui udara
dan konduksi suara melalui udara.
Suara adalah getaran mekanis dari sumber suara yang akan menggetarkan molekul udara di
sekelilingnya sehingga suara dapat merambat melalui udara. Suara dapat di konduksikan ke
cochlea melalui udara dan melalui tulang. Konduksi udara adalah situasi normal, di mana ketika
gelombang suara berjalan dalam udara menyebabkan getaran pada membran tymphani, lalu di
transmisikan oleh tulang – tulang ke oval window kemudian ke cochlea. Sedangkan konduksi
tulang adalah suara yang menyebabkan getaran pada tulang tengkorak, ditransmisikan secara
langsung ke cochlea, misalnya ketika getaran garpu tala yang diletakkan pada processus
mastoideus. Normalnya konduksi suara melalui udara lebih baik dari pada konduksi suara melalui
tulang.

Test rinne adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan konduksi suara melalui udara
dan tulang. Pada Pengujian test rinne dengan probandus Grace, Pepe, Johan dan Yuyun
didapatkan hasil Rinne Positif yang berarti normal karena getaran pada garpu tala setelah
berhenti pada konduksi tulang, masih dapat di dengar pada konduksi suara melalui udara. Hal ini
dapat menandakan bahwa getaran melalui udara dapat didengar dua kali lebih lama di
bandingkan melalui tulang, dimana normalnya getaran melalui udara dapat di dengar selama 70
detik, sedangkan getaran melalui tulang dapat di dengar selama 40 detik. Namun bila pada
pemeriksaaan didapatkan hasil rinne negatif yang berarti getaran pada garpu tala setelah
berhenti pada konduksi tulang, tidak dapat didengar lagi melalui konduksi udara. Hal ini
menunjukkan bahwa konduksi udara lebih lemah dibandingkan dengan konduksi tulang, yang
dapat menandakan terjadinya gangguan pendengaran yang kita sebut sebagau Tuli Konduktif
yakni melemahnya transmisi suara yang melalui telinga luar dan telinga media yang bisa
disebabkann karena terlalu banyaknya wax atau serumen atau adanya benda asing di dalam
meatus acusticus eksternus, terjadinya infeksi pada telinga media dan lain – lain. Akibat tuli
konduktif adalah konduksi suara terdengar lebih baik melalui tulang dari pada konduksi suara
melalui udara.

Test Wiber adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan konduksi tulang di kedua sisi
telinga. Dimana normalnya konduksi tulang telinga kanan dan kiri adalah sama rata. Tes Wiber di
pakai untuk membedakan tuli konduksi atau tuli saraf. Pada Pengujian Tes Wiber, probandus
Johan, Yuyun, dan Grace didapatkan hasil Lateralisasi ke telinga kanan. Hal ini menunjukkan
bahwa ketiga probandus ini mendengarkan suara yang lebih keras pada telinga kanan yang
berarti dapat menandakan bahwa adanya gangguan pendengaran pada telinga kanan yang dapat
berupa tuli konduktif atau tuli saraf. Dimana pada tuli konduktif, lateralisasi ketelinga kanan
menandakan suara akan terlateralisasi ketelinga yang tuli atau sakit. Sedangkan pada tuli sensori
atau saraf lateralisasi ke telinga kanan menandakan suara terlateralisasi ketelingan yang tidak tuli
atau sehat. Jika ingin membuktikannya kita dapat mencoba melakukan tes wiber dengan
menutup Meatus auditory eksternus salah satu telinga (seolah menciptakan tuli konduktif), di
mana hasilnya pasti suara akan terlateralisasi ketelinga yang di tutup tersebut ( hasil ini berlaku
untuk orang normal tanpa tuli ). Sedangkan pada probandus pepe mendapatkan hasil yang sama
pada kedua telinga. Hal ini menandakan normal karena suara terdengar sama rata pada kedua
sisi.
Tes Schwabach adalah tes yang bertujuan untuk membandingkan konduksi suara pasien
dengan dokter namun dengan asumsi dokter memiliki pendengaran yang normal. pada
Pengujian Tes schwabach dengan probandus Johan, pepe dan grace di dapatkan hasil yang sama
dengan pemeriksa yang menandakan bahwa normal. namun pada probandus Yuyun di dapatkan
hasil yang memendek berarti yuyun dicurigai adanya gangguan pendengaran yakni tuli saraf atau
tuli sensori karena setelah probandus tidak mendengar, tapi pada pemeriksa masih dapat
mendengar. Hasil tuli konduktif di dapat ketika pemeriksa tidak mendengar, melakukan tes
garputala pada procesus mastoideus dulu baru saat tidak terdengar di pindahkan ke probandus.
Bila pasien mendengar hal ini menandakan hasil yang memanjang pada probandus sehingga
probandus di curigai tuli konduktif.

Tes Bing atau tes oklusi. pada pengujian tes Bing dengan probandus Grace, yuyun, Johan dan
Pepe didapatkan hasil bing + yang berarti normal karena suara garpu tala bertambah keras pada
daerah yang tertutup. Sedangkan bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras,
berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

Tes Kepekaan Indera Pendengar adalah tes untuk menguji ketajaman indera pendengar
terhadap bunyi yang berasal dari lingkungan. Dimana pada pengujian ini probandus Grace
mendapat hasil 243 cm, dimana hasil ini menunjukkan bahwa grace memiliki kepekaaan yang
paling tinggi diantara ke empat probandus, terhadap bunyi yang berasal dari lingkungan (jam).
Sedangkan probandus Yuyun mendapatkan hasil 116 cm, dimana hasil ini menunjukkan bahwa
yuyun memiliki kepekaan yang paling rendah diantara ke empat probandus terhadap bunyi yang
berasal dari lingkungan. Sedengkan Johan dan Pepe memiliki mendapatkan hasil yang hampir
sama sekitar 130 cm, dimana kepekaannya terhadap suara dari lingkungan adalah sekitar 130cm.

Dalam menjalankan pratikum masih banyak hal yang membuat hasil pada setiap pengujian
berbeda beda, dimana kesalahannya bisa dikarenakan : (1) Garpu tala tidak diletakkan dengan
baik pada mastoid atau miring, terkena rambut, jaringan lemak tebal shg penderita tidak
mendengar atau getaran terhenti karena kaki garpu tala tersentuh aurikulum, (2)Penderita
terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tak terdengar lagi, shg waktu dipindahkan di
depan MAE getaran garpu tala sudah berhenti, (3) Suasana dalam pengujian terlalu bising yang
menggagu pratikan dalam menjalankan pengujian.

BAB V
KESIMPULAN

 Normalnya konduksi suara melalui udara lebih baik dari pada konduksi suara melalui
tulang.
 Getaran melalui udara dapat didengar dua kali lebih lama di bandingkan melalui tulang,
dimana normalnya getaran melalui udara dapat di dengar selama 70 detik, sedangkan
getaran melalui tulang dapat di dengar selama 40 detik.
 Test Wiber adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan konduksi tulang di kedua
sisi telinga
 Test rinne adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan konduksi suara melalui
udara dan tulang.
 Tes Schwabach adalah tes yang bertujuan untuk membandingkan konduksi suara
pasien dengan dokter namun dengan asumsi dokter memiliki pendengaran yang normal.
 Tes Kepekaan Indera Pendengar adalah tes untuk menguji ketajaman indera
pendengar terhadap bunyi yang berasal dari lingkungan.
 Fungsi Tulang pendengaran selain untuk meneruskan getaran bunyi juga untuk
memperbesar getaran bunyi.
 Tuli Konduktif terjadi ketika pada pemeriksaan Tes rinne negatif karena konduksi
udara lebih lemah dibandingkan konduksi tulang, Tes wiber karena lateralisasi kedaerah
yang sakit atau tuli dan Tes schwabach dimana Konduksi tulang pasien lebih
memanjang dari pada Konduksi tulang pemeriksa.

DAFTAR PUSTAKA

 Guyton, C. Arthur and Hall, John E, 2006, Medical Physiology, eleventh edition,
ELSEVIERS Saunders, Pennsylvania
 Moore, K.L., A.F Dalley, A.M.R Agur. 2010. Clinically Oriented Anatomy. Edisi 6.
Lipincott , Philadelphia.

 Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri
Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung &
Tenggorok. Jakarta : EGC. 2000.

Anda mungkin juga menyukai