Anda di halaman 1dari 14

BAB II

2.1 Landasan Teori.


2.1.1 Gangguan Pendengaran.
Pendengaran adalah hilangnya sebagian atau seluruh penanganan
seseorang yang bersifat permanen mengenai satu atau kedua telinga yang
disebabkan oleh virus yang terus-menerus di lingkungan tempat kerja
dalam lingkungan sendiri semakin tinggi intensitas kebisingan dan
semakin lama waktu memaparkan kebisingan yang dialami oleh para
pekerja semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada
pekerja tersebut (Soepardi dan Iskandar, 1990).
Gangguan pendengaran terjadi akibat kegaduhan beberapa kata
gangguan mental yang disebabkan kegaduhan akan mengakibatkan
bertambah cepatnya denyut nadi dan tekanan darah konsentrasi dan
efisiensi dapat terganggu yang dapat menimbulkan bahaya lain orang
yang mengalami gangguan pendengaran tidak dapat mendengar teriakan
atau tanda peringatan sehingga mungkin dapat mengakibatkan
kecelakaan (Pearce, 2006).
Gejala yang ditimbulkan dari gangguan pendengaran akibat bising
yaitu berkurangnya kemampuan pendengaran beserta berdering di
telinga atau tidak jika sudah cukup berat disertai keluhan sukar
menangkap percakapan dengan volume tidak keras dan bila sudah lebih
berat percakapan yang keras juga sulit dimengerti secara klinis pada
bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi
peningkatan ambang dengar sementara dan peningkatan ambang dengar
menetap (Pearce, 2006).
2.1.2 Anatomi terlinga.
Telinga adalah organ pendengaran. Telinga dipersarafi oleh saraf
kranial, yakni bagian koklea saraf vestibulokoklear, yang distimulasi
oleh getaran yang disebabkan gelombang suara. Kecuali daun telinga
struktur yang membentuk telinga terbungkus menjadi bagian petrosa
Tulung temporal. Telinga terbagi menjadi 3 bagian (Waugh & Grant,
2017).
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas aurikel/pinna atau daun telinga dan
meatus auditorius externa atau lubang telinga. Daun telinga
berfungsi untuk membantu mengumpulkan gelombang suara. Daun
telinga berbentuk tidak teratur serta terdiri dari tulang rawan dan
jaringan fibrosa, kecuali pada ujung paling bawah, yaitu cuping
telinga, terutama terdiri dari lemak. Lubang telinga terletak
menjorok ke dalam menjauhi daun telinga berfungsi untuk
menghantarkan gerakan suara menuju membran timpani. Lubang ini
berukuran panjang sekitar 2,5 cm dengan sepertiga bagian luarnya
merupakan tulang rawan. Bagian tulang rawan ini tidak lurus, tetapi
dapat diluruskan dengan cara mengangkat daun telinga ke arah
belakang atas. Hal ini biasa dilakukan bila seseorang hendak
menyemprotkan cairan ke dalam telinga. Terdapat tiga jenis otot
yang terletak pada bagian depan, atas dan belakang telinga, namun
manusia hanya sanggup menggerakan telinganya sedikit sekali
sehingga pergerakan telinga yang dilakukan hampir tidak terlihat
(Pearce, 1983).
b. Telinga Tengah
Telinga tengah atau rongga timpani adalah ruangan kecil
dalam telinga yang berisi udara. Rongga ini terletak di sebelah
dalam membran timpani atau gendang telinga yang memisahkan
rongga ini dari lubang telinga. Pada bagian telinga tengah ini
terdapat tulang-tulang pendengaran, yaitu tiga tulang kecil yang
tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung
dari membran timpani menuju rongga telinga dalam (Pearce, 1983).
Tulang sebelah luar adalah malleus, berbentuk seperti martil
dengan gagang yang terkait pada membran timpani, sementara
kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani. Tulang yang berada
di tengah adalah incus atau tulang landasan. Sisi luar dari incus
bersendi dengan malleus, sementara sisi dalamnya bersendi
dengan tulang pendengaran lain yaitu dengan stapes atau tulang
sanggurdi. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi untuk
mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga
telinga dalam (Pearce, 1983).

c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari berbagai rongga yang menyerupai
saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga ini
disebut labirin tulang yang dilapisi membran sehingga membentuk
labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini
mengandung cairan serta terdapat ujung-ujung saraf pendengaran
dan keseimbangan. Labirin tulang ini terdiri dari tiga bagian, yaitu
vestibula, saluran setengah lingkaran dan koklea.
1. Vestibula
Vestibula merupakan bagian tengah dari labirin tulang
yang merupakan tempat bersambungnya bagian-bagian lain.
2. Saluran setengah lingkaran
Saluran setengah lingkaran bersambungan dengan
vestibula. Terdapat tiga jenis saluran, yaitu saluran superior,
posterior dan lateral. Ketiga saluran ini saling membuat sudut
tegak lurus satu sama lain. Pada salah satu ujung setiap
saluran terdapat penebalan yang disebut dengan ampula.
Gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung akhir syaraf
khusus dalam ampula inilah yang menyebabkan seseorang
sadar akan kedudukan tubuhnya. Bagian telinga dalam ini
berfungsi untuk membantu cerebelum dalam mengendalikan
keseimbangan serta kesadaran akan kedudukan tubuh
seseorang.
3. Koklea
Koklea merupakan sebuah tabung berbentuk spiral yang
membelit dirinya seperti sebuah rumah siput. Dalam setiap
belitan terdapat saluran membranosa yang mengandung
ujung-ujung syaraf pendengaran. Cairan dalam saluran
membranosa disebut endolimfe, sementara cairan diluarnya
disebut perilimfe.
Terdapat dua tingkap dalam koklea ini :
a. Fenestra vestibuli, disebut dengan tingkap oval (oval
window) karena bentuknya yang bulat panjang ditutup
oleh tulang stapes.
b. Fenestra kokhlea, disebut dengan tingkap bundar
(round window) karena bentuknya bundar ditutup
dengan membran.
Kedua tingkap ini menghadap ke telinga dalam,
berfungsi untuk mengalihkan getaran dari rongga telinga
tengah ke dalam perilimfe yang selanjutnya akan dialihkan
lagi menuju endolimfe dengan demikian merangsang ujung-
ujung akhir syaraf pendengaran (Pearce, 1983).
Gambar 2.1.4 A. Irisan telinga yang memperlihatkan bagian-bagian yang
membentuk pendengar eksterna, tengah, dan dalam.
Sumber : Pearce 1983

Gambar 2.1.4. B : Telinga Luar (A) dan telinga tengah (B). He = helix; FSc =
fosascaphoidea; Ahe = anti helix; Con = concha; Atr = antri-tragus; Tr=
tragus; Lob = Lobulus; E= epitympani; PF =pars flacida (membran tympani);
ChT = chorda tympani nerve; NVII = saraf otak no 7; PT= pars tensa; CT =
cavum tympani; St = stapes; Pr= promontorium.
Sumber : anatomi tubuh manusia, daniel S Wibowo.

4. Syaraf Pendengaran
Syaraf pendengaran (nervus auditorius) terdiri dari dua
bagian, yaitu bagian vestibuler (keseimbangan) dan bagian
koklearis (pendengaran). Bagian vestibuler berhubungan
dengan keseimbangan tubuh. Serabut-serabut syaraf ini
bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik
pertemuan antara pons dan medulla oblongata, kemudian
bergerak menuju cerebelum. Bagian koklearis pada nervus
auditorius adalah syaraf pendengaran yang sebenarnya.
Serabut-serabut syaraf ini mula-mula bergerak menuju sebuah
nukleus khusus tepat di belakang talamus, kemudian bergerak
menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang
terletak pada bagian bawah lobus temporalis. Cedera pada
syaraf bagian koklearis akan berakibat ketulian, sementara
pada bagian vestibularis akan berakibat vertigo dan ataksia
(Pearce, 1983).
2.1.3 Sistem Pendengaran Manusia
Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan
dari sinyal akustik yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang
diteruskan saraf pendengaran ke otak. Proses mendengar tentunya
tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni telinga. Telinga
terdiri atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga
bagian tengah dan telinga bagian dalam. Setiap bagian telinga
bekerja dengan tugas khusus untuk mendeteksi dan
menginterpretasikan bunyi. Telinga bagian luar fungsi utamanya
adalah mengumpulkan dan menghubungkan suara menuju meatus
akustikus eksterna. Telinga bagian tengah terdiri dari 3 buah tulang
(ossicle) yang akan mengamplifikasikan tekanan 20 kali dari
gelombang suara untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea.
Pada telinga bagian dalam terdapat koklea, membran basilaris
membentuk dasar duktus koklear. Membran basilaris ini sangat
penting karena di dalamnya terdapat organ korti yang merupakan
organ perasa pendengaran. Organ corti, yang terletak di atas
membran basilaris di seluruh panjangnya, mengandung sel rambut
yang merupakan reseptor suara. Sel rambut menghasilkan sinyal
saraf jika rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk
secara mekanik akibat gerakan cairan di telinga dalam. Resonansi
frekuensi tinggi dari membran basilaris terjadi dekat basis, tempat
gelombang suara memasuki koklea melalui jendela oval dan
resonansi frekuensi rendah terjadi dekat apeks. Sel rambut dalam
yang mengubah gaya mekanik suara (getaran cairan koklea)
menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang
menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). (Lili Irawati,
Fisika Medik Proses Pendengaran).
2.1.4 Mekanisme Gangguan Pendengaran.
a. Patofisiologis Gangguan Pendengaran.
Mekanisme yang mendasari NHIL diduga berupa adanya stres
mekanis dan metabolik pada organ sensorik auditorik bersamaan
dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan total organ
Corti di dalam koklea (Lim,1979). Kehilangan sel sensorik pada
daerah yang sesuai dengan frekuensi yang terlibat adalah
penyebab NIHL hal yang paling penting. Kepekaan terhadap stres
pada sel rambut luar ini berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan
untuk sel rambut dalam diatas 50 dB. Biasanya dengan terjadinya
TTS, ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar. Frekuensi
yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz memengaruhi dasar koklea.
1. Proses Mekanis.
Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan
kerusakan sel rambut akibat pajanan terhadap bising meliputi:
a) Aliran yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan
robeknya membran. Reissner Sehingga cairan dalam
endolimfe dan perilimfe bercampur yang mengakibatkan
kerusakan sel rambut.
b) Gerakan membran basilar yang kuat dapat lagsung
merusak sel rambut dengan merusak organ Corti atau
merobek membran basilar.
Proses diatas biasanya dapat dilihat ppada pajanan
terhadap bising dengan intensitas tinggi dan NIHL terjadi
dengan cepat.
2. Proses Metabolik.
Proses Metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat
pajanan terhadap bising meliputi:
a) Peembentukan vesikel dan vakuol didalam retikulum
endiplasma sel rambut serta pembengkakak mitokondria
dapat berlanjut menjadi robek nya membran sel dan
hilangnya sel rambut.
b) Kehilangan sel rambut mungkin mungkin disebabkan
kelelahan metabolik akibat gangguan enzim yang esensial
untuk produksi energi, biosintesis protein dan
pengangkutan ion.
c) Cedera stria vaksularis menyebabkan gangguan kadar Na,
K, dan ATP. Hal ini menyebabkan hambatan proses
transpor aktif dan pemakaian energi oleh sel sensorik.
Kerusakan sel sensorik menimbulkan lesi kecil pada
membran retikular bersamaan dengan percampuran
cairan endolimfe pada membran retikular bersamaan
dengan oercampuran cairan endolimfe dan kortilimfe
sertaperluasan kerusakan sel sensorik lain.
d) Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan
membutuhkan energi yang lebih besar sehingga lebih
rentan terhadapcedera akibat iskemia.
e) Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan
pengaruh lain yang merusak telinga.
2.1.5 Klasifikasi gangguan pendengaran.
Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan
beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulaiu dari gangguan
pendengaran ringan (20 -39 DB). gangguan pendengaran sedang (40-
69 DB), dan gangguan pendengaran berat ( 70 – 89 DB). Gangguan
pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai (Soetirtrto 1997):
a. Tuli konduktif
Disebabkan oleh kondisi patologis pada kanal telinga
eksterna, membran timpani atau telinga tengah. Gangguan
pendengaran konduktid tidak melebihi 60 dB karena digantarkn
menuju koklea melalui tukang (hantaran melalui tulang) bila
intensitasnya tinggi. Penyebab tersering gangguan pendngaran
jenis uni pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba
eustachius yang disebabkan oleh otitis media sekretori. Keda
kelaianan tersebut jarang menyebakan kelainan gangguan
pendnegaran melebihi 40 DB.
b. Tuli Sensorinerual.
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf
pendengaran dan batang otak sehingga bunti tidak dapat diproses
sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada sel rambut
koklea, maka sel ganelion dapat bertahan atau mengalami
degenrasi transeural. Jika sel ganglion rusak, maka nerus akan
mengalami degenrasi Wallerian. Penyeabnya antara lain adalah
kelainan bawaan, genetik, kelainan anak dalam kandungan,
proses kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang merusak
koklea (kina, antibiorika seperi golingan makrolid), radang
selaput otak, kadar bilirubbin yang tinggi. Penyebab utama
gangguan pendngaran ini disebabkan genetik atau infeksi,
sedangkan penyebab lain lebih jarang.
c. Tuli Campuran.
Ganguan pednegaran atau tuli konduktif dan sensorineral
terjadi secara bersamaan.
2.1.6 Pemeriksaan Pendengaran.
Pemeriksaan pendengaran pada pekerjaan dilakukan secara
berkala setahun sekali. Sebelum diperiksa, pekerja harus dibebaskan
dari kebisingan ditempat kerjanya selama 14 jam. Berikut metode
pemeriksaan pendengaran (Occupational Safety Health Accosiation,
2008):
a. Audiometer
Salah satu metode untuk memeriksa pendengaran adalah
dengan menggunakan audiometer nada murni karena mudah
diukur, mudah diterangkan dan mudah dikontrol. Metode ini dapat
mengetahui kelaninan pendengaran) gangguan pendengaran
kondusi, saraf maupun campuran). Terhadap individu yang di
periksa, diperdengarkan bunyi yang dapat diatur frekuensi dan
intensitasnya, sehingga hasil pemeriksaan dapat berupa
pendengaran normal atu dapat diketahui derajat gangguan
pendengaranya. Audiometer adalah sebuah alat pengeras yang
dapat memberikan sinyal akustik pada telinga melalui telepon-
kepala, pengeras-suara dan penghantar-tulang. Sinyal suara yang
diberikan adalah (OSHA, 2008)
1. Nada bentuk sinus dari frekuensi dan intensitas berbeda yang
murni dari alat generator nada.
2. Suara bising, yang disaring atau tidak disaring oleh pita
saringan.
3. Pembicaraan yang dikeluarkan melalui CD player.
Hearing treshold limits (HTL) adalah hasil rata – rata
frekuensi pada 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 3000 Hz atau 4000
Hz dalam dB. Pemeriksaan audiometeri dalam usaha memberikan
perlindungan maksimum terhadap pekerja dilakukan sebagai
berikut (Occupational Safety Health Association, 2008):
1. Pekerjaan atau sebelum penuh kesan awal daerah kerja yang
bising.
2. Secara berkala.
3. Pekerja yang terpajang kebisingan lebih dari 85 desibel
selama 8 jam sehari pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun
atau 6 bulan tergantung tingkat intensitas bising
4. Secara khusus pada waktu tertentu.
5. Pada akhir masa.
b. Tes penala
Pemeriksaan ini merupakan fase kualitatif terdapat berbagai
macam tes penala yaitu tes rinne , test Weber tes Schawabach, dan
tes Stenger.
1. Tes satu tes rinne ialah tes untuk membandingkan antara
melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang
diperiksa.
2. Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan
hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
3. Tes Schawabach ialah membandingkan antara tulang orang
yang diperiksa dengan pemeriksaan pendengaran normal.
(OSHA, 2008).
2.1.7 Diagnosis.
Diagnosis NIHL akibat kerja di tegakan berdasarkan riwayat
pajanan terhadao bising ditempat kerja, dan tidak ditempat lainya,
pemeriksaan fisik yang telah menyingkirkan penyebab tuli lain, dan
profil audiologi.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik,
Masuk Riwayat pekerjaan harus melipiti informasi
pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan sebelumnya (khususnya
yang berhubungan dengan pajanan terhadap bising, termasuk
pekerjaan paruh waktu). Informasi hobi dan pajanan lingkungan
lain kiha harus diperoleh. Riwayat medis harus menentukan
apakah pegawai pernah menderita sakit telinga sebelumnya dan
apakah dia pernah makan obat ototoksik, misalnua,
streptomycin. Pemeriksaan fisik telinga harus menyingkirkan
adanya serumen, infeksi dan perforasi membran timpani.
b. Audiometri Nada Murni.
Audiometri nada murni (tone audiometry) dan diagnosis
(konduksi tulang dan udara).  sama pemeriksaan PTA,  nada
frekuensi antara 125 sampai 8 kHz ( tes dilakukan minimal pada
frekuensi 0,  itu1,2,3,4,5 dan 6 kHz)  pada pada intensitas 0-120
dB ditingkatkan setiap 5 dB. Terdapat ambang batas intensitas
nada murni yaitu nada di atas ambang tersebut akan terdengar
dan sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut tidak akan
terdengar. Namun, hasil pemeriksaan dapat berbeda pada waktu
pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi keterampilan operator
alat, motivasi, dan. adanya bising di sekitar tempat pemeriksaan.
c. Profil Adiologi.
Profil audiologi NIHL adalah adanya tuli sensorineural yang
khas sebagai lesi koklea dan lebih jelas terlihat pada daerah
frekuensi tinggi audiogram antara 3 kHz dan 6 kHz.  Jumlah
pendengaran berkurang paling banyak terjadi pada ada sekitar
frekuensi 4 kHz dengan jumlah kehilangan lebih sedikit di atas
dan di bawah frekuensi ini. Konfigurasi Adiometri disebut
cekungan atau Tukik 4 kHz. Cekungan ini adalah tanda utama
NIHL. Bila ditemukan pada seseorang dengan riwayat pajanan
terhadap bising.  konfigurasi audiometri ini simetris pada kedua
sisi. Pajanan yang terus berlangsung akan menghasilkan
pertambahan ukuran cekungan 4 kHz yang menyebar ke
frekuensi yang lebih tinggi dan lebih rendah.  Frekuensi yang
lebih tinggi pada 6 kHz keatas Biasanya karena pengaruh yang
lebih besar dibandingkan dengan frekuensi 2 kHz ke bawah. 
Pada kasus yang berat,  frekuensi 1  kHz  dapat dipengaruhi tapi
jarang berat.
 Kerusakan dan profil  biasanya simetris pada kedua Sisi
walaupun dapat terjadi perbedaan akibat perbedaan kerentanan
kedua telinga,  perbedaan ambang pendengaran pada awal,  dan
pekerja.  profil,  Lesi pada koklea dan Supra koklea.  sebuah
audiogram tanpa cadangan koklea ( tidak ada perbedaan hantaran
udara dan hantaran tulang)  menyingkir.
Suatu metode kategorisasi yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasi pegawai ke dalam kelompok:
1. Saat terjadi pengurangan sebesar 25 dB pada salah satu
frekuensi,  Seseorang dikatakan mempunyai pendengaran
normal
2. Saat terjadi pengurangan sebesar 25 dB pada salah satu
frekuensi ditambah pengurangan lebih dari 25 dB pada
frekuensi 4 kHz dan frekuensi yang lebih tinggi, individu
tersebut mengalami pendengaran berkurang yang
mengarahkan juga sebagai awal nihl.
3. Saat terjadi pengurangan sebesar rata-rata 25 dB  atau
lebih mempengaruhi frekuensi percakapan (0,5,1,2 dan 3
kHz)  dengan adanya riwayat pajanan terhadap bising, 
maka gangguan pendengaran yang terjadi adalah nih.
4. Saat terjadi pengurangan sebesar rata-rata 50 dB atau
lebih yang mempengaruhi frekuensi percakapan ( 0, 5,1,2
dan 3 kHz)  dengan adanya riwayat pajanan terhadap
bising,  pegawai tersebut berhak mendapatkan
kompensasi akibat penyakit yang dideritanya.
Keputusan apakah kelainan pendengaran terjadi akibat
bising harus dibuat seorang dokter hanya setelah ia melakukan
pengkajian riwayat media dan pekerjaan pemeriksaan telinga
serta audiogram. (Jeyaratman Koh, 1996)
2.1.8 Pengendalian Ganguan Pendengaran.

2.1.9

Anda mungkin juga menyukai