Anda di halaman 1dari 5

*Percobaan 3* Keseimbangan

Menurut Aryulina dan Muslim (2006), Struktur telinga terdiri dari : Telinga Luar, Telinga Tengah dan Telinga
dalam. Telinga tengah atau biasa disebut rongga timpani berupa rongga kecil yang berisi udara, terletak
didalam tulang pelipis, dan dindingnya dilapisi sel epitel. Di dalam rongga telinga tengah terdapat tiga tulang,
yaitu tulang martil, tulang landasan, dan tulang sanggurdi. Ketiga tulang tersebut saling berhubungan melalui
sendi yang bergerak bebas. Ke arah depan, telinga tengah dihubungkan dengan tenggorokan oleh Saluran (tuba)
Eustachius. Saluran ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada telinga luar dengan telinga tengah.

Telinga sebagai indera keseimbangan. Indera keseimbangan merupakan indera khusus yang terletak di dalam
telinga. Indera keseimbangan secara struktural terletak dekat indera pendengaran, yaitu di bagian belakang
telinga dalam yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus, serta kanalis semi-sirkularis. Struktur tersebut
berfungsi dalam pengaturan keseimbangan tubuh yang dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari saraf
otak VIII. Dengan demikian, saraf otak VIII mengandung dua komponen, yaitu komponen pendengaran dan
komponen keseimbangan.

Menurut Apriyani (2023), Membran tympani yang normal selalu utuh, tidak robek. Amati dengan hati-hati
seluruh membran tympani termasuk keseluruhan garis/batas annulus, pars tensa, dan pars flaccida. Processus
malleus panjang yang dilihat melalui membran tympani seperti garis keputihan mulai dari process malleus
pendek sampai ke umbo. Pada orang-orang yang alergi akan tampak ada vaskularisasi sepanjang processus
panjang, walaupun vaskularisasi ini bisa merupakan petunjuk awal adanya otitis media. Warna membran
tympani yang normal adalah transparan, opaque (tak tembus cahaya/buram), atau berwarna abu-abu seperti
mutiara. Bentuk normal membran tympani adalah sedikit cekung. Bentk ini mengijinkan bagian pars tensa
membran dapat bergerak dengan lembut saat diuji dengan tiupan udara dari alat pneumatic pada otoscope.

Menurut Agustina & Kuntoadi (2021) Indra keseimbangan terletak didalam telinga. Secara struktural terletak
dengan indera pendengara, yaitu bagian belakang telinga dalam yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus
serta kanalis semirkularis. Keseimbangan dibagi menjadi :

Kesimbangan statis. Merupakan keseimbangan yang berhubungan dengan orientasi letak kepala (badan)
terhadap gaya gravitasi bumi. Keseimbangan statis ini yang berperan adalah sakulus dan utrikulus (pada kanalis
semi sirkularis). Apabila kepala miring salah satu arah, otolith yang berat akan tertarik ke bawah yang
kemudian merangsang sel-sel rambut. Impuls keseimbangan ini kemudian dijalarkan melalui bagian
vestibularis dari syaraf ke VIII. Ketiga canalis semisircunalis ini letaknya saling tegak lurus maka gerakan
kepala ke segala arah dapat terkontrol oleh alat keseimbangan.

Keseimbangan dinamis. Suatu upaya pertahanan keseimbangan tubuh terhadap gerakan-gerakan dari berbagai
arah, seperti berputar, percepatan, jatuh dan lain sebagainya. Bila kepal bergerak ke segala arah, maka cairan di
dalam canalis semi sirkularis akan bergerak ke arah kebalikannya, sehingga akan menekekukan cupula. Karena
hal tersebut maka sel-sel rambut terangsang dan timbul rangsangan menuju saraf ke VIII. Ketiga canalis semi
sircularis ini letaknya saling tegak lurus maka gerakan kepala ke segala arah dapat di kontrol oleh alat
keseimbangan.

Sumber/Dafpus : Aryulina, D., Manaf, S., Endang., Winarni., & Muslim, C. (2006). Biologi SMA dan MA
untuk Kelas XI edisi 2. Jakarta : Esis Erlangga.
Agustina, D. K., Apriyanti, E., Kuntoadi, G. B., Pora, Y. D., Nua, E. N. (2021). Teori Anatomi Tubuh. Aceh:
Penerbit Zaini.
Hastuti, A. P. (2023). Berpikir kritis dalam keperawatan. Jawa Tengah: Lakeisha.

*Percobaan 1* Rine

Menurut Kamajaya (2007) Tes Rinne merupakan sebuah tes pendengaran yang dilakukan untuk mengevaluasi
kemampuan pendengaran pada satu telinga (tuli unilateral).[1] Hal ini membedakan persepsi suara yang
dihantarkan oleh konduksi udara dengan suara yang dihantarkan oleh konduksi tulang melalui mastoid. Dengan
demikian dapat dinilai dengan cepat suatu keadaan tuli konduksi. Tes Rinne harus dibandingkan dengan Tes
Weber untuk mendeteksi tuli sensorineural. Tes Rinne dinamakan sesuai dengan nama ahli telinga
berkewarganegaraan Jerman Heinrich Adolf Rinne (1819-1868)

Menurut Morton (2003) Tes rinne. Tes ini membandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara di kedua
telinga. Kaji konduksi telinga dengan meletakan dasar garpu tala yang sedang bergetar pada procesus
mastoideus, perhatikan berapa menit berlalu sebelum klien tidak dapat lagi mendengarnya. Kemudian, dengan
cepat letakkan garpu tala yang masih bergetar dengan gigi garpu paralel dengan aurikel klien di dekat kanal
telinga (untuk menguji konduksi udara). Jika klien melaporkan mendengar suara lebih lama melalui konduksi
tulang, berarti klien mengalami kehilangan pendengaran konduktif. Pada kehilangan sensorineural, klien akan
melaporkan mendengar suara lebih lama melalui konduksi udara, tetapi rasionya tidak akan normal 2:1.

Membran timpani memisahkan telinga tengah dengan telinga eksternal pada bagian proksimal kanal auditorius.
Tersusun dari lapisan-lapisan kulit, jaringan fibrosa dan membran mukosa, membran timpani tampak abu-abu
keperakan, bercahaya dan tembus cahaya. Kanal auditorius yang meregangkan hampis semua bagian membran,
disebut pars tensa, sangat rapat kedalam; tetapi bagian superior dari membran, yang disebut pars flaccida
bergantung bebas dan menutupi prosesus pendek maleus. Bagian tengah membran(umbo) menutupi prosesus
panjang maleus. Di sekitar tepi luar membran tampak pucat, putih, cincin fibrosa yang disebut anulus.

Menurut Yogarajah (2017) Ujung garpu tala frekuensi 512 Hz digetarkan dan dasar garpu tala diletakkan pada
prosesus mastoideus. Pemeriksa kemudian memindahkan garpu tala ke meatus akustikus ekstenus ketika bunyi
sudah tidak terdengar. Pada kondisi lebih baik dibandingkan hantaran tulang karena amplifikasi membran
timpani.

Dafpus : Kamajaya. (2007). Cerdas Belajar Fisika untuk Kelas XII. Bandung: Grafindo.
Morton, P. G. (2003). Panduan Pemeriksaan Kesehatan Dengan Dokumentasi SOAPIE, E/2. Pennsylvania:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yogarajah. M. (2017). Crash Course Neurology.Updated 4Th edition. Singapore: Elsevier Health Sciences.

*Percobaan 2* Tempat sumber bunyi

Menurut Emanuel & Abner (2007), Beberapa sifat bunyi : Bunyi dihantarkan dan dihasilkan oleh gerak suatu
benda yang bergetar. Getaran ini menimbulkan sejumlah gelombang kompresi yang dapat berjalan melalui
media yang padat, cair, atau gas.

Gelombang bunyi mempunyai sifat-sifat fisis seperti : Intensitas, intensitas bunyi tergantung pada besarnya
pergeseran gelombang bunyi, intensitas ditentukan oleh energi dari sumber bunyi, jarak yang ditempuh oleh
bunyi, dan media yang harus dilalui bunyi untuk mencapai pendengar. ; Frekuensi, frekuensi bunyi ditentukan
oleh jumlah getaran per detik (cycles per second, CPS). Makin besar cps, makin tinggi frekuensinya. ;
Kekerasan, kerasnya bunyi yang didengar (atau kecilnya bunyi) ditentukan baik oleh intensitas maupun oleh
frekuensi. Bunyi berintensitas tinggi pada jangkauan kepekaan pendengaran maksimal dari telinga (1000 –
5000 cps) akan terasa sama kerasnya dengan bnyi yang frekuensinya lebih rendah (misalnya 200 cps).

Menurut Nurhayadi (2009), Untuk merambatkan bunyi dari satu tempat ke tempat lain membutuhkan waktu.
Semakin jauh jarak sumber bunyi dengan pendengarnya, semakin lama waktu yang diperlukan untuk
menambah jarak tersebut. Telinga manusia dapat menerima bunyi dengan frekuensi antara 20 Hz sampai
20.000 Hz. Jika sumber bunyi mendekati pendengar maka pendengar akan menerima bunyi lebih banyak
sehingga frekuensi bunyi lebih tinggi. Sedangkan, jika sumber bunyi menjauhi pendengar maka pendengar akan
menerima bunyi lebih sedikit sehingga frekuensi bunyi lebih rendah tetapi frekuensi asal tetap (tidak berubah).

Menurut Budiarti (2023), Beberapa fungsi dari daun telinga salah satunya adalah Mengetauhi sumber lokasi
bunyi dan Melokalisasi gelombang bunyi. Sumber bunyi dapat berasal dari segala arah. Daun telinga mampu
mendeteksi arah sumber gelombang bunyi. Oleh karena itu, manusia mampus mengetahui asal bunyi. Daun
telinga memiliki saraf yang dapat mendeteksi sumber bunyi. Jadi, tidak menyangka bila manusia menoleh
untuk mencari sumber bunyi dan menemukan bunyi yang di dengarnya. Setelah getaran gelombang bunyi
disaring, ditangkap, dan dikumpulkan, daun telinga masih memiliki fungsi lainnya. Daun telinga akan
menglokalisasikan getaran gelombang bunyi pada bagian telinga luar, yaitu saluran telinga atau liang telinga.

Dafpus :
Budiarti, I. S. (2023) Seri Pancaindra Telinga. Indonesia: Bumi Aksara.
Nurhayadi, Y. (2009). Seri pandangan belajar dan evaluasi Fisika untuk SMP/MTS kelas VIII. Jakarta:
Grasindo.
Stein, E. & Delman, A. J. (2007). Interpretasi Akurat Bunyi Jantung edisi II. Indonesia: EGC.

*Percobaan 4* Ketajaman pendengaran


Menurut Budiarti (2023), Koklea disebut juga sebagai rumah siput dikarenakan bentuknya yang spiral seperti
siput. Koklea berfungsi mengubah getaran gelombang bunyi menjadi persepsi bunyi. Koklea manusia pada
umumnya memiliki ukuran tinggi 5 mm dan ukuran lebar 9 mm. Di dalam koklea terdapat tiga ruang yang
berisi cairan limfe. Ketiga ruang koklea tersebut adalah skala vestibula, skala media, dan skala timpani. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfe. Sementara it, skala media berisi cairan endolimfe. Skala
vestibuli terhubung dengan skala timpani melalui lubang kecil yang disebut helikotrema. Membran reissner
merupakan membran yang terdapat di antara skala vestibula dan skala media. Sementara it, membran basiler
merupakan membran yang terletak di antara skala media dan skala timpani, ruang koklea ini adalah tempat
terakumulasinya cairan koklea, sehingga bagian ini berfungsi sebagai penampung cairan koklea.

Menurut Hasan (2010) Pemeriksaan saraf koklearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran. Secara kasar
pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggesekan jari ke telinga pasien. Apabila pasie mendengar gesekan jari
pemeriksa, maka dapat diasumsikan bahwa fungsi pendengaran cukup baik. Secara lebih spesifik, pemeriksaan
pendengaran dapat dilakukan dengan tes Rinne, Weber, dan tes Audiometri.

Menurut Wade & Tavris (2007), Gelombang suara bergerak melalui telinga bagian luar dan masuk ke dalam
sebuah kanal sepanjang 1 inci untuk kemudian menyentuh membran berbentuk oval yang di sebut sebagai
gendang telinga. Gendang telinga sangat peka hingga dapat merespons gerakan sebuah molekul tunggal.
Gelmbang suara menyebabkan gendang telinga bergetar dengan frekuensi dan amplitudo yang sama dengan
gelombang itu sendiri.

Organ pendengaran yang sesungguhnya, yaitu Organ Korti adalah sebuah bilik yang terletak di dalam koklea
yakni sebuah struktur dalam telinga yang berbentuk seperti rumah siput. Organ kortu mengandung semua sel
reseptor penting, yang berbentk seperti bulu sikat dan biasa disebut sebagai sel-sel rambut atau cilia. Ketika ada
banyak frekuensi gelombang suara yang hadir tetapi tidak harmonis, kita akan mendengar noise. Ketika semua
frekuensi dari spektrum suara muncul, muncul suara noise yang berdesis yang dikenal sebagai white noise.
Sama seperti cahaya ptih yang terdiri dari semua panjang gelombang yang dapat dilihat spektrum warna.

Menurut Paulsen, Bockers & Waschke (2017) Organ pendengaran yang terletak di dalam telinga dalam
(organum vestibulocochleare) mengubah nada dan bunyi, yakni sebagai informasi mekanik yang ditangkap
telinga luar, diteruskan dan diperkuat oleh telinga tengah, menjadi impuls listrik yang selanjutnya diteruskan ke
otak. Selain itu, didalam telinga dalam terletak reseptor khusu untuk penentuan gerak dan posisi dalam ruang
(organ keseimbangan).

Dafpus :

Budiarti, I. S. (2023) Seri Pancaindra Telinga. Indonesia: Bumi Aksara.


Hasan, R. Y., Maulana, A. J., Mulyadi, S., & Saputra, A. (2010) Ilmu Bedah Saraf Satyanegara edisi IV.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wade, C. & Tavris, C. (2007) Psikologi edisi Kesembilan jilid 1. Indonesia: Erlangga.
Waschke, J., Paulsen, F., & Bockers, T. M. (2017) Sobotta Textbook of Anatomy - Bahasa Indonesia/Latin
Edition. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai